Bagian 6 - Menatap Bulan Dan Berkontemplasi (Tamat)
Sudah berjalan 6 bulan sejak Ayu dan Asih melanjutkan pendidikan formal-nya ke jenjang yang lebih tinggi di ibubota. Ayu mengikuti jejak 'tante'-nya dengan belajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Kebidanan, herannya Asih malah ikut-ikutan belajar pada tempat yang sama. Mereka berdua sungguh sangat serasi, dan... bagaikan dua cewek kembar yang masing-masing wajahnya tidak ada mirip-miripnya satu sama lainnya... tapi sama-sama ayu dan cantik dengan kekhasan masing-masing... benar kata teman-teman sekelasnya sewaktu SMA dulu... sekarang teman-teman kampusnya, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menentukan bahwa dari satu cewek ini lebih cantik dari cewek yang lainnya.
Pada awal-awal mereka di ibukota, selama hampir 3 minggu lamanya, Dharma mengurus semua keperluan yang harus dipenuhi oleh kedua 'anak-cewek'-nya ini
Sempat juga Ayu dan Asih kembali ke desanya sewaktu ada liburan 3 hari, setelah usai berlibur... mereka kembali dengan penuh semangat kembali ke tempat rumah yang dulu pernah dikontrak bersama-sama oleh Nurita dan Dharma beberapa belasan tahun yang silam, sekarang rumah kontrakan ini telah menjadi milik pribadi Dharma.
***
Jam di dinding telah menunjukkan pukul 20:00 tepat, Nurita tadi sekembali dari tugasnya sebagai bidan desa, setelah mandi... lalu beristirahat sebentar sambil minum teh hangat, tak lama kemudian masuk ke kamar tidurnya dan... jatuh tertidur pulas diatas tempat tidurnya.
Malah Dharma sekarang duduk didepan jendela yang terbuka tapi terlindung oleh kasa anti nyamuk yang rapat... persis seperti yang sering dilakukan oleh Ayu... dikala dia sedang merasakan kesepian...
Ditatapnya nun jauh diatas sana pada bulan purnama... wajah sang 'ibu malam' yang memancarkan cahayanya yang lembut... ke seantero tempat malam dalam naungannya dengan sinarnya yang redup yang tidak akan menyilaukan mata, tapi menimbulkan kenangan indah dan sedih... tergantung pada orang yang ber-kontemplasi yang mengadu pada sang 'ibu malam' dengan tatapannya... yang dibalas oleh 'ibu malam' dengan cahayanya yang lembut dan menyejukkan hati baik bagi mereka yang bersedih maupun tengah bersenang hati...
Betapa penuh kasihnya desa tempat kelahirannya ini, menerimanya kembali 'anak desa' yang terusir oleh sepotong surat perintah pensiun-dini dari instansi pemerintah tempat dia dengan bangga bekerja serta mengabdikan karya baktinya pada negara, di desa ini malah dia dilimpahkan dengan 'harta karun' dari hasil tanah dan bumi desa makmur ini... Dharma bertekad ingin memajukan desa kelahiran ini agar menjadi lebih maju dan berubah menjadi sebuah kota kecil dengan prospek cerah bagi semua insan yang lahir dan berdomisili di desa yang ramah lingkungan ini dan asri... penuh dengan pepohonan...
Hanyut oleh suasana malam hari yang disinari cahaya lembut rembulan, Dharma ber-kontemplasi... tak lama sambil menatap lama wajah sang 'ibu malam' yang seakan tersenyum melihatnya... 2 tetes besar airmatanya mengalir kebawah menyusuri tulang rahangnya yang khas dari seorang lelaki yang ulet menghadapi segala cobaan hidup yang datang menderanya... Tidak ada seorang pun yang kenal dan yang bergaul dekat dengan dirinya mengetahui... bahwa... isterinya yang tidak setia itu minggat dari rumah ini bersama boss-nya di kantor instansi pemerintah yang memaksanya menanda-tangani surat permintaan pensiun-dini nya itu...
Airmatanya yang keluar tadi lebih bersifat rasa syukurnya... karena desa yang dicintai dan... mencintainya memanggil 'anak-desa' yang terusir oleh lingkungan yang korup di ibukota itu... desanya lebih membutuhkan sebagai insinyur mesin eletro-motor ini...
"Kak Dharma... kakak menangis yaa... kak...?", tanya Nurita, adik sepupunya Dharma yang cantik dan... yang selalu dekat di hatinya yang paling dalam...
"Eh... Nuri sayang... jangan salah duga yaa...! Mataku kelilipan... tahu nggak...!", kata Dharma terkejut oleh kehadiran Nurita disampingnya... dan sekalian menekan rasa malunya.
"Aku percaya kak...! Kak Dharma... aku tadi dikunjungi oleh para ibu-ibu tetua kita dan mereka mengatakan bahwa perkawinan antar sepupu adalah sah... kalau ke-sepupu-an ini terjadi dikarenakan oleh ibu masing-masing mereka... yang bersaudara, karena masing-masing sepupu... baik yang laki maupun yang perempuan membawa langsung nama ayah mereka masing-masing yang berbeda dan tidak ada hubungan darah sama sekali...! Jadi gimana kak... aku tahu dari semenjak kita remaja dulu... kita saling menyukai satu sama lainnya. Dan aku tidak mau berlama-lama lagi... karena nanti akan riskan bagiku untuk melahirkan anak-anak kita...! Dan asal kak Dharma tahu saja... aku telah melepas IUD-ku seminggu yang lalu...! Kalau kak Dharma tidak melamarku malam ini...", buru-buru dengan cepat Dharma berucap sambil merogoh dari dalam sakunya... sebuah kotak sangat kecil... yang dikantunginya non-stop selama siang malam penuh keraguan untuk memberikan sebagai tanda cinta kepada Nurita, adik sepupunya yang cantik ini, dan selalu penuh perhatian pada dirinya ini.
"Terima ini sayang... Nuri-ku sayang... calon ibu dari anak-anak kita... ingat anak-anak...", yang sekarang langsung dibalas potong oleh Nurita...
"Ya... aku tahu kak... kalau 'anak' sih satu... tapi kalau 'anak-anak...' kan lebih dari satu hi-hi-hi...!", kata Nurita dengan bahagia... sembari membuka kotak kecil itu... "Ooh... bukan main...! Indah sekali cincin emas permata ini... kok cocok sekali dipakai di jari manisku yaa...? Hasil karya calon ayah dari anak-anak kita... permata dari desa yang sama-sama kita cintai ini...".
Tiada orang ketiga yang menyaksikan kedua calon sejoli ini... berpelukan mesra dan saling mengecupkan bibir mereka dengan penuh kasih... diiringi kerikan santer para jangkrik jantan dari luar rumah dan suara kodok yang mengerok dengan keras dan penuh semangat... didekat sawah...
Tamat