Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tak Seindah Kisah Cinta di Dalam Novel

Part 10: Pertama

Amanda-1.jpg

Amanda​

"Sayang ... Kamu kenapa sih tiba-tiba tarik aku kayak tadi? Lagi marah sama aku ya? Kalau lagi ngambek bilang aja, jangan begitu caranya."

Jodi langsung setengah membentakku saat kami berdua sudah masuk ke dalam mobil. Aku mendengar kata-katanya, tetapi tidak bisa membalas apa-apa. Aku akui bahwa caraku menariknya tadi berlebihan dan begitu menyebalkan, tapi bagaimana lagi caranya agar aku bisa segera menjauh dari Pak Raharjo? Dan yang lebih penting, bagaimana caranya menjelaskan kepada Jodi bahwa alasan aku ingin segera pergi adalah karena aku merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria tua tersebut?

"Maaf, Sayang. Aku gak marah sama kamu. Aku cuma merasa ... Pak Raharjo itu aneh," ujarku akhirnya.

"Aneh bagaimana?"

"Rada nyentrik begitu, mungkin khas penulis-penulis senior ya?"

"Hmm, bisa jadi. Tapi kamu kan tetap harus ngedit tulisan dia. Kalau kamu dari awal saja sudah terganggu, bisa repot lho nanti."

"Itu juga yang sedang aku pikirkan sekarang. Bagaimana ya cara menghadapi keanehannya itu?"

"Mau coba ngomong sama bos kamu biar novel itu diurus sama editor lain saja?"

"Penginnya sih begitu, tapi jujur ini adalah kesempatan yang langka untuk editor junior seperti aku. Kalau sukses, aku pasti diminta untuk mengerjakan karya penulis-penulis senior lainnya nanti."

"Iya sih. Ya sudah, kamu coba pikirkan saja baiknya seperti apa. Aku percaya kamu akan memilih apa yang terbaik. Buat aku, yang penting kamu bahagia."

"Terima kasih ya, Sayang."

"Iya, sama-sama. Asal jangan tarik-tarik aku kayak tadi lagi, sakit tahu."

"Huu, iya deh maaf."

Aku pun langsung bergerak untuk memeluknya, yang langsung disambut olehnya. Betapa bersyukurnya aku mempunyai pacar yang tampan, setia, dan pengertian seperti Jodi. Ia selalu bisa memahamiku, meski seringkali terasa menyebalkan saat dia harus berkutat dengan pekerjaannya di kantor, karena itu artinya dia pasti akan mengabaikanku.

Ia tidak kunjung melepas pelukannya, demikian juga denganku. Wajah kami kini berhadapan, hidung kami bersentuhan, dan tangannya mulai membelai pipiku yang halus. Matanya menatap tajam ke arahku seperti meminta izin untuk melakukan hal yang lain. Jemarinya bergerak hingga menyentuh bibirku, lalu mengusapnya, tanda ia menginginkan sesuatu yang lebih. Aku pun tidak melarangnya.

Melihat tanda persetujuan, bibirnya langsung meluncur dan menempel di bibirku. Awalnya terasa lembut, tapi tak lama kemudian terasa ada tekanan yang lebih besar. Tangannya menggenggam pundakku, sambil mengusapnya penuh kehangatan.

Aku pun balas melumat bibirnya dengan birahi yang sudah membuncah. Aku kalungkan tangan ke lehernya, demi bisa membelai rambutnya yang ikal. Gerakan tersebut tampaknya membuat Jodi lebih berani untuk melakukan hal lain.

Ia mulai mengeluarkan lidahnya untuk menembus celah di antara bibirku. Kurasakan kehangatan lidahnya memulas bibirku, merusak lapisan lipstik yang baru saja kupoles sebelum berangkat menemui Pak Raharjo tadi, yang menjadi salah satu sebab mengapa pria tua itu tak berkedip saat menatap wajahku.

Tak lama kemudian lidah tersebut dengan liarnya menyentuh setiap titik di rongga mulutku, membuatku sedikit kesulitan untuk bernapas. Aku yang sudah mulai terangsang tentu menyambut lidah Jodi dengan gairah yang juga telah meninggi. Libido yang mulai naik saat bertemu dengan Pak Raharjo tadi, entah apa alasannya, kini berusaha kulepaskan semua di hadapan Jodi.

Sayangnya, di saat aku sudah mulai bersemangat, Jodi tiba-tiba justru melepaskan ciumannya. Ia terlihat melirik ke sekeliling mobil, membuatku sadar bahwa kami masih berada di parkiran kedai kopi tempatku bertemu dengan Pak Raharjo. Itu artinya, kami berada di tempat umum, dan aku masih berdekatan dengan pria tua yang ingin kuhindari itu.

"Kita jalan dulu yuk, Sayang," ujar Jodi sambil membenahi pakaiannya. Ia tampak melihat spion dan mengamati situasi di sekeliling mobil, seperti khawatir ada yang melihat aktivitas yang baru saja kami lakukan.

"Boleh," jawabku sambil merebahkan tubuh di kursi penumpang sambil merapikan posisi jilbabku. Aku pun menundukkan kepala berusaha menahan malu akan apa yang baru saja aku lakukan dengan Jodi.

***​

Di perjalanan pulang, kami tidak banyak bicara dan hanya mendengar suara musik yang keluar dari radio. Sebuah lagu karya Ed Sheeran tengah diputar oleh stasiun radio favorit Jodi, yang memang selalu ia nyalakan saat berkendara.

"Baby, I'm dancing in the dark with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favourite song

When you said you looked a mess, I whispered underneath my breath

But you heard it, darling, you look perfect tonight."

"Sayang," ujar Jodi tiba-tiba sambil terus fokus menyetir dan memandang jalanan di depannya.

"Iya," jawabku singkat sambil tetap menikmati lantunan musik yang begitu romantis itu.

"Aku mau ngomong sesuatu, tapi kamu jangan marah atau berpikiran aneh-aneh ya."

"Iya, mau ngomong apa sih?"

"Seingatku kita sudah pernah bicara tentang ini sebelumnya, dan kita janji untuk terbuka dalam hal ini, dan tidak boleh ada yang marah satu sama lain."

"Udah cepetan mau ngomong apa emangnya?"

"Janji dulu jangan marah."

"Iya, aku janji."

"Mami dan Papi tadi pagi pergi ke Surabaya untuk urusan bisnis, jadi malam ini aku sendirian di rumah. Kamu mau mampir?"

Aku sudah tahu arah pembicaraan ini. Aku dan Jodi memang belum pernah berhubungan seks, tetapi kami secara jujur mengatakan bahwa kami sama-sama menginginkannya. Aku pula yang mengatakan padanya bahwa ia bisa mengajak aku kapan saja, tapi kami berdua harus saling memahami apabila ada salah satu pihak yang belum siap, dan tidak ada yang boleh marah akan hal itu.

Ini adalah kali kesekian ia memberikan kode untuk mengajakku berhubungan. Di waktu-waktu biasa mungkin aku akan menolak, karena memang aku tidak terlalu menginginkan hal tabu tersebut. Namun setelah pertemuan dengan Pak Raharjo tadi, serta ciuman panas yang baru saja kami lakukan, aku tidak bisa bohong kalau aku juga tengah menginginkan kehangatan seorang lelaki. Lagipula bukankah sebentar lagi aku juga akan bertunangan, lalu kemudian menikah dengannya? Apa salahnya kalau kami melakukan hubungan seks terlebih dahulu?

"Baiklah, Sayang. Ayo ke rumah kamu."

"Kamu serius?" Ia menatap wajahku sekilas, dan terlihat jelas sebuah senyum yang tersungging di bibirnya.

"Iya. Udah gak usah nanya lagi, nanti aku berubah pikiran."

"Siap, Bos."

Ia pun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan yang menurutku lebih tinggi dari biasanya. Bukan menuju rumahku seperti rencana kami sebelumnya, tapi menuju rumah Jodi. Radio di mobil tersebut masih memutarkan lagu yang sama.

"We are still kids, but we're so in love

Fighting against all odds

I know we'll be alright this time

Darling, just hold my hand

Be my girl, I'll be your man

I see my future in your eye."

***​

Sesampainya di rumah Jodi, kami seperti tidak mau membiarkan waktu terbuang sia-sia. Begitu memarkir mobil, ia langsung membimbingku untuk masuk ke dalam rumah. Aku jelas sudah berkali-kali datang ke rumah tersebut, karena hubunganku dan Jodi sudah berjalan beberapa tahun. Namun biasanya ada Mami dan Papi yang akan menyambutku. Dan jelas, Jodi tidak mungkin berbuat macam-macam saat orang tuanya berada di rumah.

Namun kali ini, situasinya berbeda. Hanya ada kami berdua di rumah tersebut, sehingga apapun yang kami lakukan, tidak akan ada orang lain yang mengetahuinya. Apa aku siap dengan semua konsekuensinya? Entahlah. Apa aku menginginkannya? Sangat.

Begitu kami berdua berada di ruang tamu, Jodi langsung menutup pintu dan menguncinya, seperti tidak mau ada orang lain yang tiba-tiba masuk dan merusak suasana. Tanpa basa basi, ia langsung merengkuh tubuhku dan kembali mendaratkan kecupan di bibirku. Tangannya mendarat di punggungku dan mengelusnya pelan, sementara aku mengalungkan tanganku di lehernya. Kami saling mencium dan memeluk dalam diam, hanya dengusan napas penuh birahi saja yang terdengar.

Aku memejamkan mata, membiarkan pacar yang sangat kucintai tersebut melumat bibirku. Dengan lincah, lidahnya yang basah mulai mengusap bibirku, dan langsung kubalas dengan binal.

"Hmm ... hmm ... " terdengar desahan dari mulutnya, tanda ia begitu menikmati kecupan yang tengah kami lakukan.

Dengan mata yang masih tertutup, aku bisa menghirup aroma tubuh Jodi yang harum, benar-benar idamanku. Seperti menambah gairahku untuk bisa bercinta dengannya. Apalagi saat tangannya kemudian bergerak turun hingga menyentuh pantatku yang memang berbentuk sangat indah. Bahkan saat pertama kali pacaran, dengan jujur ia mengaku tergila-gila dengan bentuk dan ukuran pantatku ini. Tanpa meminta izin lagi, ia langsung meremas-remas pantatku, membuat birahiku semakin meninggi.

"Ahh, enak sayang ..." ujarku jujur, sambil melepaskan desahan terbinalku. Aku tidak bisa menahan diri lagi. Malam ini, tubuhku akan ia miliki seutuhnya.

"Tubuhmu sangat indah, Amanda," gumamnya sambil terus meremas bongkahan pantatku yang montok dengan gemas. Ia terlihat sangat menikmatinya.

Puas dengan bibirku, ia mulai mengecup kening, pipi, hingga daguku. Ciumannya lalu turun ke leherku yang masih berbalut jilbab. Di bawah, tangan kanannya mulai bergerilya menyelusup ke balik kaos lengan panjang yang tengah kukenakan. Ia berusaha menyentuh langsung perut dan pinggangku, dan tanpa waktu lama berhasil menyentuh payudaraku yang masih tertutup bra. Serupa dengan apa yang ia lakukan pada bokongku, payudaraku pun tak luput dari remasan gemasnya. Ia seperti tengah berusaha meluapkan seluruh birahinya kepadaku yang selama ini tertahan.

Aku membuka mata, dan menatap ke arah wajah Jodi. Tampak ia tengah tersenyum dengan nafsu yang membara. "Enak kan sayang?" Gumamnya.

Aku hanya bisa mengangguk, yang kemudian dibalas lagi oleh Jodi dengan kecupannya di bibirku.

Melihat pacarku yang demikian aktif, aku pun tidak bisa tinggal diam. Aku berinisiatif untuk mengarahkan tangan ke selangkangannya. Aku memang tidak pernah berhubungan intim dengan lelaki lain sebelumnya, tapi aku pernah menonton video porno di mana para pemeran perempuannya melakukan hal seperti ini. Namun aku merasa kecewa karena tidak bisa merasakan apa-apa di sana. Mungkin karena ia mengenakan celana jeans yang bahannya cukup tebal, serta ada secarik celana dalam lagi di baliknya, sehingga aku tidak bisa merasakan apa yang ada di balik celana tersebut.

Jodi tampak mengerti apa yang ingin kulakukan. Ia pun melonggarkan gesper dan melepas kaitan atas dari celana jeans yang ia kenakan. Ia kemudian menarik tanganku dan memasukkanya ke dalam celananya.

"Ahhhh ...." pekikku.

Kini aku bisa merasakan langsung hangatnya kemaluan pacarku, dan itu membuatku terkejut. Ini merupakan sensasi baru yang unik untuk perempuan sepertiku. Terasa ada bulu kemaluan yang menggelitik, meski jumlahnya tidak terlalu banyak. Saat tanganku masuk dan menyentuhnya, ukurannya memang tidak seberapa besar. Namun begitu aku berusaha mengusapnya, kemaluan Jodi terasa membesar hingga tanganku tak muat untuk menggenggam seluruh batangnya.

"Ngghh, terusin sayang. Enak banget dielus-elus begitu kontolku," ujar Jodi sambil menatap mataku. Aku pun menurut.

Kami pun kembali berciuman, sembari meremas dan mengusap bagian sensitif pasangan kami masing-masing. Aku melanjutkan aktivitasku mengusap-usap, atau mungkin lebih tepat disebut mengocok, kemaluannya. Sedangkan ia seperti tergila-gila dengan payudaraku dan terus meremasnya baik yang sebelah kiri maupun kanan.

"Aku sudah tidak tahan, Sayang. Kita ke kamarku ya," ujar Jodi memelas.

Melihat aku tidak memberi penolakan, ia pun langsung menggendongku dan berjalan menuju ke arah kamarnya.

Aku jujur mulai merasakan kekhawatiran akan apa yang akan kami lakukan. Hal tersebut mendorongku untuk mencoba menghindar dan memberi alasan. "Tapi, kita kan belum makan malam. Kamu nggak mau makan dulu?"

"Itu bisa menunggu," ujar pacarku yang sepertinya sudah benar-benar dimabuk birahi.

Aku pun menyerah.

***​

Di dalam kamar, Jodi langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang. Masih di posisi berdiri, ia melepas kancing kemejanya satu per satu, yang dilanjutkan dengan melepas kaos dalamnya yang berwarna putih. Ia melakukannya dengan begitu perlahan, seperti ingin memberikan pertunjukan striptease di hadapanku. Aku kini bisa melihat dadanya yang terbuka, lengkap dengan kedua puting berwarna hitam yang tampak begitu menarik di mataku. Dada tersebut tidak terlalu bidang, tetapi jelas perutnya tidak sebuncit Pak Raharjo.

"Duh, kenapa aku malah memikirkan dia lagi?" Ujarku dalam hati.

Tampak tidak sabar, Jodi kemudian menurunkan celananya sendiri, hingga hanya secarik celana dalam berwarna hitam saja yang menempel di tubuhnya. Terlihat ada bulu-bulu kecil yang tersebar di lengan dan kakinya, memberikan kesan jantan pada pacarku yang tampan tersebut. Di sekitar kemaluannya pun tampak ada bulu-bulu kemaluan berbentuk ikal yang menyembul keluar.

Ia kemudian naik ke atas tempat tidur dengan posisi merangkak, hingga tubuhnya berada tepat di atasku. Dengan romantis, ia mengusap-usap pipiku berusaha membangkitkan kepercayaanku padanya, dan menambah suasana romantis malam ini.

"Kamu cantik sekali, Sayang," ujarnya sambil menatap erat wajahku.

Ia kemudian kembali mengecup bibirku, sambil tangannya berusaha melepaskan jilbab yang kukenakan. Aku pun membantunya menanggalkan penutup kepala berwarna merah muda ini, hingga terlepas dan merosot ke lantai, bersatu dengan pakaian Jodi yang sudah tergeletak di sana. Rambut panjangku yang berwarna hitam kini terbuka di hadapannya. Meski telah beberapa kali melihat aku tanpa jilbab, ia tampak tetap terpesona dengan keindahannya. Ia langsung membelai dan menyisir rambutku dengan jemarinya yang kokoh.

Karena Jodi hanya tinggal mengenakan celana dalam, dengan mudah aku bisa memasukkan kembali tanganku ke area sekitar selangkangannya. Kemaluannya terasa sudah membesar, hingga seperti tidak muat lagi berada di celana dalam tersebut. Aku bisa merasakan uratnya yang mulai menyembul keluar, menambah kesan kokoh dari penis pacarku tersebut. Aku kemudian berusaha mengeluarkan "burung cokelat" tersebut dari sangkarnya. Jodi tersenyum melihat tingkahku, dan membantuku dengan cara memelorotkan celana dalamnya, hingga ia kini sudah telanjang sepenuhnya.

"Kamu sudah tidak sabar ya, Sayang," gumamnya sambil tersenyum ke arahku. Ia mengulurkan tangan mencoba mengarahkan jemari kananku agar mengocok kemaluannya naik turun. Sementara itu, tangan kiriku yang bebas mulai meraba-raba tubuhnya yang terbuka, mulai dari punggung, pinggul, hingga pantatnya.

Seperti ingin terus membangkitkan gairahku, Jodi mulai mengecup leherku yang terbuka. Ia pun mencium dan menjilat bagian belakang telingaku, hingga membuatku kegelian. Bulu kudukku terasa meremang dibuatnya.

"Ahh, geli banget, Sayang," ujarku pelan.

"Tapi enak kan?"

"Hu ... uh. Tapi hati-hati jangan sampai ada bekasnya, gak enak kalau dilihat Mama."

Jodi sepertinya mulai tidak sabar melihat aku yang masih berpakaian lengkap, sementara dia sudah tanpa busana. Ia kemudian mengangkat kaos lengan panjang yang kukenakan, hingga payudaraku yang berbalut bra berwarna merah ini terbuka. Setelah itu, ia pun menurunkan rok panjang dan legging yang kupakai. Aku membantunya dengan cara menaikkan sedikit pinggulku. Dalam sekejap, ia bisa melihat seluruh tubuh ******* yang kini hanya ditutupi oleh dalaman berwarna merah saja.

"Indah sekali tubuhmu, Amanda," pujinya, yang membuatku tersipu malu.

Secara reflek, aku berusaha menutupi payudara dan selangkanganku dengan tangan. Namun dengan lembut Jodi membukanya kembali dan menahan tanganku di atas ranjang.

Dengan penuh nafsu, ia kembali mengecup leherku. Perlahan kecupannya turun ke arah belahan payudaraku yang terbuka. Ia tampak begitu menyukai bentuknya yang memang indah.

"Besar sekali toket kamu, Sayang. Aku suka," gumamnya tanpa mengendurkan jilatannya di gunung kembarku.

Tubuhku menggelinjang karena geli, tetapi aku tidak bisa bergerak ke mana-mana karena tanganku ditahan oleh Jodi, sedangkan kakiku pun ditindih oleh kakinya. AKu hanya bisa memejamkan mata menikmati semua rangsangan dari pacarku tersebut.

Tangan Jodi dengan nakalnya meraba seluruh tubuhku yang terbuka, mulai dari kaki, betis, pinggul, perut, hingga ketiak. Ia tampak suka sekali meraba kulitku yang halus dan lembut, yang selama ini kujaga dengan baik untuk dinikmati oleh suamiku seorang. Tangannya kemudian bergerak ke punggungku, dan berusaha meraih kaitan bra yang ada di sana. Tak butuh waktu lama hingga bra tersebut lepas dan meluncur deras melewati lengan dan sikuku.

Selama beberapa detik, Jodi tampak menatap kagum ke arah payudaraku yang berukuran 36B. Ia kemudian menggerakkan kedua tangan untuk meremasnya. Gerakannya terasa seirama, membuat gairahku naik hingga melebihi batas yang bisa kutahan. Apalagi ketika ia mulai memainkan jemarinya di putingku, membuatku tidak bisa lagi menahan libido yang selama ini tersimpan.

"Ahhh, ahhhhhhh ...." Akhirnya aku melepaskan lenguhan panjang. Aku tidak peduli lagi kalau ada yang mendengar. Jodi telah membuatku benar-benar mabuk akan kenikmatan birahi.

"Enak banget ya sayang remasanku? Puting kamu sampai mengacung tegak begini."

Melihatku yang sudah luar biasa bergairah, Jodi berusaha menambah lagi rangsangannya dengan cara menjilat-jilat puting payudaraku dengan lidahnya, baik yang sebelah kiri maupun kanan. "Sluuurrrppph," dengan kuat ia memasukkan keduanya secara bergantian ke dalam mulut, lalu menghisapnya kuat. Ia melakukan itu sambil terus meremas payudaraku seakan berharap ada cairan susu yang keluar dari sana.

Di bawah, aku malah asyik memainkan penis dan biji kemaluan Jodi. Ukurannya sudah demikian besar, seiring dengan meningkatnya kecepatanku dalam mengocoknya. Tanganku terus bergerak naik turun, sembari terkadang meremas kemaluannya karena gemas. Foreplay seperti ini benar-benar membuat gairahku terbang ke langit.

Jodi juga tampak begitu merasa bergairah diperlakukan seperti itu olehku yang biasanya berpenampilan serba tertutup di rumah maupun kantor. Ia terlihat terus menahan gairah, agar tidak keburu orgasme sebelum menikmati tubuhku lebih lanjut. Berkali-kali ia menutup mata agar tidak terlalu tergoda untuk segera puas hanya dengan melihat tubuh telanjangku yang sangat seksi.

Aku bisa merasakan kemaluannya mulai basah dengan cairan bening yang lengket, tanda-tanda bahwa ia sudah mulai akan menuju orgasme yang penuh kenikmatan. Hal serupa juga tengah melanda diriku, dengan kemaluanku yang juga sudah mulai lembap. Kulit kami yang berkali-kali saling bersentuhan pun membuatku tak tahan dan terus saja menggelinjang.

Kamar Jodi yang biasanya sunyi dan tenang di malam hari, kini mulai berisik dengan desahan demi desahan yang kami keluarkan. Terlihat jelas dua insan yang sedang asyik membangkitkan gairah pasangannya masing-masing, dengan tubuh yang sama-sama sudah terbuka tanpa busana. Pakaian kami sudah saling bertumpuk dengan berantakan di lantai, menjadi saksi pergumulan pertama kami semenjak menjalin hubungan. Meski AC telah menyala, aku bisa merasakan tubuh kami berdua tetap saja berkeringat. Gairah seksual sepertinya jauh lebih panas dari apa pun yang ada di dunia ini.

Tak lama kemudian, giliran Jodi yang menurunkan tangannya berusaha masuk ke balik celana dalamku. Dengan lihai, ia mengusap-usap kemaluanku yang masih tertutup rapat dan berusaha membelahnya dengan jemari. Untung saja aku baru mencukur bulu di sekitar kemaluanku beberapa hari lalu, sehingga Jodi bisa leluasa menjelajah di sana. Telunjuknya langsung menyeruak masuk berusaha menemukan klitoris yang tersembunyi di dalam.

"Nggghhhh ...." kepalaku mendongak ke atas, berusaha menahan terpaan birahi yang melanda saat Jodi berhasil menyentuh bagian sensitif tersebut. "Aku udah gak kuat lagi, sayang, ahhhh."

"Kalau gak kuat, aku harus apa donk?" Jodi menggodaku sambil tersenyum mesum.

"Masukin ..."

"Masukin apa sayang?"

"Masukin kontol kamu ..."

"Emang harus dimasukin ke mana?"

"Masukin kontol kamu ke memek aku, ahhhh ...."

Aku sudah tidak bisa lagi menahan kesopananku, karena aku memang sudah benar-benar menginginkan aktivitas seksual yang selama ini kudambakan. Kini sudah tidak ada cara lain untuk menolak, karena kami sudah sama-sama tanpa busana dan aku pun telah takluk oleh rangsangan demi rangsangan yang dilancarkan Jodi.

Aku mulai melepaskan genggamanku dari kemaluannya, dan beralih memeluk tubuhnya dengan erat. Punggungnya kuelus dengan penuh cinta, sembari lehernya kukecup dengan mesra. Aku kemudian menjulurkan lidahku untuk menjilat puting hitam di dadanya, seperti memohon padanya agar segera memuaskan dahaga seksualku secepat mungkin.

Jodi pun tampak mengerti dan tidak ingin menggodaku lebih lanjut. Ia tentu bisa merasakan betapa basahnya kemaluanku saat ini lewat jarinya yang telah mengaduk-aduk di sana. Ia pun menarik jemarinya dari kemaluanku dan bangkit dari tempat tidur. Aku bisa melihatnya menarik laci di nakas yang berada di samping tempat tidur. Dari dalam laci tersebut, ia mengambil mengambil sebuah benda yang tampak tidak asing. Aku pun tahu benda apa itu.

"Sejak kapan kamu simpan kondom di situ?" Tanyaku.

"Rahasia, hee."

"Kamu benar-benar sudah menyiapkan semua ini ya?"

"Siapa juga yang gak kepengin kalau punya pacar yang tubuhnya seindah kamu, Sayang."

Dengan cepat, ia melepaskan bungkus kondom yang dipegangnya, dan langsung memasangkan karet pengaman tersebut di kemaluannya. Begitu kembali naik ke atas ranjang, ia langsung menurunkan celana dalamku hingga terlepas, lalu memposisikan tubuhnya hingga menindih tubuhku. Dengan lembut, ia kembali membelai wajahku.

"Kamu siap kan sayang?"

Meski yang ada di hadapanku jelas-jelas adalah pacarku, Jodi, tetapi entah kenapa aku seperti mendengar nada suara yang berbeda. Ini seperti suara, milik Pak Raharjo.

"Kamu sudah siap kan menikmati kepuasan birahi dariku, Amanda?" Aku seperti merasa tengah ditindih oleh pria tua tersebut dengan perutnya yang buncit, dan siap disetubuhi oleh kemaluannya yang telah menegang.

Aku dengan segera menggelengkan kepala berusaha menghilangkan bayangan tersebut dari kepalaku. Tanpa sadar, hal tersebut justru membuat Jodi bingung.

"Kamu kenapa menggeleng, Sayang? Apa kamu belum siap?"

Aku pun langsung meyakinkannya dengan cara mengecup bibirnya lembut. "Aku siap, Sayang. Setubuhi aku sekarang."

Jodi pun tersenyum. Ia segera menggesekkan kemaluannya di selangkanganku, berusaha membuatnya kembali tegang, sekaligus meningkatkan gairahku. Aku yang sudah mulai tidak tahan pun mulai sesekali mengangkat pinggul, tanda bahwa aku juga telah benar-benar menginginkan kepuasan birahi dan berniat untuk segera menjemputnya.

Perlahan, Jodi berusaha memasukkan kemaluannya ke dalam vaginaku yang masih begitu rapat. Ia tampak kesulitan di awal, dan berkali-kali meleset saat ingin menyelipkannya ke dalam. Bukannya masuk, kepala penisnya hanya bisa mengetuk pintu vaginaku, sebelum kemudian berbelok ke samping dan hanya menggesek selangkanganku saja.

"Santai saja, Sayang. Aku tidak akan ke mana-mana kok," ujarku sambil menarik kepalanya dan mencium bibir pacarku itu dengan lembut. Aku berusaha menenangkan Jodi yang sudah sangat terburu-buru untuk mendapatkan kepuasan.

Cara tersebut ternyata berhasil. Jodi akhirnya bisa menemukan celah di belahan vagina yang selalu kurawat selama ini, dan tengah bersiap untuk masuk lebih dalam. Seiring dengan masuknya kemaluan Jodi, aku merasakan perih yang luar biasa hebat, tetapi sekaligus kenikmatan yang unik di saat yang sama.

Aku merasakan ada sebuah benda yang demikian besar memenuhi ruang vaginaku yang suci, dan perlahan menyeruak ke dalam. Seperti ingin menenangkan aku yang baru pertama kali melakukan persetubuhan ini, Jodi mengecup bibirku, dan memeluk erat, sambil terus melanjutkan dorongan penisnya ke dalam tubuhku. Dengan sangat lembut, ia berusaha menembus celah suci di selangkanganku itu.

Terasa ada sesuatu yang membelah lebar di sana, seperti ada yang terlepas dari tempatnya semula, seiring dengan kian masuknya penis Jodi ke dalam.

"Nghhhhhh ...." Aku menahan rasa perih tersebut sekuat tenaga.

"Sakit sayang? Boleh aku masukin lagi?" Tanya Jodi dengan lembut.

Aku pun mengangguk.

Penis Jodi menusuk lebih dalam, hingga kini hampir semuanya telah tenggelam di dalam vaginaku yang sesaat lalu masih menggenggam status perawan. Aku pun menahannya agar tidak bergerak dulu demi bisa menikmati awal dari persetubuhan yang tengah kami lakukan ini. Aku masih berusaha menyerap rasa perih yang unik ini untuk pertama kalinya. Adegan demi adegan yang sedang terjadi sekarang pasti akan terpatri di kepalaku hingga bertahun-tahun ke depan.

"Jangan dulu, tunggu sebentar," ujarku saat Jodi tampak tidak sabar ingin langsung menggerakkan pinggulnya. Ia pun menurut.

Beberapa saat kemudian, setelah rasa perihnya sudah mereda, aku baru mengangguk sambil meringis, mengizinkan ia untuk melakukan apa yang ia inginkan. Dengan lembut, ia mulai menggerakkan kemaluannya. Pinggulnya bergerak naik turun hingga kemaluannya pun secara otomatis bergerak di dalam vaginaku, dan menusuk-nusuk dindingnya.

Merasakan hal itu, vaginaku bereaksi dengan cara mengkerut, seolah menggigit kemaluan Jodi. Persis seperti gerakan mulutku yang otomatis menguncup saat menghisap permen lollipop kesukaanku. Kombinasi dorongan yang ia lakukan dengan isapan kuat vaginaku berhasil menimbulkan sensasi kenikmatan yang luar biasa.

Untungnya, pemanasan seksual kami berjalan dengan baik, membuat kemaluanku sudah begitu lembap terlumasi dengan cairan cinta yang keluar lebih awal. Itu membuatku tidak terlalu merasa kesakitan saat batang penis Jodi menyentuh dinding vaginaku yang begitu sensitif.

"Ahhhh ..... "

"Ahhhhhhhh ... "

"Ahhhhhhhhhhhh ... "

"Aaahhhhhhhhhhhhhh ... "

Desahan kami saling bersahutan, semakin lama semakin panjang. Ternyata inilah apa yang dinamakan bercinta. Aku bisa melihat Jodi memejamkan mata, seperti berusaha menikmati setiap momen indah yang tengah ia rasakan.

Tangannya pun tidak tinggal diam. Sembari terus menggenjot vaginaku, Jodi juga meremas-remas payudaraku yang indah, serta menjilat dan menghisap putingnya. Aku hanya bisa menahan gairah dengan cara menjambak rambut dan menahan kepalanya kuat-kuat. Semakin lama, genjotan kemaluan Jodi terasa makin cepat. Tidak terlalu berlebihan, tapi dengan irama yang teratur dan terus berkelanjutan.

"Ahhh, ahh nikmat banget memek kamu Amanda," ujarnya.

"Terusin, Jodi. Ahh ... Kontol kamu nikmat banget."

"Memek kamu sempit banget, aku suka. Enak banget rasanya merawanin kamu, ahhhhh ..."

Aku pun mulai aktif menggerakkan pinggulku naik turun untuk menyambut genjotan Jodi. Aku berusaha mengimbangi irama gerakan tubuh pacarku tersebut agar kemaluan kami bisa beradu di saat yang tepat. Ruangan tersebut pun dipenuhi oleh suara kecipak kemaluan kami yang sudah saling menyatu.

Namun di saat menyenangkan seperti itu, lagi-lagi muncul imajinasi aneh di kepalaku.

"Lebih enak mana, Amanda? Mengedit tulisanku, atau menikmati kontolku, hahaa," samar-samar terdengar suara Pak Raharjo kembali menggoda sanubariku. Aku pun membayangkan bagaimana rasanya ditindih oleh tubuh bugilnya yang sudah dimakan usia tersebut. "Enak banget rasanya ngentot memek editor cantik seperti kamu, Sayang."

"Ngghhh ..." aku berusaha menghilangkan imajinasi tersebut dengan cara memeluk Jodi yang masih menyetubuhiku dengan posisi misionaris. Aku memeluknya dengan sangat erat, seolah ingin menelan seluruh kemaluannya dengan vaginaku.

"Terus Jodi, ahhh ... Aku sayang kamu Jodi."

Meski mulai menghilang, bayangan Pak Raharjo telah membuatku begitu bergairah, sehingga mendorongku terjun lebih dalam ke jurang birahi. Jodi pun seperti merasakan bahwa aku sudah berada di ambang batas libido yang selama ini kutahan. Ia pun berusaha menjemput orgasmenya sendiri dengan mempercepat genjotannya di vaginaku.

"Ahhh, jepitan memek kamu kuat banget, Amanda. Kalau kayak gini terus aku bisa cepet keluar, Sayang," ujarnya sambil mengecup dan menjilat leherku.

Aku bisa merasakan tubuhnya sudah begitu berkeringat, demikian juga dengan diriku. Semakin lama kocokannya semakin cepat, membuat diriku kewalahan. Kini Jodi hanya fokus menggenggam pinggulku yang seksi, sembari sesekali meremas pantatku yang montok. Ia tampak menyukai bentuk tubuhku tersebut dan menariknya ke atas demi bisa menghujamkan penisnya lebih dalam di kemaluanku.

Tanganku telah terkulai lemah di atas ranjang. Aku hanya memfokuskan diri pada gerakan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan kemaluan Jodi di kemaluanku yang semakin lama semakin intens.

Jodi kemudian mengangkat tungkai kakiku ke atas, seperti berusaha merenggangkan kemaluanku agar menjadi makin lebar, sehingga makin mudah menerima desakan penisnya yang sudah begitu tegang. Dengan mata terpejam dan wajah mendongak ke atas, ia meresapi tusukan demi tusukan penisnya yang bersarang di vaginaku. Kedua kelamin kami saling bergesekan satu sama lain, membawa kami ke lapisan kenikmatan yang tiada tara. Pertemuan keduanya menimbulkan bunyi decak yang begitu erotis bagi siapa pun yang mendengar.

"Aku mau keluar, Sayang. Nggghhhh ...." Jodi tampak memperkuat genjotannya, seperti ingin menghabiskan seluruh tenaganya dalam perjalanan terakhir ini.

"Iya sayang. Tumpahkan semua spermamu di memekku. Ahhh ..."

Kepalaku sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi, selain bagaimana caranya menuntaskan pergumulan birahi ini. Desahan kami makin kencang, gerakan kami makin cepat, dan kenikmatan yang kami rasakan juga semakin indah saja.

Aku tidak bisa menahan lagi gairah seksualku. Tanpa aku rencanakan, cairan cintaku merembes keluar, seiring dengan genjotan penis Jodi yang semakin dalam dan semakin cepat. Dan ini adalah puncak dari segalanya, akhir dari petualangan birahi yang kami lakukan malam ini.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh ...."

"Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhh, aku keluar, sayaaaaaaaannngggg ... " Ujar Jodi seperti menyahut desahanku.

Tanpa direncanakan, kami orgasme di waktu yang hampir bersamaan. Tak lama kemudian, tubuh Jodi pun ambruk menindihku. Aku langsung memeluknya sebagai tanda cinta, meski aku masih merasa sedikit perih di area kemaluanku. Aku bisa merasakan sedikit kedutan penis Jodi di kemaluanku, meski tertahan oleh kondom yang ia pakai.

Aku sepertinya sudah begitu hilang akal, setelah diterpa oleh gelombang orgasme yang hebat. Orgasme dari persetubuhan pertamaku dengan lelaki yang aku cinta. Namun akal sehat Jodi sepertinya masih berfungsi maksimal. Ia tidak menunggu lama untuk menarik kemaluannya, dan bergegas ke kamar mandi yang berada di dalam kamar tersebut.

Meski mengerti alasan mengapa ia melakukan itu, tetapi jujur aku merasa kecewa karena masih ingin dipeluk olehnya. Di saat seperti itu, aku pun membayangkan bagaimana rasanya disetubuhi oleh Pak Raharjo, dan dipeluk oleh pria tua tersebut seusai bercinta.

"Duhh, mikirin apa sih aku. Dasar Amanda bodoh," ujarku dalam hati.

Hanya beberapa menit Jodi berada di kamar mandi. Begitu keluar, dengan tubuh yang masih tanpa busana dan kemaluan yang sudah terkulai lemas, ia kembali naik ke atas ranjang dan memeluk tubuhku. Ia juga membawa sekotak tissue dan memberikannya untukku. Aku pun menggunakan kertas pembersih tersebut untuk membereskan sisa cairan cinta yang berada di vaginaku. Tampak ada bercak darah di sana, tanda lepasnya keperawananku. Meski telah dibersihkan dengan sempurna, tetap saja ada bekas merah yang menempel di seprei.

"Sudah tidak apa-apa, nanti aku bersihkan," ujar Jodi yang seperti mengerti maksud hatiku.

Pacarku tersebut kemudian memelukku dari belakang. Tangannya menempel di payudaraku, dan penisnya yang sudah mengerut menempel erat di belahan pantatku. Jodi memelukku dengan lembut dan penuh rasa cinta, membuatku begitu tenang setelah melalui persetubuhan pertamaku.

"Terima kasih ya Sayang, sudah mengizinkan aku mengambil keperawanan kamu," bisiknya sambil bermain-main dengan puting payudaraku.

"Iya. Janji ya jangan tinggalkan aku setelah ini," ujarku.

Jodi membalas dengan mengacungkan jari kelingkingnya, yang langsung aku sambut. "Janji, hee."

"Dasar, kayak anak-anak saja," ujarku sambil tersenyum.

Kami terus berada di posisi tersebut selama sekitar 15 menit. Kepalaku dipenuhi berbagai hal buruk yang mungkin terjadi setelah ini, mulai dari Jodi meninggalkan aku baik karena terpaksa maupun karena kemauannya sendiri, hingga kemungkinan bahwa aku menyukai orang lain yang mungkin tidak suka bahwa aku sudah tidak perawan. Aku berusaha keras menghilangkan pikiran-pikiran buruk tersebut, dan mencoba menikmati apa yang tengah aku rasakan saat ini saja.

Aku melihat jam dinding di kamar tersebut, dan tersadar bahwa aku tidak bisa menginap di sini. Aku membalikkan badan hingga bertatapan dengan pacarku tersebut. Aku kecup bibirnya lembut, sebelum kami berdua harus berpisah malam ini.

"Aku harus pulang, Sayang."

"Kamu gak mau menginap di sini saja? Orang tuaku belum pulang kok sampai besok. Lagipula besok juga hari Sabtu, jadi kamu tidak perlu bekerja kan?"

"Mama bisa tanya macam-macam kalau aku gak pulang sampai pagi."

"Gak bisa alasan apa gitu? Menginap di rumah Jenny atau siapa gitu?"

"Kamu tahu sendiri aku paling gak bisa bohong."

"Iya juga sih," ujar Jodi yang sadar akan mustahilnya memaksaku untuk berbohong. Wajahku selalu menunjukkan raut aneh setiap kali aku mengatakan hal yang tidak benar. "Memangnya kalau pulang jam segini bakal ada yang membukakan pintu? Mama kamu pasti sudah tidur."

"Tenang, Astari pasti masih bangun, dia kan punya insomnia. Kalau sudah tidur pun, aku telpon juga dia pasti akan langsung bangun."

"Adik kamu itu memang suka ngalong ya, bergadang terus kerjanya tiap malam."

"Tahu tuh, aku juga bingung. Sampai sekarang pun dia masih belum punya pacar."

"Hmm, bagaimana kalau kapan-kapan aku kenalin sama teman kantorku. Ada satu yang masih jomblo, namanya Andika. Kira-kira dia bakal mau gak ya?"

"Kita coba saja nanti," ujarku sambil mengedipkan mata.

Setelah itu, aku pun bangkit untuk membersihkan diri dan sisa persetubuhan kami di kamar mandi. Jodi pun menyediakan sebuah handuk untuk mengeringkan tubuhku. Ia memang benar-benar sudah menyiapkan semuanya untuk malam ini, mulai dari kondom, tissue, sampai handuk untukku. Ia pun pasti sudah menyiapkan cara untuk membersihkan seprei tanpa diketahui oleh orang tuanya.

"Benar-benar pria yang penuh perhitungan," gumamku saat tengah sendirian berada di kamar mandi.

Aku mematut tubuhku yang tanpa busana ini, sambil meremas-remas payudaraku sendiri dan melihat kemaluan suciku yang kini sudah terjamah oleh lelaki yang aku sayang. Rasanya memang sangat indah. Namun hal tersebut membuatku penasaran, apakah akan senikmat ini apabila aku melakukannya dengan pria lain.

"Pak Raharjo," gumamku, sambil terus memainkan puting payudaraku sendiri. "Ahh, mengapa aku harus memikirkan pria tua tersebut di saat seperti ini.

Namun jujur, aku tidak bisa menghentikan pikiran itu. Pikiran bahwa Pak Raharjo dengan perut buncitnya akan memelukku dari belakang, dan memainkan payudaraku seperti yang aku lakukan sekarang. Kemaluanku pasti akan berkedut lembut apabila dia melakukan hal itu.

Aku tak bisa membayangkan apakah kemaluan Pak Raharjo ukurannya akan sebesar Jodi, atau lebih besar lagi? Apakah uratnya juga akan lebih kencang dari milik pacarku? Apakah bulu kemaluannya selebat kekasihku? Ahh, semua pikiran itu membuat birahiku kembali naik lagi.

"Sayang, sudah selesai belum?" Tiba-tiba suara Jodi menghentikan lamunan nakalku, mengembalikan aku pada kenyataan.

Aku pun menghentikan semua aktivitas anehku di kamar mandi Jodi ini. "Iya, sayang. Ini sudah selesai kok."

(Bersambung ke Part 11)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd