Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

Bimabet
THE LUCKY BASTARD – PART 2

--------------------------------------------

kamar-10.jpg

"Udah bangun? Kamu tidurnya lama amat..." aku melirik ke sebelah. Mbak Mayang dalam pakaian dalamnya tiduran di sebelahku, dalam selimut yang sama dan menempel manja di sisi badanku. Jam 3 malam, sepertinya aku tertidur sekitar 2 jam.

"Mbak..." aku memiringkan badanku dan memeluknya erat. Bibir kami kembali beradu dalam nafsu. Saling melumat, nafas memburu beradu, dan bisa kurasakan degup jantungnya yang kencang. Tanganku mulai menjelajah, pelan2 kuraba perutnya, dan merayap menuju buah dadanya. Aku meremasnya pelan.

"Mmmmm....." Mbak Mayang menimatinya. Mendadak ia memegang tanganku, menuntunku membuka BH nya. Sempat sedikit kesulitan pada awalnya, yang diiringi oleh tawa kecil Mbak Mayang, tapi akhirnya lepas juga.

Aku mulai merambah ke buah dada Mbak Mayang. Aku mengulum putingnya, dan kedua tanganku meremas pantatnya. Tangan Mbak Mayang memegang kepalaku, dan aku suka reaksi tubuhnya ketika kegelian, membuatku sering berpindah dari satu puting ke puting yang lainnya. Aku berhenti sebentar dari kegiatan mempermainkan kedua buah dadanya. Aku duduk sebentar, berusaha membuka atasanku, agar kami dapat lebih leluasa.

Mbak Mayang kembali menerkamku. Dia menciumku dengan penuh nafsu. Tak terhitung berapa menit kami habiskan hanya untuk sekedar berciuman. Aku dapat merasakan rasa laparnya, mungkin sudah lama dia tidak berhubungan dengan lelaki. Begitupun denganku, setelah setahun lebih tak pernah menyentuh perempuan, segala nafsu seksual yang terpendam ini sudah tak tertahan lagi. Jika dipikir-pikir, sungguh aneh dan absurd, kami berdua melakukan hubungan seks, kita baru saling mengenal bisa dihitung di bawah dua minggu, dan sebenarnya di kepalaku berkecamuk banyak pikiran, apakah dengan kejadian malam ini, ke depannya hubunganku dan dia berubah? Tak hanya sekedar tetangga? Tapi pemikiran seperti itu jelas kalah dengan nafsu. Otak kita semua kalah kalau diadu dengan nafsu.

Mbak Mayang mendadak menghentikan ciumannya, dan bergegas membuka celana dalamnya. Kami berpelukan lagi dan kemudian saling menatap lama.

"Mbak... Kita... Kok?" tanyaku pelan.
"Jangan dipikir dulu... Aku juga bingung.." jawabnya. "Jangan rusak dulu momen ini..." lanjutnya sambil tersenyum tipis dan mulai menciumiku lagi. Sambil berciuman, dia mulai meraba-raba penisku, memeriksa apakah sudah tegang kembali. Saat ia menemukan targetnya, dia mulai mengocoknya pelan. "Mau lagi?" tanyanya, yang sudah pasti menawarkan oral seks. aku hanya mengangguk lemah, dan dia pun mulai berpindah ke bawah, bersiap mengulum kembali penisku. Aku hanya terbaring lemah, ketika dia mulai menghisap kemaluanku. Mbak Mayang mengisapnya dengan penuh nafsu. Dia berbaring telungkup di antara kedua kakiku. Kedua tangannya bertumpu di pahaku, dan kepalanya aktif naik turun, memangsa penisku dengan ganas. Sesekali ia berhenti mengambil napas, tapi tetap tidak melepas penisku dari mulutnya.

"Mbak.." selaku
"Mmm?" jawabnya sambil tetap mengulum penisku dengan nafsu.
"Jangan gitu terus, nanti cepet keluar lagi..."
"hm hm.." dia tertawa tertahan.

Dan dia melepas penisku dari mulutnya. "Aku udah gak tahan..." tiba-tiba dia mengambil posisi Woman On Top, bersiap untuk duduk di atas penisku.

"Mbak... gak ada kondom..." aku mengingatkan.
"Kamu kalo udah mau keluar bilang.... nanti aku cabut..." Apa? Aku selama ini tidak pernah berhubungan seks dengan cara coitus interuptus. Selama ini aku dan mantan pacarku selalu menggunakan kondom. Aku khawatir sejenak, namun, apa daya, nafsu mengalahkan logika. Pelan-pelan penisku mulai masuk dalam vaginanya. "Aaahhh...." erang Mbak Mayang ketika penisku masuk dalam vaginanya. Dia mulai bergerak naik turun dengan pelan. Dia berusaha menyelesaikannya dengan lambat, dan aku juga berpikir, tidak akan mau orgasme sendirian, dia juga pasti sudah lama tidak merasakannya. Tangan kami berdua berpegangan, mata teduhnya menatapku dengan penuh nafsu, tatapan yang dari tadi juga aku arahkan ke kedua buah dadanya.

"Aaah.... Aaahhh." Mbak Mayang mengerang tanpa peduli. Tubuh indahnya menggelinjang di atas tubuhku. Aku tak kuasa ingin bermain dengan buah dadanya. Aku bangkit duduk, berusaha meraih buah dadanya dan meremasnya. "Bandel.." katanya nakal dengan napas tersengal-sengal. Aku dengan nakal membanting tubuhnya ke kasur, memeluk badannya. Posisi tubuh kami saling berhadapan, miring di kasur. Aku berganti agresif menyetubuhinya. Penisku dengan liar bergerak di dalam vaginanya. Kami berciuman dengan liarnya.

Aku berganti menciumi lehernya, menjelajahi setiap sudut yang bisa kujelajahi. Semua ini terasa seperti mimpi. Rasa hangat yang terasa di penisku menjalar ke semua syaraf otakku, mematikan semua pemikiran logis dan bayangan masa depan. Mendadak aku mengingat mantan pacarku... Dian... Ada satu cara yang selalu bisa membuatnya cepat orgasme. Aku mencabut penisku, dengan cepat bergerak ke arah vaginanya. "Jangan... Jangan dicabut dulu.. Aku bentar lagi..." Mbak Mayang tampak mengemis padaku.

Aku membuka kakinya lebar. Vagina yang dengan rambut yang dicukur rapih itu memandang balik ke arahku. Aku mulai menjilatinya, sambil memasukkan jariku ke dalam vaginanya. Aku menjilatinya dengan ganas, jariku kugerakkan dengan ganas juga. "ooohh... Ahhh... Ahhh. Ahhhhh.... Ahhhh...." Mbak Mayang dengan liar mengerang, tangannya memegangi kepalaku asal-asalan. "Gila... Ahhh..." aku tidak mempedulikan erangannya, aku hanya fokus menjilati bibir vaginanya. Aku menjilatinya cukup lama, sampai Mbak Mayang meracau tidak jelas.

"Aku... Mau... Ahhhh...." aku mulai merasakan tubuhnya menyentak pelan. Pertanda sebentar lagi akan orgasme. "Mmmmmmm.....hhhhh" mendadak tubuhnya menjadi kaku, diiringin erangan pelan yang penuh gairah "Aaahhhhhh........" setelah beberapa saat menggelinjang pelan, tubuhnya langsung lemas.

"Giliran saya..." lalu aku segera menusukkan penisku yang dari tadi berontak ingin segera beraksi.

"Ahh... Enak banget... Aku udah orgasme tadi... Udah... Geli...." berontaknya tapi tidak menolak seranganku. Posisi misionaris. Posisi dimana kita mengendalikan pasangan kita. Aku menggagahinya dengan penuh nafsu. Ekspresi Mbak Mayang sudah amburadul, dia pasti merasakan nikmat yang luar biasa. Aku terus berkonsentrasi agar tidak cepat orgasme, kumaju mundurkan pantatku dengan cepat dan teratur, merasakan semua dinding rahimnya yang hangat dan empuk.

"Jangan... Jangan di dalem..." mendadak ia berbisik seperti mengingatkanku. Lantas aku otomatis mencabut penisku, melangkahi badannya dan meyodorkan penisku ke mulutnya. Tanpa pikir panjang dia langsung menyambutnya, mengulumnya dengan penuh nafsu. Tangannya mengocoknya dengan penuh nafsu. Bibirnya menyedot-nyedot manja penisku, seakan ingin mengeluarkan seluruh esensi kelaki-lakianku dari sana.

"Ah... Mbak..." dia melepasnya dari mulutnya. Sperma panasku muncrat sejadi-jadinya di depan mukanya. Dia mengocok kembali penisku, mengeluarkan sperma yang tersisa di mulutnya. Dia terlihat sangat sexy dengan muka berlumuran sperma.

"Aduh... Aku jadi jorok nih.... Tapi aku puas banget..." ucapnya manja. Lagi-lagi ia kembali ke kamar mandi untuk membersihkan semua itu. Aku masih terduduk di kasur, menunggu ia keluar untuk ganti membersihkan diriku.

Mbak Mayang keluar dari kamar mandi, mengecup bibirku pelan, untuk kemudian masuk ke dalam selimut. Setelah aku bersih-bersih, yang ada hanya hening. Kami berdua berpelukan dan bergumul dalam selimut, mencoba tidur.

------------------------------------------

yolo-i10.jpg

"Kok bengong?" ganggu Anggia. "Mikir apa sih? Mikir jorok ya?" tanyanya.
"Mau tau aja" jawabku.

Aku menghela napas panjang dan menghisap rokokku. Kami menunggu Nica kembali dari kasir, membayar makanan yang telah kami makan. Kemudian setelah Nica kembali, kami berjalan ke arah mobil Anggia.

"Sekali kali pake mobil elo dong, masa mobil gw terus?" ganggu Anggia.
"Kan elo yang ngajak makan, ya pake mobil lu lah" jawabku cuek. Di kepalaku masih terngiang kejadian weekend kemarin. Hubungan seks aku dengan Mbak Mayang pada pagi dini hari itu tak bisa kulupakan. Detail-detailnya terpatri jelas di kepalaku seperti film porno yang berulang-ulang tayang di kepalaku.

Aku masih ingat bagaimana siang itu aku terbangun, jam 12 siang. Sabtu siang, aku masih lemas, kengantukan karena kegiatan yang kami lakukan tadi malam. aku melirik di sampingku, Mbak Mayang masih terkulai telanjang, siluet tubuhnya terlihat indah sekali. Aku yang bingung, hanya beranjak ke kamar mandi, mencoba untuk mandi dan bersiap-siap. Entah bersiap-siap untuk apa.

Setelah mandi, aku mencoba menyalakam komputer kembali, memeriksa pekerjaan yang tertunda semalam. Tak berapa lama, Mbak Mayang bangun.

"Hei... Aku nebeng mandi di sini yaaa.." sapanya, seperti tidak ada kejadian apa-apa malam tadi.
"Iya Mbak" jawabku singkat. Menunggu dia keluar mandi terasa seperti seabad, kepalaku berkecamuk, bagaimana menghadapi Mbak Mayang setelah hubungan seksual semalam?

Mbak Mayang pun selesai mandi, hanya dalam pakaian dalam saja, pelan-pelan berjalan menuju depan TV, mengambil bajunya semalam dan memakainya kembali. "Kamu laper?" tanyanya. Aku hanya mengangguk pelan. Mendadak dia pergi ke apartemennya dan kembali membawa makanan untuk makan siang. Kami berdua makan dalam hening, dan membereskan meja makan dalam hening.

"Mbak.... Soal semalem..." aku membuka pembicaraan. Dia hanya tersenyum pelan.
"Jangan terlalu dipikir... Aku butuh temen.... Mungkin aku suka ditemenin kamu yang gak terlalu banyak ngomong kalau sendirian, pikiranku udah terlalu berisik ganggu aku soalnya...." dia mendekatiku dan memegang pipiku. "Jangan terlalu dipikirin ok?" entah apa yang kupikirkan saat ini. Apa dia takut untuk berhubungan dengan orang baru? Sama sepertiku?

Terlepas dari itu semua, tampaknya aku butuh untuk menyimpan beberapa kondom di apartemen. Karena pada weekend itu, hubungan seks tak hanya terjadi sekali. Hubungan itu dua kali lagi terjadi. Pada malam hari, di sofa depan tv, dan juga pada minggu sore di kamar tidur sebelum dia menjemput anaknya. Terbayang tubuh telanjang Mbak Mayang yang menggelinjang di pangkuanku. Betapa dia sangat menyukai oral seks. Dia sangat menikmati mengulum kemaluanku, dan betapa dia sama sekali tidak berkeberatan menelan sperma atau mukanya berlumur sperma. Aku jadi teringat Dian, mantan pacarku yang sempat marah kepadaku, karena aku tak sengaja keluar di mulutnya.

Bayangan wajah Mbak Mayang yang sedang melakukan oral seks begitu lekat di kepalaku. Bagaikan adegan dalam film porno yang berputar berulang-ulang dengan jelasnya.

"Woi. Udah sampe. Ngelamun aja..." sentak Anggia.
"Kampret" jawabku pelan.
"Kasar ih kamu ama akuuuuu" Anggia pura-pura manja.
"Jijay" dan aku langsung turun dari mobilnya, masuk ke kantor. Sekilas kulihat muka nyengir Nica melihat kami berdua.

"Eh elo.. Tar masuk ruangan rapat ya?" Mas Akbar menegurku yang masuk ke kantor. "Siap Mas.." jawabku.

------------------------------------------

desain10.jpg

"Tiga hari? Gw kirain sehari doang mas ke Singapurnya... Tiga hari bareng dia kering dong gw jadi mayat..." ledek Anggia.

"Kalian ini kayak bocah aja..." timpal Mas Akbar. Mas Akbar adalah suami Mbak Vania, pimpinan perusahaan ini. Tampangnya dengan Mbak Vania seperti saudara kembar, sama-sama pendek dan gempal. Aku akan ke Singapura tiga minggu lagi bersama Anggia. Aku senang bersama dengannya, sebenarnya, dia seperti teman laki-laki bagiku, yang konyol dan kasar.

"Jangan suruh nemenin jalan-jalan ya entar" ledekku balas. Anggia hanya melengos sambil mengeluarkan lidahnya dengan maksud meledekku. Aku hanya garuk kepala dan bangkit berjalan ke ruanganku.

"Enak ya Mas jalan jalan..." celetuk Nica saat aku masuk ke ruangan kembali.
"Kalo gak kerja sih enak, ini kan kerja" senyumku.
"Ngapain aja Mas ntar?" Nica beranjak ke mejaku, duduk di kursi depan mejaku. T-shirt print berwarna putih, rok lebar dan converse belel, pakaian yang membungkusnya hari ini.

"Ah... Hari pertama workshop ama owner, ketemu sama arsitek dan orang-orang lainnya, hari kedua setelah dapet kesimpulan dari workshop, kita rapat buat matengin konsep garis besarnya... Hari ketiga baru pulang pagi dari sana" jawabku, sambil mencoba memainkan lagu dari laptopku.

"Enak ya... Udah dikirim rapat-rapat di luar negeri" Nica memainkan kubus rubik yang ada di mejaku. Dan musik mulai mengalun..

Stay in the shadows
Cheer at the gallows
This is a round up


This is a low flying panic attack
Sing a song on the jukebox that goes


Burn the witch
Burn the witch
We know where you live


"Lho.. Mas suka Radiohead juga?!?!" Nica kaget setengah berteriak.

"Iya..." jawabku kaget.
"Aku juga suka banget...." lalu dia menyenandungkan lagu itu dan beranjak ke mejanya lagi. Oh well... Masih sangat polos sekali dia, tampak sangat menikmati hidupnya. Seperti tanpa beban, dan kubayangkan pasti bahagia menjadi dirinya. Aku menghela napas panjang, lalu mulai mem-brief teamku untuk mempersiapkan materi untuk dibawa ke Singapura tiga minggu lagi.

------------------------------------------

kamar-10.jpg

"Saya bakal ke Singapura minggu depan..." bisikku ke Mbak Mayang
"Oh ya? Oleh-oleh dong..." balasnya berbisik juga.
"Mau apa Mbak?"
"Apa aja boleh, terserah kamu...." dan kami berciuman kembali.

Baru setelah dua minggu setelah kejadian pertama, kami dapat kesempatan lagi untuk berhubungan seks. Malam itu Rendy kembali tidak pulang. Mbak Mayang tidur menyamping membelakangiku, dan aku memeluknya dari belakang. Aku memasukkan penisku yang sudah diproteksi dengan kondom ke vagina Mbak Mayang dari belakang. "Ahhh...." Mbak Mayang mengerang keenakan. Aku terus menggagahinya sambil meraba-raba buah dadanya yang lembut dari belakang. Kali ini kami melakukannya di apartemen Mbak Mayang. Anaknya, kembali sedang berada bersama ayahnya. Ada satu kesepakatan yang tak tertulis di antara kami, jika Rendy dan anaknya tidak ada, maka kami bisa melakukannya. Dan percakapan yang mendalam kini hadir di sela-sela kegiatan seks kami. Akhirnya dia mengetahui ceritaku bersama Dian, di satu sisi aku jadi mengerti, kenapa dia tampak seperti tidak memiliki pekerjaan. Karena memang tidak. Sudah selama lima tahun ia menjadi ibu rumah tangga, lantas kini terpaksa sendiri. Tapi aku belum dan tidak ingin bertanya darimana datangnya uang untuk menyekolahkan anak dan biaya hidup di apartemen seperti ini.

Setelah bergumul di atas ranjang dan Mbak Mayang mencapai titik orgasmenya, tiba saat puncaknya bagiku. Aku duduk di ranjang, dan Mbak Mayang duduk bersimpuh di bawah, sambil mengulum pelan penisku. Aku selalu suka setiap dia melakukan oral seks. Dia sangat passionate melakukannya. Matanya terpejam, seperti menghayati setiap kuluman dan isapan. Tangannya mengocok pelan penisku, senada dengan iramanya mengulum. Herannya, dia seperti tidak pernah capek mengulum penisku. Dia seperti rela mengulumnya selamanya, dan terlihat seperti benar-benar menikmatinya. Mungkin memang ada perempuan yang senang mengulum penis lelaki seperti dirinya. "Mbak..." aku memperingatkannya, karena sepertinya aku akan mencapai klimaks. Dia lalu mengeluarkan penisku, mengocoknya dengan penuh passion, menumpahkannya di sela-sela buah dadanya. Dan sambil sperma mengalir di tubuhnya, dia menjilati bersih penisku, memberikan sensasi geli yang luar biasa. Hanya akal sehat yang membuatku tidak berniat mengabadikan ini semua. Aku belum pernah terpuaskan dengan cara seperti ini.

Sementara menunggu dia mandi, aku berbaring malas di kasur, dengan kepalaku penuh terisi memori buruk. Entah mengapa semua memoriku dengan Dian terasa pahit, bahkan mengingat liburan ke Singapura bareng 6 bulan sebelum kami putus pun rasanya sangat sesak, mengingat minggu depan aku akan pergi ke sana. Kami sudah berpacaran lebih dari 5 tahun. Waktu itu aku baru memulai karier, dan sebuah perkenalan yang manis dengan Dian merubah segalanya. Bisa dibilang aku cukup beruntung bertemu dengannya setelah dia selesai co-ass dan PTT. Sekarang pasti dia masih menjalani pendidikan spesialisnya atau baru jadi dokter spesialis. Ya, Dian adalah seorang dokter. Kami berkenalan, lewat sepupunya Dian yang teman kuliahku, secara tidak sengaja. Aku dulu masih ceria dan masih kuingat betapa menggebu-gebunya aku mengejar-ngejar dia.

Sudahlah.... Aku hanya bisa menghela napas, lalu berusaha memejamkan mataku. Aku terbangun dan menemukan Mbak Mayang tiduran di sebelahku sambil memainkan handphonenya. Aku secara otomatis mengambil handphoneku juga dan mulai membuka pesan-pesan yang masuk. Tidak ada yang penting. Sebenarnya aku agak kangen dengan kondisi di mana Dian selalu mencerewetiku. Tapi.. semuanya terasa sangat menyakitkan sekarang, bahkan setelah satu tahun berlalu pun, semuanya masi menyakitkan.

"Kamu ntar ke Singapur sendiri?" tanya Mbak Mayang tiba-tiba.
"Enggak, berdua Mbak..." Jawabku.
"Sama siapa? Temen Kantor?"
"Iya"
"Cewek apa Cowok?"
"Cewek?"
"Cakep gak?"
"Relatif"
"Relatif apanya? Liat dong, punya fotonya gak?" Aku dengan enggan memperlihatkan akun sosial media Anggia ke Mbak Mayang. "Ih cakep... Kayak model" serunya. "Kamu ada temen kantor kayak gini kenapa gak kamu pacarin?" tanyanya jahil.

"Males Mbak" jawabku masa bodo.
"Kok males sih? Ih gemes cakep banget anaknya" Mbak Mayang usil melihat foto-foto Anggia di media sosialnya. Memang, Anggia cantik, dan muka judesnya membuat kadang ia disangka model oleh orang lain. Aku hanya menghela napas melihat keusilan Mbak Mayang.

------------------------------------------

54168810.jpg

"Kok lama amat sih? Kan janjinya ketemu di sini jam 6 pagi, sekarang udah setengah 7" marahku ke Anggia.
"Kan gue harus dandan dulu, bego. Lagian gak ditinggal pesawat juga kan" jawabnya.
"Gw gak suka ngantri" balasku.
"Bodo" sinisnya. Dan kami berdua lalu mengantri untuk mendapatkan Boarding Pass.

Bandara pagi itu cukup ramai, walaupun bukan musim liburan. Sambil mengantri, kuperhatikan beberapa pasang mata lelaki melirik ke arah Anggia. Kulit putih, badannya yang langsing serta tinggi memang menarik hati lelaki pada umumnya. "Sok gaya banget sih pake celana kayak gitu" seperti biasa aku meledeknya.

"Sirik aja lo" jawabnya sambil mengikat rambutnya. Dia mengenakan high heels yang cukup tinggi, celana jeans yang bolong-bolong di lututnya, dan tank-top hitam yang dibalut blazer ringan warna krem, disertai koper yang cukup besar.

"Ini lagi ke Singapur doang bawaan kayak mau mudik".

Dia menjawab dengan sinis "Kan gue harus gaya tiap hari... Emangnya elo, celana gak diganti sebulan" balasnya. Aku hanya geleng-geleng kepala, sambil senyum tipis melihat kopernya yang besar itu.

Perjalanan Jakarta - Singapura yang cuma sebentar itu bagiku terasa membosankan. Terakhir kali aku naik pesawat adalah ketika aku liburan ke Singapura dengan Dian, setahun setengah yang lalu. Pada saat itu kami menginap di apartemen kakaknya yang memang menetap di sana. Perjalanan yang menyenangkan, terutama momen-momen romantis jalan-jalan malam, dan semua kegiatan seks yang kami lakukan di sana. Pada masa itu aku merasa dunia milik kami berdua, tidak ada apapun yang akan menggagalkan pernikahan kami. Tapi kejadian gila itu membuat aku mendadak bergidik. Selingkuh. Apa salahku? Aku memang tidak meminta penjelasan. Aku cukup shock ketika berhasil membuka akun email Dian. Semua percakapan dan foto-foto yang di kirim ke pria itu. Ternyata aku tidak spesial, hanya itu saja yang aku tahu setelah mengetahui kejadian itu.

------------------------------------------

days_h10.jpg

Rapat hari ini terasa tidak spesial. Tidak ada bedanya dengan rapat-rapat dan workshop lainnya. Aku bosan menghabiskan hari-hari seperti ini. Kami berdua menunggu taksi yang akan membawa kami ke hotel.

"Minum yuk ntar malem" ajak Anggia.
"Males... lu aja" jawabku.
"Duh, ama siapa gue, masa sendiri? Ayo dooong..." rajuknya.
"Gak mau, mau tidur" lanjutku.
"Pantesan gak punya pacar. Jadi garing gini lo sekarang" aku tak menjawabnya lagi, hanya fokus melihat moncong taksi yang datang.

Di dalam taksi, Anggia lagi-lagi merajuk "Ayolaah.....".
"Udah dibilang gak mau, gw mau tidur, capek banget seharian rapat...".
"Ya udah" aku melihat ke arahnya.

Tampangnya merengut persis seperti anak kecil yang merengek pada orang tuanya. Sesampainya di hotel, kami menempati kamar yang bersebelahan. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam waktu Singapura. Saat yang tepat untuk mandi dan bersantai sebelum besok disibukkan lagi dengan rapat hari ke-dua. Aku agak kasihan dengan Anggia sebenarnya, tidak ada teman untuk minum. Tapi masa bodo, lagi-lagi kupikir, dia sudah besar, dan gak mungkin hilang di tengah keramaian Singapura.

Setelah mandi, aku berbaring, memejamkan mataku, dan semua memoriku akan Dian terlintas di kepalaku. Sungguh bodoh waktu itu aku sangat berharap banyak kepada hubungan itu. Andai saja aku tahu perselingkuhannya sejak lama, pasti aku tidak akan terjebak pada perasaan sekosong ini sekarang. Pelan-pelan aku mulai masuk ke dalam tidur. Tapi, mendadak handphoneku berbunyi.

"Halo" dari Anggia. Aku dengan malas mengangkatnya.
"Apaan" tanyaku.
"Bantuin dong di lobby, berat nih" lalu telepon terputus. Apa yang berat? Beli apa dia? Aku beranjak memakai celana panjang dan turun ke bawah. Dan.. Astaga.

"Ngapain beli bir sebanyak ini?" tanyaku. Dua kantong plastik besar yang berisi berkaleng-kaleng bir parkir di samping Anggia.
"Kalo lo ga mau minum di luar, gw bawa bar nya ke kamar elu" katanya galak. Aku cuma geleng-geleng kepala, dan dengan terpaksa menerima ajakannya untuk minum di kamarku.

Aku bersusah payah membawa kaleng-kaleng itu ke kamarku. "Tadi kok lu bisa ngangkatnya pas beli?" tanyaku.
"Gak tau. Pas sampe lobby abis tenaga gue" jawab Anggia. Begitu masuk ke kamarku, Anggia langsung melempar dirinya ke kasur. Aku meletakkan kaleng-kaleng itu di meja kamar. "Lumayan kan?" katanya bangga.

"Lumayan apaan. Bir doang mah cuma bikin ngantuk" Aku menjawab sambil duduk di kursi.
"Tadi lo udah tidur?"
"Iya" jawabku.
"Buset.. cupu amat jam segini udah tidur" ledeknya.
"Bodo". Aku mengambil kaleng pertama dan meminumnya.

"Gw masih inget yang lo ijin ke kantor mau maen ke Singapur seminggu ama si Dian" tiba-tiba Anggia membahas isu yang sensitif.

"Gak usah dibahas" jawabku sambil mengisi perutku dengan bir.
"Kalo gak dibahas kapan bisa lupanya sih" balasnya ketus. Dia bangkit dan mengambil satu kaleng bir juga, dan kembali duduk di kasur.
"Jangan di atas kasur dong.. kalo tumpah gimana" aku memperingatkannya.
"Emangnya gue bocah, minum aja tumpah-tumpah..."
"Jadi, gimana kabar lo sekarang? Masih surem keliatannya" selidik Anggia.

"Ya gini lah..." jawabku.
"Lu beda banget sekarang, diem terus"
"Abis mau apa?"
"Gak pernah main lagi ama gue dan anak-anak"
"Gunanya apa buat gue?"
"Ya jangan ngurung diri di rumah lo terus lah"
"Apartemen"
"Sama aja"
"Beda"
"Udah lah... udah setaun. Gue tau lu kesel ama Dian. Tapi gak sampe gitu juga, kenalan lah ama cewek, cari pacar. Nica tuh embat, masih bego-bego gitu, ga bakal selingkuh kayaknya"
"Gw juga mikir gitu dulu ama Dian"

Dan mendadak kami berdua diam. Anggia menghela nafas. "Lo gak kasian ama diri lo emang? Kesepian terus, surem terus, berani taruhan itu onderdil lo udah lama gak lo pake" nada bicara Anggia makin meninggi. Mungkin pengaruh dari beberapa kaleng bir yang sudah dia habiskan, atau dia memang gemas dengan kondisiku.

"Siapa bilang" bentakku balik.
"Gue yang bilang" balasnya. "Gw tau lo bukan tipe orang yang suka pijet atau merek. Udah pasti ga dipake lah" lanjutnya.

"Lo gak tau aja" balasku emosi.
"Abis sama siapa? Rendy?" Tanyanya balik.
"Ya bukan lah..." Jawabku.
"Jadi lo udah punya pacar? Ga bilang-bilang gue?" tampaknya Anggia makin penasaran, pose duduknya jadi tegak. Aku menghabiskan kaleng yang di tanganku.

"Bukan pacar"
"Hah?"
"Bukan pacar Nggi"
"Siapa?"
"Tetangga gw..."
"Sumpe lo...."
"Iya"
"Cerita"

Aku menghela napas panjang. "Jadi... sebulan lalu ada tetangga baru, cewek, lebih tepatnya janda sih, anak satu, terus...."

"HAH! Ama janda?!?!" Anggia kaget.
"Diem dulu kenapa sih..." aku kesal karena dia memotong ceritaku. Setelah dia tampak tenang, kulanjutkan ceritaku. Entah mengapa karena kesal, aku berusaha bercerita sedetail mungkin. Mulai dari pertama kali kami bertemu, lalu bagaimana kami mulai berhubungan seks. Agar dia tidak banyak bertanya, aku menceritakan detail, mulai dari kegemaran Mbak Mayang dengan oral seks, posisi favorit kami berhubungan, bagaimana setiap adegan cumshot di muka, mulut, dan badannya, dan tak ketinggalan cerita detail tiap adegan seks yang kami lakukan. Anggia hanya terdiam dengan muka kaget, menatapku cukup dalam.

"Gila" katanya.
"Ya kan, udah gw bilang"
"Bukan itu"
"Maksudnya?"

"Gw sange" Anggia menggigit bibir bawahnya. "Cerita lu bikin gw sange" lanjut Anggia. Gantian aku yang kaget. "Duh...." lanjut Anggia. Napas Anggia mendadak berubah. Mendadak dia berdiri di hadapanku. Entah setan apa yang membisikinya. Dia membuka blazernya, melemparkannya ke lantai, lalu membuka celananya di hadapanku. Aku hanya bisa melongo, dan dengan bodohnya tidak berusaha menghentikannya. Terakhir dia membuka tank top nya. Tubuhnya putih, halus, tanpa cela sedikitpun. Buah dadanya firm, dengan ukuran yang proporsional, tubuhnya hanya dibalut oleh satu stel pakaian dalam berwarna hitam, sangat kontras dengan kulitnya yang pucat. Aku menelan ludah.

"Tanggung jawab udah bikin gw sange. Lo mesti pake gw." dan Anggia pun langsung masuk ke pangkuanku, meraih dan mencium bibirku.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Dan foto ilustrasi anggia kembali menyala terang di ingatan saya. Cerita ini udah berapa tahun yang lalu ya post di sini suhu RB ?
 
Yes, one great writers here is back.....again
 
Udah baca cerita ini dari awal sampai tamat....bahkan sampe 2 kali, ini yang ketiga ....dan gue masih ingin membacanya. Bener bener jjooosh suhu satu ini




Lancruutlan Om RB
 
Semoga story tentang Anggia nya ditambah porsi nya..
Nice suhu RB..
Kalo yg "hantaman" nasib nya gimana hu??
 
Horee... Diupload ulang... Supaya pembaca baru juga bisa nikmatin cerita amyra lebih mantap lagi... Nice move om @racebannon terus berkarya...
 
Permisi.. ceritanya keren huu.. kaya pernah baca dulu huu..
 
Bimabet
Hhhuuuaaaaaaa...akang rb is back..!!hatur nuhun uda mau ngembaliin cerita ini..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd