Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Journey Of Leo

Bimabet
Gak nyangka ternyata Leo striker hebat juga ya......padal latihannnya cuma ngitungin pup yang melayang di sungai ya.....wkwkwkwkwk.....:Peace::Peace:
Btw .......... nice update hu
 
Seru hu, izin baca ya. Wah Leo ngelepas perjakanya sama siapa ya? Yang mana aja cakep semua ibaratnya kalo disuruh milih sambil merem juga pasti dapet bagus. Semoga lancar updatenya....
 
Keren nih story, lanjut, jangan lama" updatenya
Thanks hu... Ditunggu updateny...
Semoga leo jadi pemain super sub....
Super sunday hu... Supernya pas hari libur doang hahaha, peace..
Gak nyangka ternyata Leo striker hebat juga ya......padal latihannnya cuma ngitungin pup yang melayang di sungai ya.....wkwkwkwkwk.....:Peace::Peace:
Btw .......... nice update hu
Leo sebenernya punya potensi tapi belum pede ama dirinya, mantengin pup ternyata setara yoga hu... Meningkatkan fokus dan konsentrasi hahahaha
Seru hu, izin baca ya. Wah Leo ngelepas perjakanya sama siapa ya? Yang mana aja cakep semua ibaratnya kalo disuruh milih sambil merem juga pasti dapet bagus. Semoga lancar updatenya....
Random ya hu... Sebenernya perjaka Leo sudah koyak oleh TASHA hu.... Tangan dan Shampoo hahahahah tapi perjaka sebenernya nanti bakal terjawab, ditunggu ya... Jangan bosen-bosen nungguin cerita si Leo..
 
Ini bisa bisa si Leo malah bikin golnnya ke gawang Dina ya......ah moga2 bisa........Semangat Leo. :semangat::semangat:
 
Part VI
Menuju Puncak Tertinggi


Trisa

January

Dina

Skuad tim utama sudah ditentukan dan aku sudah pasti tergeser dari tim inti, sedikit sedih tapi aku harus mengakui duet Indra dan Sabda memang layak. Mereka semacam asa baru buat sekolahku yang baru 2 kali mengirim tim sepakbola di Porsenijar. Aku ingin bisa membawa sekolahku juara di cabang sepak bola, dimana selalu dikuasai SMPN 80, sekolah lamaku.

Pak Subandrio berbicara empat mata denganku, tentang bagaimana pendapatku tentang pemilihan tim, aku setuju dengan pilihannya, tahun ini tim sangat menarik dan mengejutkan. Dia juga meminta maaf secara pribadi karena aku tergeser, aku sendiri tak masalah yang terpenting adalah kebutuhan tim dan aku merasa tahun ini banyak yang memiliki kemampuan jauh diatasku. Aku jadi apapun dan kapanpun dibutuhkan siap seratus persen.

Aku sedikit bingung kenapa Pak Subandrio mengajakku bicara empat mata, jawabannya karena aku punya pengamatan yang baik tentang permainan sepak bola dan punya potensi besar menjadi seorang pelatih.
Sehari sebelum pertandingan Dina meneleponku agar segera datang ke rumahnya, akupun segera meluncur ke sana. Sesampainya di sana aku kaget luar biasa sekaligus girang. Dina menyuruhki membuka sebuah box hitam dengan aksen tiga garis hitam, setelah kubuka aku takjub sepasang sepatu bola Adidas Predator Precision yang sangat ikonik warna putih dengan tongue merah besarnya dan aksen tiga strip warna silver melengkung hingga ke belakang sepatu sangat milenium dan terbaik di jamannya. Dina rela memesankanku sepatu ini dari sepupunya di Jakarta dan diam - diam tanpa sepengetahuanku dia mencatat ukuran kakiku saat selesai latihan.

"Din ? Ini mahal banget khan? Aku ngga punya uang buat gantinya. Aku cicil ya."

"Udah pakek aja dulu, itu duit tabunganku kok."

"Tapi...."

"Udah, jangan dipikirin, cetak goal yang banyak buat aku, inget janjinya kalau cetak goal?."

"Selebrasinya lihatin kaos yang ada nama kamu."


Adidas Predator Precision
Kejutan tak berhenti sampai di sana, sampai di rumah begitu masuk ke kamar kulihat di meja belajarku ada sebuah benda asing berwarna hitam. Kuamati benda itu yang ternyata wristband, ada bordiran namaku di sana, Leo. Kutanyakan Ibuku, jawabnya ada cewek yang datang tadi diantar kakaknya menitipkan itu buat kamu bertanding besok. Ada pesan tersembunyi dengan kertas di dalamnya, "harus dipakai tiap tanding biar berasa aku ngelapin keringet kamu !!!" semangat dua orang wanita kini bersamaku di kala bertanding, ah beruntungnya aku.

Match pertama Sekolahku akan menghadapi SMPN 77 di lapangan Pica Sanur. Semangat kami berlipat setelah mendengar kabar Sukma anak kelas 2B menyumbang emas pertama di cabang atletik. Rombongan kami tiba, kami langsung melakukan pemanasan, kali ini aku harus menyaksikan mereka dari bangku cadangan.

SMPN 10 November
1. Bayu Aji (K)
3. Guntur (Bek Kanan) 6. Satya (B) 5. Ngurah (B) 2.Suta (Bek Kiri)
15.Lubdaka (Sayap Kanan) 7.Anggoro (T) 8.Luhur (T) 11. Saleh (Sayap Kiri)
9.Indra (P) 10. Sabda (P)​

Ban kapten dipegang Indra yang memang salah satu pemain senior, setelah melakukan koin tos, bola dipegang lawan dan kami harus waspada akan serangan direct mereka. Benar saja begitu peluit dibunyikan, aliran serangan mereka langsung mengarah ke depan, kami yang masih dingin hampir saja dibuat repot, satu tusukan dari sayap kanan mereka dan melepaskan crossing melengkung ke kotak penalti, striker jangkung mereka menang bola udara dan menyundul dengan keras, tapi luar biasa cekatan Bayu Aji menangkap bola.

Dia berteriak pada semua pemain untuk lebih fokus dan kembali ke skema.

Hampir lima belas menit kami demam panggung, skema berantakan, passing sering salah dan hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh tim lawan, bola sepakan liar gelandang mereka mengenai paha Satya dan keluar, sepak pojok. Bola ditendsng ke tiang dekat, namun pemain kami terpaku, dan dengan mudah striker jangkung mereka menyundul bola ke gawang, Bayu Aji berusaha menghalau namun bola terlampau keras. Kami tertinggal 0-1.

Wajah optimis pemain kami memudar, pemain yang kami harapkan jadi pembeda seolah tak berada di lapangan, dia demam panggung paling parah. Dia kebingungan di lapangan, celingak celinguk wajahnya sungguh memprihatinkan. Kombinasi Anggoro - Luhur mulai membaik namun selalu putus akibat salah pengertian dengan Sabda yang belum juga menemukan bentuk permainannya. Indra juga dikawal ketat oleh pemain bertahan mereka, dua oramg menjegalnya terus hingga ia mulai terpancing emosi. Babak I kami hancur.

Semua pemain tertunduk lesu, wajahnya muram. Aku berusaha menyemangati mereka, wajah Dina terlihat ingin menangis. Kudekati Sabda, kutepuk bahunya, dan kubisikkan kata bahwa Aku atau Axel ngga bakal berhenti ngincer posisinya. Dia mengangguk dan matanya kembali menyala. Babak kedua permainan kami mulai membaik, Saleh mulai berani melakukan tusukan berbahaya, satu gerakan dia lakukan mengecoh bek kanan lawan kemudian melepas umpan ke Indra yang lalu melakukan drible ke depan, namun siku lawan mendarat di punggungnya, Indra mengerang namun segera mendorong pemain tersebut karena emosi. Pemain berusaha melerai dan wasit menghadiahi tendangan bebas dan kartu kuning untuk kedua pemain. Indra ditarik keluar agar tak merugikan karena emosinya benar - benar tak dapat dikendalikan, aku masuk menggantikannya, deg deg deg.. srek srek hanya detak jantung dan langkah kakiku di rumput yang terdengar.

Pak Subandrio menginstruksikan agar aku yang mengambil tendangan bebas itu, seiktar 25 meter di luar kotak penalti sisi kiri pertahanan lawan. Kufokuskan diri, mengamati sasaran, namun tiba - tiba muncul ide aneh di kepalaku. Kupanggil Sabda yang berdiri tak jauh dariku, kubisikkan sesuatu, ia kaget namun kemudian mengangguk. Peluit dibunyikan, Sabda bersiap melakukan tendangan pagar betis melompat, namun hanya tipuan dan segera berlari ke depan. Bola ku lob ke depan, dan jatuh tepat dikaki Sabda yang berlari melakukan tipuan tadi sesuai dengan yang aku bisikkan padanya sebelumnya, tipis dari garis offside, pertahanan lawan yang tak menyangka kami akan melakukan skema seperti itu hanya diam terpaku.
Bola seakan terhisap jatuh di kaki Sabda, cantik sekali. Ia gerakkan badannya feint ke kiri sebelum dengan cepat ia dorong bola ke sisi sebaliknya untuk melewati kiper, kiper mati langkah dan tak bergerak, plooooossss bola dicocong ke gawang kosong, dia berlari mengambil bola dan menaruhnya di titik kick off, ia mengacungkan kepalan tangan tanda apresiasi padaku.

Suporter kami makin riuh, mereka semakin bergairah memompa semangat kami. Kulirik Dina dia mengacungkan simbol hati dengan jarinya namun wajahnya masih tegang karena kami masih tertinggal. Kucari sosok satu lagi, ternyata tak jauh dikerumunan suporter kami tampak wajahnya, memang cukup mudah mengamati wajah suporter karena memang ini lapangan bukan stadion jadi suporter hanya berdiri dipinggir - pinggir lapangan. Dia melambaikan tangan padaku, wajahnya hampir menangis dan menyiratkan bahwa dia bangga padaku, aku semakin bersemangat. Permainan kami semakin mengalir, kombi Anggoro dan Luhur makin aktif menguasai lapangan tengah. Saleh beberapa kali memliki peluang setrlah melakukan cut inside namun tendangannya masih melambung atau kurang power.

Pak Subandrio mengganti Lubdaka dengan Kristian yang memberikan warna baru dipermainan kami. Lima menit berselang dari goal pertama, kombinasi permainan apik dari Anggoro - Luhur - Kristian merepotkam pertahanan lawan, Kristian melepas umpan datar pada Sabda yang berdiri bebas namun segera disambut dua orang pemain lawan, dengan cepat dia mengirim umpan padaku yang ditempel ketat oleh bek lawan.

Deg.. deggg.. deg.. deg..

Bola menuju padaku, aku biarkan bola melewati selangkanganku dan segera melakukan gerakan memutar, bek lawan yang tak menyangka ikut juga terkolong. Aku melaju cepat dan kiper mulai maju, dengan satu gerakkan aku melepas umpan menyilang dengan tumit kiriku ke area kosong, entah kenapa feelingku mengatakan bahwa Luhur akan ada disana, benar saja dengan timing yang tepat Luhur muncul menyongsong bola dengan bebas tak terkawal akibat pertahanan lawan yang sudah kacau dengan mudah menyontek bola ke gawang, goal.

Kami imbang 2-2, semua terasa bagaikan slow motion bagiku. Kami semakin gencar mengincar kemenangan, Saleh berhasil menerobos dari sisi kiri dan masuk ke kotak penalti lawan namun sebelum melakukan tendangan bola sudah ditebas lugas oleh kapten lawan yang tampak marah dengan rekan - rekannya. Kini aku memegang bola tepat di depan kotak penalti, waktu semakin mepet. Kuseret bola ke kiri dan kuhentikan sesaat kemudian kuseret kembali ke kiri kuhentikan lagi untuk membuka celah, bek lawan fokus melihat gerakanku, namun segera kulakukan gerakan memotong ke kanan dengan kaki luar, bek lawan yang sedari tadi bertahan keras pasti sudah kelelahan, dan kakinya lemas, benar saja ankle break, ia terjatuh, gawang terlihat jelas, posisi penjaga gawang juga terlalu ke kiri, kulepaskan tendangan melengkung ke pojok kanan atas gawang, bola melengkung mulus dan masuk. Goalllll !!!!!.... Aku berlari ke arah bangku cadangan membuka kaosku hingga kepala dan memperlihatkan tulisan "For My Manager, Dina".

Dina berteriak seperti ingin menangis. Suporter kami masuk ke lapangan dan menoyor - noyor kepalaku kemudian balik kembali keluar lapangan. Dan kucari satu lagi wajah itu, kulakukan gerakan mencium wristband ke arahnya dan ia hanya berdiri mematung, tersenyum dan sudah berair mata haru.

Waktu tinggal sedikit lagi, Axel masuk menggantikan Sabda. Kami sudah unggul tapi harus tetap waspada, mereka tampaknya akan all out keluar menyerang,nothing to lose. Benar saja kami di gempur, line pertahanan mereka naik, kami hanya menyisakan Axel di depan, aku ikut turun ke tengah. Berawal dari sepak pojok lawan, bola disundul kapten mereka mengenai punggung Satya dan berbelok arah, Bayu Aji salah langkah dan tak mampu menjangkau bola. Tapi untung saja ada Suta menyudul bola keluar tepat sebelum bola masuk. Bola dikuasai Kristian yang kemudian memberikannya padaku, counter.

Kulihat Axel berlari kencang, mereka hanya menyisakan 2 pemain bertahan di belakang, Axel berlari diagonal, aku melepas umpan terobosan keras, Axel berlari dengan cepat, Kiper lawan maju keluar dari kotak penalti, bola sudah didekat Axel, namun dia tidak mengambilnya namun malah berlari ke arah berlawanan dengan bola, Kiper Kaget dan terjatuh, Axel kembali menyongsong bola dan dengan mudah mencetak goal ke gawang kosong. Mirip apa yang dilakukan pemain legendaris Pele, bisa - bisanya bocah itu. Peluit tanda akhir pertandingan ditiup, kami menang 4-2, aku bersimpuh dengan tangan menyembah ke atas, "Suksma Hyang Widhi" (Terima Kasih Tuhan). Dan tak lupa juga suksma dua bidadari di luar sana, Dina dan January. Ah Lebay padahal cuman pertandingan bola anak SMP.

"Halo..."

"Iya halo"

"Ihh buat Dina aja pake nyiapin kaos yang ada tulisan namanya, buat aku cuman gitu doang? Oke deh !"

"Eeehh, ituu.. anuuu"

"Hihihihi, iya ngga papa Dina khan Manajer tim ya khan?. Ngga papa asal bisa lihat kamu tanding aja aku udah seneng kak, pertandigan besok semoga bisa main dan cetak goal lagi. Semangat Kak Leo."

"Ehh, thanks berat ya Jan. Btw kamu dapet nomer telp rumahku dari mana?."

"108 lah bodooo !!"

"Kumat deh ni anak."

Tak kusangka Jan bisa jadi halus banget, biasanya dia ceplas - ceplos dan congornya rame banget, tapi tadi sesaat, saat dia menyemangatiku aku merasakan nada yang beda darinya. Ah, aku jadi pengen keyemu dia lagi nongkrong bareng dia lagi di markas.

Pertandingan berikutnya kami menang mudah atas SMP Dharma Praga dengan skor telak 7-0, dua goal diborong Anggoro, tiga goal oleh Sabda, makin buas ni anak, satu goal lagi dicetak Indra dan satu goal bunuh diri pemain lawan. Aku ? Baru masuk 10 menit terakhir, cuman punya satu peluang, dari tendangan bebas, sebenernya tendanganku tak sempurna, sebelum melakukan tendangan aku sedikit kepleset, bola melintir dan mengenai tumit pemain lawan, bola berubah arah dan kiper salah langkah, goal. Tapi dihitung own goal.

Next kami akan menghadapi SMP yang terkenal dengan akademisnya, kumupulan orang - orang pintar.

Namun tahun ini tim sepak bola mereka juga mampu berbicara banyak di Porsenijar karena Sang Kapten mereka Jayantika. Pemain flamboyan ini tipe striker yang benar - benar lengkap dan sangat pintar, perhitungannya akan timing dan pengambilan keputusannya luar biasa. Bola - bola mati juga jadi santapannya. Jayantika ini temanku di SD dulu, bakatnya memang banyak, selain akademis yang menonjol (selalu juara 1) bakat olahraganya juga menonjol, dari basket, sepak takraw higga sepak bola dikuasai. Dulu waktu SD selepas Les Privat kami pasti selalu bermain sepak bola di tanah lapang dekat tempat Les. Selalu dibagi dua tim Siamang dan Bedu Amang. Aku selalu kebagian se-tim dengan Jayantika dan aku pasti cuman jadi bayangannya.

Benar saja kami sudah direpotkan dengan goal brilian Jayantika dari sepak pojok, bola langsung belok ke pojok gawang tanpa bisa diprediksi. Sampai suporter kamipun takjub. Namun kami juga punya Sabda yang sukses bikin tiga pemain lawan kocar - kacir sebelum melepas assist yang diselesaikan Indra. Jayantika memilik banyak peluang dari bola - bola mati, tercatat tiga kali free kicknya dua mengarah ke kiper dan satu lagi nyaris goal andai saja tidak menerpa mistar. Benar - benar one man show. Tapi kami punya kerjasama tim yang apik, kami bukan tim satu orang, dan kerjasama itu berbuah hasil menit 78 melalui goal Saleh. Kami menang 2-1 dan akan menghadapi SMPN 5 Dasar lusa. Sedangkan aku dipertandingan tadi? Tidak dipasang.

Pertandingan semi final diadakan di Stadion Kompyang Sujana, kami antusias karena bermain di Stadion, ada tribun penonton dan berasa lebih seperti pertandingan yang sesungguhnya. Stadiom dipenuhi suporter - suporter dari berbagai sekolah. Iya selain pertandingan kami antar SMP, pertandingan semifinal antar SMA juga digelar di sini. Riuh suporter sudah terdengar, kulihat banyak suporter anak - anak SMA yang cantik - cantik sekali dan suporter cowok kompak kelihatan keren, aku ingin segera masuk SMA. Pertandingan pertama sekolahku melawan SMPN 5 Dasar, dilanjutkan dengan semifinal SMPN 2 Denpasar melawan SMPN 80, iya sekolah lamaku. Untuk pertandingan antar SMA digelar setelahnya, jadi kami bisa menontonnya sehabis pertandingan, sambil menimbang ke SMA mana kami akan berlabuh.

Tim kami bermain sangat percaya diri, riuh suporter seakan menjadi kekuatan tersendiri bagi kami. Pak Subandrio bisa tersenyum dan mengacungkan jempol ke arah kami. Kami sudah unggul 2 goal di babak pertama, lewat penalti Indra, dan sundulan Ngurah memanfaatkan sepak pojok Anggoro. Sebelum babak kedua dimulai Pak Subandrio menginstruksikan agar kami menjaga penguasaan bola dan berhati - hati dengan counter. Aku sendiri sudah gelisah di bangku cadangan ingin segera turun ke lapangan, dua orang itu menyemangatiku. Iya Dina dan Jan, Dina memang selalu ada di pinggir lapangan karena dia manajer kami, tapi kenapa Jan bisa ada di sana juga? Ternyata dia memohon pada Pak Subandrio untuk ikut menemani di bench dan diijinkan kebetulan kami tidak punya tim medis, jadi dia berperan sebagai tim medis dadakan, akal - akalan saja.

Babak kedua keasyikan kami menguasai bola membuat kami terlalu lengah, hasilnya melalui serangan balik cepat tim lawan berhasil mencetak goal melalui tenandajngan jarak jauh dari luar kotsk penalti, goal yang membuat semangat kami mulai goyah. Yel yel suara suporter kami kini tak terdengar, dikalahkan yel suporter lawan yang mendapat dukungan dari suporter SMA, ya mereka malah ikut mendukung tim lawan selepas goal yang luar biasa tadi. Organisasi kami kacau, mulai salah passing, dan pergerakan pemain menjadi tidak fluid. Indra berulang kali terperangkap offside, sayap kami mati, kombinasi emas kami Anggo - Luhur mati kutu, hanya Sabda yang masih mampu berjuang sendiri, memang spesies langka. Akhirnya ketakutan yang ditunggu - tunggu terjadi, melalui perangkap offside yang gagal, striker tim lawan lolos dan berhasil mengecoh Bayu Aji untuk menyamakan kedudukan. Skor imbang 2-2, kami semakin hancur.

Pak Subandrio yang tadinya senyum - senyum duduk tenang, sekarang wajahnya memerah, beberapa kali ia melirik jam, dan beberapa kali hampir melempar botol air mineral saking kesalnya. Suasana dibenchpun tak kalah suram, semua tertunduk, kami bahkan tak pernah berlatih untuk menghadapi kemungkinan terakhir, adu penalti. Dina sedari tadi mondar mandir, tak jelas apa yang dilakukannya, tapi tak sengaja dia memohon agar Pak Subandrio untuk memasukkanku. Jan malah sedari tadi kebingungan, dia sibuk menggendong tas berisi perlengkapan medis, padahal tak ada yang cidera. Yel yel suporter lawan makin mengintimidasi, ditambah dukungan ekstra dari suporter tim SMA membuat pundak kami terasa berat.

Akhirnya sisa 15 menit, Pak Subandrio memasukkanku menggantikan Luhur, dan Saleh digantikan Bejo. Sejenak aku tak mengerti kenapa aku menggantikan Luhur dan bukan Indra ? Tapi semua terjawab saat Pak Subandrio mebisikkan sesuatu padaku bahwa aku bermain di belakang dua striker itu bukan gelandang bikan juga penyerang murni tapi sebagai penyerang lubang. Role baru buatku tapi memang salah satu role favoritku, role di mana pemain - pemain hebat bertahta di sana, yang paling fenomenal Totti dan pemain idola Dina, Del Piero.

Dengan masuknya Aku dan Bejo organisasi kami lebih stabil, terutama Bejo yang memang pekerja keras untuk selalu memenangkan bola. Sabda dan Indra pun bergerak bebas, kadang mereka bergantian menjadi target man ataupun decoy. 5 menit setelahnya aku mendapat sebuah peluang matang, crossing Indra ke Sabda berhasil dihalau bek lawan bola jatuh tepat di lingkaran luar kotak penalti, tempat di mana aku berada, bola kutendang dengan kaki luar mengarah ke kanan gawang, sensasi yang luar biasa saat melakukannya, memang Adidas Predator ini luar biasa. Bola melengkung menjauhi gawang namun beberapa saat berbelok ke arah gawang, kiper berusaha menjangkau namun tak sampai, namun sayang tendanganku menerpa sisi luar tiang gawang dan bola out. Terdengar teriakkan "ooooohhhh" panjang di seluruh stadion, dilanjutkan dengan tepuk tangan yang lebih riuh mereka mengapresiasi momen tadi. Kini yel yel kedua tim mulai tak dengar hanya riuh penonton, kami habis - habisan menyerang. Mereka punya dua peluang emas namun gagal. Tim kami juga banyak peluang namun kurang sabar.

Sampai satu momen aku berhasil menguasai bola, Indra dan Sabda berlari membelah dan memancing pemain bertahan lawan, aku memilik banyak celah, sejenak aku ingin mengumpan pada Sabda, tapi kulihat posisi kiper agak maju, kuputuskan untuk menendang bola melambung. Bola bergerak parabola, melesat lebih cepat dari perkiraanku, dan melengkug turun dengan cantik di atas kepala kiper yang seukuran SMP memang masih pendek. Aku sendiri tercekat, kakiku gemetaran setelahnya, lengkungannya sangat indah, bagai lengkungan pelangi setelah hujan dibulan Desember. Kupejamkan mata seakan tak percaya, hanya sorakan penonton yang terdengar, sampai akhirnya beberapa pasang badan menabrak dan menindihku hingga aku sulit bernafas.

Aku bangkit dan memandang ke arah bench, tak lupa kusingkap jersey ke atas, memperlihatkan tulisan di mansetku, sesuai janjiku padanya "For My Manager, Dina" yang kemudian tersenyum padaku. Tak lupa kulakukan gerakan mencium dan menunjuk - nunjuk wristband di tangan kananku kemudian mengarahkan ujung telunjukku ke arah Jan. Dia hanya tersenyum penuh arti. Tak lama peluit panjang dibunyikan, kami menang. Aku duduk bersimpuh, mengacung sembah ke atas bersyukur pada Hyang Widhi, Tuhan. Kupejamkan mata, terbayang wajah rekan setimku, pelatih, dsn dua orang spesial, Dina dan Jan. Kita masuk final.
 
wow.. mantap nih cerita.. ijin beli karcis ya gan.
 
wuih cerita baru nih dgn latar belakang pemain bola.
jarang cerita dgn pelaku utama seorang pemain bola. kebanyakan pemain basket. thx suhu dgn ceritanya yg menghibur. lanjutken
 
Semangat Leo........und jangan lupa kekepin tuh dua bidadarimu hahaha.......:jimat:...nice update hu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd