Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY THE INFLUENCER

Part 11

Jumpa lagi guuyyyss
langsung aja go ahead:teman:


-----Part 12: Vaseline

Episode kali ini aku mulai dari 2 hari setelah bertemu Rika dan peristiwa pencurian rexona di pagi buta.

Zzzztt zzzzttt
Aku mengecek nokia senterku, ada 2 pesan masuk dari pengirim yang sama, Riekha Chayang Imoet. Setauku aku tak pernah menyimpan kontak dengan nama se lebay itu.

[Jadi kapan ke Mama?]
-
[Besok yukk?]

Aku memasukkan kembali hapeku ke saku. Kemarin Rika mampir ke rumahku untuk main, pasti dia mengutak atik hapeku waktu aku dipanggil ibu.

Aku kembali tenggelam di proses perkuliahan di hari jumat siang. Setengah jam lagi kelar, aku mau mampir ke kosan Mbak Mira sebentar untuk minta jatah, baru pulang. Di sela penjelasan pak Tejo yang memabukkan, terpikir olehku mamanya Rika, yaitu Tante Nung. Bagaimana dia, apa masih dikasarin sama suaminya, apa Om David masih kecantol janda blok sebelah. Aku ingin segera membantu menyelesaikan permasalahan mereka. Secara tak langsung aku telah membantu janda itu untuk sukses menggaet suami Tante Nung. Om David seharusnya masih ada di rumah, jadwalnya 3 bulan kerja, 1 bulan libur, dan mungkin dekat ini sudah mau berangkat lagi.

"Yak akhirnya waktu juga yang memisahkan kita, tolong pelajari bab 2 untuk minggu depan"

Beberapa mahasiswa yang sudah packing sebelum jam usai meluncur duluan keluar kelas. Aku mulai beberes buku dan alat tulisku.

"Ris, sabtu minggu ada acara ga? ke coban yuk. ....BARENGBARENGSAma anak anak lain maksudnya, ga cuma berdua. Kalo kamu mau sih..."
Vita, cewek yang satu kelas denganku. Dia selalu duduk paling depan. Stereotype anak rajin kutubuku berkacamata besar nempel banget di Vita.

"Sabtu ini? Pas aku mau mampir ke rumah Tanteku Vit-"
"Kalominggudepan? Eh... bukan berarti minggu depan kita ke coban lagi, maksudku... bukan berarti sabtu ini ga jadi karena kamu ga ikut, eh... terserah sih, gapapa"

Vita malu malu untuk mengungkapkan perasaannya, namun tak pandai juga mengisyaratkan layaknya wanita umumnya. Aku sendiri tipe pemalu, kurang suka juga untuk main bersama orang yg aku masih belum kenal. Tapi melihat keberanian Vita di sini membuatku kagum, aku sangat mengapresiasi wanita yang mau mendekatiku duluan.

"Sabtu depan? Entahlah, aku ga bisa janji, kalo bisa aku kabari deh. Vit, selasa depan aku mau presentasi, kamu bisa bantuin ngerjain powerpoinnya? Senin sore aja, pulang kuliah"
Ekspresi Vita berubah cepat.
"Bisabisa! Maksudku... oke boleh boleh, senin sms aja ris, oh... tapi aku masih belum tau nomormu"

Aku menyodorkan nokia senterku.
"Masukkan aja disitu nomormu"
Aku selesai beres beres, tas sudah di pinggang. Hape masih dipegang Vita.

Waktu terus berjalan~ tiada yang disisiku~ ingin keluar tukdapat-

Ringtone blackberry Vita berbunyi, langsung dimatikan olehnya. Hapeku dikembalikan.
"Oke makasi Vit"
"Iyamakasijuga! Maksudku.. sama sama ris"
Vita berlari kecil ke mejanya. Aku meninggalkan Vita, segera meluncur ke gedung administrasi.

"Lama banget sih? Semenit lagi kutinggal kamu!"
Celoteh Mbak Mira. Tetap dengan makeup ringannya, sudah cukup untuk mengkuadratkan kecantikannya.
"Iya maaf, yuk kita pulang"
"Kita? Pulang? Ge er amat sih!"

Senyum itu, senyuman khas dibarengi suara yang mirip Anggun. Aku tak akan pernah bosan untuk menceritakannya. Mbak Mira segera mengangkat pantatnya, seketika itu juga dia terlihat tinggi semampai, seperti atlet voli. So Thick. Aku ngaceng.

"Ntar beliin martabak di sebrang indomaret itu yah, aku ke kosan duluan, mau mandi"
Aku mendengar rekues mbak Mira sambil memandangi pantatnya yang kencang naik turun mengiringi langkahnya.
"Yee tau gitu aku duluan meluncur, ga usah pake tunggu-tungguan gini"
Mbak Mira melambaikan tangan tanpa suara ke Lilis, Lilis tersenyum dan menyapa balik. Namun ketika melihatku, ekspresinya berubah seperti melihat genderuwo.

"Ehehehe bawel ih, baru aja kepikiran ngidam martabak buat makan malam"
"Aku juga lagi ngidam pantatmu Mbak"
Mbak Mira melihatku, melotot.
"Haris! Apaan sih, mulai mesum deh!"
Kita berpisah mengambil motor masing-masing, Mbak Mira berbelok menuju tempat parkir dosen, sedang aku menuju tempat parkir rakyat jelata.

Walaupun aku dan mbak Mira tak pernah membahas kejelasan status hubungan, kita seakan sepakat kalo hubungan kita sudah sedekat pacaran. Semua itu terjadi tanpa merusak hubungan Mbak Mira dengan Jimmy. Aku pun semakin leluasa mampir ke kosan Mbak Mira, dan aku bisa memilih menikmati tubuhnya seperti layaknya istri yang manja, atau sebagai sex doll yang patuh pada semua perintahku.

Aku menarik tuas gas suprax untuk membeli martabak. Setelah menunggu setengah jam tukang martabak membikin pesananku, aku segera meluncur ke kosan Mbak Mira.

Aku mengambil martabak 2 kotak dari cantolan motorku, bergegas ke kamar Mbak Mira. Kuketok pintunya. Pintu itu terbuka, tampaklah Mbak Mira hanya memakai BH dan CD merah, menarik kerahku, kemudian menutup pintu. Mbak Mira dengan segera menyosor bibirku, kita bersilat lidah. Kutaruh martabak di samping lemari. Mbak Mira menggiringku ke kasurnya dan merebahkanku di kasur sambil tetap french kiss. Tanganku ditariknya dan ditaruh di pantatnya. Aku paham dan mulai meremas pantatnya. Mbak Mira mendengus di sela sela pagutan bibirnya. Satu tanganku mencoba melepas BH nya, namun ditepis oleh Mbak Mira. Tak ayal aku meremas buah dadanya dari luar BH. Nafas Mbak Mira memburu.

"Mbak Mira ternyata bodinya bagus yah"

Aku dan Mbak Mira terkejut dan menoleh ke arah sumber suara itu.

"Kyaaaaa...!!!!?!?!?!"

Teriakan Mbak Mira cukup memekakkan telingaku. Dia terloncat ke pojokan kasur.

"Rika?? kok bisa kamu disini?"
"Aku ga sengaja lewat liat motormu diparkir disini, Yauda sekalian aku naik. Eeh gatau nya lagi indehoi"

Mbak Mira mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Yaelah sante aja mbak, sama sama cewek ngapain malu. Oh ya, kalo masi pingin lanjut lanjutin aja"
"Ngapain kamu masuk kesini Ka?"

Rika mendekatiku dan ikut duduk di kasur.
"Abisnya aku sms ga kamu jawab! Kan aku kuatir jadinya! Ternyata malah enak enakan sama Mbak yang.... uuuhhh... sial, seksi amat sih mbak, bagi tipsnya dong!"
Mbak Mira sedikit tersenyum dengan pujian simpel itu. Rika membuka kotak isi martabak dan mengambil satu untuk dimakannya.

"Karena kamu lancang gini, aku jadi mikir dua kali untuk nemenin kamu besok."

Kunyahannya terhenti.

"Eeh!! jangan dong! iya iya maaf, sori. Tapi urgent ini, kata mama kamu besok harus dateng juga, penting katanya!"
Martabak yang sudah tergigit itu diletakkan kembali ke kotaknya.

"....Penting gimana?"

Rika kembali melahap martabak yang sudah dia gigit tadi.

"Makanya kalo aku sms balas!"
"Ga usah ngulur waktu deh! ceritain!"
"Ya kalo lagi nafsu sambil lanjutin aja! biar ga buru buru!"
"Ya mana bisa! Kamu ga mikirin perasaan Mbak Mira?"
"Oh sekarang mikirin perasaan Mbak Mira? Dasar playboy cap pinggiran roti!"
"Udah UDAH!! STOP!"

Mbak Mira menghentikan cekcok ku,

"Haris, mending kamu keluar deh dari kamarku. Pulang aja. Atau ke kosan dia aja. terserah. Aku uda ga mood lagi ini."

Rika melongo pucat. Aku paham, keluar menggandeng tangan Rika. Hubunganku belum sampai dapat meluluhkan hati Mbak Mira yang notabene cuma teman aja, sudah pasti dia akan merespon kejadian seperti itu selayaknya wanita, marah dan kecewa. Aku tidak menyalahkan Rika, namun ini bisa jadi pelajaran yang bagus untuknya.

"Ris... ris..!! Bentar ih, aku mau minta maaf, minta maaf ke Mbak Mira juga. Please ris... berhenti dulu~~......"
Aku yang terus menggandeng kuat tangan Rika sambil menuntun jalan, sudah sampai di luar kosan Mbak Mira, di pinggir jalan yang cukup ramai. Aku menoleh ke Rika, memandang wajahnya yang memelas ingin menyesali perbuatannya.

"Jadi ada penting gimana?"
Ekspresi Rika berubah, dia masih terkesan sedih.
"Sebenarnya.... Mama yang bilang penting ris, aku cuma ingin menyampaikan aja"
"Trus? Mama kamu bilang apa lagi?"
"Katanya perihal Papa"

Degg. Aku langsung menyadari keseriusan hal ini.

"Oke. langsung aja kita kesana. Bareng aja, kamu ke kosan aja dulu, aku mau pulang dulu ambil ambil barang barangku di rumah, ntar aku jemput di kosanmu."
"O...Oke ris..... Kok jadi serius gitu sih?? Ada apa dengan Papa?"
"Semakin tidak tahu semakin bagus untukmu Ka"
"Ih sok bijak rahasia rahasiaan deh!!!"
"Udah kamu pulangan aja dulu, aku suntuk ini, mau pulang"

Rika tiba tiba menggandeng kedua tanganku, namun sambil menunduk.

"Mampir aja dulu ris, aku.... aku..... akuuu........ bisa gantiin Mbak Mira tadi"
"Kamu yakin? Sejak awal aku ga ada perasaan dengan kamu Ka, yang ada cuma nafsu"
Rika sekejap menatap mataku, berbinar binar.
"Gapapa gapapa!! aku uda cukup seneng kok!!!"
"Yaudah sekalian langsung berangkat aja dari kosanmu, lepasin ini, aku ambil motorku dulu."
"Iyaa..."
Rika tersenyum sambil melepas kedua tangannya


***


teng teng teng teng
Aku mengetukkan gembok di pagar besi rumah Tante Nung. Si Eko keluar dengan membawa kunci.
"Loh ada mas Haris sama mbak Rika"

Eko membuka gembok pagar.

"Hei Eko, kamu ga sekolah?"
"Biasa, guru rapat"
"Enak betul guru rapat murid pulangan"
"Enak dong, kan sekolah percontohan"

Aku memarkir suprax di sebelah tembok pagar. Kita bertemu Tante Nung di pintu depan. Wajahnya berseri riang melihat kami memasuki pagar rumah.
"Rikaaaa~~ Apa kabar? kamu kurusan gini. Kebanyakan diet yah??"

Rika mencium tangan Tante Nung.

"Iya ma, kata Haris aku gemukan"
"Eh mana ada aku bilang gitu?"
"Yaudah yaudah, yuk masuk masuk, kita ngobrol depan tv aja"

Tante Nung begitu semangat ada Rika disini. Sepertinya Tante Nung sangat menginginkan kehadiran wanita untuk bisa diajak ngobrol.
"Rika? kemarin ke malang kenapa ga bilang? kan bisa papa jemput di bandara"
Om David keluar dari kamar. Dia tampak kurus, padahal hanya terpaut 3 minggu sejak terakhir aku bertemu dengannya. Rika mencium tangan papanya.

"Iya pa, backpacker gitu ceritanya hehehehe"

Sekeluarga akhirnya ngobrol hangat bersama di ruang TV. Tapi, entah kenapa sejak aku masuk rumah ini, atmosfernya serasa beda, orangnya terasa beda, atau aku yg terlalu sensitif yah.

Hari semakin sore, keluarga ini sudah cukup puas mengobrol. Rika menuju ke kamar mandi, Om David keluar ke teras merokok, Eko di kamar. Hanya aku dan Tante Nung di ruang TV.

"Ris sejak kamu pergi, hampir tiap hari Om kamu pergi keluar rumah, tanpa pamit, tiba tiba sore pulang. Kutanyain kemana ato dari mana dia ga pernah jawab"

Walah, semakin rutin aja Bu Leli menggaet Om David. Loh sampe sekarang Tante Nung masih ga tau?

"Kalo ngeseks gimana Tante? Masih kasar?"
"Kadang kadang sih, kayak lagi frustasi gitu. Biasanya abis itu dia keluar rumah ga jelas gitu. Tante juga kurang puas jadinya."
"Tante ga pernah coba ngikutin Om kemana gitu?"
"Ga pernah, ga berani....... Ris, Tante butuh dildomu...."
"Ya jangan sekarang Tante, lagi rame rame nya ini"

Tante Nung memasang wajah cemberut sambil menonton TV. Aku melihat keaadan sekitar. Aman. Perlahan kupegang pergelangan tangan kanan Tante Nung dan kuletakkan di selangkanganku. Tante Nung paham, dia celingukan sekitar, kemudian meremas penisku dari luar celana. Resletingku kubuka perlahan, Tante Nung merogoh isinya dan mengeluarkan penisku yang sudah setengah tegang, dikocoknya tak sabar.

Acara Investigasi sindikat sabun oplosan di Trans7 mengaburkan aktivitas kita. Tangan kiri Tante Nung sudah mengorek vaginanya sendiri sambil mengocok penisku. Tante Nung sekali lagi melihat sekitar, kemudian menurunkan kepalanya mendekati penisku, dilahapnya dengan nafsu. Aahh nikmat sekali. Suara shower dinyalakan Rika membuat kita tetap terjaga walaupun sudah kepalang horny.

Setelah dirasa cukup tegang, Tante Nung melepas kulumannya, kemudian tidur menyamping, menurunkan legging hitamnya dan mengangkat satu kakinya. Celana dalamnya disibakkan ke samping, memberikan pemandangan vagina yang becek siap dihujam. Ekspresi Tante Nung seperti kucing minta dikawini.

Aku langsung menyapa vaginanya dengan penisku, kumasukkan setengah, posisiku yang tak sejajar dengan Tante Nung membuatku sedikit kesusahan untuk mempenetrasi lubang privatnya. Tante Nung sedikit maju ke depan, memberiku celah untuk ikut tidur menyamping di sofa. Kini aku menyetubuhi Tante Nung dari belakang, dengan posisi tidur miring menyandar di sofa. Panas dan basah sekali di dalam sana. Tangan kiriku memeluk dada Tante Nung, menggapai payudara kanannya, meremasnya sambil tetap memompa vaginanya. Tante Nung berusaha untuk tidak mendesah, melipat kedua bibirnya kuat kuat. Aku mendekati telinga kirinya,

"Tante, di dalam apa di luar?"
"Ssshhht... di dalam aja ris hhaahhhhssshht..."
Pecah juga desahan Tante Nung. 5 menit aku memompa, aku sudah di penghujung. Tiba tiba penisku dicengkram keras, berkedut kedut,

serr serr serrr seerrrrrr

Muka Tante Nung merah padam, dia memejamkan mata, seperti menahan sesuatu. Tante Nung orgasme. Aku berhenti memompa, 30 detik kemudian Tante Nung menghembuskan nafas perlahan di mulutnya, seakan melegakan sesuatu. Gantian aku yang mau keluar, kulanjutkan memompa vagina Tante Nung. Sedikit lagi aku mau keluar, dan-

"Mamaa, handuknya kutaruh dimana yaah??"

Aku baru sadar suara shower sudah tidak ada, Rika ternyata sudah selesai mandi, dia berjalan menuju ruang TV. handuknya masih menggantung di kepalanya, sambil menggosok mengeringkan rambutnya. Rika memakai kaos ketat dengan gambar kodok melet di dadanya, dan jeans selutut.

"Taruh aja deket mesin cuci Ka, sekalian mau Mama cuci"

Rika berhenti sejenak melihat kita berdua. Aku dan Tante Nung duduk agak berjauhan di sofa sambil menonton TV. Rika mencurigai sesuatu, Aku yang duduk salah tingkah mencoba santai, bantal sofa kutumpuk di atas celanaku, sedangkan Tante Nung duduk bersandar di sofa sambil memegang remote di perutnya, masih terkesan sedikit bergetar menahan buruan nafasnya.

"Kalian kenapa? kok ada yang aneh.."

Aku dan Tante Nung saling pandang pura pura terheran, kemudian melihat Rika lagi.

"Apanya yang aneh Ka?"
"......***k jadi deh"

Rika berbalik arah menuju mesin cuci di belakang. Fiuuuh... untung ga ketauan.

"Makasih ya riss"
Bisik Tante Nung sambil tersenyum manis.
"Yeee, aku belum tuntas Tante, kentang ini"
"Hehehee iyaa maaf, ntar kalo ada kesempatan lagi Tante bantuin deh"

Tante Nung beranjak dari sofa untuk menyiapkan makan malam. Selepas petang kita makan bersama diiringi obrolan santai dan canda tawa. Kehadiran Rika memang membuat suasana keluarga ini menjadi ceria.

Ketika sudah cukup larut, Tante Nung dan Om David duluan masuk ke kamar, kemudian Eko masuk juga ke kamarnya, dan Rika menempati kamar yang biasa aku pakai. Kalo aku memang rencana tidur di sofa, asyik aja nonton TV sampai terlelap.


***


Keesokan harinya jam 12 siang, aku sedang asyik nonton tv sambil meraba raba paha mulus Rika. Tiba tiba dari kamar utama keluar Om David, dia diam saja berbelok melewati ruang tengah.

"Om? mau kemana?"
Om David tanpa ekspresi berjalan menuju ruang tamu. Firasatku mengatakan Om David sedang dalam pengaruh pelet.

Jglek

Om David keluar rumah.
"Rika, kamu dirumah aja yah, tunggu sampai aku pulang. Aku mau cari Om David pergi kemana"
"Oke siap sayang, mana ciuman selamat jalannya?"

Rika memonyongkan bibir meminta kecupan dariku. Aku tak menggubrisnya, langsung keluar rumah. Aku tau pasti Om David menuju rumah Bu Leli. Aku berjalan sedikit cepat, akhirnya kutemukan Om David, dia masih berjalan tak jauh di depanku.

Aku tetap mengikuti Om David, dia memang berjalan ke arah rumah Bu Leli. Aku berlari mengambil jalan memutar, kemudian menunggu di tempat yang agak jauh. Aku bisa melihat Om David sampai di rumah Bu Leli, dia membuka hapenya dan menelpon seseorang. Tak lama kemudian ada suara pagar dibuka, Om David memasuki rumah Bu Leli, aku juga mendengar pagar depan yang tertutup kembali. Aku mendekati rumah itu, memastikan penghuninya sudah masuk ke dalam.

Aku menoleh kanan dan kiri. Memang perumahan, sepi banget. Maling bakal seneng sikon seperti ini. Aku meloncati pagar itu, dan menyusuri area teras samping, sama persis seperti yang kulakukan dulu waktu liburan. Aku menemukan jendela ruang tengah. Aku harus berhati hati, ini siang hari, aku pasti bakal langsung ketahuan bila gegabah. Aku mengintip sedikit di pinggir jendela, dan yang kulihat memang sesuai ekspetasi. Disana ada Bu leli, Om David, dan....

Pak RT??

Sial, aku tak tahu kalo ada Pak RT di rumah ini. Tapi sedang apa mereka? 3 orang dewasa itu berdiri di ruang tengah. Bu Leli memakai tanktop ungu ketat dan hotpants yang susah payah menempel di pantat yang sedikit gemuk itu, berdiri berkacak pinggang di depan 2 orang lelaki yang.... yang.... berdiri, telanjang, berpelukan? Wadefak, Pak RT dan Om David sedang berciuman mesra, tangan mereka saling meraba, intim sekali. Aku paham kalo ini ulah Bu Leli, tapi demi apa coba sampe mereka harus melakukan adegan seperti itu. Yaa aku pernah dengar kalo aktivitas lelaki vs lelaki itu menggugah sebagian wanita, tapi baru kali ini aku melihat jelas dengan mata kepalaku.

Beberapa menit kemudian Bu Leli mengambil baju yang berserakan di lantai, dia mencari sesuatu di celana yang aku tahu itu milik Om David. Oh dia mengambil dompet. Dibukanya dompet itu, kemudian dia mengambil uang seratusan ribu dari dompet itu, kemudian mengembalikan di celananya. Uang itu dimasukkan ke saku belakang hotpantsnya.

Sementara itu Om David sedang dihisap penisnya oleh Pak RT, whaaaatttt. Bu Leli melihat adegan itu, dia terdiam, sedikit menggaruk garuk selangkangnya, kemudian berjalan ke arah meja dapur. Dia mengambil sesuatu di laci, semacam botol vaseline. Handbody lotion? Bu Leli memberikan botol ke Om David, kemudian Om David membuka botol itu dan melumuri isi botol itu ke penisnya. Pak RT memutar badannya, kemudian sedikit menungging.

Faaakkk Om David mempenetrasi anus Pak RT. Kedua lelaki itu tak punya ekspresi, maju mundur mengikuti irama penis di dalam anus. Bu Leli mendekati Pak RT, mengocok penisnya, sambil melihat muka Pak RT. Pak RT berubah ekspresi, kini dia mengeluarkan ekspresi keenakan, dia mendesah khas lelaki.

Sambil mereka keasyikan melakukan adegan homo, aku mengecek jendela ini, kutarik sedikit, ternyata bisa. Pengunci jendela ini sering tak pernah masuk ke slotnya. Kalaupun terkunci, aku akan masuk melewati jendela kamar mandi dalam kamar tidur utama.

Lalu rencananya gimana? Aku tak bisa berpikir banyak, masuk, influence, kelar dah. Influence yang instan aja, langsung mengikuti semua perintahku dan tidak bergerak sebelum aku perintah. Oke, rencana terlampau simpel ini sudah kuhapal luar kepala. Aku mulai memasuki jendela tanpa teralis itu, yang memang cukup untuk 1 orang, sambil kusibakkan korden transparan.

"Ha... Haris...???"

Bu Leli tampak terkejut dengan kedatanganku. Aku harus segera meng-Influencenya.

"karena Bu Leli sudah melakukan hal ini, mulai sekarang Bu Leli akan mengikuti semuamlmemlembbpphmml....."

Hah? Loh... kenapa semua menjadi blur... aku merasa ringan.... aku kehilangan tenaga, bicara pun aku tak mampu. Aku masih bisa melihat bu Leli, lebih tepatnya Bu Leli satu satunya yang bisa kulihat, lainnya tampak buram. Dia membawa secarik kertas, sedang membaca sesuatu sambil sesekali melihatku.

Sial, sepertinya aku kena pelet juga. Mikir Haris, jangan sampai kamu jadi budak dia juga. Aku susah berpikir, kepalaku pusing. Aku merasa gerah. Ya, lepas baju aja, good point, semua baju kulepas. Aku tak perlu baju. Tapi kenapa masih gerah. Bu Leli mendekatiku, kenapa dia sangat cantik dan seksi. Oohh susunya montok sekali. Aku ingin menghisapnya. Aku ngaceng. Loh, tanganku tiba tiba bergerak sendiri, mengocok kemaluanku. Ahh masa bodoh, nikmat sekali, aku ingin melihat Bu Leli selamanya, Bu Leli cantik dan seksi, aku ingin menyetubuhinya.

"Sini ris"

Ooh bu Leli menyuruhku mendekatinya, suatu kehormatan bagiku. Aku berjalan sambil masih mengocok. Aku di depan Bu Leli, Kedua tangan lembutnya menyentuh pundakku, mendorongku ke bawah. Aku duduk bersimpuh , di depan wajahku kini selangkangannya. Bu Leli melepas hotpants nya, aku bisa melihat CDnya warna putih. Aku ingin menciumnya. Kepalaku terdorong otomatis, aku mencium vagina Bu Leli dari luar CD. Sambil masih mengocok.

Ya, inilah tujuan hidupku, untuk melayani Bu Leli, yang lain gak penting, lupakan semua. Tubuhku untuk Bu Leli. Tanganku tetap mengocok, dan tangan satunya menyibakkan CD Bu Leli. Kini aku mengoral vagina Bu Leli. vagina itu berambut lebat, aku masih harus mencari lubangnya di antara kumpulan rambut itu. Aroma kewanitaannya begitu harum, merasuki hidungku. Akhirnya kutemukan klitorisnya, kujilat jilat layaknya anjing yang sedang menyukai sesuatu. Mulutku sedikit turun ke bawah, aku menemukan lubangnya, kuhisap labia Bu Leli, kutusuk tusuk lubangnya dengan lidahku. Aku merasa sangat panas, dan vagina Bu Leli adalah oasisnya. aku terus menghirup, menjilat, menyetubuhi Bu Leli dengan lidahku, sementara aku juga masih mengocok penisku.

"aahh.. ahhh... ahhh... nikmat sekali kamu ris... pandai sekali... shhhht... ahhh...ahhh...."

Telingaku terfokus dengan suara Bu Leli saja. Aku merasa senang, bahagia, telah membuat Bu Leli nikmat. Kugunakan semua teknik yang kupelajari untuk membuat wanita kenikmatan. Aku sudah cukup lama mengocok, aku sudah sampai di penghujung. Sensasi untuk orgasme telah kurasakan... Tapi kenapa kok aku tak kunjung sampai? aku tak bisa orgasme. Kukocok lebih keras penisku, nikmat semakin kurasakan, namun tak ejakulasi juga. Aku hanya bisa merasakan aku sudah dekat dengan orgasme. Aku merasa tersiksa. Aku tak bisa berbuat apa apa, hanya mengoral vagina dan mengocok saja. Aku tak mau melakukan yang lain.

serrr serrr serrrr serrr

Bu Leli menjambak rambutku, tubuhnya tegang, pahanya menjepit kuat kepalaku. Cairan kewanitaan Bu Leli merembes cukup banyak di vaginanya, dia telah sampai. Aku menghisap dan meminum air kehormatan itu. Aku merasa bangga telah meminum air dari Bu Leli, dahagaku merasa lega. Aku ingin lebih. Aku ingin orgasme, namun tak bisa. Tak lama kemudian ada tangan yang mendorong kepalaku, aku berhenti mengoral Bu Leli, tapi tetap mengocok. Aku tak bisa berhenti mengocok, tanganku merasa pegal, capek sekali, serasa sudah lebih dari 2 jam tanganku mengocok penisku sendiri. Lama kelamaan aku sadar Bu Leli sudah tidak ada di depanku, aku hanya memandang sofa. Sampai kapan aku bakal tersiksa seperti ini? dekat sekali dengan orgasme, namun tak muncrat juga. Di benakku hanya Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli, Bu Leli.................

Lalu semua menjadi gelap.

------

Part 13
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd