Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Journey Of Leo

Bimabet
Leo ke mana ini hu.........ajak sini donk;)
 
Part IV

Atmosfir Baru


Trisa


January


Dina

"Kiri, Pak !" Perintahku pada sopir angkot, karena lamunanku aku jadi turun agak lewat dari sekolahku, sekolah baruku.

Sesaat aku mematung di depan gerbang sekolah, kupandangi plang nama sekolah tang melengkung di atas pintu masuk, SMPN 10 November Denpasar. Kutarik nafas dalam dan perlahan kuhembuskan, aku melangkah pelan, mengamati sekitar, tak ada murid yang berkeliaran. Sekitar dua puluh langkah Bapak Satpam Sekolah menyapaku.

"Kok, jam segini baru masuk?" Selorohnya, buat aku sedikit kaget.

"Eh, iya pak, saya murid pindahan, ini mau ke ruang kepala sekolah dulu."

"Ooo ayo mari saya antar."

"Makasi Pak Sapta." Jawabku sembari melihat emblem nama di seragamnya.
Aku diantar Pak Sapta sampai ke ruang Kepsek dan kemudian sedikit diberikan pertanyaan oleh Bapak Kepsek tentang kenapa aku pindah, masalah seragam, emblem - emblem baru, dan lain sebagainya. Kemudian beliau memanggil salah seorang guru untuk mengantarkan aku ke kelas baru. Aku ditempatkan di kelas 2E, kelas terakhir di tingkatan kelas 2. Sepertinya kelas ini semacam kelas buangan, yang isinya anak - anak bandel dan belajarnya kurang, mungkin saja.

Karena aku pindahan tak mungkin dipaksakan untuk masuk ke kelas A yang notabene kelas unggulan, pasti muridnya sudah penuh.

Setelah memperkenalkan diri di depan kelas aku segera duduk di salah satu bangku kosong yang ternyata di sebelah tempat duduk sepupuku Adi, memang dia yang mengatur. Aku disambut riuh oleh kawan - kawan baruku dan beberapa kawan SD ku yang kini sekelas denganku. Mereka tak menyangka aku bakal sekolah di SMPN 80 dan harus pindah rayon.

Karena memang SD ku punya semacam link dimana muridnya setelah lulus kebanyakan diterima di sekolah ini.
Pelajaran pertama adalah Bahasa Inggris, nama guruku Pak Kambing. Mereka menamainya karena harus kuakui bentuk tengkorak kepalanya mirip kepala kambing, lonjong gimana gitu, hehehe, ampun Pak. Beliau sibuk menerangkan tentang grammar di depan kelas, namun para murid tak satupun yang mendengarkan karena sibuk kenalan denganku, akupun sibuk meladeni serbuan pertanyaan mereka.

Keberuntunganku tak berpihak di sini, saat tiba - tiba.

"Plllllaaaaaaakkkkkk" sebuah penggaris kayu tiba - tiba mendarat dipelipis kiriku.

"Aaanjjjjjj.......!" Pekikku kaget.

"Kamu sedari tadi saya lihat bicara terus, tak sekalipun memperhatikan saya, keluar kamu !!!!!" Bentaknya.

"Ehhh, sssaa yyyaa Pak?" Aku kebingugan, kelas jadi hening.

Dengan langkah gontai aku keluar kelas, mimpi apa aku semalam ?, padahal tidur saja tidak setelah seharian memikirkan kandasnya asmaraku dengan Trisa.

Kucari sebuah tempat kosong dibelakang kelas dekat kamar mandi sekolah dan tempat tinggal penjaga sekolah. Ada sebuah pohon rindang aku duduk bersandar di bawahnya. Kuamati sekitar, trmpat ini dikelilingi pagar besi tipis karena disebelahnya ada aliran sungai yang cukup besar. Lama aku melamun, ingatanku tertuju pada momen kebersamaanku dengan Trisa. Aku merindukannya, kangen saat main game bersama, kangen muka juteknya saat selalu kalah denganku main game dia pasti menukar joysticknya. Kangen saat aku harus menghapal isi komik Kungfu Boy dan menceritakannya sampai dia ketiduran. Kanget saat menutupi kepalanya dengan sweater saat hujan dan kangen momen dia mencium pipiku. Ah, aku rindu sekolah lamaku. Ah aku rindu kamu Trisa.

Lamunanku dibuyarkan oleh sesosok wanita, rambut panjang, posturnya tinggi langsing bila dibandingkan wanita SMP pada umumnya, bak model, kulitnya putih dan parasnya cantik. Aku kaget karena terlalu asyik melamun dia tiba - tiba muncul mana seragam sekolah puih lagi atasannya.

"Annnjjrrr..." Hampir aku mengumpat.
"Eeehh, kenapa?" Dia kebingungan.

"Aku kira penampakan, kaget mampus."

"Yeeeeeee, orang daritadi aku sapa tapi kamu bengong gitu mandangin sungai, dompetmu hanyut?" Dia cekikikan.

"Enak aja, aku lagi ngitung jumlah pup yang hanyut mengapung di sungai ini." Jawabku sok ketus.

"Iiihhhh jorok banget tauuu !!"

"Terus kamu ngapain nyasar kemari ? Mau ikut ngitung ?" Tanyaku.

"Yeeee, sibuk banget gw. Aku nyariin toilet cewek, aku belum hapal lingkungan sekolah, ini hari pertama aku masuk sekolah."

"Oooo, murid pindahan juga?"
"Bukan, aku murid kelas satu. Kemarin aku ngga ikut ospek, jadi belum tahu lingkunannya."

"Oooo gitu, itu toiletnya, inget nyiramnya yang bagus, siapa tau jatuhnya ke sungai jadi masuk hitunganku."

"Iiihhhh apaan siihh, thanks ya." Dia segera masuk bilik toilet.

Cantik juga ya batinku dalam hati, bodo ah kulanjutkan lamunanku karena hembusan angin dari sungai mataku hampir menutup sampai tiba-tiba.

"Wweeeyy, sekolah kok tidur, lagian ngapain di sini macam penjaga pohon."

"Eeehhh ehhh" aku kelagapan kaget.

"Ini hari pertamaku sekolah di sini juga sama dengan kamu, tapi apesnya guru ngusir aku dari kelas, karena dianggap ngga merhatiin pelajaran.

Padahal aku cuman jawabin pertanyaan temen - temen aku."

"Hihihi, berarti kakak kelas aku dong ya, Aku Dina." Dia memperkenalkan diri.

"Leee......o" belum habis kuucap namaku dia sudah ngeloyor pergi tidak menanyakan namaku.

Hari - hari selanjutnya bisa dibilang tergolong biasa - biasa saja tak ada yang istimewa, aku semakin jengah belajar setelah insiden Pak Kambing dan selalu mengangkat tangan ketika beliau mengajukan pertanyaan. Setiap pertanyaan pasti aku angkat tangan, aku ingin membuktikan bahwa beliau bahwa aku tidak salah saat itu. Sampai akhirnya beliau capek sendiri dan kewalahan atas sikapku yang tak kenal lelah membuktikan diri. Nilaiku tergolong cukup baik di kelas, terutama di mata pelajaran Agama, Olahraga, Kesenian, IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Akhirnya Pak Kambing memberi nilai 9 di raportku pada Cawu III, setelah nilai 7 di Cawu I dan 8 di Cawu II, berprogress.

Liburan sekolah setelah kenaikan kelas dimulai, hari pertama libur aku teringat kawanku Arta, bagaimana ya kabarnya sekarang ?, Trisa ? Tentu saja, tiap detik aku merindukannya. Kupacu sepeda motorku, hadiah dari Bapak karena dapat rangking, kaget juga sampai rumah tiba - tiba ada terbungkus jas hujan, aku pikir punya siapa, ternyata buatku. Yamaha Vega R merah, paling terbaru dijamannya. Aku menuju rumah Arta, di daerah Jalan Sultan tak jauh dari rumahku. Sesampainya di sana kupanggil namanya berulang kali, sampai akhirnya Ibu Arta bilang kalau Arta lagi keluar, dari Ibunya aku tahu Arta punya panggilan kecil di rumah, Ari.

Setelah pamit kuputuskan untuk mengarahkan motorku menuju Jalan Sekar Cendana II nomer 20, ya, itu rumah Trisa, mantan cinta keraku. Hanya kupandangi rumah itu, tak berani kusentuh tombol putih itu. Aku hanya mematung di atas motorku memandangi rumahnya, cukup lama. Untung saja saat itu kondisi sekotar perumahan sangat sepi, kalau tidak bisa - bisa aku dipikir ngecek situasi buat nyolong di rumah besarnya.

Sampai di rumah aku galau, pikiranku hanya Trisa, Trisa apa kabar kau di sana? Kuberanikan diri meneleponnya.

"Halo...." Sapa halus suara seorang gadis.

".................." Suaraku tak keluar.

"Aku tahu kamu bakal hub. Aku, udahlah Yo lupain aja" suaranya lirih.
"Maafin aku Trisa, aku cuman pengen tahu kabar kamu, that's all." Kataku ragu.

"Aku baik-baik aja kok, ini tar lagi mau berangkat nonton bioskop."

"Ohh iya, hati - hati ya." Aku tak sanggup berkata - kata.

"Uhhhmm besok - besok jangan mandangin rumah orang kayak giti, tar digebuki massa, daaa Yo."

"Eh..."

Jekleeekkk suara gagang telepon ditutup.

Sumpah aku mati gaya, bagaimana dia bisa tahu aku mandangin rumahnya. Tak apalah, yang penting aku tahu keadannya baik - baik saja, bahkan mungkin sudah move on lama. Itu nonton bioskop sama siapa ? Eh jangan bilang sama cowok, dia bakal megang - megang tangan Trisa, aku ngga rela, bajingan. Aku yang malah galau parah, dasar kera. Pupus sudah harapanku untuk mencairkan bekunya hati Trisa, dia keukeuh pada pendiriannya. Aku harus move on dan mengubur kenangan indah cinta keraku.

Liburan telah usai dan hari sekolah telah dimulai, tahun ajaran baru semangat baru. Wajah - wajah baru bermunculan di sekeliling sekolahku. Hari ini hari pertama ospek, jadi murid - murid kelas I kelihatan kebingungan ngejer - ngejer OSIS buat minta tanda tangan. Ya, tugas mereka memburu tanda tangan senior dan para petinggi OSIS. Aku kini berada di kelas 3D, harus terpisah dari sahabat dan sepupuku yang stuck di kelas E. Di kelas baru aku tidak punya kawan yang sejiwa, mu gkin karena kelas baru juga, belum ada yang benar - benar akrab denganku. Jam istirahat kuputuskan untuk nongkrong di tempat favoritku, bawah pohon dekat rumah jaga penjaga sekolah. Tempat paling adem, paling mengerti kondisi hatiku, "Me Time Zone." Tempat di mana aku pertama kali ketemu Dina.

Tentang Dina setelah perkenalan itu kami sering bertemu, tapi cuman papasan di kantin dan sekedar menyapa, tidak ada yang spesial, tapi makin lama kami makin berani menyapa dan dia kini sudah tahu namaku.

"Ehhh bengong kak, udah berapa pup yang lewat?" Suara yang tak asing menyapaku.

"Itu Mike Doohan." Jawabku sembari menunjuk pup yang hanyutnya paking kenceng.

"Ihhhh apaan sih, jorok tau, masa pup disamain sama pembalap?".

"Eh, kamu tahu Mike Doohan ?" Aku sedikit takjub.

"Tahulah, aku kan suka sport. Paling suka sih sepak bola, idolaku Del Piero."

"Aiihh keren, jarang lho cewek tahu pemain bola." Jawabku makin takjub.

"Hehehe kapan - kapan aku nontonin kakak bertanding bola ya."

"Eeehh, kok bisa tahu?"

"Byeeee kak Leo" dia ngeloyor pergi, emang hobinya ngobrol tanggung begini.

"Kenapa dia bisa tahu ya aku ikut ekstra bola dan jadi pemain tim sekolah?" Pikirku dalam hati, ah bodo, takut kege-eran.

Hari kedua ospek suasana makin riuh, wajah - wajah anak kelas 1 makin suram karena tugas berat dari OSIS. Aku jadi tak nyaman dengan suasana sekolah yang jadi gawat akan teriakan anak kelas 1 yang nguber tanda tangan OSIS. Kuputuskan untuk semedi lagi di tempat favoritku. Rileks rasanya, adem, angin bertiup pelan, mataku berat, pelan - pelan mulai menutup.
"Oooyyyyyy, Kak, minta tanda tangan kamu aja deh, males banget pake acara beginian." Aku dikagetkan dengan suara cewek yang kurang ajar banget.

"Lhoo? Buat apa? Aku bukan OSIS kali, ganggu semedi orang aja." Jawabku kesal.

"Iya isi aja belagu banget sih, biar rame doang buku aku."

"Ehhh nyolot ni anak, sini tak gimbal pale lu."

Akhirnya mau juga aku dibodohi sama anak satu itu buat ngisi tanda tangan dan saking pedenya dia merintahin aku buat nyariin tanda tangan OSIS buat dia. Bodohnya aku mau.

"Kak, aku ikut ngadem di sini ya?"

"Ehh main desek aja, ngapain juga ikutan di sini ?"

"Udah ah gaya banget deh, aku ngadem bentar, atau cariin aku tanda tangan OSIS aja sana !" Perintahnya enteng.

"Iya" aku ngeloyor pergi, tiba - tiba aku sadar kenapa aku mau aja dibodohin begitu.

Tak sulit buatku mencarikannya tanda tangan OSIS karena kebanyakan mereka adalah temanku di SD, termasuk ketua OSISnya. Cuman aku mau aja dibodohin anak kelas satu yang bahkan namanya aja aku ngga tahu.

"Nih, udah sama tanda tangan Kepsek tuh !!" Aku lempar bukunya ke arah awajahnya pelan.

"Eh ngga sopan ama cewek, tapi thanks ya kakak." Dengan ekspresi yang sok di manis - manisin. Tapi dia emang manis sih.

"January" katanya sambil menyodorkan tangan.

"Aku ngga ada nanyain bulan apa ? Oh itu nama kamu ? Unik ya?"

"Panggil Jan aja, byee kak ganteng, baik - baik terus sama aku ya." Dia ngeloyor pergi dan aku melanjutkan lamunanku.

Hari ini lapangan di sebelah sekolahku dipenuhi teriakan kami para murid - murid. Menjelang hari ulang tahun sekolah para guru dan panitia OSIS mengadakan turnamen sepak bola antar kelas dan Kelasku 3D akan berhadapan dengan kelas 2B, kelas Dina di Final.

"Tegang amat kak, bukan kaki yang kram tapi muka tuh." Celetuk Jan sebelum aku masuk ke lapangan dengan ekspresi wajah minta ditoyor.

"Enak aja, santai ni." Entah kenapa aku memang tegang, apa karena bakal ada Dina ya nonton pertandingan nanti.

"Apa perlu aku jadi cheerleader." Jan makin menggodaku.

"Boleh, tapi pake kostum maskot sana." Jawabku ketus.

"Yeee, mana ada yang tau kecantikanku ntar klo ketutupan baju maskot begitu." Jawabnya sewot.

Prrrittttttttt peluit panjang jalannya pertandingan babak I dimulai.
 
Giliran timku menyerang, Made dan Bejo melakukan operan one-two apik yang mengecoh pemain tengah tim lawan. Bola diteruskan ke sayap kiri di mana Saleh sudah menjemput bola, Ia melakukan step over dan melewati bek sayap kanan lawan selanjutnya mengirimkan umpan padaku di posisi striker kiri.

Bola menyusur datar tidak terlalu keras, sudah siap aku kontrol namun bola agak memantul akibat permukaan lapangan yang kurang rata. Dengan cepat aku angkat bola yang tidak sengaja malah melewati atas kepala bek lawan dengan indah, sombrero.

Bola kembali jatuh di depan kakiku, suporter kelasku berteriak makin riuh, satu ayunan sepakan Volley mengenai bagian tengah bola, namun sayang kurang power, entah kenapa kakiku gemetar, bola ditangkap kiper dengan mudah, suporterku kecewa.

Sudah 25 menit babak I belum juga ada goal, tinggal 5 menit lagi, untuk pertandingan ini memang 30 menit di masing - masing babak. Petaka datang buat timku di menit ke -28, kesalahan gelandang bertahanku Sukadana dimanfaatkan playmaker lawan untuk meneruskan umpan terobosan ke jantung pertahananku.

Axel striker lawan asal kupang melakukan sprint yang sangat cepat, membuat pemain bertahanku Komang Wiarta kewalahan dan kemudian jatuh terguling - guling, namun gerakan kakinya saat terjatuh malah menggaet kaki Axel di kotak penalti, Axel ikut jatuh berguling dan wasit menunjuk titik putih, penalti untuk tim kelas 2B. Axel dengan tenang mengeksekusi penalti ke pojok kanan atas gawang, memang hebat striker satu ini, akan kuusulkan masuk tim sekolah untuk Porsenijar nanti.

Di akhir babak pertama timku memperoleh kesempatan bagus dari sepak pojok, bola dieksekusi sayap kanan Widana ke tiang jauh yang kemudian disundul keluar kotak oleh bek lawan. Bola jatuh tepat di depanku dan siap melakukan first time shoot, namun sebelum bola kutendang sekilas aku lihat senyum manis Dina yang berdiri di belakang gawang timnya.

Aku tiba - tiba sedikit kurang fokus, tapibmasih sempat menendang bola kuat - kuat, bola melesat keras. Tepat mengenai kepala wasit yang notabene guru olahragaku Pak Suta yang kemudian memegang kepala gundulnya selanjutnya memberi isyarat bogem padaku.

Penonton bersorak sorai tertawa terpingkal - pingkal, aih mati aku.
Babak II timku makin ganas menyerang dan tim kelas 2 memutuskan untuk bertahan total. Peluang akhirnya datang padaku, sebuah umpan manis dilepaskan Sukadana padaku. Aku melakukan gerakan drible ke kanan dengan kaki luar bek lawan terpancing mengikuti, tapi itu hanya tipuan bola segera ku potong ke arah sebaliknya dengan kaki dalam, flip flop.

Bek lawan terjatuh, tinggal drible sedikit lagi aku akan masuk ke kotak penalti dan berhadapan satu lawan satu dengan kiper. Sampai ada tangan yang menarik bagian belakang jerseyku, aku terhenti dan katuh terjungkal. Pelanggaran dan kartu kuning. Timku dihadiahi tendangan bebas, kira - kira 24 meter, pagar betis sudah dibentuk, kiper memerintahkan 7 orang menjadi pagar. Aku yang akan mengambil tugas ini, aku mengincar pojok kanan atas penjaga gawang. Aku tarik nafas dalam - dalam, konsentrasi.

Namun sebelum menendang, aku melihat Dina tersenyum sangat manis padaku, dia mengucap kata yang bisa kupahami, "cetak goal ya", sambil melengkungkan jarinya bentuk hati. Deg... Jantungku berdegup kencang, bola aku tendang, melewati atas pagar betis dan melengkung sempurna ke pojok kanan atas kiper.

Kiper hanya termangu menyaksikan bola masuk ke gawang, plossssssss, goal. Suporterku heboh luar biasa, tiba-tiba aku mendapat jitakan keras dari Sukadana.

"Manteeeeppppp, makasi, sekarang imbang, kalau kalah aku ngerasa bersalah kali keee." Jawabnya.

Setelah imbang, pertandingan malah semakin ketat, beberapa kali suasana malah memanas. Komang Wiarta yang beberapa merasa direpotkan oleh Axel akhirnya melayangkan sikutnya saat bola udara. Sikut mengenai mulut, darah segar mengucur dari bibir Axel.

Axel terkapar tengkurap memegang mulut, tapi Komang Wiarta memaksanya bangun, Axel terpancing emosinya dan saling dorong terjadi. Kami berusaha melerai, tapi agak alot, suporter di luar juga beberapa saling dorong. Akhirnya Axel digiring keluar untuk diobati, ada luka di bagian dalam mulutnya, setelah berkumur air es akhirnya darahnya berhenti dan pertandingan dilanjutkan. Komang Wiarta dikartu merah dan Axel kartu kuning, bahaya buat tim kami.

Sukadana akhirnya diplot mundur, walau tanpa pelatih kami seakan sudah paham apa yang harus kami lakukan. Kami harus menguasai bola sepanjang pertandingan dan mewaspadai kemungkinan counter cepat lawan. Bola hampir sepanjang pertandingan kami kuasai, paling tidak kami lebih pengalaman karena memang ada 5 orang pemain inti tim Porsenijar di kelasku, termasuk aku sendiri.

Mereka juga sesekali melakukan counter cepat dan menjelang akhir pertandingan sebuah skema counter dilakukan, umpan direct dari pemain lawan Gupta melesat cepat ke sisi kanan pertahanan kami, Oka pemain sayap lawan yang juga cepat berhasil mengirimkan umpan crossing ke tengah, sasarannya jelas Axel.

Bola meluncur dan tidak dapat diantisipasi bek kami Candra, bola bergerak liar dan jatuh di kaki Axel yang tinggal dengan satu gerakan akan menceploskan bola ke gawang.

Tapi apes baginya, sepakannya tidak kena, bola malah membentur kaki kirinya. Bola diamankan kiperku dan langsung ditendang ke depan, counter dibalas counter. Bejo mengkontrol sejenak, aku bergerak liar saat posisiku di titik blind spot bek lawan, dengan spontan Bejo mengirim bola ke ruang kosong di belakang bek, seakan kami sudah sevisi.

Bek lawan tidak bergerak, mereka tak menyangka ada aku yang melesat kencang dengan sisa tenaga terakhir tak terkejar oleh mereka, tinggal berhadapan satu lawan satu dengan kiper.
 
Terakhir diubah:
Mantap suhu, bakal jdi thread favorit ini
Thanks supportnya hu.. semoga bisa memberi warna baru, hehe maaf SS nya masih lama banget sesuai dengan perjalanan hidup Leo, mohon kritik dan saran terutama tata bahasa dan kesalahan penulisan
 
Thanks supportnya hu.. semoga bisa memberi warna baru, hehe maaf SS nya masih lama banget sesuai dengan perjalanan hidup Leo, mohon kritik dan saran terutama tata bahasa dan kesalahan penulisan
Kalau SS bagi saya ga pentung hu, yg penting jalan crta nyaa. Pertahankan suhu.
 
Part V
Generasi Emas


Trisa

January

Dina

Bek lawan tidak bergerak, mereka tak menyangka ada aku yang melesat kencang dengan sisa tenaga terakhir tak terkejar oleh mereka, tinggal berhadapan satu lawan satu dengan kiper.

Kiper bergerak maju menyongsongku, bola bergulir lebih cepat dari perkiraanku, kakiku lemas tenagaku sudah hampir habis, satu momen terakhir bola kucungkil lembut dengan ujung sepatuku. Dan melambung manis di atas tangan penjaga gawang yang telah bergerak jatuh.

Pllooooosssss bola masuk ke gawang. Suporter timku histeris, bahkan sampai masuk ke dalam lapangan menindihku hingga aku sulit bernafas.

Saat aku bangkit kuarahkan pandangan ke Dina dan aku dihadiahinya senyuman manis dan dua jempol tangan yang mengacung. Hatiku mendadak lumer, padahal dia suporter tim lawan, namun seolah tak peduli pada kemenangan timnya dia memotivasiku sedari awal.

Pertandingan telah usai, kelasku juara. Aku diarak di lapangan bak pahlawan oleh teman - temanku. Bajuku basah oleh keringat, dan kakiku terasa lemas. Perlu pijatan sepertinya. Saat akan balik menuju sekolah tiba - tiba ada yang mengelap keringat di leher dan kepalaku.

"Ciiieeehhh pahlawan anak kelas 3."

Sambil ngelap kerinatku tanpa ijin.

"Eeehh apaan sih, kok seenaknya gosok - gosok kepala orang." Aku sewot.

"Ya elah, dikit doang biar pernah gosokin kepala pahlawan anak kelas 3 tuh." Jawabnya makin kurang ajar.
"Sialan ni anak." Spontan aku toyor kepalanya.

Aku percepat langkahkundan meninggalkannya dibelakang, namun ini anak semakin kurang ajar pake acara jalan sambil meluk lenganku.
"Iiiihh apaan ni,Jan lepasin oiy, malu dilihatin orang banyak, dikiranya ada apa - apa lagi."

"Bodddoooo weeee." Dia semakin cuek dan malah memiringkan kepalanya di bahuku sambil berjalan. Aku jadi salah tingkah, semua siswa dari kelas satu sampai kelas tigas melototin kami.

Terutama ekspresi teman - teman setimku yang menunjukkan "itu pacarmu?". Yang kubalas dengan gerakan tangan "tidak". Kuamati sekeliling dan ketakutanku benar, kulihat Dina tersenyum ke arahku namun dengan senyum yang berbeda, tetap manis, tapi sinis. Mati aku.

Setelah pertandingan kemarin aku jadi makin dikenal di sekolah ini. Anak - anak dari kelas satu sampai angkatanku semua kini menyapaku, kadang di kantin aku dengar mereka membicarakan penampilanku bertanding kemarin. Jujur aku agak sedikit tidak nyaman karena malah capek meladeni pertanyaan anak - anak kelas satu yang sering kali kepo. Terlebih kini ada ekstrakulikuler baru yaitu jurnalistik, jadi anak kelas satu yang baru direkrut nguber - nguber sasaran beritanya, ganas macam paparazzi.

Aku lebih tak nyaman lagi karena kebanyakan dari mereka nanyain hubunganku dengan January, dia mendadak populer di kalangan anak kelas satu. Bukannya malu dia tambah pede main peluk tiba - tiba dari belakang dimanapun ketemu aku. Aku jadi kelagapan dengan tingkahnya. Namun jujur tidsk ada perasaan istimewa antara kami, diapun juga tak menunjukkan perasaan yang bagaimana, lebih ke seperti sahabat. Bagaimana dengan Dina ?.

Dia sedikit menjauh dariku, mungkin setelah melihat Jan semakin akrab denganku. Hari ini jam pelajaran kosong, teman sekelasku pada kumpul di kantin tapi aku sendiri memutuskan untuk nongkrong di markasku menikmati sepi sendiri. Ada sedikit perubahan di markasku, Pak Badeg penjaga sekolah membuat kursi panjang dari sisa kayu dan diletakannya tepat di bawah pohon menghadap ke sungai, tambah asyik. Aku duduk di kursi itu dengan kepala bersandar di pohon dan kaki kunaikkan ke pagar besi tipis, selonjoran.

Lagi asyik melamun, tiba - tiba suara yang tak asing menyapaku dari arah belakang.

"Udah famous, masih aja menyendiri ?."

Aku menoleh. "Eh, Din, apa kabar? Tumben main ke markas."

"Hehehe, iya belakangan ini banyak kegiatan jurnalistik."

"Wuiihh kamu ikutan?"

"Hihihi, khan aku ketuanya Yo."
Senyum manisnya muncul.

"Woaaalahhh ini toh biang gosipnya, sini tak toyor bolak balik dulu."
Jawabku bercandain.

"Hahahaha, itu sih inisiatif adik kelas Yo, abisnya kalian khan romantis, pake dilapin keringet gitu deh."

"Asemmm, si Jan aja tu yang sok - sokan perhatian, caper iya. Padahal kerjaan kita konflik mulu macem anjing ama kucing" Aku makin sewot.

"Cieeehh, berarti udah jadian dong? Traktiran Yo..."

"Eh eh eh ngga, ngga ada jadian, ngga ada perasaan gimana - gimana juga kali." Aku membela diri.

"Tapi kalian cocok lho, udah kayak pasangan Victoria sama David Beckham."

"Haaadeehhh..."

"Aku jadi takut ni ngobrol bareng kamu." Nadanya meragu.

"Lho kenapa? Aku ngga ada hubungan spesial sama si Jan. Oh iya thanks banget ya kamu malah ngasi dukungan ke aku waktu final kemarin. Eh itu buat aku ya? Jangan - jangan aku kege-eran."

"Maunya buat siapa hayooo?" Candanya.

"Buat aku donggg.." jawabku pongah.

"Lihat kamu di lapangan gitu keren deh Yo. Aku jadi diledekin temen - temen karena dukung kamu. Tambah diledekin lagi waktu si Jan ngelapin keringet kamu tu."

"Eh Din, Porsenijar kan bentar lagi nih, aku kayaknya dipilih lagi sama Pak Subandrio masuk tim. Padahal kelas 3 mestinya udah selesai. Kamu mau dateng ya kalau kita bertanding.

Hehehe" jawabku mengalihkan pembicaraan.

"Iya, pasti Yo. Oiya ini ada sesuatu, tapi dibaca nanti ya." Katanya sembari menyodorkan secarik kertas.

"Ini apaan Din? Siap deh nanti aku baca." Kataku penasaran.

Setelah menyerahkan kertas itu Dina berlalu pergi, kubuka dengan cepat lipatan kertas itu ada semacam susunan organisasi dan tabel - tabel yang sudah berisi nama - nama. Ada beberapa yang kukenal termasuk namaku sendiri ada di sana. Beberapa bagian di kertas fotocopyan itu tampak buram dan tak terbaca. Namun ada tulisan tangan di pojok kanan atas kertas, nomer telepon rumah dan ada pesan di bawahnya "Telp aku Leo from Dina".

Sepulang sekolah setelah menyiapkan pakaian bola dan perlengkapannya untuk kupakai latihan sore ini guna persiapan Porsenijar, segera kuraih gagang telepon rimah dan menghubungi nomer tadi.

"Halo..."

"Halo Dina?"

"Leo? Langsung bisa tahu aku?."
"Iya suara kamu khan ngga asing banget buat aku. Ada apa Din tumben nyuruh nelp ?

"Hihihi, aku malu bilangnya, kamu bisa jemput aku ngga Yo ? Aku pengen lihat tim bola latihan."

"Ehh, serius? Ini aku udah siap, kamu bisa aku jemput sekarang?"

"Jemput aja Yo, Jalan Tunggul Ametung nomer 35 ya."

"Siaaappp".

Motorku melaju pelan tapi pasti, padahal untuk ke rumahnya dari rumahku aku mesti melewati lapangan tempat latihan. Tapi entah kenapa semangatku membara, di samping itu aku penasaran kenapa tumben - tumbenan si Dina pengan ikutan.

Sampai di depan rumahnya ternyata Dina sudah menungguku di depan pagar, Jersey Basket Chicaggo Bulls Hitam, hot pants jeans dan sneakers. Wah cantik banget. Kamipun berangkat ke lapangan. Sesampai di lapangan aku heran kenapa dia bisa akrab dengan Pak Subandrio pelatihku, selidik punya selidik ternyata Dina manajer tim bola kami. Sialan kenapa ngga bilang dari awal.
Banyak wajah baru di latihan kali ini, anak kelas satu juga ikut diseleksi untuk bisa masuk ke 23 pemain yang didaftarkan nanti. Anak - anak kelas dua yang sudah tak asing bagiku juga ada, Axel rising star itu juga tampak. Angkatanku yang agak berkurang, hanya sekitar 7 orang dari pemain inti kemarin yang tampak. Luhur playmaker kelas 3C, Indra striker 3C, Saleh sayap kiri 3D, Guntur bek kanan 3A, Bejo gelandang 3D, Sutapa kiper 3E dan aku sendiri. Pak Subandrio menyayangkan kenapa Komang Wiarta bek dari kelasku dan Cipta bek kelas 3B yang notabene pemain inti mengundurkan diri. Temanku Sukadana juga memutuskan tidak ikut.

Latihan kali ini lebih banyak porsi untuk mengembalikan stamina dan sentuhan, karena kami baru bisa berkumpul kembali. Tapi untuk anak kelas satu dan kelas dua yang diseleksi ada latihan tambahan. Yang gugur tetap latihan biasa. Sembari memantau pemain - pemain baru, aku berbincang dengan Pak Subandrio tentang pemain mana saja yang potensial. Bayu Aji anak kelas satu posisi penjaga gawang bermain bagus, Suta kelas satu bek kiri juga bagus. Di kelas dua malah makin bikin bingung mereka berkembang pesat. Anggoro gelandang sangat bagus sekali, namun yang paling menonjol adalah dua orang spesies langka, Axel yang sangat cepat dan berbahaya, satu lagi Sabda yang flamboyan dan benar - benar ajaib bocah satu ini.

Pak Subandrio senyum - senyum sendiri karena mungkin di otaknya sudah menemukan skema dan bayangan yang pas akan tim nanti. Dina tampak serius mengecek perlengkapan latihan dan kesediaan air mineral, sesekali aku meliriknya, sungguh cantik dengan outfit itu.

Selepas latihan Dina mengajakku untuk membeli perlengkapan tim, jersey, kaos kaki dan dekker untuk Porsenijar nanti. Sampai di toko sport dia memilih beberapa sampel desain jersey yang akan digunakan untuk tim sekolahku nanti. Ada tiga sampel yang dipilih, pertama warna putih dengan tiga strip di pundak mirip jersey jerman, kedua garis biru langit dan kombinasi garis putih mirip Argentina dan yang terakhir biru azzuri sangat mirip desain jersey Italia yang fenomenal di Euro 2000 waktu itu Kombat 2000.


Kombat2000
"Kamu prefer yang mana Yo?" Tanya Dina padaku.

"Aku yang mirip Jerman oke, tapi Kombat2000 unik juga."

"Aku juga pengennya yang mirip Italia itu, nanti nomer 10-nya buat kamu ya Yo. Biar mirip pemain idolaku Del Piero."

"Eh, kalau itu terserah Pak Subandrio aja." Jawabku.

Aku sebenarnya ngincer nomer 7 mirip pemain idolaku David Beckham. Tapi kembali lagi ke pelatih. Intinya aku cuman pengen bisa jadi pemain inti lagi kayak tahun kemarin, apalagi saingan sekarang makin ngeri.

Latihan makin keras menjelang Porsenijar bergulir, anak kelas satu banyak yang tumbang dan gagal seleksi. Anak kelas dua yang sudah pasti terpilih adalah Anggoro, Axel dan sudah pasti Sabda. Anggoro dan Axel juga makin ngeklik, kemanapun Axel berlari umpan Anggoro pasti menanti. Tapi yang paling menyita perhatian jelas Sabda, sangat sulit menghadangnya, drible pendeknya sukit dibaca, akselerasinya sangat baik, skillmya di atas rata - rata, namun sayang dia bermasalah di penyelesaian akhir dan hanya kuat pada satu kaki, kanan. Jika ingin menggambarkan permainannya di jaman sekarang, gaya permainannya sangat mirip Egy Maulana Vikri striker timnas u19 namun dengan kaki kanan. Tapi jika dia masih bermain sekarang dia kira - kira seumuran Messi. Gaya permainan mirip padahal waktu itu Messi belum muncul juga.

Pagi ini kami dikumpulkan di ruang serba guna sekolah, ada sedikit wejangan khusus dari Kepsek sekaligus pembacaan pemain - pemain terpilih. Akhirnya tiba saatnya Pak Subandrio membacakan para pemain yang dipilihnya sekaligus pembagian Jersey dan kelengkapan lain.

Penajaga gawang :

1. Bayu Aji (Kelas 1C)
12. Sutapa ( Kelas 3E)
22. Werdi (Kelas 2D)

Pemain belakang :
6. Setya (Kelas 2E)
5. Ngurah (Kelas 2E)
3.Guntur (Kelas 3A)
2. Suta (Kelas 1E)
13. Wilyana (Kelas 2C)
16. Subali (Kelas 2C)
17.Nanik (Kelas 2D)

Gelandang :
7.Anggoro (Kelas 2A)
8. Luhur (Kelas 3C)
11.Saleh (Kelas 3D)
14. Bejo (Kelas 3D)
15.Lubdaka (Kelas 2D)
4. Viktor (Kelas 1E)
21.Septiawan (Kelas 2A)
18. Adi Putra ( Kelas 2B)
23. Kristian ( Kelas 1C)

Striker :
9. Indra ( Kelas 3C)
10. Sabda ( Kelas 1E)
19.Axel (Kelas 2B)
20.Leo (Kelas 3D)

Semua nama sudah dipanggil ke depan satu persatu, jersey dan kelengkapan sudah dibagikan. Jersey dengan logo sekolahku di dada kiri model Combat2000 dengan nomer punggung 20 kini berada di tanganku. Kulirik Dina yang duduk di bangku depan, dia menoleh ke arahku, ada ekspresi kurang puas di dirinya. Pertemuan dibubarkan, saat keluar ruang serba guna aku mendengar Dina memprotes Pak Subandrio mengenai pemberian nomer punggung. Dia menginginkan agar aku yang menggunakan nomer 10, namun Pak Subandrio punya alasan tersendiri, akupun kali ini setuju dengan keputusannya. Pak Subandrio pergi berlalu, Dina masih diam di sana, kemudian aku melihatnya terisak, segera aku menghampirinya.

"Din kamu kenapa?"

"Aku kesel, aku pengennya kamu yang Nomer 10, biar mirip idolaku Del Piero."

"Udah Din, sampai segitunya kamu, aku asal bisa jadi tim inti aja udah seneng dah. Nomer 20 juga keren dipake Totti, bakal jadi saingan Del Piero tuh. Hehehehe"

"Huh, ngga bakal, Del Piero tetep paling hebat." Jawabnya ketus.

"Aku sih ngga masalah Din, aku juga ngerasa tahun ini anak - anak kelas dua dan kelas satu hebat - hebat banget. Aku jadi ragu nih."

"Kamu ngga boleh pesimis ya Yo.Nanti aku ngga bakal capek nyemangatin kamu."

"Siappp manajer cantik, semoga nanti aku bisa cetak goal, baju dalemannya aku tulisin nama kamu deh."

"Iiihhhh Leo bisa romantis juga deh."
"Eh, itu romantis ya?" Jawabku blo'on.

"Semoga sekolah kita juara Yo, walau ini baru tahun kedua sekolah kita ngirim tim sepak bola tapi yakin tahun ini kita kuat. Mungkin di paduan suara kita juga kuat, tapi kalau juara di sepak bola rasanya beda banget."

"Hebat banget kata - katamu, siap aku bakal bikin mbak manajer yang cantik ini nyumbang emas buat sekolah, biar namanya masuk hall of fame sekolah."

"Aaaaaa Leo, keren,romantis banget."
Wajahku merona merah.

Latihan terakhir kami mendadak riuh oleh anak - anak dari kelas satu dan kelas tiga yang menonton kami di pinggir lapangan. Dina tampak makin cantik dengan jersey Manchester United dengan nameset Beckhamnya. Jan juga muncul dan mendadak dia jadi akrab dengan Dina dan berdiri disebelahnya. Aku tak menyangka dia juga mengerti sepakbola, aku juga kaget melihat dia datang dengan jersey Inter Milan dan snapback putih, cantik juga.

Masuk ke sesi latihan terakhir sebelum pendinginan yaitu latih tanding babak kedua, tim sebelumnya dibagi menjadi dua, Tim A dan Tim B, kekhawatiranku muncul, aku tergeser ke Tim B yang kemungkinan menjadi tim cadangan. Namun Pak Subandrio menegaskan hasil dari pertandingan babak kedua ini menentukan susunan tim inti. Aku harus berusaha, apalagi duetku Axel sekarang, aku akan kirim terobosan nikmat buatnya.

Pertandingan berjalan alot dan saling serang seolah semua ingin merebut tempat di tim inti. Apalagi duet playmaker di Tim A memang yahud, Anggoro - Luhur. Mereka selalu punya cara untuk mengirim umpan matang ke duet striker ganas mereka Indra dan Sabda. Di 5 menit pertama gawajng Tim B sudah kebobolan oleh Indra, kombinasi Anggoro - Luhur mengirim umpan ke Sabda, Sabda seolah kesetanan mengobrak abrik pertahanan Tim B, tiga orang dilewati sebelum akhirnya melepas assist ke Indra, dengan tenang Indro mencocor bola ke sela kaki Sutapa. Suporter bersorak, Pak Subandrio senyum - senyum.

Dua menit kemudian giliran Sabda yang beraksi, menerima umpan Saleh di sisi kiri, Sabda melewati dua orang pemain bertahan sebelum melepas tembakan melengkung ke sisi kiri bawah gawang Sutapa. Aku makin jengah, kubisikkan pada Axel agar berlari diagonal, aku berencana akan melepas umpan ke sisi kosong tempatnya akan berlari dan tampaknya sesuai rencana. Axel terlepas, dan berlari kencang Satya dan Ngurah mengejar namun dengan satu gerakan Axel membuat mereka bertiga malah bertabrakan, bola lepas, aku segera menyongsongnya, one on one dengan Bayu Aji sang kiper, dia bergerak maju, aku feint bola ke kiri, tapi tangannya yang panjang masih sempat mendorong bola menjauhi kaki kiriku yang tingggal menyontek bola.

Tak mau kehilangan momen, kulakukan gerakan menyepak dengan kaki kanan menyilang di belakang kaki kiri, Rabona, plossssss bola masuk dengan sempurna. Penonton meneriakkan namaku, jadi bangga, Diana memberikan dua jempolnya padaku, sementara Jan tak mau kalah membuat gerakan mencium tangan dan meniupnya.

Kedudukan masih 2-1, satu momen aku mendapat bola liar, Axel berlari cepat dan dengan timing yang tepat aku melepas umpan lob ke atas kepala para bek. Mereka kaget Axel menyambutnya dengan tembakan mendatar yang tidak bisa dijangkau Bayu Aji. 2-2 sama kuat. Waktu akan segera habis, Tim A lebih menekan, ini soal endurance, ketenangan dan pengalaman. Dan perbedaan itu terlihar, Anggoro dan Luhur melakukan kombinasi segitiga dengan Sabda, pertahanan Tim B berantakan, Indra berlari menjadi decoy dan menggiring bek terakhir mengikutinya dan membuat Sabda lepas melenggang sendiri tinggal berhadapan dengan kiper, dan dengan cungkilan yang luar biasa bola melewati kepala Sutapa dan masuk ke gawang. Waktu habis Tim B kalah.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd