Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY THE INFLUENCER

Hallo suhu, selamat malam. Saya baca cerita suhu secara estape dari page 1, membutuhkan 3 hari membacanya. (kurang lebih 3jam/hari.) dan disini saya sangat apresiasi karya suhu ini. Ceritanya keren dan mampu membawa emosi pembaca terjun langsung kedalam cerita. Bahasa dan tanda baca yang digunakan juga sangat sederhana, jadi bisa dinikmati secara mudah.

Terimakasih suhu.. Lanjutkan... GANAZ!!!
 
Part 12

Update lagi teman2, maaf kelamaan, lagi sibuk akhir2 ini (alasan lagi:ha:)



-----Part 13: Buried



"Ris...ris.?? RIS!!!"

Aku tersentak bangun. Dimana ini? aku melihat sekitar. Ini di lapangan basket di perumahan. Aku sedang duduk di bangku permanen di pinggir lapangan. Di sebelahku Rika. Dia yang membangunkanku.

"Kamu kenapa ris? kok kayaknya linglung gitu"
"Sejak kapan aku disini ka?"
"Loh kamu sakit? kan kamu yang ngajak kita jalan jalan. Sampe di lapangan kok tiba tiba kamu duduk disini. Kukira kamu capek atau pingin nongkrong aja"

Rika menempelkan punggung tangannya ke dahiku. Aku melihat jam tangan Rika. Jam 4 sore. Hari minggu.

Hari minggu? Seingatku aku ke rumah Bu Leli hari sabtu siang. Aku tak ingat sama sekali kejadian setelah dari Bu Leli.

"Kalo kupikir pikir kemarin aneh juga kamu ris. Kemarin kamu bilang mau cari tahu Om David dimana, ga taunya tengah malam kamu balik sama Om David, kutanyain darimana kamu jawabnya cuma nongkrong aja di pos sama Pak RT"

Oke fix. Aku bener bener dikontrol Bu Leli sampe barusan tadi. Aku masih pusing mencoba mengingat apa yang telah kulakukan.

"Ka, kamu ada sempat ketemu sama Bu Leli kemarin atau hari ini?"
"Oh ketemu ris, tadi siang, dia cuma pesen untuk kamu telpon dia kalo uda clear"

Clear? Oh jadi aku tersadar ini dia sudah ekspetasi. Tapi kenapa dia menunggu aku untuk sadar? Kalau memang dia powerful, harusnya dia bisa sadarkan aku kapanpun? Atau mungkin, dia menunggu akan suatu waktu atau kondisi?

"Emang berapa nomor hapenya?"
"Ga tau ris? Oh.. katanya dia uda pernah ngasi nomor telponnya ke kamu, coba cek hapemu deh. Belom tua kok udah pikun"
Aku mencari hapeku, ada di kantong kiri. Ada 2 sms baru yang sudah ter-skip ditampilan awal, namun belum dibuka di inbox. Rupanya dari Tante Nung, pesan itu dikirim kemarin, jam 6 sore.

[Dimana kamu ris?]
-
[Uda ketemu Om?]

Aku buka daftar kontak, mencari nama Bu Leli. Ternyata memang ada. Bentar, ini terlalu aneh. Aku tak pernah bertukar kontak dengan Bu Leli, sudah pasti kontak ini dia yang masukkan, itu artinya dia sudah mempersiapkan supaya aku menelponnya. Bisa jadi ketika aku telpon Bu Leli aku bakal nge hang lagi kayak kemarin. Ku sms dulu saja, sekalian to the point.

[Oh ternyata Bu Leli jago juga yah pelet orang] - Send.

"Rika, kamu tadi siang sempet ngerasa blur gak? Seperti di sekitar jadi burem gitu, trus kamu merasa linglung"

Aku harus memastikan Rika tidak kena serangan Bu Leli juga.

"Hmmm.. enggak tuh. Emang kenapa? kamu kayak gitu tah? Kurang darah kali itu ris-"

Drrriiinngggggg

Ada telpon masuk di hapeku, Bu Leli. Aku reject. Aku kirim sms ke dia lagi,

[Anda pikir saya bakal terjerumus ke lubang yg sama?] - send.

"Kalo kemarin ka?"

"Eh kalo semalam iya ris! Bukan burem sih, kan aku nungguin kamu ga pulang pulang, itu masih seger sambil maen hape di depan tv. Trus kamu pulang, aku bukain pintu, tiba tiba aku ngerasa ngantuk berat ris. Yaudah aku langsung tidur aja. Padahal masih seger sebelumnya"

Zzztt zzzttt

Ada satu pesan dari Bu Leli.

[Kamu pikir aku butuh telpon kamu supaya kena lagi? Kapanpun aku mau, aku bisa aja ngelakuin ini ke kamu. Mau bukti?]

Bukti? Emang gimana dia bisa buktikan?

"Aaakkhh...!!"

Tiba tiba Rika di sebelahku mengerang. Pandangan matanya kosong. Rika berdiri, melepas jaket tipisnya, diikuti kaosnya, dan celananya. BH dan CDnya dilepas juga. Bajunya berserakan di tanah.
Tak ada siapa siapa di lapangan basket saat ini, tapi cukup gila juga Rika mau telanjang disini. Rika duduk kembali di sebelahku, mulai menggesek gesek kemaluannya dan meremas dadanya sendiri. Dengan instan aku tahu kalo ini kerjaan Bu Leli.

Aku memutuskan untuk menelponnya.

Tuuutt....Tuuutttt.... Ting

"Sekarang kamu percaya?"
Bu Leli langsung bicara to the point.
"Hentikan Bu Leli, suruh dia pakai baju lagi"
Aku rubah hapeku ke mode loudspeaker, kutaruh di bangku. Kemudian aku mengambil baju baju yang berserakan di depan Rika.
"Apa urusanku? Biar aja dia begitu! Aku cuma pingin ngobrol sama kamu"

Faakk dia sadar di posisi yang lebih tinggi.

"Oke apa maumu Bu Leli?"
Tiba tiba Rika bergetar, mata Rika menjadi putih, jari tangannya menembus dalam dalam vaginanya. Rika orgasme.

"Aku ingin kamu tak usah mencampuri urusanku. Jangan pernah datang ke rumahku. Si David cuma sapi perahku, kalo aku merasa cukup, dia boleh balik lagi ke istri jalangnya"

Buset, macam sinetron aja pake istilah istri jalang. Hmm, kurasa hal pertama yang kulakukan adalah negosiasi.

"Kalo aku melanggar?"
Aku melihat Rika masih tetap melanjutkan masturbasi, dengan pandangan kosongnya. Bangku besi itu basah, sebagian menetes ke tanah.

"Semua orang yang pernah ada di rumah itu bakal gantung diri, bisa barengan, bisa sendiri sendiri tanpa ada orang tahu"

Ini sih lebih mirip ultimatum.

Wait, kenapa dia harus susah susah untuk membuat skenario seperti ini?

"Kalo aku lebih tertarik untuk belajar darimu Bu Leli? Aku juga mau untuk bisa pelet orang"

"HAHAHAHA kamu pikir aku bodoh ?!? Aku juga tahu kamu punya ilmu tertentu, jin ku yang ngasi tau"

Ilmu? Ya, mungkin orang lain bilang ini sebuah ilmu, macam ajian atau apa itu namanya. Tapi yang seperti itu biasanya butuh ritual segala macem, Seingatku aku tidak pernah melakukan hal hal yang berbau mistis semacam itu.

Oke, sekarang aku di posisi yang kalah, tidak hanya Bu Leli yang punya ilmu super yang bisa menghipnotis seseorang dengan instan, namun dia bisa berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata! Ini artinya 2 lawan 1, bisa jadi lebih banyak.

Sial, semua strategiku untuk menyelesaikan permasalahan ini jadi pupus. Diam diam menyelinap ke rumahnya juga bakal ketahuan, lha wong ada yang jaga di luar.

Bentar, ketahuan? Dulu waktu pertama kali aku ke rumahnya, aku bisa aja menyelinap tanpa ketahuan. Kok bisa lolos?

"Halo? Ris? kamu masih disana?"
"Eh.... Halo.... iya masih.. masih.. Bu Leli sih, pake acara nelanjangin Rika, kan sambil masangin baju ke dia ini. Trus gimana gimana? aku bisa belajar dari Bu Leli?"

"....."

Tuuutt tuuuutt tuutt

"Ris?? kok aku topless? kamu ngapain kok pegang pegang bajuku?"
Rika tersadar. Sial, pas banget aku lagi pegang BHnya.

"Entahlah? Kamu sendiri yang ngelepas, ini aku coba pasangin lagi"
Aku menyodorkan kembali BHnya. Rika melihat kondisi terakhir tubuhnya, kemudian berpikir.
"Ga ngaku lagi, kalo pengen, bilang aja, aku juga pengen, lagi basah banget ini. yuk?

Rika memakai kaosnya, diikuti jaket tipisnya.
"Pulang aja yuk, besok aku kuliah pagi"

"idiih nih cowok, ada cewek jelas jelas nawarin ngewe kok malah pingin pulang. Loh apa ini kok basah sampe ke bangku, sampe netes?? Kamu abis ngapain aku tadi ris??? Hei tungguuu"

Aku beranjak pergi dari bangku itu tanpa menjawab Rika yang masih sibuk memakai baju lagi. Kemudian Rika berlari menyahut lenganku dan memelukku erat.
"Kamu kok serius banget sih? lagi mikir apa sih? Tadi itu aku ketiduran kah? Trus kamu sewot karena aku tinggal tidur gituu? Duuuhh soriii, senyum dikit doong"

Aku masih mencari cara supaya bisa mendekati Bu Leli, harusnya ada sesuatu yang janggal, tapi aku tak tahu apa itu. Sebuah kelemahan dibalik demonstrasi kemampuan Bu Leli tadi.

"Rika, setelah sampai rumah kamu masuk kamar yah, kunci kamarnya. tutup korden jendela, matikan lampu. silent hapemu. Sepertinya ada orang jahat mau datang"
"Loh kok gitu? Orang jahat siapa ris?"
Rika mengambil hape di sakunya untuk di silent.
"Udah ikuti aja, jangan banyak tanya. Oh ya, kita perlu pake sandi sebelum membuka pintu kamar. Kamu atau aku tanyakan dulu kemarin sore kita ketemu dimana, kamu tau kan jawabannya?"
"I-iya tau ris. Kok jadi serius gini sih?"

Aku telah sampai di rumah Tante Nung, rumah itu sepi. Aku melihat sekitar. Firasatku buruk.

"Rika, langsung lari ke kamar, tutup perlahan, kunci. sekarang."

Rika mengangguk, segera berlari ke kamar, kemudian aku memastikan kamar itu terkunci.
Aku menuju dapur, mengambil pisau kecil untuk kusimpan di saku.

Aku berbalik menuju kamar utama, kamar Tante Nung. Kuketok perlahan.

"Tante? Tante di dalam?"

cklek
Pintu itu dibuka dari dalam.

Om David.
Dia tersenyum aneh.

"Oi Haris! sudah pulang? sini masuk, Om sudah selesaikan satu solusi keluarga kita. Lihat lihat!"

Aku memasuki kamar, posisiku sambil melihat sekitar, pandanganku tak lepas dari Om David. Aku menoleh ke kasur.

What.
The.
Fuck?!?!

Di atas kasur ada Tante Nung, telanjang, terlentang, kedua tangan dan kakinya terikat di tiap ujung kasur, mulutnya diikat kain syal, memaksa mulutnya menganga tanpa bisa menutup. Di atas Tante Nung ada Eko, telanjang juga, sedang menyetubuhi mamanya sendiri.

"Ya ya ya, Tantemu dari kemarin kemarin komplain Om terlalu kasar, jadinya g bisa nikmatin seks. Tapi kalo Eko yang ngeseks jadinya ga kasar kan? Kalo Om pergi Eko juga bisa gantiin. Solusi yang brilian!"

Aku mendekati Tante Nung, dia melihatku. air matanya mengucur deras. Liurnya merembes di kain yang diikat di mulutnya. Rambutnya acak acakan.

"Rrriiih.. Lholoongg.. rriiihh..." (Riss.. Toloong... risss...)

Aku menempelkan telunjukku di bibir berjarak milik Tante Nung. Dia mengangguk sambil susah payah menarik ingusnya.
"Heh, karena dia teriak teriak jadinya kuikat mulutnya"

Om David juga melihat gerak gerikku. Aku tak bisa gegabah. Aku melihat Eko yang konstan mempenetrasi vagina mamanya, matanya melirik keatas. Rupanya Eko tak punya kesadaran. Dia seakan menggumam sesuatu. aku mendekatkan telingaku ke mulutnya,

"Mama.. enak mama.. enak ngeseks sama mama... enak mama..."

Anjir. faktap banget. Anak baik baik kok disulap jadi anak yang doyan sama mamanya sendiri.

Aku bisa menebak, Bu Leli pun sedang memonitor kondisi yang ada di kamar ini sekarang.
Aku mendekati Om David.

"Gimana, kamu mau juga? mantap loh tempik tantemu, atau mau anal dia? suka suka kau kalo kau mau"

"Bukannya kita belum selesai bernegoisasi? kenapa malah merusak keluarga ini?"

Om David terdiam, bola matanya keatas, lalu kembali lagi menatapku.

"Oh jadi sekarang kamu mau serius hah?"
Gaya bicara Om David berubah. Aku yakin sekarang sedang bicara dengan Bu Leli.
"Bukannya Bu Leli cuma ingin Om David aja, trus ga bakal utak atik keluarga ini?"

"Hahahahaha kamu pikir aku bodoh? Aku juga tau sedikit banyak keluarga ini bakal hancur. cuma masalah waktu saja. Kenapa tidak sekalian jadi budakku saja? Makan tidur pasti terjamin, mereka akan jadi anjingku. kesadaran mereka pelan pelan akan hilang seutuhnya"

"Apa Pak RT dan keluarganya bakal bernasib seperti itu juga?"
"Bukan bakal, tapi sudah jadi. Om kamu memang agak terlambat, aku harus nunggu dia pulang dulu baru bisa kulancarkan aksi"

"Oke kalo begitu negosiasi kita batal. cepat atau lambat aku akan mengincarmu. Peduli amat dengan keluarga ini. Nothing to lose"
Om David terbelalak, terdiam. Rupanya gertak sambalku berhasil.

"Kalau begitu aku akan menyerang pacarmu"
"pacarku?"
"Jangan pura-pura ******! bukannya tadi di taman dia sudah kelojotan? dia juga sudah kena tolol"

Oh Bu Leli menganggap Rika itu pacarku. itu sebuah celah. Artinya Bu Leli tidak tahu situasi yang sebenarnya, dia tidak bisa membaca pikiran. Dia juga terbatas dalam melihat kondisi di sekitarnya, keberadaan jin yang sempat dia klaim tidak sepenuhnya membantu. Dalam kata lain dia cuma bisa satu atau dua jenis kekuatan saja. Dia bukan dukun atau semacamnya.

"Sadar juga kamu, posisimu lebih rendah dariku! Sekarang kamu pergi jauh jauh dari sini! Bawa pacarmu itu, sebagai tanda kalau sewaktu waktu aku bisa menghancurkanmu!"

Aku tak punya pilihan selain menentangnya langsung.
"Ga bisa, aku akan tetap menyerangmu"
Om David terdiam. Kemudian meringis.

"Kalo begitu kamu yang akan kuserang duluan ris-”
"HARIS AWAS DIBELAKANGMU!!!"

Duggghhh.
Eko tiba tiba menyerangku namun meleset karena aku menunduk, dia meninju tembok. Sial aku tak bisa pakai pisau untuk melawannya.

Aku melihat di luar pintu, Rika ternyata ada disitu, dia yang meneriakiku tadi. Dengan penis yang masih mengacung, Eko mencoba menyerangku lagi. Satu pukulan melayang, namun tak bisa mendarat di mukaku. Aku sekilas melihat Om David, dia hendak menyerang Rika.

"Rika lari! jangan disitu!"

Rika terlambat, Om David menangkapnya, kemudian di tamparnya. Aku ingin menolongnya namun tinju demi tinju harus kutahan, aku tak ada celah. Aku ingat Eko pernah ikut kursus karate. Pantas saja pukulannya begitu terasa. Walaupun tanpa teknik, segi fisik aja aku sudah kalah.

"He he he cantik juga"

Aku mendengar suara Om David yang menindih Rika, dia mau menyetubuhi anaknya sendiri!! Rika berusaha meronta, namun apa daya papanya lebih kuat. Sial, aku harus apa? Bangsat si Eko juga tak henti hentinya meninjuku.

Terpaksa kudorong sekuat tenaga ke arah Om David.

Gubraakk!!

Berhasil!
Om David terlepas dari Rika.

2 Lelaki itu terdiam, kemudian melihatku bersamaan.

Uh Oh. Gawat.
Mereka berdua berlari, kemudian menghujamiku pukulan dan tendangan.

Shit, sakit juga walaupun bertahan. At least Rika berhasil lolos.

Praakk. satu vas bunga dari luar kamar mendarat di kepala Om David, dihantam oleh Rika. Namun Om David tak goyah, dia menoleh ke arah Rika.

Sial, kenapa kamu malah balik Rika??

"Rika, lari!! sekarang!!"

Rika terlanjur gemetar ketakutan. Aku tak bisa apa apa. Om David berhenti memukul, berbalik mendekati Rika, memegang kedua bahu Rika. Mereka saling tatap mata. Kemudian Rika berhenti, tanpa ekspresi.

Faaakkk dia kena pengaruh juga!

Bugghh!!

Tanpa kusadari satu pukulan Eko berhasil mendarat di perutku, akibat terlalu fokus ke Rika. Aku menunduk kesakitan, kemudian satu sikutan tajam menuju belakang leherku.

Bletakk!!

Aku lemas seketika, pingsan.



***



Aku terbangun, rasa sakit di perut dan leher masih menjalar. Posisiku tergeletak menyamping, kedua tangan dan kakiku terikat jadi satu di belakang.

Aku ada di ruang TV........ di rumah Bu Leli? Ya, aku mengenal sofa yang kemarin kulihat terus-terusan sambil mengocok tiada henti.

Oke bisa jadi ini kesempatan untukku. Sekali aku bertemu Bu Leli, akan langsung ku influence. Aku ingin mengecek sekitar dulu. Susah payah kuputar badanku, aku terdiam lagi. kini tampak pemandangan yang tak pernah kubayangkan.

Pak RT, Om David, Tante Nung, Rika, Eko, dan seorang wanita yang aku tak kenal, mungkin dia istri Pak RT. Mereka semua telanjang, duduk bersimpuh sebaris. Pandangan mata mereka kosong.

Eko melihatku, paham kalo aku sudah sadar. Dia berdiri dan berjalan ke arahku.

Bugh Bagh Bugh.

2 tinju mendarat di muka dan 1 tendangan di perut. Shit sakit banget. Terasa asam di mulut, ternyata ini toh rasanya darah.

"Tenang aja, bentar lagi kamu uda ga ngerasakan sakit lagi. Orang orang disini akan menguburmu hidup hidup!”

“Ha
hahahahahahahahahaha

Semua orang disitu tertawa bebarengan. Eko kembali duduk di posisi awalnya. Fakta kalo aku tidak ikut berbaris disitu merupakan bukti kalo Bu Leli tidak bisa mengontrolku.

Well, aku cuma bisa tau sebatas itu. Sial, Mimpi apa aku semalam, sampai kejadian hal seperti ini. Tunggu bentar, aku menyimpan pisau di saku! Paling tidak aku bisa kabur sebelum dikubur hidup hidup. Aku mencoba meraba sakuku, ternyata masih ada! Kupaksakan tanganku mengeluarkan pisau kecil itu. Cukup susah kalo tangan diikat seperti ini.

"Dan sebagai acara pembuka, aku akan merubah orang orang ini menjadi anjing!!"

Om David tiba tiba berbicara. Sambil mengamati mereka, aku masih tetap berusaha mengambil pisau, namun kini aku melihat mereka semua tiba tiba berlutut, dan bergaya seperti anjing. Rika menjilati tubuhnya sendiri, Eko mengencingi tembok, Pak RT mengendus endus pantat Rika. Om David menjulurkan lidah sambil bernapas dari mulut.

Tak lama kemudian Eko menuju Tante Nung, mencium selangkangannya dari belakang, langsung menyetubuhinya. Pak RT mendoggy Rika. Om David pun melakukan hal yang sama ke istri Pak RT. Mereka semua sedang kawin, dengan lidah menjulur dan bernapas dari mulut.

Sambil melihat adegan aneh itu, aku berhasil mendapatkan pisau, kini aku mencoba memotong ikatan tanganku. Tak semudah seperti di Film. Sudah setengah jam lebih, Aktivitas mereka tak kunjung usai, sepertinya Bu Leli telah mematikan fungsi orgasme mereka seperti aku kemarin. Mereka akan terus kawin sampai pingsan.

Tass!! Akhirnya aku berhasil memotong tali di tanganku. Aku segera melepas tali di kakiku, tapi kemudian aku mendeteksi bayang bayang dari lantai. Aku menoleh ke atas, Pak RT sudah berdiri di depanku, dengan penis yang masih tegak dan basah mengkilat.

Whuut! Satu layangan pukulan hampir mengenaiku.

Gerakannya tak secepat Eko, aku masih bisa menghindar. Kubalas dengan pukulan di mukanya.

Bugh! Sekali lagi pukulan kuarahkan ke perutnya, Pak RT membungkuk, kemudian aku mengikuti teknik Eko tadi, sikutan tajam di belakang leher. Pak RT terkapar seketika.

Aku ngos ngosan. Kemudian aku menyadari, semua orang yang tadinya asyik kawin sudah berhenti, memandangku. Sedetik kemudian mereka langsung berlari mengejarku.

Faaakkk!!! aku berlari menghindar dari sekumpulan anjing-eh-massa yang mencoba menangkapku. Sial, kalo begini ceritanya aku bisa kena lagi sebelum bisa ketemu Bu Leli.

"Tangkap dia!! jangan sampai lolos!!"

Loh? itu suara wanita. Bukan suara Tante Nung, Rika, atau istri Pak RT. itu suara Bu Leli! Aku celingukan mencari sumber suara itu. Itu dia!! dia di dalam kamar utama!!

“BU LELI! SUPAYA INI BERAKHIR, KAMU TURUTI SEMUA PER-”

DUAAGGHH!!

Sebuah kursi menghantamku. Kursi itu dilempar oleh Eko. Aku berjalan terhuyung. Rika memegang tangan kiriku, Tante Nung memegang tangan kananku. Om David memegang kedua kakiku. Aku terhempas di ruang tamu. Eko mendekatiku, dengan sigap dia menghantam pelipis kananku. Kesadaranku kembali memudar.

"Mampus lu!!"
Itu suara Bu Leli, suara terakhir yang kudengar sebelum aku hilang kesadaran lagi.



***



Sruuukk!!

Aku berangsur sadar, tangan dan kakiku terikat. Mukaku tersiram benda padat.

Tanah! Shit shit shit aku beneran dikubur hidup hidup!

Aku mencoba menggeliat, mengesampingkan tanah yang mengenai mukaku. Aku melihat Eko dan Om David memegang sekop untuk membuang tanah di liang kubur ini. Sial pisauku tadi sepertinya tertinggal di rumah Bu Leli.

"Eko!! bangsat lu!! sadar! woi! STOP!"
Eko tak menggubris omonganku. Tubuhku semakin berat tertahan tanah.
"Om David! Anjing!! Hentikan kalian semua! Karena Om David manusia, Hentikan ini!!"

Influence ku tak berfungsi, Ya iyalah mereka sudah sepenuhnya hilang kesadaran. mereka hanya boneka. Aku sudah tak bisa bergerak sama sekali. Kini hanya tersisa mukaku saja yang masih terbuka.

Siraman pertama mengenai mukaku, aku tak bisa membuang kesamping.
Siraman kedua sudah menutupi mulut dan hidungku, kutiup paksa untuk membuka jalur udara.
Siraman ketiga mengenai mataku, pandanganku kabur. Tapi di sela sela tanah yang mengaburkan pandanganku, aku melihat muka yang muncul.

Itu Bu Leli! Kukumpulkan sisa tenagaku, kutarik napas panjang,

"BU LELI!! KARENA BU LELI SUDAH MELAKUKAN INI SEMUA, MULAI SEKARANG BU LELI TUNDUK AKAN SEMUA PERINTAHKU!!!"

Sraakk, Siraman terakhir menutup semua mukaku. Aku sepenuhnya terkubur. Tanah di mulutku tak bisa kutiup. Aku merasa pengap.

Srrukkk.
Sial.

Sraakkk.
Inikah akhir hidupku?

Sraakkk.
Tidak! Aku masih punya sisa tenaga!

Srruukkk.
Kubuka mulutku, kupaksakan memakan tanah yang masuk di mulutku.

Glek. Ugghh pahitt rasanya. mulutku kini sudah cukup bisa bergerak,

"BAWA KELUAR GUA SEKARANG BANGSAAATTT!!!!!"
.

.


.

Kiriman tanah berhenti.

Semenit kemudian, Aku merasakan ada yang menggali tanah di atasku. Tanah di atas mukaku disingkirkan pelan pelan dengan tangan. Rupanya Bu Leli sendiri yang mengangkatku keluar dari tumpukan tanah.

"Sekarang lepas semua ikatanku"

Bu Leli melepas semua ikatan di tangan dan kakiku. Setelah bebas aku loncat ke atas, melihat sekitar. Ini di tanah kosong belakang perumahan, Langit masih gelap gulita. Hanya ada satu lampu penerangan, itu pun beberapa puluh meter dari sini. Entah jam berapa sekarang. Bu Leli menaiki lubang itu dibantu Eko dan Om David.

Aku melihat Pak RT, Tante Nung dan istri Pak RT berdiri disamping. Mereka memakai baju, tak seperti tadi di rumah Bu Leli, telanjang bulat.

"Suruh mereka pulang dan sadarkan mereka ketika sudah di rumah"
Bu Leli mengangguk dan mengambil secarik kertas di saku samping, dia membaca tulisan di kertas itu. Semenit kemudian 5 orang itu berbalik dan pergi ke arah rumah mereka masing masing.

Bentar, 5 orang?

"Rika dimana, Bu Leli?"
Bu Leli hendak memasukkan kembali kertas kecil itu, kusahut lalu kulihat isinya.

"Rika menjadi tumbal untukku supaya dapat ilmu yang lebih kuat"

Kertas itu kosong. Tak ada tulisan apa-apa. kubolak-balik, kuterawang, tak ada isinya.

"Tumbal? dimana dia sekarang? Masih hidup kan?"
Bu Leli menunjuk pepohonan di ujung.
"Seharusnya sebentar lagi dia mati"

WTF?!?

"Hentikan sekarang Bu Leli! buat dia sadar! sekarang!!"
Kuberikan kertas kecil itu ke Bu Leli, dengan harapan dia membaca sesuatu untuk menyadarkan Rika.

Aku berlari tak sabar. Setelah sampai di pepohonan aku bisa melihat Rika duduk bersimpuh dan memegang pisau diarahkan ke dirinya. Pisau itu mengkilat memantulkan cahaya lampu penerangan jalan.

Dia mengangkat tinggi tinggi pisau itu. Aku berlari secepat mungkin mencoba menyelamatkan Rika.

Rika dengan cepat menghunuskan pisau itu ke arah perutnya.

Aku sudah setengah meter darinya, aku loncat. mencoba menggapai pisau yang melesat kencang.

Di saat seperti ini gerakanku sangat lambat, berasa slow motion.

Akankah tanganku sampai sebelum pisau itu menembus perutnya?

Braaaakkk!

Loncatanku menabrak tubuh Rika, hampir bersamaan dengan gerakan tusukan pisau Rika ke perutnya sendiri. Kita berdua jatuh tersungkur.

"Uugghhh sakitt.. Loh Haris?? Kita dimana?"

Rika sudah sadar, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun karena kurangnya penerangan, dia masih tak paham ada dimana. Kemudian dia merasakan ada jejak basah, samar dia melihat dari kegelapan, basah itu berwarna merah. Merah darah. Rika mengecek tubuhnya. Darah itu bukan dari tubuhnya. Rika lalu melihatku, dia terkejut menutup mulutnya.

"Haa... risss... ituuu.... Kok..."

Rika shock melihat darah yang begitu banyak. Ya, itu darahku, Aku berhasil menghalau pisau terkena Rika, tapi malah mengenai tubuhku ketika berguling hasil loncatan tadi. Pisau itu menyayat pinggang kananku, tak seberapa dalam, tapi cukup banyak darah yang keluar dari tubuhku. Aku merasa lemas. Aku hanya bisa menekan pinggangku supaya tak terlalu banyak darah yang keluar.

"Bagus, dengan begini kamu tetap akan mati"
Itu suara Bu Leli yang sedang berjalan ke arah sini. Dia memang sudah terkena Influenceku, namun tak mengurangi keinginannya untuk membunuhku.

"Bu Leli.....bawa hape? ........kasikan....... ke Rika"
Bu Leli mengambil hp dari kantong kirinya, kemudian menyerahkan ke Rika.
"Rika..... panggil....ambulans..."

Rika mengangguk dan segera memencet telepon itu, sambil sesenggukan.
"Sekarang......... Bu Leli pulang......... dan jangan mengganggu...... keluarga Om David dan Pak RT........"

Aku hampir tak punya tenaga lagi untuk bicara keras. Bu Leli sudah pergi tanpa berkata. Sayup sayup aku mendengar suara Rika menelpon. Sejenak kemudian Rika mengambil pisau dan memotong kaosku, menjadi lembaran yang cukup panjang. Sisa lengan kaos digulung, kemudian ditekan ke lukaku. Lembaran panjang itu mengelilingi pinggangku untuk kemudian dibuat mengikat sayatan di pinggangku.

Pendarahanku sudah lumayan berhenti. Aku mengumpulkan sisa sisa tenaga untuk duduk.

"Jangan duduk dulu, sini sandar di pahaku aja dulu. Ambulans sebentar lagi datang"
"Ehehehe makasi ka"
"Masih ada tenaga buat cerita?"
"Supaya kamu selamat, kamu jangan tanya apapun tentang semalam Ka"
"Eeeehhh... kalo aku ga mau?"

What? gamau? Influence ku tidak ngefek ke Rika. Kok bisa?

“Jadi emang beneran yah, kamu punya kekuatan super”

Rika tersenyum melihat kebingungan di mataku.

"Aku tau kamu punya kemampuan itu, tapi aku ga tau nama dan cara kerjanya. Aku sudah tau sejak hari pertama kita ketemu di warung lalapan bersama Mira itu"
"....Kok bisa kamu tau ka?"

“Entahlah, feeling aja. Waktu aku pergi, sebenarnya ga pergi, tapi stalking kamu dikit. Kamu bilang temen aja tapi aku lihat kamu bisa sedeket ambil makanan di mulutnya. Kukira kamu cuma sekedar bohong.”

Memang aku pernah mengambil mentimun di mulut Mbak Mira dengan mudah seperti layaknya kekasih. Tak kusangka Rika melihatnya.

“Lalu kejadian preman itu. Aku makin curiga kamu punya sesuatu. Pertama kali sampe di kosan bicaramu aneh, kayak ngucapin sesuatu yang seharusnya ga perlu. Tapi aku masih ga tau yang mana. Dan akhirnya kejadian tadi sore yang tiba tiba aku telanjang di lapangan basket, trus respon Bu Leli barusan tadi itu.”

Wow, Rika memang wanita yang cerdas. Sedikit banyak sudah mengkonfirmasi bahwa kecerdasan Rika membuatnya kebal dengan kemampuanku.

“Kalo aku tebak macam mind control gitu. Hayo... Ngaku ris! Bener kan?”

Aku tak punya cara untuk mengelak lagi. Analisanya tak bisa digoyah. Lagipula kehilangan darah cukup banyak membuatku tak bisa berpikir jernih.

“.....Yaa kurang lebih Ka. Ga se ekstrim kayak di film-film, tapi paling enggak orang lain bisa ngikutin apa yang kumau”

Senyum Rika menghilang.

"Beneran?? Jadi hanya sekedar nyuruh gitu, orang langsung mengerjakannya? separah apapun perintahnya?"
"Yaaa kurang lebih gitu lah ka"
"Kayak..... minta cewek ngewe sama kamu bisa ris?"
"Yaaa bisa aja"
"Minta duit 1 milyar ke bank bisa?"
"Gampang aja itu, tapi banyak CCTV ka, berabe"

".......Apa aku juga kena ris?"
Rika diam, memandangku.

"Dulu mungkin pernah.....Lupa ka. Aku jarang merintah kamu, yang ada kamu yang sering merintah aku"

"...... Jawaban macam apa itu? Trus ngapain kemarin sore aku sampe bugil itu?"

“....Kalo itu karena Bu Leli Ka, aku tak tahu”

“Apa Bu Leli sudah..... Ga akan gitu lagi?”
“Mungkin.... Entahlah. Mungkin setelah aku sembuh baru aku pastiin ke dia.”

"Yaudah.... Intinya jangan pernah kamu targetin aku! Kalo kamu gunakan ke orang lain terserah suka suka kamu aku ga bisa ngelarang, Palingan kamu pake buat ngewe. Otakmu isinya ngeres semua"

"Hehehe kalo ke kamu paling buat ngewe juga Ka"
"Dasar. Ga usah kamu gituin aku mau kok. Udah ah ris, males ngomong yang berat berat. Kamu sendiri uda berat tau, mana jahil nempel nempel di dadaku lagi"
"Ehehehe empuk ka, bantal terfavorit ya dada cewek"
"Jahil lagi aku lepasin loh"
"Jangan laah, masi sakit iniii"
"Alasan aja kamu ris.."

Rika mengecup lembut bibirku.

Langit perlahan menjadi biru, beberapa bintang masih bersikukuh menampilkan cahayanya. Pagi hari ini cerah berawan, menutup bayang bayang kejadian semalam. Ambulans datang, Rika berbicara dengan petugas itu, kemudian petugas itu membuka pintu belakang mobil, beberapa petugas lain mengambil tandu dan mengangkatku ke dalam mobil van putih itu. Rika ikut masuk ke dalam, duduk disebelahku, menggenggam tanganku erat. Aku merasa mengantuk, sirene mobil yang kunaiki me-ninabobo-kan aku hingga terlelap...


-----
Fantasy yang meneganggkan
 
Part 13

Yupsss, sampai juga di Finale.
Selamat menikmati :banzai:


-----Part 14: Aftermath

Suara burung burung di pagi hari membangunkanku. Sinar matahari hanya 2 garis memasuki jendela, rumah sakit ini sudah dikelilingi gedung gedung yang lebih tinggi. Aku melihat ke samping, ada beberapa snack dan buah tertumpuk di meja, yang seingatku semalam masih tak ada. Sudah 3 hari di kamar rawat inap kelas 3 ini, cukup bosan juga kalo sendirian. Aku mencoba menggapai botol mineral di atas meja. Ooops jatuh.

"Oh sudah bangun mas Haris?"
Salah satu sisi korden yang mengelilingi kasurku terbuka, tampak seorang suster berjilbab dengan baju seragam putihnya yang cukup ngepas di tubuhnya. Parasnya cukup cantik, dia suka memakai makeup yang tebal. Meskipun begitu dia masih tampak segar, seperti habis mandi.

"Iya, haus Hen"
Namanya Heni, dia salah satu suster yang merawatku. Dia berumur 24 tahun, belum menikah. Heni mendekatiku dan mengambil botol akua yang terjatuh. Setelah dekat aku bisa mencium bau harum sabun GIV dari tubuh Heni, rupanya dia memang baru mandi.
"Baru mulai shift Hen? Kok kayaknya seger banget"

Heni tersenyum manis.
"Iya ris, gantiin Shelly. Besok dia pindah shift siang, jadi duluan pulang biar istirahat"
Heni membuka botol air minum itu, kemudian meminumnya. Air itu tidak ditelan, tapi tersimpan di mulutnya. Wajahnya mendekatiku, kemudian menciumku pelan sambil mentransfer air minum di mulutnya ke mulutku. bibirnya berminyak, terasa lipstik merahnya di lidahku.

"Lagi ris?"
"Boleh, dikit aja. Loh bukannya si Azizah yang shift siang Hen?"
"Si Azizah libur ris, gantian gitu ceritanya"
Heni mengulangi aktivitas meminumkan akua dengan mulutnya. Kali ini kita ciuman agak lama. Heni meremas penisku perlahan dari luar selimut garis garis khas rumah sakit. aku ngaceng. 5 menit kemudian Heni melepas ciuman dan remasannya, tangannya memegang pergelangan tanganku. Sembari melihat jam tangan mungil di tangan kirinya, Heni mengecek detak jantungku. Lipstik merahnya sedikit melebar karena ciuman tadi. Semenit kemudian dia memasang alat tensi di lenganku, kemudian mulai memompa.

"Bapak ibuk atau sodara kok ga ada yang jenguk kamu sama sekali sih ris?"
Heni berhenti memompa dan melihat meter di tensi.
"Iya Hen gapapa jangan ada yang tau, males jelasinnya ntar. Yang ada malah diomelin macam2"
Heni tertawa sambil melepas alat tensi. Dia beranjak mengambil clipboard di ujung mejaku dan menulis hasil tadi. Kemudian dia mengecek kantong infus yang menempel di punggung tanganku.
"Yauda biar kita kita aja yang jenguk yah, biar ga kesepian"
"Lih emang udah tugas anda ituuu"
Heni kembali tertawa.

"Lapar ris? mau makan apa?"
"Makan ini dulu aja, lagi kepingin nih pagi pagi"
Aku meremas lembut pantat Heni. Heni sedikit tersentak, kemudian menatap mataku sambil tersenyum. Ditariknya selimutku ke bawah kaki. Aku hanya mengenakan baju pasien yang tipis, jadi penisku yang ngaceng terlihat jelas. Heni menurunkan celanaku dengan sekali tarik, kemudian langsung melahap penisku. Ugh nikmat sekali.

Slurrp Sluurrpp Sluuurrrppppp

"Langsung kumasukin yah, aku juga udah pengen nih dari tadi"
Heni menyelesaikan kulumannya, kemudian melepas sepatu hitam dan celana seragamnya. Tampak CD katun standar warna putih menutupi selangkangnya. Kini Heni menaiki kasur dan mengangkangiku. Disibaknya CD katun itu sambil mengarahkan penisku dan blesss.. Vaginanya mencaplok penisku. Heni memang sudah tak perawan. Entah dengan siapa pertama kali dia seks.

"aahh... aahh... ahhh... hhh... hhh... hhh........"
Desahan Heni mengiringi pompaan vaginanya. matanya mengernyit, menghayati setiap saraf yang membuatnya nikmat. Aku pun turut menikmati, sambil meremas payudara Heni dari luar seragam.

"Hheeehhh... jangan remas dari luar.... hhh.. hhh.. kusut jadinya...."
Heni menepis tanganku, kemudian melepas kancingnya satu persatu. baju hem putih itu setengah terbuka, menunjukkan BH putih standar yang tadi tak terlihat karena berwarna sama. Heni menarik mangkuk BH ke atas, sehingga menunjukkan payudara yang cukup ranum untuk diremas. Otomatis aku menyergap kedua bukit kembar itu. Meremas dan memilin putingnya. Heni menggelinjang kenikmatan, dia semakin semangat menyetubuhiku.

"Jangan terlalu semangat Hen, lukaku masih belum sembuh..."
"Hhhh.. hhh... h...iya..hhh.... hhh... hhh.."
Kurang lebih 10 menit Heni menggoyang penisku dari atas, Dia orgasme. Vaginanya menjepit nikmat berkedut-kedut. Sejenak kemudian dia tersungkur diatas tubuhku ngos-ngosan. Tak sampai semenit dia mulai menggoyang tubuhnya lagi.

Sreeekk..!! Suara korden yang dibuka lebar.

"Oh gini ya katanya lagi sakit...!!???"

"Kyaaaa..!!!!"
Heni menjerit tertahan sambil menutupi tubuhnya.

"Oh hai rika, pagi bener datengnya?"
Heni masih berupaya untuk menutupi diri karena terekspos oleh orang lain, namun dia sedikit keheranan ketika rika tak memberi respon selayaknya orang memergoki aktivitasnya. Sedangkan aku masih melanjutkan menghujam vagina Heni yang terasa lebih menjepit ketika kaget tadi.

"Dasar yah, emang semua cowok seneng banget yah sama suster-suster"
Rika mengambil kursi plastik dekat kasur sebelah, meletakkannya di dekatku dan duduk disitu.
"Ga semua Ka, cuma yg pernah lahir di rumah sakit aja, kan pertama kali ketemu orang selain ortu pasti suster, jadi udah ter-hardwired di otak"

Rika tertawa lepas, sedangkan Heni hanya tersenyum mengikuti, karena dia masih terfokus dengan vaginanya terhunjam penisku. Ekspresinya yang imut membuatku ingin segera muncrat.

"Hen aku mau keluar"
"Hhahh....? Oohh.. oh iya bentar bentar mas haris"
Heni menghentikan aksi rodeonya, kemudian mundur sedikit dan mencaplok penisku ke dalam mulutnya. Dihisapnya pelan sambil kepalanya naik turun.

"Jadi ada kabar apa Ka? Pagi banget dateng"
Rika mengambil apel dan pisau yg tergeletak di meja, kemudian mulai mengupasnya.
"Mama udah agak baikan, walaupun tak terlalu ingat kejadian malam itu, tapi rupanya dia masih shock. Papa uda berangkat lagi kemarin, dia masih ngeluh pintu belakangnya perih hahahaha"

Rika menyuapi apel yang sudah dipotong kecil kecil ke mulutku. Kemudian memakannya sendiri juga.
"Kalo Pak RT?"
Aku tak kuasa membendung gelombang orgasme, akhirnya muncrat juga di mulut suster Heni. Heni tanpa ragu menghisap dan menelan semua spermaku.

"Pak RT juga biasa saja aman terkendali. Yang paling aneh itu istrinya"
Heni menaikkan lagi celanaku dan selimutku, kemudian memakai kembali bajunya sendiri.
"Makasih ya Hen. Kenapa istrinya Ka?"

Heni tersenyum kemudian terburu buru keluar sambil menutup korden yang masih terbuka dari tadi.
"Yang datang bareng Pak RT malam itu bukan istrinya ris. Kemarin waktu aku mampir ke rumahnya ternyata istrinya orang lain lagi. Kutanya apa ada wanita lain di rumah itu, ga ada. Pembantu ga ada, sodara ga ada, anaknya cowo semua."

Setelah apel habis, Rika mengambil Roti sobek coklat keju di meja.
"Aku juga cuma nebak aja kalo cewek itu istri Pak RT. Kalo Bu Leli gimana?"
"Dia aktivitas seperti biasa, bikin tumpeng. Ada 2 orderan. Tapi waktu aku kesana dia seperti ketakutan gitu, kayak kaget ada orang datang, trus agak lega yang datang aku."
"Mungkin dia takut aku yang datang?"
"Ga juga, aku coba iseng ngerjain dia kalo kamu datang, tapi ga ada ekspresi apa apa ris"
"Hmmm.. mungkin dia sendiri shock gara gara kejadian itu. Trus kalo kamu sendiri gimana Ka?"

Rika berhenti mengunyah roti sobek dan menatapku.
"Uuuuhh so sweet banget sih??!!"
Rika menjejali roti yang digenggamnya ke mulutku.
"Iya aku baik baik aja kok, mungkin tambah sange kali ya. Gara gara kamu sih pake nunjukin adegan gituan pagi pagi"
"Eh salah siapa yang tiba tiba nyelonong masuk !!"
"Pokoknya tanggung jawab!! Mana sini uda bisa ngaceng lagi belom?!?! Gantian aku yang pake!!"
Rika meremas dan mengocok penisku dari luar selimut.
"Eehh sakit ka, ngilu ih!!"
Aku mencoba meronta namun tak bisa menghindar.

"Emang kapan mau keluar dari rumah sakit ris? kelamaan disini malah banyak yang tanya loh"
"Yaaa sebenarnya kalo aku mau besok bisa sih"
"Eeeh? ya jangan! Kan belom sembuh?"
"Gimana sih, tadi katanya ga boleh lama2, trus sekarang ga boleh keluar"
"Yaaa maksudku sampe sembuhnya kapaaann"
"Kata dokter luka gini asal pinggul ga banyak gerak bisa kok dibuat jalan jalan. Emang rencanaku besok mau keluar Ka, bosen juga disini lama lama."
"Alaaahh bosan apaan, yang nemenin suster suster cantik juga"
"Ehehehe kapan aja kan bisa mampir kesini ka kalo mau"
"Dasar, ini hidung ga bisa yah dipilox warnanya jadi sama"


***


Keesokan harinya, aku keluar dari rumah sakit. Beberapa barangku yang tertinggal sewaktu dari Tante Nung dititipkan ke resepsionis, kubawa semua. Hanya suprax saja yang masih ada di rumah Tante Nung. Lukaku sudah cukup kering, aku bisa berjalan dengan normal. Dokter mengingatkanku untuk menghabiskan obat resep yang diberikannya, aku hanya mengangguk cuek. 15 menit kemudian aku berada di pintu keluar rumah sakit.

"Lama banget di resepsionis? mbaknya kamu kerjain juga kah?"
Rika sudah menungguku di luar. Rambut sebahunya yang diikat simpel, dan kemeja merah kotak kotak namun tak dikancing, di dalam kemeja ada kaos putih. Jeans ketat selututnya ditemani dengan sepatu converse dan kaos kaki strip pink.

"Kenapa? mantengin banget, Kepingin aku?"
Rika menghampiriku, menggaet lenganku. Dia paham aku memperhatikannya.
"Naik apa kesini Ka?"
"Motormu lah!"
"Loh? bukannya kuncinya kubawa?"

Aku mengecek saku kiri celanaku. Tak ada. Aku melihat sebal ke Rika. Rika hanya senyum cengengesan.
"Hehehe kuambil kemaren. Lapar? Makan yuk, aku belom makan"

Aku membonceng Rika, menghampiri warung pecel belakang rumah sakit. Kuparkir suprax di pinggir jalan.

"Pecel bang, 2. Satu pedes, satu enggak. sama teh anget yah"
Aku menuju tempat duduk di dekat rika.

"Rika, abis ini aku mau ke Bu Leli. Kamu pulang aja, atau..... kamu harusnya ada jadwal kuliah kan hari ini?"
"Ada sih nanti jam 12an, tapi males, aku ikut kamu dooonggg"
"Karena kamu ada jadwal kuliah, kamu harus kuliah ka. nanti aku antar ke kampus"
".....***k gak, gak mau, aku ikuuutt"
Hmmm, influence ku tak bekerja. Beberapa kali kucoba memang gak ngefek ke Rika. Ini masih menjadi pe er bagiku untuk bisa memahami kemampuanku sepenuhnya. Aku juga tak mau Rika terlibat dalam perselisihanku dengan Bu Leli. Well, mungkin bisa kusuruh untuk mengerjakan yang lain saat aku bicara dengan Bu Leli.

“Yaudah yaudah, tapi jangan bicara, nanya, atau melakukan apapun yang bisa memprovokasi dia.”
“Siap, bos!”

Aku melirik jam. Sudah hampir jam 12. Perutku sudah kenyang. Setelah memberi 3 lembar sepuluh ribu ke pemilik warung, aku menaiki suprax menuju rumah Bu Leli.

Aku telah sampai di depan pagar, kuketok gembok ke pagarnya. Beberapa menit kemudian Bu Leli keluar, memakai jilbab tapi bawahnya daster lengan pendek.

"Ada perlu apa ris kesini?"
"Ngobrol bentar, saya ingin masuk ke rumah"
Bu Leli membuka pagar setelah tolah toleh mengecek jalan. Aku memasukkan suprax ke halaman depan. Bu Leli mengunci pagarnya lagi setelah Rika ikut masuk.

Aku sampai di ruang tamu, ruangan ini cukup berbeda saat terakhir kali aku kesini, sebelumnya berantakan karena jadi tempat aku kejar-kejaran dengan "pasukan" Bu Leli. Aku duduk di kursi sofa. Rika duduk di sebelahku.

"Mau ngobrol apa?"

Bu Leli duduk membelakangi pintu utama, berseberangan denganku. Dia menatapku dengan wajah datar, sambil melepas jilbabnya. Rambutnya sebahu diikat kebelakang, sedikit dia tata kembali karena melepas jilbabnya.

"Ada siapa aja di rumah Bu Leli?"
"Cuma aku sendirian ris, anak anak masih sekolah"

Oh iya. Dia kan punya anak.

"Kapan pulang dari sekolah?"
"mmm... jam 3an sampe rumah kalo ga ada ekskul"

“Rika, cek seluruh ruangan”
Rika mengangguk dan meninggalkanku.

Oke, aku mau coba influence ku dulu apa masih bekerja.
“Bu Leli, lepas semua baju”

Dengan mata yang diselimuti kebencian, tangan Bu Leli mulai menarik daster ke atas, dengan cepat daster itu terlepas dari pemiliknya. Satu kali gerakan tangan di punggungnya , BH nya mengendor, lalu diletakkan di dekat daster yang tergeletak di lantai. Dengan mengangkat pantatnya sedikit, CDnya diturunkan. Bu Leli kini telanjang bulat. Bodinya masih bagus, mengingat anaknya sudah 3.

"Oke Bu Leli, sekarang kasih tau saya cara pelet Bu Leli bekerja. Jelaskan secara rinci"

"Hmmm... sebenarnya ini bukan pelet ris, tapi aku juga tidak tahu apa namanya. Tiba tiba aja ada di diriku. Aku punya semacam kemampuan untuk mengatur nafsu seks orang"

Whaat??

"Hmm.. oke, gimana cara kerjanya?"

"Jadi gini, setiap orang punya kadar nafsu seks. Aku bisa melihatnya, aku juga bisa melihat nafsu seks itu ditujukan ke siapa. Aku bisa mengurangi, menambah, menghilangkan, atau memaksimalkan kadar nafsu itu sesuai yang aku inginkan, bisa sementara, bisa permanen. Tapi untuk bisa mengontrol itu aku perlu dekat dengan targetnya."

"......Kalo mengurangi menambah efeknya jadi seperti apa?"

"Ya contohnya kalo aku ketemu kamu sekarang ini, aku bisa membuatmu orgasme saat ini juga, atau bisa membuatmu impoten selama lamanya"

Wow ini benar benar diluar dugaanku!!

"......Apa kemampuan ini bisa ngefek ke semua orang?"

"Bisa banget.... Malah belakangan ini aku mencoba mengontrol nafsu binatang, kadang bisa kadang enggak. Ga tau kenapa."

"...... Sejak kapan Bu Leli punya kemampuan ini?"

"Entahlah, aku baru menyadarinya sekitar 3 tahun lalu, tapi dengan harga yang mahal. Pertama kali aku menggunakannya saat aku sedang naik mobil bersama suamiku. Suamiku memintaku untuk menghisap kontolnya selagi dia menyetir. Aku tak mau, Tapi dia memaksaku, akhirnya ku iya kan. Dalam pikiranku aku ingin segera dia orgasme, tak kusangka sebelum aku menyentuh kontolnya dia tiba tiba kejang kejang, Kontolnya ngaceng walaupun masih di dalam celana. Aku tanya kenapa, dia tak menjawab, dia hilang kendali dan kita menabrak pohon di pinggir jalan. Aku selamat, tapi suamiku meninggal. Disitu aku mulai menyadari hal hal yang aneh, hingga akhirnya aku tau ternyata itu efek kemampuanku"

Loh? sepertinya berbeda dengan cerita Tante Nung dulu.

"Bentar, kalo ga salah saya denger beritanya suami Bu Leli kecelakaan ketika Bu Leli melahirkan anak ke 3? dan itu 10 tahun lalu?"

"Ada benarnya dan ada salahnya. Itu memang kejadian 10 tahun lalu, dan waktu itu memang aku sedang hamil besar. Karena hamil, kita jarang ngentot, jadinya suamiku agak sedikit kasar kalau minta sesuatu, dan saat aku cekcok ketika di dalam mobil perjalanan mau persiapan lahiran. Cukup lama aku gak pernah tau apa penyebab suamiku tiba tiba kejang waktu itu. Setelah tujuh tahun aku perlahan mulai menyadari, dan keanehan yang terjadi sebelum-sebelumnya mulai bisa kupahami."

"....Lalu kenapa Bu Leli bertingkah macam itu pelet? seperti ada jin atau mantra sejenisnya. Apa memang butuh aktivitas tertentu supaya ngefek?"

"Ya ga perlu sebenernya, cuman supaya lebih mudah ngasih gambaran ke orang kalo2 mereka mencium sesuatu yang aneh, kan gampang kalo bilang itu pelet. Lama kelamaan aku semakin mendalami pura pura itu. Yang bikin beda adalah efeknya 100% sukses, dan ga pake mistis mistis segala. Tinggal bayangin aja dari pikiran. Sempat ada 2 ustad mampir trus sok sok an bergaya macam di tv. Alasannya supaya rumah bersih lah, apa lah. Aku ya silahkan, mau bener ato tidak. Toh ya kemampuanku ga ada berubah sama sekali sampe sekarang."

".... Coba dipraktekkan deh"

"Masih ga percaya? mau dicoba ke kamu?"

"Yaa boleh ke saya, tapi jangan yang ekstrim lah, yang simpel simpel aja"

"Oke bentar"

Bu Leli terdiam menatapku. Sejenak kemudian penglihatanku ngeblur. Tiba tiba.. aku merasa panas, gatal, asalnya dari penis...

Aakkkhh sakit!!!

Penisku terjepit celana. Langsung kulepas kancing celanaku, kutarik penisku keluar yang tiba tiba tegak sempurna. Keanehan ini tidak berhenti sampai disini. Sedetik kemudian aku merasa sesuatu yang menjalar dari otakku, seperti gelombang yang mengalir turun ke bawah dan...

crooott crooott crrrooottt croootttt crrooott

Aku ejakulasi!
Dalam waktu yang singkat!!
Pejuhku muncrat ke meja di depanku, tercecer di bawah. Tanpa gesekan, tanpa gerakan, tanpa sentuhan. Aku merasa seperti orang ejakulasi dini. Beberapa saat kemudian kenikmatan orgasme berangsur menghilang, penglihatanku mulai jelas kembali.

"Gimana? enak? Kontol kamu besar juga ris. Sayang kemarin ga nyobain aku"

Nyobain? bukannya banyak sekali kesempatannya untuk bisa mengontrolku?

"Jadi selama ini, Bu Leli gunakan untuk apa kemampuan ini?"

"Hmmm ya kebanyakan untuk bikin boneka seks ris. Aku bisa saja menaklukkan pria kaya, atau artis. Tapi aku tau bakal banyak kerjaan yang harus dilakukan. Aku sudah cukup sibuk ngurusin anak 3, ga bakal sempat untuk ngelakuin seperti itu. Jadinya yang sekitaran sini saja. Ujung ujungnya paling cuma dianggap tukang pelet aja. Aku sudah sadar apa kebutuhanku, yaitu uang aja. asal cukup yasudah. Sudah ga butuh yang lain, kontol pun kapan aja aku bisa. Bahkan tanpa kontol, aku bisa mengatur nafsuku sendiri, bisa kunaikkan atau kuturunkan sesuka hatiku."

“Ga ada siapa siapa ris, ga ada yang aneh juga”

Rika kembali duduk disebelahku.
“Beraninya kamu masuk-masuk rumahku!!”

Rika terdiam mendadak, melihat tumpahan sperma di meja, dengan instan dia berlutut menjilatinya. Aku rasa Bu Leli masih menggunakan logikanya sendiri untuk Rika, dia akan melakukan sesuatu kepada orang yang menerobos masuk rumahnya. Aku membiarkan hal itu terjadi, karena dari sisi lain aku tak ingin Rika tahu lebih banyak.

".... Lalu kenapa malam itu harus pake acara ritual sampe mau bunuh Rika?"

Bu Leli tertegun, terdiam. Tangannya merogoh saku dasternya, digenggamnya erat. Dia tampak gemetaran.

"Aku... aku..... takut ris...."

????

"Takut apa Bu Leli?"

"Kamu tau, kemampuanku cuma bisa mengatur syahwat seseorang saja. Mentok cuma bisa mengontrol aktivitas dasar saja, yang berhubungan dengan seks saja, seperti ngocok, atau isep, atau ngentot. Kalo mengontrol orang sepenuhnya, aku ga bisa"

Rika selesai menjilati sperma di meja, lanjut ke lantai.

"Loh? bukannya waktu itu banyak sekali aktivitas selain seks?"

"Ssstt!! jangan keras keras ris...."

Bu Leli membuka sedikit korden, mengintip jendela luar. Kemudian menutup lagi. Matanya tampak ketakutan. Tak lama kemudian dia membuka tangannya, rupanya itu secarik kertas kosong dan pulpen. Dia letakkan kertas di meja, memegang pulpen, kemudian bersiap siap menulis di kertas.

Bu Leli memejamkan matanya, dia menulis sangat cepat, saat itu juga dia melempar pulpennya ke samping. Namun tangan satunya menunjuk ke kertas.

"Ambil pulpen itu ris....."

Bu Leli masih memejamkan matanya, ucapannya berlawanan dengan aktivitas yang dia minta untukku. Dia memintaku untuk mengambil kertas di meja terlebih dahulu baru pulpen. Dengan segera aku mengambil kertas itu, menggenggamnya, baru mengambil pulpen yang terlempar. kutaruh pulpen di meja, aku menuju kembali ke kursiku-

"Kamu mau pipis ris, toilet lurus aja disana, ada dapur ke kiri, jangan lupa disiram ITUNYA. Jorok tau"

Aku paham yang dimaksud, langsung bergegas ke toilet. Sesampai di toilet aku menutup dan mengunci pintu. Aku membuka kertas yang tadi kuambil. Tulisan itu cukup singkat, macam ceker ayam, miring kemana mana, ditambah lagi Bu Leli menulisnya cukup cepat. Tapi aku masih bisa membacanya.

[RIS TOLONG AKU ADA ORANG LAIN YANG BISA MENGONTROL]

Bagai disiram air es satu galon, aku langsung menyadari sesuatu.

Permasalahan ini jauh dari kata selesai.

Beberapa keping puzzle mulai tersusun. Tapi masih jauh dari terisi lengkap. Siapa orang yang dimaksud? kemampuan seperti apa yang dia punya? untuk apa dia sampai ingin membunuh Rika? Bagaimana cara melawannya? Semua fakta yang kudapat hanya membuat segudang pertanyaan lagi. Sial.

Byuuuurrr

Kusiram kertas tadi di wc setelah kusobek menjadi kecil. Kubuka pintu toilet, aku berjalan kembali ke ruang tamu. Kulihat Bu Leli sedang mengetik sesuatu di hapenya, kakinya terbuka lebar. Dan Rika sedang duduk bersimpuh menjilati vagina Bu Leli.

"Sudah kamu siram bersih?"
"Sudah"
"Ya gitu, jangan jorok. Jadi mau tanya apa lagi kamu?"

Mengaca dari aktivitas tadi, aku bisa menyimpulkan apa yang sedang kita lakukan ini ada seseorang yang sedang memonitor. Aku harus lebih berhati-hati dalam memilih kata kataku.

"Aku masih penasaran dengan kemampuan Bu Leli, apa yang bisa bermanfaat bagiku?"

"Mmmm.... urusan lendir ris. Kamu bisa memilih wanita mana saja yang ingin kamu taklukan, klepek klepek sama kamu. Kayak pacarmu ini contohnya. Atau jadi mak comblang, bikin orang jatuh cinta sama orang lain. Atau... kamu bisa membuat kekuatan seks kamu berlipat lipat, macam kamu bisa muncrat berkali kali, atau bisa mengontrol kapan kamu mau keluar. Truss.... apa lagi yaa... ga ada lagi sih"

"Oh jadi bisa buat ngobatin impoten atau mandul gitu?"
"Oh kamu pingin jadi dokter? Bisa aja, selama organ vitalnya ga rusak secara fisik. Pak RT itu sebenarnya impoten, dia sendiri memintaku untuk ngasi semacam ajian supaya bisa menghamili istrinya. Aku minta uang sebagai imbalannya, dia janji ngasih kalo anaknya sudah lahir. Eh sudah lahir dia pura pura lupa. Ga pake lama, jadiin aja sapi perah."

Eh buset, istilah sapi perah muncul lagi.

"Selain Pak RT dan Suami Tante Nung, siapa lagi yang jadi sapi perah Bu Leli?"
"Ga ada ris, tadinya maunya kamu, tapi ga bisa. Lagian kamu juga mahasiswa, ga ada duitnya"
"Ga bisa? Kenapa ga bisa?"

"Hmm... Entahlah, antara aku gak mau atau aku gak bisa. Kamu ingat waktu kamu mergokin aku dulu, yang tiba tiba kamu muncul dari jendela samping itu?"

"Oh ingat, kenapa?"

"Aku cuma sempet mengontrol nafsumu sekali itu aja, cuma sampai kusuruh.. eeh... jilat..... Setelah itu aku merasa semacam nunggu perintah atau apa gitu. Karena aku gak ngontrol kamu, akhirnya kamu nyangkut di ngocok doang di sofa tanpa ujung. Aku ngecek isi kantongmu, adanya dompet sama hape. Dompet isinya kartu sim sama ktp doang, hape aku cek juga ga ada yang menarik. Yaudah aku set aja nomorku supaya bisa kuhubungi lagi. Tapi setelah itu tiba tiba kamu lepas kendali, trus entah kenapa kamu lari"

"Lari? kemana?"
"Gak tau, kamu lari keluar rumah, belum sempat pakai baju."
"Aku lari keluar rumah telanjang?"
"Iya, kukira kamu balik ke rumah Tantemu, yaudah sekalian kutitipin aja bajumu ke Om kamu. Dari situ aku ngerti, kamu punya kemampuan, tapi kemampuan apa gak tau"

Aku terdiam, mencoba mencerna, menggabungkan dengan informasi yang kudapat waktu itu. Jadi saat pertama kali aku grebek Bu Leli, aku sempat akan menginfluence nya, namun sebelum kuucapkan perintahku, Bu Leli sudah lebih cepat mengontrolku duluan. Tetapi, Bu Leli pun sebenarnya sudah terkena Influenceku, bisa dibilang “setengah” dari Influence, Jadinya, dari sudut pandangku, Bu Leli masi dalam mode “standby”, menunggu perintahku.

Dalam mode “standby”, logika Bu Leli tidak dapat melakukan sesuatu apapun ke diriku, karena bila terjadi sesuatu padaku maka dia selamanya tidak akan menerima perintahku. Itulah kenapa dia susah payah mencari cara memutar untuk “menghilangkan” kehadiranku, seperti mengancam atau sampe meminta orang lain yang membunuhku.

"Aku juga tau sebenarnya kamu ngentot Tantemu kan? Aku bisa baca dari nafsu Tantemu yang terus kepikiran kontolmu, buat.... dildonya? Aku ga paham kok bisa seperti itu, tapi aku bisa menebak pasti itu juga dari kemampuanmu kan?"

Bu Leli tau aku punya kemampuan, tapi dia tak tahu persis seperti apa. Bahkan dia tidak menyadari aku sedang meng influence dia sekarang.

"Oke sedikit banyak aku bisa mengerti kejadiannya. Sekarang aku pingin semuanya kembalikan ke situasi normal. Pertama Pak RT, apa yang sudah Bu Leli lakukan ke Pak RT?"

"Pak RT cuma simpel aja, dia datang kesini bawa uang, uangnya kuambil kemudian suka suka deh dia mau ngapain. Otaknya ngeres banget, jadinya kunaikkan dikit nafsunya ke aku, yaudah selamanya nyantol terus"

"Hmm.. bisa dikurangi intensitasnya?"
"Bisa aja, tapi ya percuma aja, dasarnya emang ngeres. Lagian dia bawa duit juga ga banyak banyak amat. Palingan hasil iuran warga. Aku ga bakal nguras duitnya sampe kering, cuma butuh berkelanjutan aja"
"Yaudah kalo gitu biarin aja, asal ga sampe ganggu keluarganya aja"
"Oke ris"
"Lanjut, Keluarga Tante Nung. Apa kekasaran Suami Tante Nung bisa dikurangin?"

"Kasarnya emang karenaku ris, kubuat kalau ngeseks sama istrinya dia jadi ingin marah, dan setelah muncrat nafsunya gak sepenuhnya hilang, tapi kuarahkan ke aku dikit-dikit, jadinya kalo uda selesai sama istrinya dia langsung kesini. Jadi ga ada kecurigaan dari istrinya"

"Waktu itu anaknya kalo ga salah sampe ngerjain juga, parah banget sih?"
"Loh, kalo itu anaknya sejak awal emang nafsu sama ibuknya, tapi dia simpan sendiri, ngocok aja tiap hari. Kunaikan dikit nafsunya, uda gelap mata dia."

Whaatttt.

"Oke bisa dikurangi atau dihilangkan kah untuk fantasi anaknya itu?"
"Bisa."
"Kalo Suaminya bisa kah dihilangkan kasarnya?"
"Bisa. Trus kamu sendiri gimana, itu Tantemu sendiri loh kamu entot. Bukannya kamu sama aja, munafik"
"Bukan urusanmu itu. Asal mereka ga pecah sudah bagus. Lagian aku ga selamanya sama Tante Nung"
"Dasar lelaki bejat"

Lelaki bejat. Ya, mungkin julukan itu pantas untukku.

"Trus bagaimana dengan memori mereka waktu itu?"
"Kamu pikir aku bisa segalanya gitu? aku ga bisa apa apa kalo ingatan mereka. Yang udah terjadi yauda mereka bakal ingat semampu mereka"

Semampu mereka? oh iya, kejadian waktu itu bukan sepenuhnya ulah Bu Leli, ada seseorang lain yang ikut andil. Kurasa mereka pun sebagian tak sadar dan tak ingat apa yang terjadi waktu itu.

“Bu Leli bilang bisa membuat orang orgasme berkali kali? Emang saya bisa?”

“Kalo itu bisa. Kamu bakal tetap bisa ngaceng walaupun muncrat berkali-kali. Tergantung stamina kamu sih, palingan mentok kamu pingsan”

“Boleh dong”

Bu Leli terdiam. Tak lama kemudian aku merasakan tubuhku berdesir. Aku bisa merasakan penisku bisa ngaceng lagi, padahal aku baru saja orgasme sekitar setengah jam yang lalu. Aku melihat Rika masih menjilati vagina Bu Leli yang telanjang mengangkang di sofa, sontak penisku ngaceng melihat pemandangan menggairahkan itu. Aku berdiri mendekati Bu Leli.

“Mau apa kamu?”
“Hisap”

Bu Leli membuka celanaku, menurunkan celana dalamku, lalu menggenggam penisku. Dihisapnya pelan. Aahh nikmat. Kenyataan aku bisa ngaceng lagi dalam waktu singkat membuatku bergairah. Kepala Bu Leli maju mundur menjilati penisku, dan Rika merogoh dalam vagina Bu Leli dengan lidahnya.

“Suruh Rika menjilat anusku”

Bu Leli melihatku, masih dengan penis di mulutnya. Lalu dia melihat Rika. Rika berhenti mengoral vagina Bu Leli, melihatku. Rika bergeser ke belakangku dan menggenggam pantatku. Aahh lidah hangat dan basah kurasakan di anusku, nikmat sekali. Bu Leli masih tetap menservis penisku.

Selama 5 menit aku dioral dan dijilat anusku.

“Bu Leli juga bisa membuatku bisa mengontrol kapan aku ngaceng, kapan aku orgasme?”
Bu Leli melepas kulumannya,

“Bisa aja”
Bu Leli kembali mengulum penisku.

“Lakukan Bu Leli”

Beberapa saat kemudian aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa segar, seperti menghirup napas pegunungan, aku bisa merasakan denyut jantungku memompa darahku ke seluruh tubuh, seakan aku punya akses satu aktivitas yang selama ini tak kusadari. Aku merasakan darah yang mengalir di otakku, yang sekarang terdominasi di area nafsu. Aku tau bagian otak yang bisa memicu orgasme. Aku seolah dapat mengontrol tubuhku dari pihak ketiga. Aku mencoba untuk memfokuskan sinyal syaraf ke mode orgasme. Dengan cepat tubuhku merespon, aku merasakan kenikmatan tiada tara menyelimuti otakku, kemudian menuju penisku.

Croottt crooott crooott croott crooottt crooottt.

Bu Leli berhenti memompa penisku dengan mulutnya, menyadari kehadiran sperma di mulutnya.

“Telan, bersihkan”

Bu Leli tak bisa menolak, dia melakukan semua yang kuperintah. Kudorong kepalanya setelah penisku bersih.

“Mulai sekarang, Bu Leli akan teratur masturbasi satu kali sehari sambil bayangin saya, namun berhenti sebelum orgasme. Bu Leli hanya boleh orgasme bila kuijinkan.”

Aku merasakan alarm kecil dari dalam tubuhku, seperti sinyal warning dari otak untuk berhenti melakukan aktivitas seksual karena baru saja orgasme. Sepertinya ini memang tindakan pencegahan untuk memulihkan staminaku. Namun aku bisa saja tetap melanjutkan, aku punya kebebasan untuk mengontrol. Aku melihat vagina dengan jembut lebat milik Bu Leli. Penisku kembali ngaceng.

Aku berpindah ke posisi di depan Bu Leli. Rika mengikutiku, tetap di posnya, menjilati anusku. Kuarahkan penisku ke vagina Bu Leli.

Bless

Bu Leli hanya terdiam melihat tubuhnya kemasukan penis. Aku ingat dia juga bisa mengontrol nafsunya, saat ini dia hanya sekedar mematuhi perintahku, maka dia dengan mudah mematikan nafsunya, seperti menjadi sex doll.

“Bu Leli, mulai sekarang bila ada aku, naikkan nafsumu ke aku, buat dirimu bergairah. Persiapkan tubuhmu untuk melayaniku, untuk ngeseks denganku, untuk menyambut tubuhku”

Bu Leli mengernyit. Lalu dia mulai bernafas berat. Lama kelamaan matanya menjadi sayu. Tangannya mengenggam sofa erat. Dia layaknya wanita sange pada umumnya. Kupompa dengan kecepatan standar.

“Aaahh... aah... ahhh... ahhhh... Haaa... riiiss.s.. Aah.ah...”

Bu Leli mulai mendesah. Bu Leli sepenuhnya menjadi milikku. Rika semakin antusias menjilati anusku tanpa henti. Aku memompa semakin cepat, aku mendekati orgasme lagi.

Crooott crooott croot croooottt crrrooottt

Kutumpahkan benihku di dalam vagina Bu Leli. Kucabut penisku, kuarahkan ke mulut Bu Leli. Dengan cepat Bu Leli mencaplok penisku, membersihkan senti demi senti. Setelah bersih kudorong kepala Bu Leli. Wajahnya tersiratkan kecewa, sambil menggoyang jarinya di dalam vaginanya sendiri, menggantikan penisku.

“Oh ya, silahkan orgasme”

“Sssshh... AAAhh.. AAHhh...AAAHHHH.....Ahhh... ahhh....hhhhh”
Bu Leli orgasme, cukup lama, sekitar 2 menit sebelum dia menghentikan gerakan jarinya. Wajahnya tertunduk. Tangannya terlepas menjuntai di samping tubuhnya.

“Buat si Rika duduk kembali disitu, lalu sadarkan kembali.”

Rika melepas lidahnya dari lubang buangan kotoranku, kupakai celanaku kembali, lalu duduk di sofa tadi. Rika duduk juga di sebelahku, matanya yang kosong perlahan kembali fokus. Rika tolah toleh, kemudian merasakan sesuatu yang aneh di mulutnya.

"Yasudah, Terima kasih Bu Leli. Pakai lagi bajumu. beraktivitaslah seperti biasa. Kapan kapan lagi kalo saya butuh sesuatu saya kontak Bu Leli. Oh ya kalo ada perlu denganku kontak aja ga masalah."
"Pergi sana. Gara gara kamu semua jadi berantakan, Aku gak sudi kerjasama denganmu"

Aku keluar rumah Bu Leli, menuju suprax yang terparkir di teras depan. Bu Leli membukakan pagar, aku start motorku, Rika duduk di belakangku, kemudian langsung kugas meninggalkan rumah itu.



Sebuah pertemuan yang aneh, Tapi satu kesimpulan yang bisa kuambil.

Permasalahan ini belum selesai.

Aku bisa memilih untuk menutup mata akan kehadiran sosok yang pasti lebih kuat dariku, tapi itu seperti bom waktu, cepat atau lambat aku pasti terlibat dengannya.

Siapa dia? Apa hubungannya denganku? Kenapa dia ingin membunuh Rika? Bagaimana cara melawannya?

Aku tak menyadari saat itu sebenarnya aku telah membuka kotak Pandora, pemicu sebuah insiden yang bakal membuatku hampir kehilangan nyawa lagi di kemudian hari.


Dan petualangan ini masih akan berlanjut.

------


END OF SEASON 1





Jangan berharap season 2 datang cepet yah, uda ga wfh lagi ini. Makanya beberapa chapter terakhir agak lambat keluarnya.
Mungkin kalo vaksin corona uda dirilis, baru muncul season 2 :konak:

Anyway, terima kasih sudah mendukung saya dalam penulisan ini. Beberapa kritik, saran, ide, masukan, sangat berharga bagi saya.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya :bye:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd