Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG TANPA BATAS

CHAPTER 13



Udara Senin pagi ini sangat sejuk. Sepuluh menit yang lalu Martin dan Nina baru saja meninggalkan rumah, pergi ke tempat kerja mereka. Nia sedang duduk di ruang tengah. Bersantai sambil menonton televisi. Namun kegiatan Nia terusik saat bel rumah berbunyi. Nia pun merasa heran karena tidak seperti biasanya, sepagi ini ada tamu yang datang. Nia bangun dan berjalan menuju pintu depan. Tangannya terulur memegang handle pintu lalu membukanya perlahan.

“ROY ...!!!” Pekik Nia dengan mata terbuka lebar ketika melihat tamunya yang begitu rapi dengan jas kerja berwarna hitam lengkap dengan dasinya yang dipakai rapi. Roy pun tersenyum dengan senyuman khas yang mengukir di wajahnya.

“Apa kabar?” Tanya Roy dengan suaranya yang begitu empuk dan akrab di telinga Nia.

“Baik ... Baik ...” Jawab Nia sambil mengambil tangan Roy dan menariknya untuk masuk ke dalam rumah. “Maaf, aku belum sempat mengabarimu.” Lanjut Nia yang langsung membawa Roy ke ruang tengah.

“Itu maksud kedatanganku. Aku ingin tahu keadaanmu.” Sambut Roy sesaat setelah duduk di sofa ruang tengah.

“Aku buatkan minum dulu ya ...” Ucap Nia namun tangannya segera ditarik Roy.

“Tidak perlu ... Aku tidak akan lama ... Aku harus masuk kerja.” Ungkap Roy dan Nia pun mengurungkan niatnya untuk membuat kopi untuk Roy. Wanita itu lantas duduk di samping atasannya.

“Hhhhmm, baiklah.” Ucap Nia yang membiarkan jemari tangannya diremas oleh tangan Roy.

“Nia ... Kembalilah bekerja di kantor. Aku sengaja mengosongkan mejamu untuk tidak diisi oleh orang lain. Sebulan lebih mejamu tak terisi, sudah saatnya kamu kembali ke sana.” Kata Roy. Nia menatapnya dengan tatapan sendu.

“Maafkan aku, Roy ... Aku tidak berniat kembali bekerja di sana. Aku sudah memutuskan untuk berhenti. Tadinya aku akan membuat surat resign tapi kamu keburu datang ke sini.” Ungkap Nia bersungguh-sungguh.

“Aku mengerti ... Aku juga memahami kenapa kamu tidak ingin lagi bekerja di kantor kita. Ya, kamu sudah mempunyai penghasilan yang jauh dari pada bekerja di kantor kita. Tapi, entah kenapa aku merasa kesepian sendiri di kantor setelah kamu keluar.” Roy terdengar mendesah keras, sedikit tidak menyukai keputusan Nia.

“Roy ... Seharusnya kamu gak seperti itu. Banyak sekali pegawaimu di sana yang bisa diajak berbincang atau semacamnya.” Ucap Nia sembari menatap mata Roy dengan lekat.

“Tidak Nia ... Tidak ada orang yang bisa menggantikanmu di sana. Kamu sangat spesial bagiku.” Kata Roy. Nia tersenyum mendengar penuturan Roy yang terdengar sangat jujur.

“Oh, Roy ... Aku sangat tersanjung ... Tapi, aku sudah memilih untuk tidak lagi bekerja di kantormu ... Bahkan mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi, aku harus kembali lagi ke Amerika untuk membuat film-ku yang kedua ... Dan itu sangat akan mengganggu perusahaanmu.” Nia coba memberikan penjelasan kepada Roy.

“Hhhmm ... Aku kok merasa menyesal memperkenalkanmu dengan Bertha.” Ungkap Roy seperti ada penyesalan yang sirat dalam ucapannya.

“Jangan berkata begitu Roy, please.” Nia melepaskan genggaman Roy, kemudian kedua tangannya menangkup wajah Roy. Mendekatkan wajah Roy dengan wajahnya.

Nia sangat mengerti perasaan laki-laki di hadapannya. Nia sangat menghargai ketulusan perasaan cinta Roy padanya. Nia tersenyum dan Roy bersumpah itu menerangi seluruh ruangan. Nia menariknya lebih dekat dan kening mereka bertemu. Bibir mereka pun kemudian saling menempel dan saat mereka berciuman semua kekhawatiran dan stress pada hari itu pergi, dan untuk saat ini dunia seperti milik mereka berdua.

Ciuman mereka dilakukan perlahan. Nia dapat menilai bahwa Roy orangnya ingin melakukan sesuatu dengan perlahan dan penuh erotis. Buktinya laki-laki itu tak menunjukkan sikap ingin melakukannya dengan brutal. Roy selalu merespon gerakan Nia dengan gerakannya sendiri yang pelan. Mereka berciuman penuh dengan perasaan, tidak ada ketergesaan dalam gerakan mereka. Kedua bibir itu saling bertautan seiring seirama seakan mereka sedang bergerak mengikuti musik yang sama. Mereka memang sedang bermain musik, musik percintaan.

Lalu Roy mulai merambah mulut Nia dengan lidahnya. Nia yang merasakan lidah Roy menyapu-nyapu bibirnya, mulai mengimbangi dengan mengeluarkan lidahnya sendiri dan menyambut serangan lidah Roy. Keduanya saling menukar lidah, yang membuat birahi mereka makin meningkat. Lama-kelamaan ciuman mereka makin hot dan liar. Suasana ruangan yang panas karena AC dimatikan menjadikan tubuh mereka yang tadinya kering, mulai mengeluarkan peluh karena selain udara yang hangat, kedua tubuh yang berhimpitan itu masing-masing mengeluarkan panas tubuh yang semakin menjadi. Tiba-tiba Roy melepas ciumannya.

“Aku harus ke kantor.” Katanya pelan.

“Masih ada waktu untuk terlambat barang sejam saja.” Nia berusaha menahan Roy.

“Tidak, sayang ... Itu bukan gayaku.” Jawab Roy sambil membelai wajah Nia.

Nia merasa sesuatu yang lain dalam sentuhan Roy kali ini, sebuah rasa yang begitu dalam menyeruak pada setiap sentuhannya, begitu lembut, begitu nyaman dan menenteramkan. Nia menyukai sentuhan itu, sentuhan kasih sayang dan ketulusan. Membelai rambut dengan manisnya. Nia bangga dan bahagia ketika berkali-kali Roy mengecup kening manisnya. Roy terus merabai kulit wajah Nia dengan lembut dan melindasi wajah wanita itu dengan sentuhan yang sangat halus. Nia terdiam menikmati dengan kesesatannya.

“Aku pergi ...” Ucap Roy sambil hendak berdiri.

“Roy ...” Nia menahan dan menarik tangan Roy sampai-sampai laki-laki itu terduduk kembali di tempatnya.

Nia yang tidak rela ditinggal oleh Roy segera merangkak naik ke atas tubuh Roy lalu mencium bibir laki-laki itu dengan ganas. Roy tidak diberi kesempatan berbicara oleh Nia. Mulutnya terus disumpal oleh bibir wanita itu. Akhirnya Roy pun membalas. Nia membiarkan jari-jemarinya menyentuh dan meraba, lekuk-liuk bagian-bagian tubuhnya yang paling peka, dan menikmati sensasi yang semakin menggila. Gairah birahi wanita itu makin terjaga, hingga hasrat bercintanya menggelora.

Masih sambil berciuman panas, tangan Nia kini berusaha membukai celana panjang Roy. Dengan bantuan Roy, celana panjang dan boxer hitamnya itu sudah berada di lutut Roy. Nia pun kemudian menggeser satu sisi celana dalamnya ke samping. Nia mulai menduduki batang penis itu dan memasukkan batang penis Roy ke lubang vaginanya. Sedikit demi sedikit ia menurunkan pinggulnya. Vagina Nia terlihat penuh dan sesak. Tak berapa lama, batang panjang milik Roy pun tertelan semua. Terlahap habis oleh vagina ketat Nia. Roy menahan nikmat saat memasuki dalam ragawi Nia dan berterima kasih saat mendapatkan pemberian wanitanya.

Sesaat kemudian, tubuh Nia dan Roy bergerak ritmis dan wajah mereka semakin memerah. Keduanya melakukan itu bersama-sama dan senyum tersungging di wajah masing-masing. Keduanya menunjukkan kombinasi gelora birahi dengan luapan kasih sayang. Tak ayal, keringat mereka bercucuran menambah semangat gelora birahi kedua insan itu.

Bermenit-menit berlalu nampaknya belum ada satu pun dari mereka yang menyerah. Mereka kali ini seperti mendapat energi dan daya tahan lebih. Posisi mereka masih tetap berpangkuan dan saling berhadap-hadapan. Dengan posisi seperti itu, Nia semakin menjadi lebih agresif. Sembari melingkarkan kedua tangannya di leher Roy, wanita itu terus berguncang naik turun memompa kemaluannya di batang penis Roy. Roy pun terpaksa bertumpu dengan kedua tangan di belakang badannya, mengimbangi goyangan Nia yang asyik menunggangi dirinya.

“Uufffhh... Rooyy... Aaihhh... Enyakkk...” Nia meracau dengan suara binalnya. Sementara Roy hanya bisa memejakan matanya dalam-dalam sembari menengadah menikmati kebringasan wanita di atasnya.

“Sssh…. Legitt bangett...” Racau Roy.

“Mmmhhp.. Apa yang legitt sayanggg??” Tanya Nia sembari terus berguncang naik turun dengan liarnya.

“Mmhpp... Mem..memeknya muuu... Sedepp legitttt…” Ujar Roy lagi setengah sadar.

“Mmm iyaa? Sukaa? Mmmwwaaacchh…” Balas Nia.

Entah bagaimana mereka berdua bisa berbicara begitu kotornya, saling melempar kata-kata vulgar tidak senonoh. Nia mengakhiri kalimatnya dengan mencium bibir Roy dalam-dalam, menghirup semua ludah dari dalam mulut laki-laki itu. Dalam posisi vertikal seperti itu makin terasa saja nikmatnya remasan rongga kemaluan Nia pada batang kejantanan Roy. Ditambah lagi dalam posisi itu otomatis membuat cairannya makin tumpah ruah, membuat selangkangan mereka makin lengket dan rapat oleh cairannya.

Gejolak birahi pajang begitu menguasai tubuh mereka dan tanpa canggung lagi mereka bergerak mencari dan menggali kenikmatan yang ingin mereka raih. Keduanya mengerang merasakan alat kelamin mereka saling beradu. Kedua insan saling berlomba dan saling memacu gairah birahi mereka. Bagai kuda binal yang siap menerjang, Nia bergerak liar di atas tubuh Roy.

Gairah keduanya kian mendekati puncaknya ketika gerakan yang dilakukan makin tak teratur. Gerakan naik turun tubuh Nia makin cepat dan dengus nafasnya kian keras terdengar diiringi erangan-erangan tertahan. Sementara Roy mengimbangi dengan membuat gerakan memutar pada bagian bawah tubuhnya. Hingga hunjaman kejantanannya ke vagina Nia menjadi semakin cepat. Puncaknya, Nia mengangkat lebih tinggi tubuhnya dan lalu kembali menjatuhkannya dengan gerakan lebih cepat. Setelah penis Roy kembali menerobos masuk ke lubang nikmatnya, laki-laki itu menggoyang pantatnya dengan goyangan memutar yang sangat kencang. Sekejap setelah itu, tubuh mereka tampak tergetar menandakan mereka telah mencapai orgasmenya.

Kali ini mereka orgasme berbarengan. Tepat ketika banjir bandang dari vagina Nia menyiram penis Roy, saat itu pula lah sperma Roy menembak-nembak rahimnya. Lalu seketika semuanya terasa makin gelap dan gelap, mereka sejenak meresepaki puncak kenikmatan yang baru saja mereka raih, masih dengan posisi Nia berpangku di atas laki-laki itu, dan kemaluan mereka masih bertautan.

“Bajuku jadi basah.” Bisik Roy di telinga Nia. Nia pun mengurai pelukannya lalu menatap mata Roy dalam-dalam.

“Kamu minta izin saja untuk hari ini. Waktu masih terlalu panjang untuk kita.” Ucap Nia setengah mendesah.

Ternyata Nia berhasil memprovokasi Roy untuk tidak masuk kerja hari ini. Roy pun segera menghubungi personalia meminta dirinya untuk cuti. Akhirnya, hari itu Roy habiskan bersama Nia mereguk manisnya cinta. Tanpa mereka sadari benih-benih cinta tumbuh diantara mereka. Ternyata cinta mereka sangat besar dan tidak terbendung. Hal itu terjadi karena memang baik Nia maupun Roy telah sama-sama saling menyukai sejak lama walau tak pernah terungkap satu sama lain. Mereka menyimpannya begitu lama hingga akhirnya ibarat ‘bom waktu’ yang meledak saat itu juga.​

******



Bunyi suara sepatu yang menempel dengan lantai menggema di lorong sebuah gedung perusahaan. Langkah si empunya sepatu begitu mantap mendatangi sebuah pintu besar ukiran jati. Tak lama langkahnya pun tertahan ketika dua sekretaris cantik berdiri dari meja kerjanya sambil membungkuk hormat pada pria yang baru saja datang itu.

“Bapak ada di dalam?” Tanya si pria kepada salah satu sekretaris cantik tersebut.

“Ada Tuan Muda Felix ... Silahkan masuk ... Bapak sudah menunggu tuan muda ...” Sahut sang sekretaris yang tersenyum manis pada Felix.

Felix pun melanjutkan langkahnya lalu membuka pintu ukiran jati tersebut. Seorang pria paruh baya menegakkan kepalanya melihat putra kesayangannya datang. Brotoseno langsung tersenyum dan berdiri dari duduknya. Sang taipan segera memburu anak semata wayangnya dengan melebarkan tangannya, Felix langsung mendekat dan memeluk ayahnya.

“Kau ternyata terlalu sibuk anakku sampai-sampai aku harus meneleponmu agar kau mau menemui ayahmu.” Ucap Brotoseno dengan sedikit menyindir Felix.

“Maafkan aku ... Aku ternyata lupa punya ayah yang sangat menyayangiku gara-gara kehidupan baruku yang begitu ceria.” Ujar Felix sambil merangkul erat tubuh ayahnya.

“Oh ya ... Bisa kau ceritakan kehidupan barumu itu padaku?” Tanya Brotoseno dengan nada antusias.

“Tentu ... Dan aku harap papa mau bergabung denganku.” Jawab Felix sambil mengurai pelukannya.

Anak dan ayah itu pun duduk di sofa yang letaknya di ujung barat ruangan besar itu. Mereka terlibat pembicaraan seru mengenai kabar dan keadaan mereka masing-masing. Suasana yang akrab antara anak dan ayah ini membuat obrolan mereka sangat cair. Kenyataannya adalah Brotoseno sangat menyayangi Felix lebih dari apapun. Kasih sayang Brotoseno kepada Felix ibarat samudera yang tak bertepi. Brotoseno akan memberikan apapun keinginan anaknya asal bisa senang.

“Oh ya ... Tadi kamu bilang akan menceritakan kehidupan barumu ... Papa kok jadi penasaran.” Ujar Brotoseno mengingatkan Felix.

“Hhhhmm ... Tapi aku berharap papa tidak marah setelah mendengar ceritaku ini karena apa yang akan aku ceritakan mungkin tidak terbayang oleh papa.” Kata Felix mulai menurunkan intonasi suaranya yang kini terdengar agak serius.

“Apapun itu ... Percayalah ...! Papa tidak akan marah.” Brotoseno berjanji setulus hatinya.

“Baiklah, jadi begini.” Felix menahan ucapannya sesaat. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. “Aku sekarang mempunyai sebuah komunitas unik di mana sesama anggota komunitas saling mencintai dan saling memiliki. Sudah ada enam pasang suami istri, eh ralat lima pasang suami istri dan dua orang diantaranya masih single yaitu aku dan wanita bernama Nina. Setiap laki-laki dan perempuan di komunitas kami ini saling mencintai dan saling bercinta satu sama lain. Boleh dibilang kami adalah kesatuan keluarga besar.” Papar Felix.

“Jadi kalian adalah pasangan swinger?” Tanya Brotoseno agak terkejut.

“Kami bukan pasangan swinger karena kami mengikatnya dengan tali kekeluargaan. Kami saling menyayangi dan saling melindungi satu sama lain.” Jelas Felix.

“Hhhhmm ... Papa pernah mendengar kehidupan semacam itu ... Pernah terjadi beberapa tahun silam dan mereka menyebut dirinya The Circle.” Brotoseno mulai paham dengan cerita Felix atas kehidupan bersamanya.

“Nah, gimana kalau papa bergabung dengan kami. Papa kan duda, untuk papa bebas membawa wanita siapa saja untuk menjadi anggota kami.” Akhirnya Felix mengutarakan maksud kedatangannya.

“Ha ha ha ... Apakah kehidupanmu yang tak biasa itu siap tereksploitasi media? Kalau siap, papa sangat akan senang menyambut keinginanmu.” Ungkap Brotoseno lantang. Felix pun terkejut sesaat setelah menyadari kebenaran ucapan ayahnya itu.

“Oh iya ...” Akhirnya tubuh Felix lemas dan bersandar di sofa. Bagaimana tidak, ayahnya adalah seorang public figure yang bayak diburu berita. Sebagai salah satu orang terkaya di dunia, kehidupan Brotoseno selalu diburu untuk dijadikan berita oleh pekerja media massa.

“Sejujurnya papa sangat tertarik dengan kehidupan barumu itu ... Papa akan gabung dengan kalian. Papa punya trik untuk mengelabui para wartawan.” Brotoseno memukul pelan bahu Felix.

“Benarkah?” Felix bangkit dengan wajah sumringah.

“Iya ... Dan ada satu permintaan untuk kamu dan kelompokmu ... Hari sabtu depan, papa ulang tahun yang ke 50 tahun. Ulang tahun emas. Papa kamu dan kelompokmu membuat acara untuk merayakannya.” Ungkap Brotoseno sambil tersenyum.

“Wow ... Itu sebenarnya yang akan aku sampaikan pada papa ... Aku ingin membuat pesta ulang tahun papa di rumah salah satu anggota kami.” Ungkap Felix yang timbul lagi semangatnya.

“Ya, buatlah di sana tapi jangan terlalu meriah untuk menghindari wartawan. Buatlah sesederhana mungkin.” Nasehat Brotoseno pada Felix.

Felix pun menyetujui keinginan ayahnya, kemudian pemuda tampan itu menceritakan juga rencananya pada Brotoseno untuk membuat menjadi satu semua anggota komunitas di suatu kompleks perumahan. Felix menerangkan secara umum rencananya itu dengan alasan agar setiap anggota komunitas dapat selalu bertemu dan saling menjaga satu sama lain.

“Fix kalau begitu ... Kehidupan kalian itu persis The Circle yang pernah hidup beberapa tahun yang lalu. Kalau begitu perluas lahan kompleks perumahanmu seluas mungkin.” Brotoseno sangat menyambut keinginan Felix.

“Jadi nama komunitas kita menjadi The Circle?” Tanya Felis setengah bercanda.

“Ya ... Papa rasa nama yang tidak buruk.” Jawab Brotoseno.

“Hhhhmm ... Aku rasa itu sangat bagus.” Kata Felix sambil tersenyum.

Setelah setengah jam kemudian, Felix pun berpamitan kepada ayahnya. Felix langsung meninggalkan kantor perusahaan ayahnya itu dan langsung menuju rumah Martin dan Nia. Namun rumah yang ditujunya ternyata kosong tak berpenghuni padahal jam di tangan Felix sudah menunjukkan pukul 18.30 sore yang seharusnya tuan rumah ada di sana. Felix pun bergegas ke rumah Nindi dengan berjalan kaki. Dan Nindi pun menyambut kedatangan Felix dengan wajah sedikit sendu.

“Hai ... Kebetulan kamu datang ...” Kata Nindi dan Fadil berada di belakangnya. Pasangan suami istri itu terlihat sudah siap pergi dengan setelan hitam-hitam.

“Apakah kalian ingin pergi?” Tanya Felix heran.

“Ya, dan kamu pun harus ikut bersama kami.” Tegas Nindi sambil mengambil tangan Felix lalu membawanya ke mobil yang terparkir di halaman.

“Kita mau kemana?” Tanya Felix penasaran.

“Kita akan melayat sahabat kita yang baru saja ditinggal suaminya. Aku belum memberitahumu kalau kita masih punya satu anggota yang selama ini tidak hadir di setiap acara kita. Nama pasangan itu Ruth dan Davin. Dan sekarang kita akan berkunjung ke tempat Ruth yang suaminya baru meninggal dunia karena sakit kanker yang dideritanya.” Jelas Nindi yang membuat Felix mengerti.

“Ya, dan kami berencana menjodohkan Ruth padamu, kalau kamu suka.” Tiba-tiba Fadil menyela dari arah belakang.

“Ya, kamu ini gimana sih ...?” Nindi seperti kecewa mendengar perkataan suaminya.

“Gak apa-apa ... Biar Felix langsung bisa menilai ... Kalau cocok kita nikahkan saja mereka.” Sahut Fadil tanpa beban.

“Nikah???? Oh, no ... no ... no ... Aku belum mau menikah.” Sambar Felix agak keras.

“Tuh kan? Kamu sih ..?!” Protes Nindi pada suaminya.

“Ha ha ha ... Felix belum lihat orangnya ... Kalau sudah lihat si Ruth ... Aku mau bertaruh kalau dia akan menarik perkataannya barusan.” Kata Fadil percaya diri.

“Benarkah? Hhhmm ... Aku jadi penasaran ... Ayo, kita berangkat!” Ajak Felix yang memang hatinya diliputi oleh rasa penasaran gara-gara perkataan Fadil.

Mereka naik ke dalam mobil, Nindi duduk di jok depan berdampingan dengan sang suami, sedangkan Felix duduk di jok belakang. Perjalanan mereka tidak memakan waktu lama. Mereka segera tiba di sebuah rumah megah berhalaman luas. Di halaman itu sudah terparkir beberapa mobil yang diantaranya milik Martin. Felix pun mengerti sekarang mengapa rumah Martin kosong melompong.

Felix turun dari mobil kemudian lagi-lagi tangannya digandeng Nindi. Fadil hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya namun dengan bibir tersenyum. Tak lama, ketiganya masuk ke dalam rumah yang sudah ramai oleh anggota komunitas kecuali pasangan Andre dan Maya. Fadil, Nindi dan juga Felix bersalaman dan mengucapkan bela sungkawa kepada Ruth. Dan benar apa yang dikatakan Fadil, Felix harus mengakui kalau Ruth adalah wanita tercantik dan terseksi di antara semua wanita yang ada. Kecantikan dan keseksian Ruth melebihi Nia.

“Aku tadi ke rumahmu.” Kata Felix kepada Nia setelah berada di ruang tengah.

“Ya, aku lupa memberitahumu kalau aku ke sini.” Jawab Nia sambil tersenyum.

Felix berdiri bersandar pada tembok di samping Nia, dengan melipat tangannya di depan dadanya yang bidang. Pria tampan itu terus memandangi dan mengagumi Ruth yang sedang bercerita tentang perjuangan dirinya untuk menyelamatkan Davin, suaminya. Tiga bulan lebih Ruth dan Davin berada di Singapura dalam rangka mengobati penyakit Davin. Namun akhirnya nyawa Davin tidak terselamatkan karena kanker di otaknya sudah sangat parah.

“Aku makamkan Davin di kampung halamannya dua minggu yang lalu ... Aku menginap di Belitung selama dua minggu dan aku baru saja datang dari Belitung jam empat tadi sore.” Ruth mengakhiri ceritanya.

“Sudahlah jangan terlalu bersedih. Itu sudah takdir. Lebih baik kamu ikhlaskan kepergiannya.” Kata Anggi mencoba menghibur Ruth.

“Aku sebenarnya tidak bersedih bahkan aku lega. Bukannya apa, aku selama ini melihat Davin sangat kesakitan. Aku merasa kasihan sekali saat rasa sakitnya kambuh. Terlihat sekali kalau dia sangat menderita. Aku lega karena Davin sekarang sudah terlepas dari rasa sakit itu.” Jelas Ruth yang kemudian menghela nafasnya.

“Kita cuma berharap semoga Davin bahagia di alam sana. Dan yang terpenting adalah kamu sendiri, Ruth. Kamu harus juga bahagia untuk melanjutkan hidup tanpa Davin. Dan sebaiknya kamu segera mencari pengganti Davin.” Nindi mulai menimpali.

“Bagaimana kalau pria ini?” Tiba-tiba Fadil merangkul bahu Felix dengan mata menatap ke arah Ruth. Tiba-tiba suara riuh rendah terdengar di ruangan. Terdengar sedikit protes dari para wanita yang ada di ruangan itu.

“Hei ... Diam dulu ... Tenang-tenang ...!” Nindi pun terpaksa harus menenangkan keadaan. Dan suasana pun kembali tenang.

“Aku dan Fadil tadi sempat berdiskusi dan sepakat untuk menjodohkan Felix dengan Ruth. Kalau mereka saling cocok. Aku dan Fadil akan meresmikan mereka sebagai suami istri yang sah di mata hukum. Bagaimana pun kita adalah poliamori yang bergaya hidup bebas tanpa batas. Bersatunya Felix dan Ruth berarti juga bersatunya mereka dengan kita semua. Kalian paham?” Ucap Nindi sangat tegas.

“Ya ... Paham ...” Seru orang-orang yang hadir hampir bersamaan.

“Bagus ... Kalau begitu beri kesempatan Ruth dan Felix saling mengenal, dan kita akan tunggu hasilnya beberapa hari ke depan, sukur-sukur besok kita sudah punya kepastian.” Kata Nindi lagi.

Semuanya kompak menuruti perintah Nindi. Felix dan Ruth kini duduk bersebelahan. Semua orang yang hadir seperti sedang menasehati Felix dan Ruth, mendorong mereka untuk bersatu dengan menceritakan kebaikan-kebaikan kedua orang itu. Felix dan Ruth hanya senyam-senyum saat orang-orang memuji-muji diri mereka tanpa berusaha menyela apalagi membantah. Semua orang sepertinya benar-benar ingin memperstukan Felix dan Ruth.

Singkat cerita, orang-orang mulai berpamitan kepada Ruth karena hari sudah hampir tengah malam. Felix ditahan Nindi untuk menemani Ruth malam ini sekaligus untuk saling mengenal pribadi masing-masing. Dan akhirnya hanya Ruth dan Felix lah yang tersisa dan keduanya duduk di sofa ruang tengah bersebelahan. Keduanya tampak berusaha untuk bersikap biasa, namun jelas terlihat ada sedikit kekakuan di antara mereka.

“Aku rasa yang tadi mereka katakan tentangku terlalu berlebihan.” Ucap Felix.

“Ya, aku pun merasa demikian ... Aku tidak seperti yang mereka katakan.” Balas Ruth sambil tersenyum.

“Setuju, lebih baik kita saling menilai sendiri saja. Apakah dalam waktu yang singkat kita bisa saling mengenal dan saling cocok.” Tandas Felix berdiplomasi.

“Hi hi hi ... Sepertinya aku sudah lebih dulu mendapat point.” Seloroh Ruth sambil terkekeh senang.

“Maksudmu?” Tanya Felix dengan mata mendelik karena heran.

“Tadi Nindi berbisik padaku, kalau kamu sempat menolak untuk menikah. Tapi sekarang kayaknya kamu sudah berubah pikiran.” Goda Ruth yang membuat wajah Felix terasa panas.

“Eeemm ... Oh .. I-iya ...” Saking malunya, Felix sulit berkata-kata dan menunggu beberapa detik untuk bisa menetralkan hatinya.

“Hi hi hi ... Aku suka laki-laki pemalu sepertimu. Aku sudah mendapat dua point sekarang.” Lagi-lagi Ruth mencandai Felix dengan suara kemayunya.

“Sejujurnya, aku sama sekali tidak berpikiran untuk menikah. Usiaku masih 21 tahun, aku masih terlalu muda untuk menikah. Tapi, saat aku melihatmu ... Aku langsung jatuh hati padamu.” Ucap Felix yang diakhir kalimat menjadi sangat pelan.

“Sungguh?” Tanya Ruth sambil menundukkan kepala. Ruth sendiri merasa senang dengan ucapan Felix itu. Saat ini tak ada keraguan dari dirinya untuk menerima Felix sebagai pengganti mendiang suaminya. Ruth pun merasa kalau Felix lebih dari cocok sebagai pasangannya karena wajah dan sifatnya melebihi Davin, bahkan jauh tak tercapai.

“Ya, aku belum apa-apa sudah merasa cocok. Entahlah, jangan bertanya kenapa. Felling-ku mengatakan kalau kamulah yang akan menjadi pasanganku.” Ungkap Felix sungguh-sungguh.

“Hei ... Felling suka menipu loh?!” Ruth mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah Felix dengan tatapan yang dalam.

“Ya, memang ... Aku sudah membuktikannya. Tapi, aku tidak akan kapok menggunakan felling-ku. Mudah-mudahan felling-ku kali ini tepat.” Jawab Felix santai.

“Jadi, kamu pernah salah dengan felling-mu sendiri?” Tanya Ruth ingin tahu.

“Kamu ingin tahu?” Tanya Felix dan langsung dijawab anggukan oleh Ruth. “Itu terjadi saat aku mengenal Nia untuk pertama kali. Aku pikir Nia masih single ternyata sudah bersuami.” Lanjut Felix sambil tersenyum.

“Hi hi hi ... Itu sih bukan felling, tapi ketidaktahuan.” Sanggah Ruth sambil terkekeh.

“Dan bukan itu yang akan aku katakan tentang felling-ku pada Nia. Setelah berkenalan lebih jauh, ternyata felling-ku salah. Aku mempunyai felling kalau Nia adalah wanita yang bisa menjaga perasaan orang lain, ternyata aku bisa menilai kalau Nia adalah wanita yang keras kepala dan kurang bisa menjaga perasaan orang lain.” Kata Felix lagi.

“Apa benar Nia orangnya begitu?” Tanya Ruth lagi dengan alis yang hampir bertemu.

“Itu hanya penilaianku saja. Tapi tetap aku sangat menyayanginya.” Senyum Felix membuat bibir Ruth tersungging senang.

“Bagaimana dengan Anggi dan Devi?” Tanya Ruth kemudian.

“Aku belum mengenal mereka dengan baik.” Jawab Felix

“Kamu pernah bercinta dengan mereka?” Tanya Ruth lagi beruntun.

“Sekali dengan masing-masing mereka.” Jawab Felix

“Perasaanmu pada mereka bagaimana?” Pertanyaan Ruth terus berlanjut.

“Walaupun aku belum merasa dekat dengan mereka, tapi rasa sayangku sudah ada untuk mereka. Mungkin dengan berjalannya waktu aku akan menyayangi mereka sama dengan wanita-wanita lain di group kita ini.” Kata Felix. Ruth mengambil tangan Felix lalu segera aku menciumnya.

“Aku sangat senang mendengar kejujuranmu karena aku sangat menyukai gaya hidup seperti ini. Kita bebas bercinta dengan siapa saja asalkan itu dalam lingkaran kelompok yang kita bangun. Aku sangat tidak menyukai perselingkuhan yang penuh dengan kebohongan. Kalau mau bercinta dengan seseorang, bercintalah dengan kejujuran dan keterbukaan.” Ungkap Ruth dengan suara sedikit mendesah.

“Ya, aku setuju. Memang awalnya aku merasa aneh dan heran dengan konsep itu. Tapi setelah dirasa-rasa ternyata bercinta dengan gaya ini lebih terasa nikmatnya. Seakan-akan seks dan cinta berbaur menjadi bumbu penyedap saat kita bercinta.” Kata Felix.

“Oh, Felix ... Nikah lah denganku.” Desah Ruth sambil menangkup wajah tampan Felix.

“Aku akan menikahimu ... Dan menikahi wanita-wanita di lingkaran ini ...” Kata Felix mantap.

Wanita cantik itu menyeringai singkat lalu bibirnya langsung menyambar bibir pria di depannya yang sekarang kaget bukan main. Namun kaget Felix tidak berlangsung lama, segera saja pria itu membalas ciuman Ruth. Ciuman mereka akhirnya merubah menjadi lumatan dan perang lidah. Tanpa sadar, Felix mendorong tubuh Ruth hingga tertidur di atas sofa. Begitu tidak bisa menahan desakan akan oksigen, mereka melepas pagutan mereka. Nafas mereka terengah-engah dengan dahi mereka yang masih menempel.

"Ruth, bolehkah? Aku... menginginkanmu," ucap Felix di sela nafasnya yang masih terengah-engah. Ruth menatap mata Felix. Rasanya dia tidak akan bisa menolak permintaan Felix untuk malam ini.

"Tentu, Sayang," sahut Ruth.

Dan mereka kembali berciuman sebelum Felix menurunkan ciumannya ke leher Ruth. Sebuah jilatan dan gigitan diberikan oleh Felix bersamaan dengan kedua tangannya yang menggerayangi tubuh Ruth. Keduanya benar-benar penuh gairah birahi. Perkenalan yang begitu singkat tidak membuat gelora nikmat mereka hilang, bahkan keadaan seperti ini membuat mereka saling ingin mengetahui diri mereka masing-masing.

"Engg... Ahhh..." Erang Ruth saat tubuhnya mulai merespon semua perlakuan Felix.

"Ruth ..." Gumam Felix sambil menempelkan dahinya dengan dahi wanita di bawahnya. Nafas mereka berdua saling memburu. Dengan cepat, Felix meraup bibir Ruth kembali. Melumat, menggigit, menghisap, dan membelai isinya dengan lidahnya. Ruth sendiri melingkarkan kedua tangannya pada leher Felix agar ciuman mereka semakin intim. Kedua tangan bebas Felix masih setia meremas dan membelai payudara Ruth yang terus membuat si empunya berdesir aneh.

"Ah ...!" Erang Ruth saat ciuman mereka terputus. "Kau sudah mengeras," ucap Ruth saat merasakan ada sesuatu yang menusuk selangkangannya.

"Ini semua karenamu, Sayang," sahut Felix sambil melepaskan celana panjang dan boxer yang ia pakai. Di sisi lain, Ruth juga menyingkap rok yang ia kenakan dan menurunkan celana dalamnya.

"Aku mencintaimu, Felix." Kali ini giliran Ruth yang menyerang Felix dengan menarik tubuh Felix untuk menindihnya kembali dan mencium pria yang baru saja ia cintai itu dengan membabi buta. Felix membiarkan Ruth menguasai permainan mulut mereka karena ia sedang sibuk melakukan hal lain. Salah satu tangannya melebarkan salah satu kaki Ruth agar lebih mengangkang.

"Hmm... hnnmm... hmmm..." Ruth masih mendesah kenikmatan dengan ciuman mereka sedangkan Felix secara perlahan memasukkan penisnya ke dalam vagina Ruth.

"Huh! Akh!"

"Kenapa, Sayang?" Tanya Felix karena Ruth melepaskan pagutan mereka secara tiba-tiba. Ruth menatap mata Felix yang sudah dipenuhi nafsu itu.

"A-aku kaget, punyamu besar sekali ..." Jawab Ruth malu-malu kemudian menenggelamkan wajahnya di dada bidang Felix.

"Lanjut?" Tanya Felix.

“Ya ...” Jawab Ruth

JLEEEEBBBB!

"Aaakhh ...! Huhhh ... Saayyy ..." Desah Ruth setengah terpekik karena Felix memasukkan penisnya dengan tiba-tiba. Penis besar dan panjang Felix serasa memenuhi dirinya bahkan sampai membuat perutnya terasa menonjol.

Darah Ruth seakan berdesir merasakan nafas panas Felix di telinganya. Mereka kembali berciuman panas dengan Felix yang masih asik memaju-mundurkan penisnya di liang peranakan Ruth. Wanita itu pun melepaskan kembali ciumannya hanya sekedar untuk mendesah kenikmatan. Felix juga ikut mendesah saat dinding vagina Ruth terus meremas-remas penisnya. Sembari menggerakkan penisnya, Felix juga terus menerus meremas kedua dada besar Ruth dan terkadang menghisapnya.

Felix menghentakkan penisnya semakin dalam ke dalam tubuh Ruth, hingga mendapatkan titik itu. Titik kenikmatan Ruth. Tentu saja membuat Ruth mendesah keras. Terasa batang penis itu menyodok dasar lubang vaginanya yang terdalam. Semakin sering Felix melakukannya, semakin bertambah nikmat yang dirasakan Ruth sehingga pada hentakan yang sekian Ruth merasakan otot di seluruh tubuhnya meregang. Dengan tangannya ditekan pantat Felix agar hujaman batang penis itu semakin dalam. Dan terasa ada yang berdenyut-denyut di dalam lubang vaginanya.

“Ahk…! Ah… duh akhh!” Teriak Ruth tertahan merasakan orgasme yang mulai mendera tubuhnya. Sangat nikmat dirasakan Ruth. Seluruh tubuhnya terasa dialiri listrik berkekuatan rendah yang membuatnya berdesir.

Felix yang belum keluar terus menggerakkan pinggulnya semakin cepat. Menyebabkan Ruth kembali berusaha mengimbangi. Diangkat kedua kakinya ke atas dan dipegang dengan kedua tangannya, sehingga pinggulnya sedikit terangkat, dan vaginanya semakin menjengkit. Menyebabkan hujaman penis Felix semakin dalam.

Felix yang berusaha mencapai kenikmatannya, merasa lebih nikmat dengan posisi Ruth seperti itu. Demikian juga dengan Ruth, perlahan kenikmatan puncak yang belum benar-benar turun bangkit lagi. Ruth mengangkat dan menumpangkan kakinya di pundak Felix, sehingga selangkangannya lebih terangkat. Felix memeluk kedua kaki Ruth, sehingga tubuhnya setengah berdiri. Dirasakan jepitan memek Ruth lebih terasa sehingga gesekan batang penisnya menjadi semakin nikmat. Felix semakin menghentakkan pinggulnya ketika dirasakan kenikmatan puncak sudah semakin dekat dirasakan.

“Aaacchhh…!!!” Felix mendesah nikmat ketika dari batang penisnya menyembur cairan kenikmatannya. Dikocoknya terus batang penis itu untuk menuntaskan hasratnya. Bersamaan dengan itu Ruth rupanya juga merasakan kenikmatan yang kedua kalinya.

“Aaakhh…!!” Jerit kenikmatan Ruth untuk kedua kali merasakan orgasme berturut-turut.

Tubuh Felix ambruk di atas tubuh Ruth. Keduanya saling berdekapan. Kemaluan mereka masih bertaut. Keringat mengucur dari tubuh keduanya, bersatu. Nafas saling memburu. Tuntas sudah hasrat mereka. Dua tubuh yang panas berkeringat terus berdekapan mengatasi dinginnya malam. Kurang dari dua menit berselang, Felix pun bangkit dari atas tubuh Ruth lalu mengangkat tubuh wanita cantik itu hingga berada di pelukannya. Untuk sesaat tak ada suara di antara mereka, sebelum akhirnya Felix membuka pembicaraan.

“Aku akan mencintaimu dan menikahimu. Aku tak tahu, apakah ini keputusan yang baik atau tidak. Tapi aku tidak peduli, karena aku mencintaimu.” Kata Felix pelan.

“Jangan berpikir kalau kamu hanya menikahiku saja. Sebenarnya kamu menikahi lima wanita yang lain juga. Mereka punya hak yang sama denganku.” Jelas Ruth mengingatkan Felix.

“Ya ... Aku tahu itu.” Jawab Felix sambil mempererat pelukannya.

Dan malam itu mereka melewati dengan penuh keringat, cumbuan, rabaan, hentakan nafas dan desahan nikmat berkali-kali sampai pagi. Kelelahan akibat permainan cinta itu, mereka akhirnya tertidur pulas di kamar tidur. Ruth dan Felix terbangun saat jam menunjukkan pukul 10.00 pagi menjelang siang, itu pun karena suara bel rumah yang berbunyi berkali-kali.

“Biar aku yang membukakan pintu.” Kata Felix sambil turun dari tempat tidur. Lalu memakai celana panjangnya.

Dengan bertelanjang dada, Felix segera keluar kamar tidur. Felix berjalan gontay menuju pintu depan dengan masih terasa kantuk di matanya. Sambil mengucek matanya yang masih mengantuk, Felix meraih knop pintu dan membukakan pintu. Tampak dua sosok yang sedang tersenyum di ambang pintu. Felix tanpa berkata-kata membuka lebar-lebar pintu untuk memberikan jalan masuk kepada dua orang yang sedang mentertawakannya.

“Bagaimana malam pengantin kalian?” Tanya Fadil sambil merangkul bahu Felix.

“Pastinya hot.” Sambar Nindi.

Felix yang masih mengantuk enggan memberi komentar. Felix pun langsung duduk di sofa dengan menyandarkan lehernya di sandaran sofa dengan mata tertutup. Nindi dan Fadil tersenyum puas karena rencana mereka cukup berhasil. Felix pun tidak menghiraukan candaan Nindi dan Felix karena laki-laki itu benar-benar tertidur.

“Ah, gila ... Mereka bermain sampai jam berapa? Lihat si felix sampai tepar begini.” Kata Fadil setengah kesal melihat Felix yang tertidur.

“Hhhhmm ... Paling tidak Felix bisa mengimbangi Ruth dalam bercinta.” Ucap Nindi sambil membelai kening Felix.

“Benar ... Ruth memang punya sedikit kelainan. Nafsunya sulit sekali padam. Dia tidak puas bercinta hanya satu ronde atau dua ronde. Minimal harus empat atau lima ronde. Mudah-mudahan Felix bisa mengatasinya.” Sambung Fadil.

“Lagi ngomongin aku ya?” Tiba-tiba Ruth muncul. Ruth terlihat segar sehabis mandi sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah.

“Hei ... Kamu apakan dia?” Bisik Nindi menggoda Ruth.

“Hi hi hi ... Kecapean kali ... Tapi dia memang luar biasa ... Tenaganya kuda banget ... Jauh dengan mendiang Davin ... Aku rasa dia sangat cocok menjadi pasanganku.” Kata Ruth tanpa sungkan memuji Felix.

“Hei ... Aku juga kuat loh ...” Fadil menyambar sambil tersenyum.

“Maaf ya sayang ... Kamu gak sebanding dengan dia ... Hi hi hi ...” Canda Ruth sambil berjalan melewati Fadil lalu membelai wajah Fadil. Ruth kemudian membangunkan Felix.

“Apa aku melewatkan sesuatu?” Tanya Felix sambil menggeliat untuk melemaskan otot-ototnya.

“Tidak ... Tidak ada yang terlewat ... Sebaiknya kamu mandi dulu ... Ada yang perlu kita bicarakan.” Kata Nindi.

“Oh, ya ...” Jawab Felix.

Felix segera berjalan ke arah kamar tidur dan langsung melakukan ritual mandi. Sementara Fadil, Nindi dan Ruth berkumpul di dapur sambil menikmati kopi panas. Mereka ngobrol ngalor-ngidul tentang berbagai hal. Banyak cerita yang mereka bagikan tentang kehidupan mereka selama beberapa bulan terakhir saat Ruth sibuk di luar negeri. Setelah Felix bergabung, obrolan pun berubah tema yang langsung dipimpin Nindi.

“Bagaimana dengan kalian? Apakah sudah mempunyai jawaban?” Tanya Nindi langsung pada inti pembicaraan. Felix dan Ruth pun saling tatap sejenak.

“Kami sudah memutuskan untuk menjadi pasangan suami istri.” Akhirnya Ruth yang berbicara.

“Ha ha ha ... Apa aku bilang. Kamu akan berubah pikiran kan?” Fadil memukul pelan bahu Felix. Felix pun hanya tersenyum malu.

“Oke ... Sekarang aku dan Fadil akan urus pernikahan kalian. Paling cepat baru akan terlaksana minggu depan.” Kata Nindi serius.

“Tidak bisa dipercepat, misal hari sabtu ini. Karena sekalian dengan acara ulah tahun ayahku. Kemarin aku bertemu dengannya, dan aku ceritakan semua tentang kita. Ayah sangat mendukung bahkan ia memintaku untuk mengadakan acara ulang tahunnya dengan kita semua. Oh ya, tidak usah mewah-mewah, yang sederhana saja.” Ungkap Felix yang sukses membuat orang yang ada terperanjat hebat.

“Kamu sedang tidak bercanda kan?” Tanya Nindi tidak percaya.

“Aku serius ... Ayah ingin bergabung dengan kita.” Jawab Felix.

“OMG ... Betapa beruntungnya kita ...” Lirih Nindi.

“Tapi apakah kelompok kita ini tidak akan menjadi sorotan publik kalau Pak Brotoseno bergabung dengan kita? Aku pikir kita harus berpikir ke sana.” Ungkap Fadil sedikit khawatir.

“Ayah juga berkata begitu, tapi dia punya trik untuk menghindari wartawan, dan aku sangat percaya dengan kemampuan ayah. Pasalnya, ayah sering keluar tanpa diketahui wartawan.” Jelas Felix meyakinkan Fadil.

“Ya, jangan terlalu dipikirkan. Kita juga selama ini bisa menjaga kelompok kita dengan sangat baik dari gunjingan orang-orang sekitar. Kita punya cara untuk merahasiakan kelompok kita ini.” Tambah Nindi semakin meyakinkan Fadil.

“Bagaimana dengan hari sabtu?” Kini Ruth yang bertanya.

“Kita fokus dulu dengan acara ulang tahun Pak Brotoseno. Masalah perkawinan kalian, kita laksanakan minggu depan saja. Tidak akan keburu kalau hari sabtu ini.” Tegas Nindi lagi.

Akhirnya keempat orang itu membicarakan persiapan acara ulang tahun untuk Brotoseno. Acara yang digelar akan bertema pesta kolam renang yang akan dilaksanakan di rumah Ruth. Selain rumah Ruth yang agak berjauhan dengan rumah penduduk lain, kolam Ruth lebih representatif dibandingkan dengan kolam renang Milik Hendrik dan Anggi. Mereka pun terus menggodok rencana sampai akhirnya benar-benar matang.​

******




Nindi menikmati suasana ramai di ruangan kerjanya yang sudah ia huni selama hampir enam tahun. Hari itu adalah hari Jumat siang, para pegawai mulai beranjak satu persatu dari kursi kerja mereka untuk istirahat dan makan siang. Nindi sejenak menengok ruang kerja atasannya yang akhir-akhir ini selalu terlihat kosong. Bukan suatu kebiasaan Roy untuk sesering mungkin meninggalkan ruangannya tak berpenghuni. Beberapa pegawai pun merasakan keanehan yang serupa dengan Nindi dan tak pelak kini Roy menjadi bahan gunjingan.

“Hei ... Bengong aja! Nih, aku bawakan makanan buat kamu!” Suara seorang wanita mengagetkan Nindi.

“Duh, kaget aku, Wid ... Tapi, makasih.” Ucap Nindi sambil menyambar bungkusan dari tangan rekan kerjanya yang bernama Widya.

“Kamu denger gak gosip-gosip yang sedang santer tentang bos kita?” Tanya Widya sambil duduk di sisi meja kerja Nindi. Nindi pun menatap wajah rekan kerjanya itu dengan tatapan khawatir.

“Apa?” Tanya Nindi pura-pura tidak tahu.

“Ternyata bos kita punya affair dengan sahabatmu ... Nia ...” Ucap Widya terdengar sangat yakin dan tentu saja Nindi menjadi semakin tidak enak perasaan.

“Aku sudah mendengarnya, tapi belum yakin. Sebenarnya, siapa sih yang menghembuskan gosip ini?” Nindi ingin mengorek keterangan dari Widya lebih dalam tentang gosip tersebut.

“Si Lucky, katanya dia pernah mergokin Pak Roy dengan Nia masuk ke hotel.” Jawab Widya.

“Oh gitu ya ...” Ucap Nindi pelan. “Oh itu si Lucky ..!” Pekik Nindi saat melihat salah satu rekan kerja masuk ke ruangan kerja. “Lucky ...!” panggil Nindi sambil melambaikan tangannya pada laki-laki itu. Lucky pun menghampiri Nindi dengan memasang wajah heran.

“Ada apa?” Tanya Lucky dengan kening mengkerut.

“Apa benar, kamu melihat Pak Roy dengan Nia masuk hotel?” Tanya Nindi ingin tahu kejelasan gosip yang laki-laki itu sebar.

“Sebentar ....” Ucap Lucky santai. Ia pun segera mengambil smartphone dalam saku kemejanya. Tak lama Lucky memperlihatkan beberapa foto kemesraan Roy dan Nia yang sedang memasuki sebuah hotel. “Aku memang berniat menunjukkan ini padamu.” Lanjut Lucky.

“Ini kapan?” Tanya Nindi penasaran.

“Tiga hari yang lalu di Hotel Sandika. Kebetulan aku lagi jemput saudara di sana.” Jawab Lucky sangat percaya diri. “Aku bahkan sempat mengikuti mereka sampai kamar hotelnya. Aku sangat yakin kalau Pak Roy bersama Nia saat itu.” Lanjut Lucky.

“Aku sih gak nyalahin Pak Roy, karena dia kan duda ... Tapi Nia, diakan punya suami ... Kenapa juga dia masih bermain api dengan atasan kita ... Bagaimana kalau suaminya tahu?” Ungkap Widya dengan nada penyesalan dan menyalahkan.

“Menurutku, jangan dulu menghakimi seseorang sebelum tahu latar belakangnya. Kita juga harus bijaksana dalam menyikapi situasi seperti ini. Aku bukannya mau membela Nia, tetapi alangkah baiknya kita tidak berspekulasi sebelum tahu apa yang mereka lakukan sebenarnya.” Kata Nindi.

“Aku harus ke meja, sudah waktunya bekerja.” Kata Lucky seolah menghindar dari Nindi.

“Bagaimana pun kamu berkata, kamu terdengar sedang membela Nia ... Aku tahu kalau kamu adalah sahabatnya, tapi Nia tetap sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Dia sudah main belakang terhadap suaminya. Dan menurutku, suaminya lebih gagah dari Pak Roy.” Widya masih saja menyalahkan Nia. Nindi pun hanya tersenyum mendengar perkataan rekan kerjanya.

“Sepertinya kamu menyukai suami Nia ...” Kata Nindi.

“Jujur aja, aku memang menyukai Martin. Aku pernah satu sekolah dengannya dulu waktu SMA. Emang aku pernah mengejarnya, tapi gagal total.” Ungkap Widya dengan senyum malu-malu.

“Wow ... Surprise ... Kok, aku sampai gak tahu kalau kamu pernah satu sekolah dengan Martin dan pernah jatuh cinta sama dia?” Pekik Nindi tak percaya.

“Ya, itu masa lalu ... Dan sudah aku lupakan.” Kata Widya sambil geleng-geleng kepala.

“Kamu bisa mendapatkan Martin sekarang, kalau kamu mau.” Nindi mulai berseloroh.

“Gila ...! Gak mungkin banget ...! Sudah akh, waktunya kerja.” Widya melompat turun dari meja. Wanita itu berjalan ke meja kerjanya. Nindi pun hanya tersenyum melihat tingkah Widya.

Nindi pun akhirnya merenung. Apa yang ia khawatirkan sudah menampakkan wujudnya. Nia mulai terlihat membuat masalah. Nia terlihat sedang menyembunyikan sesuatu yang akan merusak keutuhan kelompoknya. Akhirnya Nindi berniat untuk meneliti sendiri kebenaran praduganya. Lagi-lagi mata Nindi mengarah ke ruangan kerja atasannya yang kosong. Nindi pun menghela nafas saat memikirkan kelakuan sahabatnya. Nindi merasa kalau Nia sudah keluar jalur dan melanggar komitmen kelompok.​

-----ooo-----

Bersambung.

Thanks for reading, sorry for typo.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd