Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE CITY'S RHAPSODY (racebannon)

THE CITY'S RHAPSODY
RHAPSODY IN THE CAMPUS – PART 1

------------------------------

2_gpn211.jpg

“Nn….”

Jam lima pagi. Lelaki itu bangkit dari kasur, keluar dari selimut dan mengais-ngais bajunya yang berserakan di lantai. Dia menghela nafasnya saat dia menatap jam dinding. Hari ini dia harus cepat-cepat pulang.

“Hei… Mau pulang?” suara sang perempuan, Andini, mengalihkan perhatian sang lelaki.
“Iya, hari ini aku harus ke Gereja” jawab sang lelaki.
“Mmnn….. Coba kamu bisa disini lebih lama lagi”
“Sayangnya gak bisa”

Lelaki itu mulai memakai pakaiannya, merapihkan dirinya sedikit, memasang jam tangan dan memeriksa semua notifikasi media sosial dari jam tangannya. Seperti biasa, di hari minggu ini, memang jadwal keluarganya untuk ibadah ke gereja. Sejak dia baru memiliki ingatan, rasanya tiap minggu dia ke gereja. Kecuali mungkin ketika dia sedang di luar kota atau di luar negeri.

Dia, adik perempuannya dan ibunya selalu diantarkan oleh ayahnya ke gereja. Sang ayah selalu dengan setia mengantar, walaupun agamanya berbeda dengan istri dan anak-anaknya.

“Besok udah kuliah lagi ya?” tanya Andini.
“Kuliah…. Yah…” sang lelaki meringis, karena dia tahu, dia belum memiliki judul skripsi dan ini adalah tahun terakhirnya kuliah.

“Kamu udah punya judul skripsi?”
“Belum, sial”
“Duh, aku taun depan nih….” sang perempuan berguling sendiri di dalam kasur, mencoba kembali ke mimpinya.

“Yah…” sang lelaki sudah selesai berpakaian, dan siap untuk pergi. Dia mengambil helmnya dan mengambil nafas sebelum pulang dan kemudian menjalani ritual mingguannya.

“Aku pulang ya” sang lelaki memegang handle pintu, sambil berusaha menyemangati dirinya yang setengah mengantuk.
“Oke… Hati-hati di jalan, bye Jonathan”

“Bye”

------------------------------
------------------------------
------------------------------

home9311.jpg

“Tuh, kecengan elo, udah tua sekarang Kak” tawa Shirley, di pojok Red Comet malam itu.
“Iya ah, lagi konsen makan ini, jangan ngajak ngobrol yang ga bener” Jonathan Andika Akbar tampak kesal sambil menatap Tante Tara dari kejauhan.

Tante Tara tak bisa selamanya tampak awet muda. Di usia yang segini, rambut putihnya mulai terlihat dan kerutan di wajahnya makin terlihat jelas. Masih ada semburat-semburat kesegaran khas anak muda, tapi usia sudah tidak bisa menipu lagi.

Sekarang Tara Giva Amanda sudah cocok disebut Tante.

“Mending lo hibur anak ini, yang cowoknya ga jadi ikut sekarang” Jonathan menunjuk Haruko dengan matanya, dan Haruko cuma bisa mengkerut di kursi, sambil melahap burger yang katanya tiga kali lebih enak daripada burger biasa itu.

“Yah, mau gimana… Hari ini ada workshop.. Dan dia telat taunya, taunya kemaren, udah untung masih bisa ikutan” jawab Haruko. Malam itu Haruko Aya Rahmania, yang juga mahasiswa tingkat akhir, sama dengan Jonathan, tampak cantik. Rambut selehernya yang tak pernah berubah dari SMA memberikan aura segar. Apalagi dia mantan atlet junior bulutangkis.

“Workshop apaan?” tanya Shirley, yang setia dengan rambut pendeknya. Bedanya sekarang rambutnya berwarna coklat tua, dan dia makin stylish. Begini-begini Shirley Yuliana Akbar sudah beberapa kali malang melintang jadi model untuk photoshoot fashion dan produk kecantikan lokal. Karena kesibukannya, kuliahnya jadi agak-agak… terhambat. Dia sendiri mengambil kuliah Fashion Design di salah satu kampus swasta di tengah Jakarta.

“Ada arsitek luar yang terkenal banget gitu, dateng ke sini…. Gitu deh”
“Dari dulu emang gitu banget ya Rendra”
“Iya”

“Gak bete apa lo?” selidik Shirley.

“Udah biasa sih” Haruko nyengir, membayangkan pacarnya sejak lulus SMA, Rendra. Rendra sudah bekerja sebagai arsitek di salah satu kantor arsitek terkemuka di Jakarta. Dan dari kuliah, Rendra sangat fokus di dunia ini. Sehingga dia sering ikut seminar, workshop, architectural trip dan hal-hal lainnya yang menambah ilmunya. Sehingga kadang-kadang, waktunya bersama Haruko harus dikorbankan.

Haruko sendiri sudah tingkat akhir di perkuliahannya. Sejak gagal masuk tim PON DKI Jakarta dan sempat cedera lama, Haruko mengundurkan diri dari dunia badminton. Dia lantas melanjutkan kuliah ke salah satu Universitas Negeri favorit yang ada di kota tetangga, kampus yang jaketnya kuning. Dia mengambil jurusan psikologi. Dia memang tidak ingin jadi psikolog, tapi dia membayangkan sepertinya nyaman bekerja di bagian HRD atau personalia di office-office yang bertebaran di seluruh Jakarta.

“Besok udah pada kuliah lagi ya?” Haruko membuka obrolan baru, daripada kekesalannya soal waktunya bersama Rendra hilang, lebih baik membicarakan topik baru.

“Males banget… Mana gue belom dapet judul skripsi” Jonathan membuka suara.
“Katanya lagi konsen makan? Kok ikutan ngobrol?” sindir Shirley dengan nada meledek.
“Suka-suka gue”

“Rencananya mau bikin skripsi tentang apa?” tanya Haruko, beneran penasaran.
“Soal gak tau”
“Eh, serius, soal apa?”

“Tentang hal yang berhubungan dengan Ilmu Komunikasi” jawab Jonathan asal.
“Asal emang lo” kesal Haruko.
“Biarin” jawab mahasiswa tingkat akhir ilmu komunikasi di salah satu kampus terkenal di Jakarta itu.

“Ntar gak lulus-lulus tau rasa lho….” ledek Shirley.
“Elu tuh yang gak bakal lulus-lulus”
“Kan mau jadi model kalo gue…”
“Mimpi orang tolol… Elu kan pendek” Jonathan membalas ledekan Shirley.

“Kan gue ga mau jadi model catwalk”
“Tetep aja pendek. Gak laku entar. Paling lakunya jadi model baju anak-anak”

“Aminin aja deh” Shirley mencomot rokok dari kotak rokok kakaknya dan membakarnya asal-asalan.
“Minta rokok gak bilang dulu lagi…..”
“Kalo minta ga bakal dikasih”

“Ntar bau rokok, dimarahin mama lho” Jonathan merujuk ke Anggia, ibunya yang galak dan tegas.
“Tinggal bilang aja, ini gara-gara Kak Jon ngerokok terus pas lagi makan”

“Bau rokoknya….” Haruko mengeluh sambil menekuk wajahnya.
“Dibiasain dong, kan udah sering banget main sama kita”
“Ntar kayak Om Stefan, sampe bypass jantung segala” lanjutan keluhan Haruko bernada ancaman.

“Dia kan udah tua” sambar Haruko.
“Kayak Tante Tara” bisik Shirley ke Jonathan.
“Berisik”

“Eh tapi gue jadi kepikiran, daripada lo ganti cewek mulu Kak, mendingan jadi simpenan Tante-tante deh, lumayan dapet duit juga kan?”
“Bicara apa kayak begitu…. Jangan-jangan elo yang selama ini jadi simpenan Om-om, perasaan lo belanja ga puguh mulu, duit dari mana itu?”

“Dari modelling” jawab Shirley pasti.
“Gak sebanyak itu deh perasaan duit jadi model”
“Tergantung kliennya ya kan…”

“Kliennya om-om mesum gitu ya, jadi model produknya sekalian ngamar” ledek Jonathan.
“Dih, gini-gini masih suci lho gue…”
“Sucinya cuman pinggang ke bawah doang elo mah”
“Sial” kesal Shirley.

“Hahahaha” kakaknya tertawa karena sindirannya telak.

“Kalian nyeremin banget sih” Haruko tampak bergidik mendengarkan ledek-ledekan super dewasa dari kedua kakak beradik itu.
“Elo juga nyeremin, ditinggal pacar ngarsitek mulu” ledek Shirley. “Gak mau putus dan cari cowok yang lebih available aja?”

“Gak” jawab Haruko tegas.
“Ntar nyesel loh”
“Enggak… Gue maunya sama dia, gimana dong?”

“Ah, highschool sweetheart… Lucu amat sih elo” tawa Shirley dengan lepasnya.

Jonathan hanya menggelengkan kepala mendengar itu semua. Dia tampak menerawang, sambil membayangkan judul skripsi apa yang mungkin ia kerjakan. Yang pasti, dia pusing. Dia juga pusing menatap Tante Tara dari kejauhan. Tante Tara sudah tua, dan spark di dalam hati Jonathan pun berangsur menghilang. Dia tidak merasakan excitement apapun dari pacar-pacarnya. Yang ia rasakan hanya seks dan seks saja.

Jonathan pun menghela nafas panjang, sambil mencoba berharap, dia bisa merasakan perasaan excited lagi saat bertemu perempuan, seperti saat pertama dia melihat pesona Tante Tara tujuh tahun yang lalu.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

hessel10.jpg

“Wah” Jonathan celingukan di tempat parkir motor di kampusnya. Iya, ini semester ganjil baru, jadi banyak mahasiswa baru seliweran di kampus. Beberapa tampak good looking dan Jonathan tertawa dalam hati. Nanti kalau sudah ilfil dengan Andini, dia akan mencari mahasiswi baru saja sebagai pacar selanjutnya.

Jonathan menenteng tas dan helmnya, menuju ke arah gedung kuliah. Ini jam makan siang, mungkin dia akan makan siang dulu di kantin kampus, karena dia baru akan kuliah siang hari. Setelah kuliah, dia sudah menjadwalkan untuk bertemu dengan dosen walinya, untuk membicarakan masalah skripsi.

Entah dia akan membahas soal apa di skripsinya, sampai sekarang dia juga belum tahu.

Perlahan dan tidak pasti, Jonathan berjalan ke arah kantin. Dia melirik ke arah saku jaket tipisnya. Sekotak rokok. Gatal rasanya ingin merokok. Di zaman modern seperti ini, di saat handphone sudah bersatu dengan jam tangan, di jaman helm sudah ada GPS systemnya dan bisa terkoneksi langsung dengan motor dan handphone, serta laptop sudah setipis buku tulis, rokok bentuknya tetap saja begitu. Batang yang berukuran segitu, diisi dengan tembakau, dan filternya pun gitu-gitu aja. Baunya tetap sama, kandungannya gitu-gitu aja, bahkan tidak ada perubahan sedikitpun dari rasio harganya.

Ah, tanpa sadar Jonathan sudah sampai kantin. Dari kejauhan dia bisa melihat Andini yang melambai ke arahnya. Oh iya, dia punya pacar. Di sebelah Andini ada temannya, Tami yang menemaninya. Ya, Andini. Sudah mau enam bulan dia berpacaran dengan orang itu. Perempuan yang cantik, rambutnya panjang, badannya mungil dan fitur mukanya menggemaskan. Dia satu angkatan lebih muda di bawah Jonathan, jurusan yang sama.

Dan lucunya, dulu Jonathan pernah meniduri mantan sahabatnya Tami, yang sekarang bersahabat dengan Andini. Ah sudahlah, tidak penting lagi untuk dibahas. Itu cuma one night stand habis acara kampus. Tidak penting.

“Ntar jadi ketemu dosen wali kamu?” tanya Andini saat Jonathan duduk di kursi di hadapannya.
“Jadi"
“Udah kepikiran?”
“Kepikiran apaan? Judul?”

“Elo mending nanya aja, ada judul kosong atau ada skripsi siapa yang butuh dikembangin gak? Biar gampang” Tami membuka suaranya, memberi usul.

“Pinter juga lo…”
“Gue gitu loh…”
“Padahal banyak ngulang” ledek Jonathan.

“Ngulang karena suka bolos, bukan karena bego” balas Tami.

“Banyak anak bocah ya” Andini memperhatikan lingkungan sekitarnya. Memang banyak anak baru, karena mahasiswa baru sudah mulai berkuliah setelah melewati masa orientasi.

“Ganggu gak sih?” bisik Tami.
“Rada” balas Andini.

“Kalian juga dulu kayak gitu pas masih anak baru” ledek Jonathan.
“Mentang-mentang kakak kelas”
“Iya dong….”

“Eh entar Long Weekend mau ikut gak Jon?” tanya Andini sambil menggenggam tangannya Jonathan.
“Ngapain?”
“Aku, Tami sama Indah mau ke Pulau H di Pulau Seribu, cowoknya Indah orangtuanya punya Villa disana”

“Baru liburan udah liburan lagi?” Jonathan menggelengkan kepalanya.
“Kan belum bareng-bareng sama mereka”

“Boleh aja” yang ada di pikiran Jonathan cuma seks saja mungkin. Mungkin juga alkohol gratis. Entahlah, yang pasti dia ingin melakukan banyak-banyak kegiatan agar kepusingannya soal memilih judul skripsi bisa teralihkan.

“Ajakin adik kamu dong” bisik Andini.
“Buat apa?”
“Jadi…. Cowoknya Indah itu punya sepupu, terus dia ternyata ngecengin adik kamu gitu…”
“Dia tau Shirley dari mana?” Jonathan tampak bingung.

“Eh, adik kamu itu lumayan terkenal tau di kalangan cowok-cowok hits”
“Err…” Jonathan membayangkan monyet cebol itu, dan dia bingung, bagian mana yang bisa membuat Shirley populer di kalangan orang-orang itu.

“Pas cowoknya Indah bilang kalo itu adeknya temennya Indah, dia langsung blingsatan… Makanya bawa ya?”
“Yah… Boleh lah, nanti ditanyain” Jonathan menggaruk-garuk kepalanya. Sial, kepalanya hanya berputar-putar memikirkan judul skripsi yang belum ada itu.

“Kalo foto ama adiknya Jonathan makin banyak gak ya follower gue” Tami tampak kegirangan. Jonathan tampak kegelian. Follower instagram. Gila apa. Dasar anak jaman sekarang.

“Kamu udah makan?” Andini mendadak bertanya ke Jonathan.
“Belom”
“Makan gih, ntar gak konsen kuliahnya”
“Pasti gak konsen sih, kalo isi kepalaku skripsi terus” Jonathan menarik nafas panjang. “Skripsi yang belom ada judulnya itu”

“Kasian….” Andini menggenggam tangan Jonathan dengan muka manja.
“Cari makan dulu, ntar aku balik lagi kesini” Jonathan berdiri, meninggalkan helm dan tasnya di mejanya Andini dan Tami.

Jonathan celingukan dan segera menyambangi booth makanan satu persatu sambil melihat-lihat.

“Gila gak malem minggu kemaren” bisik Tami.
“Gila” Andini tertawa geli, mengingat adegan ranjangnya dengan Jonathan di kamar kost nya.
“Beruntung amat lo bisa pacaran sama dia”
“Iya, sedikit lagi padahal dulu kan bisa aja kegaet sama si Feby…”

“Ah orang itu….”
“Ngeselin ya?”

“Yang bikin gue kesel dari dia itu koar-koarnya tidur ama Jonathan abis angkatan kita bikin acara itu inget kan?” oke, mereka bergosip. “Bikin ilfil aja. Geli rasanya gue pernah temenan sama tu anak”

“Yang penting kan yang sekarang sama Jonathan gue…” Andini tampak bangga, sambil memperhatikan pacarnya itu dari kejauhan. Jonathan sudah membawa makanan dan minuman untuknya siang ini. Dia berjalan mendekat ke arah pacarnya.

“Tapi ntar susah lho kalo lo kawin ama Jonathan”
“Iya ya, taun segini masih susah aja kawin beda agama” tawa Andini.
“Ga mungkin banget dia masuk Islam ya…”
“Emaknya kan katolik taat gitu”

“Tapi bokapnya kan Islam si Jonathan” bisik Tami.
“Oh ya? Gue kok gak tau” Andini tampak bingung.
“Tau Rendy Akbar kan?”
“Eh, yang sutradara itu?”

“Itu bokapnya Jonathan”
“Gak ada mirip-miripnya!” Seru Andini.

“Lo udah pacaran selama enam bulan, tapi ga tau siapa bokapnya Jonathan? Pacar macam apa elo?”
“Hus ah, kan gue fokus sama anaknya, Lagian gue pernah ketemunya emak sama adeknya, bapaknya belom pernah ketemu……”

“Parah. Lo pacaran sama Jonathan buat panjat sosial doang kan?” ledek Tami.
“Enggak!”

“Bokap pacar sendiri ga tau”
“Abisnya ga pernah diceritain juga sih….”
“Ya gue banyak tau juga dari Feby dulu” Tami meringis sejadi-jadinya.

“Jijay”
“Hahahah”

“Apaan yang jijay” Jonathan duduk di tempat itu lagi dan mulai melaksanakan ritual makan siangnya.

“Engga, ini lagi ngomongin ada lah, cewek gak jelas gitu suka koar-koar sendiri soal pencapaian seks dan cowoknya” Tami mengerling, berharap Jonathan bisa menangkap kalau mereka semua membicarakan Feby, mantan sahabat Tami yang pernah one night stand bersama Jonathan dan ceritanya tersebar kemana-mana karena cewek itu terlalu heboh dan menjadikan itu sebagai pencapaian serta bahan untuk menyombongkan diri.

“Gak penting juga sih” Jonathan menyeruput minuman dinginnya sambil tertawa dengan nada menghina. Apa-apaan sih, dasar anak-anak gak jelas.

“Permisi, Kak…. Ini kursi dipake gak?” mendadak ada suara manis bernada manja memecah konsentrasi mereka.
“Eh? Engg… Engga dipake, ambil aja” Tami mempersilahkan anak itu mengambil kursi yang kosong.
“Makasih Kak…”

“Anak baru ya?” bisik Andini saat yang punya suara berlalu.
“Iya, baru liat gue” balas Tami.
“Lucu juga”
“Kayaknya bukan yang tipe-tipe happening gitu deh, anak baik-baik banget”
“Iya ga rame, ga bisa diusilin yang kayak gitu” Andini cekikikan sambil menatap ke arah anak baru itu.

“Siapa sih” Jonathan menghentikan sejenak kegiatannya, memasukkan sedotan ke dalam mulutnya, sambil melihat ke arah meja yang jaraknya tak jauh dari meja itu.

“Hei, Cindy!”
“Hai!!” Perempuan yang disebut Cindy itu melambai ke arah orang yang memanggil namanya. Perempuan itu berdiri. Dia memeluk orang yang menyapanya.

Cindy?

Jonathan melongo melihat anak itu. Mahasiswi baru itu membuatnya tak berkedip. Tubuh yang langsing dan terlihat atletis, tingginya rata-rata perempuan Indonesia, kulitnya halus dan bercahaya. dia memakai high waist jeans dan T-shirt polos. Rambutnya pendek sekali, potongan pixie. Hidungnya mancung, bibirnya mungil dan menggemaskan, matanya besar, bersinar dan begitu hidup. Bentuk kepalanya oval dan dia benar-benar menggemaskan.

Mendadak, waktu berhenti.

Tunggu, ini siapa? Cindy? Cindy atau Tante Tara muda?

Sial.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Thanks updatenya suhu RB :beer:

Kayaknya ini fokusnya ke jonathan dan shirley ya? Semoga ada fokus ke haruko juga wkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd