Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (UPDATE!!) REMAKE FAFA: THE ROAD OF CORRUPTION (NO SARA)

Siapa Cewek Yang Suhu Imajinasikan Sebagai Fafa


  • Total voters
    623
Bimabet
CHAPTER 17: (FAFA) IT’S COMPLICATED Part 1


OsSspd4.png


Aku terbangun sekitar jam 8 malam, ku renggangkan otot - otot ku sambil mengucek - ngucek mata. Kang Enday sudah tak ada lagi di samping ku. Aku lalu bangun dari kasur ku untuk mengambil minum di atas meja rias ku, dan mata ku tertuju kepada secarik kertas yang di lipat.


Setelah melepaskan dahaguku, aku lalu duduk di depan meja rias ku dan mengambil kertas tersebut.

“Maaf ya Fa saya pulang dulu ya, tadi kamu pules banget saya jadi gak sampai hati buat ngebanguninnya. Sebenernya pengen banget terus tidur sambil ngeliatin muka cantik kamu, tapi takut orang - orang rumah kamu keburu pulang. Kalau ada apa - apa telfon atau whatsapp aja ya Fa, Enday”

Aku tersenyum membaca isi surat tersebut, kemudian melipat nya dan menaruh kertas tersebut di dalam kotak tempat ku menyimpan perhiasan ku. Mata ku lalu tertuju pada cermin meja riasku, di mana aku bisa melihat kalau saat ini tubuh ku masih telanjang bulat.

Aku kemudian tersadar kalau disekitaran dada ku terdapat tanda berwarna merah hasil cupangan kang Enday. Ku raba - raba tanda merah tersebut lembut dan teringat kembali rasa cupangan kang Enday tadi sore.

Tangan ku kemudian meraba payu dara ku lembut, tubuh ku saat ini bau kang Enday. Wangi parfumnya menempel ke tubuh ku. Aku teringat bagaimana lidah kang enday memilin - milin puting ku tadi, ku lingkari aerola ku dengan ujung - ujung jari ku mencoba membuat tubuh ku ikut mengingat sensasi jilatan kang Enday tadi sore.

Lama - lama birahiku kembali naik, tangan kiriku kemudian turun ke selangkangan ku dan meraba - raba vagina ku yang ditumbuhi rambut yang lebat. Mungkin sudah saat nya aku mencukur bulu - bulu pubisku.

Aku kemudian membelah bibir vagina ku dengan jari tengah ku dan mulai menggesek - gesekn ya.

“Mmhphhff….” mata ku terus tertuju ke arah cermin, entah mengapa saat ini aku merasa seksi sekali.

Bunyi dering telfon membuatku menghentikan kegiatan ku, dengan agak kesal ku ambil HP ku, ternyata telfon dari kak Reza. Seketika itu juga hati nurani ku berteriak, mengingatkan ku akan apa yang telah ku lakukan. Untuk kedua kalinya aku telah berselingkuh, berhubungan dengan seorang lelaki lain tanpa sepengetahuan kak Reza.

Namun entah mengapa tak ada rasa bersalah sama sekali dalam hati ku, yang ada saat ini aku merasa kesal dan merasa terganggu dengan telfon tersebut. Persasan yang seharusnya tidak aku rasakan. Sebenrnya aku ingin tidak mengangkat telfon tersebut, tapi aku juga takut kalau aku tidak mengangkat telfon tersebut malah membuat permasalahan baru.

“Iya kak?” aku akhirnya memutuskan mengangkat telfon tersebut.

“Sayang lagi apa?” suara cempreng kak Reza terdengar di ujung telfon.

“Baru banguunnnn” jawab ku dengan nada seperti anak kecil.

“Ih dasar kebo, udah mandi belum?” tanya kak Reza.

“Udah tadii sepulang dari rumah kaka”

“Jadi seharian tadi kamu tidur?”

“Iyaaaa, pulang pulang ngantuk” jawab ku berbohong, namun sama sekali aku tidak merasa bersalah telah berbohong kepada kak Reza saat ini, tidak seperti biasanya.

“Aduh kecapean yaa hahaha” entah mengapa suara cempreng kak Reza saat ini terdengar sangat mengganggu di telingaku.

“Iya” jawab ku singkat.

“Hmm Fa besok kayaknya ga jadi, lain kali aja. Susah banget ternyata nyari tukang pijet” ujar kak Reza.

Senyum lebar langsung menghiasi wajah ku mendengar berita tersebut.

“Oh.. ya udah kak Ga apa - apa” aku bersyukur besok tak harus melakukan hal aneh itu lagi.

“Besok kamu ke mana Fa?” tanya kak Reza.

Tiba - tiba sebuah pesan whatsapp masuk dan aku segera membukanya.

“Gak kemana - mana kak” jawab ku sedikit tidak fokus sambil membaca pesan whatsapp tersebut yang ternyata dari kang Enday.

“Fa, kamu udah bangun?” bunyi pesan tersebut.

“Udaaaaaaaaah” balas ku sambil menyertakan emoji orang mengantuk.

“Hmm.. temen saya ngajakin pergi, cuman dia bawa pacarnya. Saya gak enak nolak ajakan dia sih, tapi males juga kalo jadi kambing conge. Kalo misalkan saya ajak kamu mau gak Fa?” bunyi pesan tersebut.

“I miss you Fa, aku udah kangen lagi sama kamu” ujar kak Reza tiba - tiba.

Mendengar itu hati ku langsung dipenuhi oleh perasaan bersalah. Apa sih yang aku pikirkan? Aku sudah mempunyai pacar yang sayang banget sama aku, kenapa aku senang telah berselingkuh untuk ke dua kalinya? Padahal kak Reza sudah dengan sangat dewasa memaafkan perselingkuhanku sebelumnya, kenapa aku malah melakukannya lagi.


Aku langsung menutup jendela percakapan whatsaap tersebut.

“I miss you too kak” jawab ku tersenyum, aku segera membuang jauh - jauh bayangan kang Enday dari kepala ku.

“Lagi pake baju apa Fa?” tanya kak Reza.

“Kenapa gituu? Tanya ku heran dengan pertanyaan itu.

“Yaa aku kangenn banget sama kamu sekarang, jadi biar bisa bayangin kamu aja kalo tau kamu pake baju apa” jawab kak Reza.

“Hmm lagi ga pake apa -apa” balas ku pelan.

“Hah serius? Mau liat dongg.. Video call yuk” lanjut kak Reza. Terdengar suara berisik di belakang kak Reza menandakan dia masih di warnet.

“Ih mesum, gak mauu ah kaka masih di warnet kan? Ntar ada yang lihat” aku menolak.

“Please dong Fa, aku mau liat” kak Reza merengek.

“Gak maoooooo!!! Salah sendiri di warnet, kalo di rumah sih aku mau mau aja haha” ledek ku.

“Ah peliiittt! Please dong Fa, aku jadi sange nih”

“Ih kaka, kalo ada yang denger kaka ngomong gitu gimana?”

“Biarinnn, biar tau kita semesra apa hehe” balas kak Reza.

“Ih dasar, gak mau ah ntar ada yang lihat”

Kak Reza terdiam sebentar, aku mendengar suara hembusan menandakan kak Reza sedang merokok.

“Kaka lagi ngerokok ya?”

“Eh.. iya Fa hehe.. Sebatang doang kok”

“Loh katanya mau berhenti ih, kaka mah janji mulu mau berhenti tapi gak jadi - jadi” aku mendengus kesal.


“Iyaa, ini udah engga kok”

“Omongan kaka susah dipegang gimana aku bisa percaya sama kaka” tiba - tiba aku merasa kesal kepada kak Reza.

“Jangan marah atuh.. Iyaa nih gak ngerokok lagi” jawab kak Reza seperti anak kecil.

“Huh dasar, kaka istirahat atuh ntar jangan malem - malem pulangnya”

“Iyaa ntar lagi pulang kok, tapi abis itu video call yaa”

“Ih kamu mah nurut kalo ada mau nya aja”

“Tanggung Fa billign nya belom abis”

Aku kemudian membuka aplikasi kamera dan mengambil sebuah selfie dan mengirimkanya kepada kak Reza.

“Cek whatsapp kak”

Kak Reza terdiam sebentar terdengar suara jari - jari mengetuk layar hp nya yang sedang membuka pesan whatsapp ku.

“Aduuhhh.. Kamu mancing banget sih, sengaja ya”

“Tuh kalo kamu di rumah kamu bisa puas video call sambil ngelihat aku kayak gitu”

“Yah Fafa, tega”

“Hahaha bodooo…” aku tersenyum lebar.

Sebenarnya seharian ini aku merasa takut, takut kalau hubungan ku dan kak Reza tidak bisa kembali seperti biasa karena perselingkuhan ku dengan Bobby dan sesi pijat bersama kang Enday tadi siang. Namun melihat kak Reza yang sepertinya tidak lagi mempermasalahkan dosa ku dan masih bersikap biasa saja kepada ku padahal telah melihat ku disentuh oleh kang Enday membuat ku percaya kalau hubungan aku dan kak Reza akan baik - baik saja.
Saat ini juga aku segera memutuskan untuk memutus hubungan ku dengan kang Enday, walau aku harus berbohong kepada kak Reza soal apa yang terjadi antara aku dan kang Enday tadi sore. Asalkan hubungan ku dan kak Reza bisa terus lanjut dan langgeng.


“Huh ya udah deh. Ngomong - ngomong Fa aku mau minta sesuatu boleh?” tanya kak Reza dengan nada serius.

“Kurang selfienya hahah” ledek ku kepada kak Reza.

“Hmm bukan itu” aku mulai sadar nada bicara kak Reza berubah, membuatku agak sedikit takut. Rasa parno menjalar ditubuhku, apa kak Reza tau soal kejadian tadi sore? Gak ah gak mungkin, aku segera mencoba menenangkan diriku yang tiba - tiba menjadi tegang.


“Fa misalkan, aku pamerin kamu ke orang boleh ga?” tanya kak Reza.

“Hah Pamerin? Maksud kakak kenalin?” tanya ku bingung.

“Bukaaan, bukan itu ya pamerin… hmmm misalnya selfie kamu barusan aku kasih liat orang lain gitu” tanya kak Reza.

“HAAAAAAH!!! IH gila ya kaka! Engga ah ga mau nanti kalau ke sebar gimana” protes ku

“Ih engga bakal kesebar tenang aja, aku kasih liat dari hp aku aja Fa” tanya kak Reza.

“Ih buat apa sih kak kayak gitu?” tanya ku heran.

“Bedanya apa coba Fa, sama foto kamu yang kita posting di forum buat nyari tukang pijet” tanya kak Reza.

“Ih ya beda atuh kak, kan yang d forum itu gak ada muka aku” kata ku kesal.

Kak Reza terdiam sebentar.

“Emang buat apa sih kak, kaka kayak gitu?” tanya ku heran.

“Hmm..sebenernya aku tuh tadi pas di warnet ngeliat ada orang yang ngebuka thread kita Fa”

“Haaaah? Ada yang liat?” aku langsung merasa malu.

“Iyaa”

“Siapa kak?” aku mendadak menjadi penasaran.

“Jadi tadi si aconk lagi ngebuka thread di sana, terus yang lain jadi ikut - ikutan ngeliat gitu”

“Hah siapa aja?” aku mencoba mengingat - ngingat siapa saja pengunjung reguler warnet tersebut.


“Ya anak- anak warnet, tadi ada Om Feri sama temen2 nya Aconk ada itonk juga” ujar kak Reza.

Wajah ku langsung memerah mendengarkan itu, orang - orang yang ku kenal telah melihat tubuh telanjang ku.

Belum sempat aku merespon kak Reza sudah kembali berbicara,

“Aku waktu ngedenger mereka komentar soal body kamu, bikin aku sange parah Fa. Gimana ya jelasinnya, aku tuh bangga juga kesel gitu. Kesel karena mereka komentarnya ngelecehin kamu gitu tapi bangga juga karena aku tau mereka tuh cuman bisa ngeliat sama bayangin kamu aja. Sama kayak komen - komen di forum tadi cuman sekarang aku ngedenger langsung dari orang - orang yang aku kenal” lanjut kak Reza.


Aku yang awalnya inging protes mendengar itu jadi terdiam, aku teringat bagaimana komentar2 cabul dari para orang - orang di forum tempat aku dan kak Reza memasang iklan mencari tukang pijat tadi siang. Banyak sekali komentar - komentar nakal dan tak senonoh mereka yang ditujukan kepada ku. Aku lalu membayangkan kalau Om Feri, Aconk, dan itonk yang mengucapkan kata2 itu kepada ku. Rasa penasarn ku semakin besar, aku ingin tahu apa yang mereka katakan saat itu.

“Emang mereka ngomong apa kak?” tanya ku.

“Ya gitu si Aconk bilang toket nya perfect banget, dia pengen ngemutin itu toket semaleman. Si itonk terus impala, katanya itu memeknya mau pasti wangi mau dia jilatin sampe kluar”

“Astaga.. Pada mesum ya mereka, Emang mereka gak pernah liat cewek telanjang apa?”
Aku tertawa kecil sambil geleng - geleng kepala.

“Yah Fa, Aconk sama itonk mah kalo dapet cewek juga gak bakal dapet cewek se-sempurna kamu. Paling dapet nya yang cabe - cabean alay gitu” ujar kak Reza dengan nada mengejek.

“Hush… jahat ih kaka ngomongya. Gak boleh gitu!” aku menahan tawa ku mendengar ucapan kak Reza.

“Hahah ya tapi kan emang bener. Mereka ngiranya kamu model Fa gara - gara badan kamu bagus banget. Pengen gitu bilang ke merka kalo itu tuh kita” ujar kak Reza.

“Ih ya jangan atuh!!” protes ku langsung.

“Ya engga atuh sayang, aku juga mikir ngasih liat ke mereka” balas kak Reza cepat.

“Terus mereka ngomong apa lagi?” tanya ku penasaran.

“Si Aconk sama itonk langsung bahas kalo misalkan cewek yang di foto itu ada di warnet bakal mereka pake barengan.”

Mendengar perkataan itu aku otak ku langsung membayangkan bagaimana bila hal itu terjadi. Mungkin karena birahi ku yang sedang tinggi, membayangkan diriku di nikmati oleh mereka tidak membuat ku merasa jijik sama sekali. Malahan birahi ku semakin naik”

“Mmm terus Om Feri komentar apa kak?” aku teringat kalau dari tadi kak Reza tidak bercerita apapun soal om Feri.

“Oh Om feri liat bentar langsung bilang kalo mereka berdua gak akan mungkn dapet cewek kayak gitu, mimpi katanya. Habis itu Om Feri suruh tutup websitenya soalnya gak enak kalo ada anak kecil yang liat”

Ada perasaan agak kecewa saat mendengar cerita kak Reza soal Om Feri yang tidak berkomentar nakal seperti itonk. Aku kemudian menggelengkan kepala ku mencoba menghapus pikiran itu, kenapa juga aku harus kecewa yang ada harusnya tuh aku ngerasa kesel.


Aku kemudian terdiam mencoba mencerna semua itu, kak Reza pun tak lagi melanjutkan ceritanya.

“Kalau aku ngizinin buat ngasih liat ke orang lain, kak Reza mau kasih liat siapa?” tanya ku.

“Hmm…aku belum kepikiran sih Fa, kamu ada usul ga haha” tanya kak Reza sambil tertawa.

“IH kok malah nanya balik, kalo nanya pendapat aku, aku sih aku gak bakal ngebolehin”

“Loh jadi kalo gitu sebenernya boleh Fa?” tanya kak Reza.

Aku terdiam sebentar.

“Hmm… penasarn sih kak” jawab ku malu - malu.

“HHahahah.. Aduh, gak tau kenapa aku seneng banget denger kamu ngomong gitu” ujar kak Reza sambil tertawa. Aku hanya diam tak merespon perkataan kak Reza. Jujur saat ini birahiku entah mengapa menjadi semakin tinggi.

“Hmm… aku kasih liat Om Feri boleh?” tanya kak Reza.

Aku terdiam sebentar, sebenarnya ada rasa penasaran dalam diriku akan reaksi Om Feri, tapi aku juga takut nanti akan berdampak buruk dikemudian hari. Aku jadi ingat sudah lumayan lama aku tidak lagi berinteraksi dengan Om Feri.

“Hmm.. jangan sama yang kenal kita deh kak”

“Iya juga sih, lagian ke enakan si gentong” ujar kak Reza.

“Ih jahat banget mulut nya ya kalo udah ngeledek orang” aku menggelengkan kepala ku, memang kadang sifat kak Reza yang seneng banget ledekin orang ini aku kurang begitu suka.


“Hhhhhh.. Ya udah kalo mau aku izinin ada syaratnya”

“Apa syarat nya Fa?” kata kak Reza.

“Jangan sampai kesebar, jangan kasih liat ke orang yang kenal kita, dan yang paling penting….Kaka gak boleh ngerokok lagi, sama bentar lagi harus udah pulang!”

“Oh gitu doang okeeey gampang itu mah”

“Maaf ya kak, tapi aku tuh gak mau kakak sakit, sama kalo bisa tuh kaka coba deh cari kerja atau kegiatan lain biar gak nge warnet terus”

“Iya iya.okee”

“Jangan cuman iya iya tapi dilakuin” ujar ku kesal.

“Baik bos, ini boleh ngasih liat ke siapa aja Fa? Aconk sama itonk boleh?”

“Ih jangan atuh jangan ke mereka, mulut mereka ember. Nanti kalau nyebar di sekolah gimana?” protes ku.

“Bingung juga sih, tapi ya udah deh yang penting dah dapet izin” ujar kak Reza.

“Iyaaa” jawab ku dengan nada anak kecil.

“Ya udah aku mau mandi lagi deh, gerah banget dah kak Reza”

“Dah sayang” kak Reza lalu menutup telfonnya.

Aku kemudian mengambil handuk baru dari lemari ku dan membalut tubuhku kemudian berjalan ke kamar mandi. Rumah masih sepi dan segera kunyalakan beberapa lampu agar keadaan rumah tidak terlalu gelap.

Aku lalu masuk ke kamar mandi, dan mengantungkan handuk ku di belakang pintu. Ku guyur tubuhku dengan air dingin, rasa nya segar sekali. Air dingin di cuaca panas seperti ini membuat tubuh ku merasa segar sekali dan otak ku seperti refresh kembali.

Seteelah selesai mandi aku kemudian mengeringkan badan ku dan kembali membalutkan handuk ke tubuhku. Aku segera berjalan ke kamar ku dan mengambil Hp ku untuk mengecek kalau - kalau ada pesan masuk.

Ternyata ada sebuah pesan baru dari kang Enday mencoba mengkonfrimasi apakah aku bersedia menemaninya ke ulang tahun temanya. Aku sudah memutuskan tidak akan lagi melanjutkan hubungan dengan kang Enday maka aku memilih untuk tidak membalas sama sekali pesan itu.

Aku kemudian melihat ada notfikasi dari instagram kalau ada orang yang memberi like kepada postingan ku. Aku segera membuka aplikasi instagram dan ternyata Om Feri baru saja memberi Like kepada foto instagram lama ku.

Iseng, aku kemudian mengirim DM ke Om Feri.

“Makasih likenya Om Feri”

Tak sampai semenit pesan ku langsung dibalas oleh Om Feri.

“Eh iya Fa, tadi kebetulan lagi buka instagram terus iseng liat profile kamu” ujar Om Feri.

“Iseng kok sampe ngelike foto yang lama sih hahah” balas ku.dengan emoji tertawa.

“Heheh gabut soalnya Fa, apa kabar?” tanya Om Feri

“Baiiiiikk!” jawab ku singkat.

“Kapan main ke warnet lagi?” tanya Om Feri.

“Oh nanti deh kalo kak Reza kesana” balas ku.

“Lah nih anak nya ada di sini” balas Om Feri.

Membaca itu membuat aku sedikit kesal, karena kak Reza ternyata masih di warnet padahal sudah bilang kalau mau segera pulang.

“Ih dia bilang katanya mau cepet balik, malah masih main di warnet” balas ku.

“Loh dia baru aja mesen paket nyubuh loh Fa” balas Om Feri.

Om Feri kemudian mengirim foto kak Reza yang sedang bermain game dan di mulutnya terdapat sebatang rokok.

Melihat itu aku menjadi naik pitam, kak Reza berbohong kepadaku. Omongannya benar- benar gak bisa dipegang.

“Om jangan bilang kalo aku nanyain ya” balas ku.

“Siaaap, ke sini atuh Fa”

Aku segeram menutup aplikasi instagramku dan tak membalas pesan dari Om Feri lagi. Aku segera menelfon HP kak Reza, aku penasaran apa sekarang alasanya.

Terdengar nada sambung namun tak telfon ku tak kunjung di angkat - angkat. Aku segera menelpon kembali dan setelah agak lama kak Reza mengangkat telfon tertsebut.

“Iya sayang?”

“Kaka di mana?”

“Di rumah”

Aku mencoba mendengarkan dengan seksama, tak ada suara berisik di belakang kak Reza. Pasti tadi dia mencari tempat sepi dulu sebelum mengangkat telfon ku.

“Mau Video call gak ka? Aku lagi gak pake baju loh” tanya ku.

“Eh.. enng..aduh pulsa aku dikit lagi sayang ternyata, kalo video call ntar abis. Lagi ga ada duit juga buat isi pulsa”

“Yah sayang banget, kaka gak mau liat ini? Cek whatsapp kak aku kirim foto” aku lalu mengirimkan foto kak Reza yang tadi di kirimkan oleh Om Feri.

Mendadak kak Reza terdiam.

“Omongan kaka gak bisa dipegang ya” ujar ku kesal.

“Eh.. engga Fa, emm aduh” kak Reza langsung tergagap
“Tau ah kesel, kaka suka boong” kata ku kesal.

“Duh maaf Fa, i..iya ini masih di warnet”

“Terus itu masih ngeroko? Jujur!” hardik ku.

“Iya tadi dikasih temen…maaf” jawab kak Reza pelan.

“Tau ah.. Kaka suka boong, aku gak bisa percaya lagi sama omongan kaka”

“Dih, gitu doang marah. Boong nya aku dibanding kamu ngeewe sama Bobby parahan mana sih!” ujar kak Reza kesel.

Mendengar ucapan kak Reza itu membuat ku kaget.

“Kok kaka bahas itu lagi, aku kira kita bisa naro masalah itu di belakang kita”

“Ya gak bisa lah bakal aku inget terus, lagian kamu tuh hal sepele aja dibesar - besarin”

“Bukan soal hal sepele atau gimana kak, tapi ini masalahnya kak Reza tu kalo ngomong gak bisa dipegang gitu”

“Aduh ni cewek sumpah ya gak tau diri, udah untung gua mau maafin lo selingkuh. Iya dah iya gua salah, lo kaga. Terserah deh gua malem ini tuh mau fun, biar nenangin hati gua yang sebenernya masih cemburu sama lo udah selingkuhin gua.”

“Kok malah kaka yang jadi marah, jadi kaka tuh bakal terus ngingetin soal itu selama kita pacaran?” aku pun jadi ikut kesal.

“Ya bakal inget terus lah gimana sih, kalo lo mau gua lupa ya jangan bikin masalah makanya” nada bicara kak Reza makin tinggi.

“Kak gak gitu caranya, ya udah aku minta maaf udah bikin masalah lagi” aku akhirnya mencoba mengalah namun kak Reza sepertinya sudah keburu emosi.

“Udah ah gua mau main, sana lo kalo mo selingkuh lagi gua ga peduli”

“Kak ko ngomongnya gitu, pikir - pikir dulu kak kalo bicara jangan kebawa emosi” air mata ku berlinang mendengar kak Reza berbicara seperti itu.

“Bodo” kak Reza lalu mematikan telfonya.

Aku segera mencoba menelfon kak Reza kembali namun ternyata HP nya di matikan.

Aku melemparkan HP ku ke kasur saking kesalnya, lalu aku berjalan ke kasur dan menjatuhkan tubuhku dan membenamkan wajahku ke bantal.

Perasaanku campur aduk, kesel, seidh, marah, bercampur menjadi satu. Lepas lah tangis ku, dapat ku rasakan bantal ku menjadi basah karena air mataku.

Tiba - tiba terdengar telfon ku berbunyi, dengan cepat aku segera mengangkatnya.

“Kak Reza!” panggilku.

“Bukan Fa ini Enday hehe” ternyata kang Enday yang menelfon.

“Oh..kang Enday..kenapa kang?” aku menyeka air mata ku.

“Loh ko suara kamu kayak abis baru nangis Fa?” tanya kang Enday.

“Hahah..bukan kayak tapi emang” jawab ku sambil menghirup ingus ku.

“Duh neng geulis kenapa atuh” tanya kang Enday.

“Habis berantem sama kak Reza” aku mengadu.

“Aduh kenapa lagii…” tanya kang Enday.

“Adalah kang panjang kalau diceritain” jawab ku malas bercerita.

“Fafa udah makan belom?” tanya kang Enday.

“Beluuummm” jawab ku seperti anak kecil sambil mengelap hidungku yang meler.

“Nah ya udah yuk ikut saya aja, nanti kita makan di luar”

“Kemana sih emang nya kang?”

“Ke tempat karaoke sih, tapi di sana ada makanan juga. Ikut aja yuk, nanti kamu bebas pilih lagu deh biar ga sedih” rayu kang Enday.

Aku kemudian terdiam dan memikirkan tawaran kang Enday. Ah aku cape nangis, aku ingin seneng - seneng dulu aja deh malam ini. Aku pun memutuskan untuk menerima ajakan kang Enday. Lagi pula apa salahnya sih pergi cari kesenangan, yang penting aku tidak akan mengulangi apa yang terjadi tadi sore bersama kang Enday.

Anggap saja ini pergi bareng temen, lagi pula ada temen nya kang Enday juga sama pacarnya dan kita pergi ke tempat umum.
“Ya udah kang aku kebetulan baru mandi, aku siap2 dulu” jawab ku.

“Asikk….ya udah saya jemput bentar lagi ya Fa”

Aku pun segera melepaskan handuk dan mengambil baju dari lemari ku. Aku memilih dress berwarna pink tak berlengan yang imut.

Tak lama kemudian kang Enday pun tiba di depan rumah ku, kali ini kang Enday membawa mobil Brio berwarna abu. Aku segera keluar rumah dan setelah mengunci pintu menghampiri mobil kang Enday,

Aku kemudian masuk ke dalam mobil, dan mata ku langsung tertuju kepada kang Enday yang memakai kemeja hitam dengan lengan di gulung dan celana bahan hitam. Kang Enday terlihat gagah sekali malam ini.

Setelah memakai sabuk pengaman kami pun segera pergi meninggalkan rumah ku.

mKjzP5u.png

wkwk maaf ya gua bagi per part ceritanya. Panjang ternyata ampe ga sadar. part 2 nya tar siang yak gw mo tidur dlu coy
 
Terakhir diubah:
Chapter 18: (FAFA) IT”S COMPLICATED PART 2

ttkKoPk.png



“Kita mau kemana kang?” tanya ku saat kami berhenti di sebuah lampu merah.

“Oh ke Inul Fiesta Fa, udah pernah?” tanya kang Enday.

Aku bisa mencium wangi parfum kang Enday yang masukulin, baunya sangat enak menurutku.

“Belum sih kang, Aku belum pernah karaoke haha” jawab ku.

“Oh enak ko tempat nya bersih, ada makananya juga nanti bisa pesen di sana sekalian” lanjut kang Enday.

Sepanjang jalan aku hanya diam memandang jalan yang penuh dengan lampu mobil dan billboard iklan. Kang Enday sepertinya merasa segan untuk menganggu lamunanku sehingga dirinya pun ikut diam dan menikmati jalanan malam ini.

Akhirnya kita sampai ke jalan Braga, banyak sekali cafe - cafe mewah yang sampai sekarang belum pernah aku kunjungi walaupun ingin. Mau gimana lagi, aku bukanlah dari keluarga yang berkecukupan, jadi tidak mungkin aku bisa menghabiskan uang untuk pergi ke tempat - tempat seperti ini. Begitu juga kak Reza, selama ini kami kalaupun berkencan paling kalau gak ke mall ya ke rumah nya.


“Udah sampe nih Fa” ujar kang Enday.

“Oh iya” jawab ku terlepas dari lamunanku.

Kang Enday lalu mermarkirkan mobilnya di tempat parkir milik tempat karaoke tersebut. Setelah memarkirkan mobilnya kami pun keluar dan berejalan berdampingan menuju lobby tempat karaoke tersebut.

“Ada yang bisa saya bantu kak?” sapa mbak resepsionis tempat karaoke tersebut.

Mataku memperhatikan seisi ruangan lobby tempat karaoke ini yang sudah penuh dengan pengunjung. Mata ku tertuju ke sekelompok perempuan yang kira - kira sebaya dengan ku, wajah mereka sangatlah cantik dan pakaian mereka terlihat mahal. Aku merasa minder berada di tempat seperti ini.

“Temen saya udah masuk duluan mbak tadi namanya Gilang” jawab kang Enday.

“Sebentar ya kak saya cek…. Oh iya kak. Ruang VVIP ya, baru masuk mereka kak. Ruangan nomor 8 ya kak dari sini lurus aja” kata mbak resepsionis itu ramah. Bahkan mbak resepsionis ini terlihat begitu cantik dengan dandanan dan make upnya.

“Makasih mbak, yuk Fa” ujar kang Enday mengulurkan tanganya.

Aku secara refleks mengulurkan lengan ku, kami pun berjalan ke ruangan karaoke itu sambil bergadengan tangan.

Pintu ruangan karaoke itu dalam ke adaan terbuka, aku dan kang Enday pun melangkah masuk.

“Nah ni dateng anaknya” saut seorang cowok ganteng keturunan arab dengan brewok rapih di wajahnya. Coiwok itu berdiri dari sofa tempat dia duduk. Kang Enday langsung melepas tangan ku dan memeluk cowok tersebut sambil menepuk - nepuk punggung nya.

“Sorry lama ya lang?” ujar kang Enday.

“Enggak, baru masuk kok.. Siapa nih? Cakep bener” ujar cowok yang bernama Gilang itu.

“Eh Fa kenalin, Gilang” aku dan mas Gilang lalu bersalaman, tanganya yang besar seperti menelan tanganku. Tubuh kang Gilang sama persis seperti kang Enday.

“Dah lama gak ketemu, dateng - dateng bawa cewek baru aja lo Nday” celetuk cewek yang duduk di Sofa. Cewek tersebut sangat cantik, rambut nya panjang lurus berwarna pirang. Kulitnya putih, dan wajahnya blasteran bule.

“Hahah, lo yang kemana aja Rani. Kenalin nih Fafa” ujar Kang Enday mempersilahkan aku berkenalan dengan cewek itu. Mata ku tak bisa terlepas dari wajahnya yang cantik, baru kali ini aku melihat perempuan secantik itu.

qYFfo31.png

FTkr3eS.jpg

pWS4qM8.jpg

Hl8VEMZ.jpg

xT01zrO.jpg

Kang Enday lalu mempersilahkan ku duduk di Sofa terlebih dahulu, dan aku pun segera duduk di samping mbak Rani. Tercium oleh ku wangi parfum mbak Rani yang aku yakin harganya tidaklah murah.

“Sudah paham cara milih lagunya kak?” ujar pegawai tempat karaoke yang sedari tadi beridiri di depan layar TV..

“Udah mas” saut mbak Rani.

“Ok kalo gitu waktunya saya mulai dari sekarang ya, pukul setengah 9 berarti nanti sampai jam 10” ujar mas mas pegawai tempat karaoke itu.

“Eh lo mo minum apa makan Gak nday?” tanya mas Gilang yang duduk di samping kiri mbak Rani.

“Oh iya, Fa kamu belum makan kan? Pilih gih” ujar kang Enday.

Mas - mas pegawai karaoke itu dengan sigap memberikan buku menu kepada ku.

Mata ku terbelalak melihat harga makanan di buku menu itu. Makanan paling murah saja 80 ribu! Aku tidak membawa banyak uang saat itu.

“Pesen aja Fa, dibayarin Gilang dia lagi ulang tahun” Ujar Kang Enday yang sepertinya sadar apa yang kupikirkan.

“Oh iya pesen aja teh, gak usah malu:” ujar mas Gilang santai.

“Emm. psen fun platter aja kak” aku memilih memesan menu berisikan kentang, sosis, dan nugget karena males kalau harus makan yang ribet - ribet.

“Minumnya Fa?” tanya kang Enday.

“Hmm.. es teh manis aja deh kak satu” sambil memberikan menu ke kang Enday.

“Saya pesen bir nya mas satu botol, kamu mau Fa?” taya kang Enday sambil melihat - lihat buku menu, lalu memberikan buku tersebut ke pegawai tempat karaoke itu.

“Eh..eng..engga kang udah”

“Eh mas Jaegermeister nya sebotol ya” ujar kang Gilang.

“Eh serius lo lang? Gak boros?” tanya kang Enday.

“Sans, gua baru menang tender gede” balas mas Gilang sambil tersenyum bangga.

“Baik ka” pegawai tersebut kemudian mematikan lampu ruangan karaoke itu dan pergi meninggalkan ruangan itu setelah menutup pintu.

Mas Gilang langsung memilih sebuah lagu dan mengambil Mic di meja yang terletak di depan sofa.

“Yuk Nday” ujar mas Gilang sambil meyodorkan mic yang satunya lagi.

Kang Enday segera mengambil mic tersebut dan ikut bernyanyi dengan mas Gilang. Aku hanya diam melihat kang Enday dan mas Dimas menyanyikan lagu tersebut.

“Pilih lagunya Fa habis ini giliran kita” ujar teh Rani tiba - tiba.

“Eh iya teh” aku menjawab sambil sedikit berteriak karena suara musik yang cukup keras.

“Kamu mau nyanyi lagu apa? Tanya teh Rani sambil menggeser posisinya hingga kami berdempetan. Kak Rani terlihat sibuk memilih lagu di layar tab lagu.

“Hmm.. aku ikut teh Rani aja”

“Kamu tau lagu ini ga?” tanya teh Rani.

“Tau kak” jawab ku malu - malu.

“Ntar nyanyi bareng gue ya Fa” saut kak Rani semangat. Ternyata walau wajahnya terlihat judes Teh Rani cukup ramah orang nya.

Tak lama kemudian pegawai karaoke datang membawa pesanan kami dan meletakannya di meja. Setelah memastikan seluruh pesanan kami tersedia pegawai itu kembali meninggalkan ruangan karaoke.

Lagu yang dinyanyikan oleh kang Enday dan mas Gilang pun selesai, mereka kemudian kembali ke Sofa, kang Enday duduk di samping kanan ku dan meminum bir yang dia pesan.

“Ayo Fa” teh Rani menggandeng tangan ku dan menarik ku ke depan layar TV. Jujur aku malu dan gugup karena baru kali ini aku menyanyi di depan orang. Kang Enday mengacungkan ke dua jempolnya sambil tersenyum, melihat itu membuat ku sedikit tenang walau jantung ku masih berdebar - debar.

Teh Rani dengan semangat menyanyikan lagu yang kami pilih lengkap dengan gaya nya, aku hanya diam melihat teh Rani sambil menaruh mic itu di depan mulut ku.

Teh Rani menyuruhku ikut menyanyikan lagu itu, akhirnya aku memberanikan diri dan mulai ikut bernyanyi. Teh Rani mendadak diam dan hanya memperhatikan aku menyanyikan lagu itu. Senyum manis menghiasi wajahnya. Setelah lagu yang kami pilih selesai, tiba - tiba mas Gilang, Kang Enday, dan Teh Rani bertepuk tangan.

“Gilaaaa suaranya lo bagus banget Fa!!” ujar teh Rani.

“Cewek kamu udah cakep pinter nyanyi lagi nday!” ujar mas Gilang.

Entah mengapa tak ada perasaan ingin meralat perkataan mas Gilang, aku hanya tersenyum tersipu. Aku dan teh Rani kemudian kembali duduk di sofa.

“Nih Fa makanan kamu, saya minta ya” ujar kang Enday sambil mengambil sepotong nugget.

“Iyaa kang ambil aja, Fa juga gak akan abis ini sendiri haha” jawab ku sambil mengambil beberapa potong kentang.

“Cuy lo mau ga nih..” Mas Gilang menuangkan jagermesiter ke sebuah gelas sloki kecil dan menyodorkannya ke kang Enday. Berhubung jarak kang Enday dan mas Gilang agak jauh jadi aku ambil gelas tersebut dan memberikannya ke kang Enday.

Kemudian mas Gilang kembali menuangkan ke 3 gelas kecil lainya dan memberikan dua gelas itu ke teh Rani.

“Nih Fa” teh Rani memberikan gelas kecil itu kepada ku.

“Eh..i..iya teh” aku merasa tak enak untuk menolaknya, maka ku ambil gelas kecil itu dari tangan teh Rani.

“Untuk Gilang semoga makin sukses dan langgeng bareng Rani” ujar kang Enday sambil mengangkat gelas tersebut ke udara.

“Cheers” saut kang Gilang dan Teh Rani, aku agak kikuk mengikuti mereka dan kami ber empat bersulang. Mereka ber-tiga pun langsung menenggak gelas tersebut, aku akhirnya pasrah dan ikut meminumnya. Aku menyeka bibir ku dengan jempolku, minuman ini persis rasanya seperti yang waktu itu Om Feri bawa untuk ku, rasanya mirip dengan obat batuk sirup tapi lebih enak.

Mas Gilang kembali menuangkan jaeger itu ke gelas kosong milik kami dan kemudian kembali mengangkat gelas nya.

“Untuk Enday sama Fafa semoga langgeng” ujar nya.

“Eh..engg..” belum sempat aku mengkoreksi kalau ak bukan pacar kang Enday, teh Rani dan kang Enday sudah bersulang terlebih dahulu. Lagi - lagi dengan kikuk aku terpaksa mengikuti mereka dan aku kembali menenggak minuman keras itu.
Kang Enday kemudian memilih lagu duet penyanyi pria dan wanita lalu menanyakan apakah aku hafal lagu tersebut. Aku mengangguk pelan sambil tersenyum, karena itu lagu favorit ku.

“Tau kak, itu lagu kesukaan Fafa”

Kang Enday lalu memilih lagu tersebut dan menggandeng tangan ku ke depan TV karaoke. Bagian awal kang Enday menyanyi terlebih dahulu, layaknya model video klip kang Enday memperagakan gerakan seperti seseorang yang menyatakan cintanya sambil meggenggam tangan ku. Wajah ku memerah tersipu karena kang Enday seperti begitu menghayati.

Tibalah saat bagian ku menyanyi, mas Gilang dan Teh Rani kemudian bertepuk tangan sambil berteriak menyemangati ku.

“Yaaaay Fafaaaa!!” teriak teh Rani. Entah karena mereka atau minuman yang ku minum membuat ku tak lagi merasa malu. Aku kemudian menyanyikan bagian ku sambil menatap ke arah kang Enday. Entah mengapa aku begitu mengkhayati lagu itu. Kami mengakhiri lagu itu sambil kang Enday memeluk ku dari belakang dan bertatapan.

Teh Rani dan mas Gilang bertepuk tangan riuh. Untuk beberapa saat aku dan Kang Enday masih terus bertatapan, sampai akhirnya kang Gilang meminta mic dari tangan ku.

Akhirnya aku dan kang Endaypun kembali duduk di sofa. Sesampai nya di sofa teh Rani menyodorkan kembali gelas yang sudah terisi oleh minuman keras berwarna hitam bernama Jaegermeister itu. Mungkin karena merasa sudah kepalang tanggung aku pun meminumnya tanpa ragu.

Malam kian larut, sudah banyak lagu dan minuman yang ku lewati. Kepala ku semakin terasa ringan dan badan ku terasa hangat. Aku menyandarkan kepala ku ke sofa selagi kang Enday dan Mas Gilang sedang menyanyikan lagu yang tak ku kenal.

“Kamu kenapa Fa? Tanya teh Rani mendekatkan tubuhnya ke tubuh ku.

“Pusing teh, kepala Fa kayak berat gitu” ujar ku pelan.

“Oh udah mabuk ya” teh Rani mengelus - ngelus rambut ku sambil memijat - mijat kepala ku. Rasa nya enak sekali dan membuat pusing ku berkurang. Aku memejamkan mata ku menikmati pijatan teh Rani di kepala ku. Teh Rani wangi banget, wanginya membuat ku ingin menghirup parfum nya langsung dari kulitnya.

Aku membuka mata ku dan wajah teh Rani sudah begitu dekat dengan wajah ku. Teh Rani tersenyum lembut menatap ku, dan aku membalas senyumannya. Teh Rani kemudian tiba - tiba mencium kening ku lembut.

“Sok istirahatin aja Fa sampai pusing nya ilang” bisik teh Rani ke kuping ku lembut.

Teh Rani kemudian mengecup - ngecup pelan bagian belakang leher ku sambil meraba - raba kuping ku dengan ujung - ujung jarinya.

“Mmmhh..” secara refleks aku langsung menggigit bibirku menahan rasa geli akibat perbuatan teh Rani itu.

“Kamu tuh imut ya Fa” teh Rani tertawa.kecil sambill jari - jari nya terus mengusap - ngusap kuping ku dan sesekali ujung - ujung jarinya turun ke leher ku.

Tiba - tiba telfon kang Enday berbunyi, membuat aku melirik ke arah kang Enday. Aku melihat raut wajah Kang Enday seperti ketakutan ketika melihat layar HP nya.

“Eh saya keluar bentar ya mau nerima telfon” ujar kang Enday segera pergi meninggalkan ruangan karaoke ini meninggalkan aku bersama teh Rani dan mas Gilang. Aku ingin menahan kang Enday supaya tidak meninggalkan ku sendir. Namun rasa pusing di kepala ku membuat aku tak bisa berteriak sehingga suara ku ditelan oleh bisingnya musik karaoke di ruangan ini.

“Nih beb minum lagi” mas Gilang menyodorkan gelas ke teh Rani dan teh Rani pun segera meminumnya.

Mas Gilang kemudian mendekati teh Rani dan mereka pun berciuman. Aku berusaha duduk tegak dan memalingkan tatapan ku karena merasa malu melihat mereka melakukan itu. Mas gilang kemudian menciumi leher teh Rani sambil tanganya meraba - raba payu dara teh Rani dari luar bajunya.

Teh Rani kemudian melirik ke arah ku, dan tersenyum nakal sambil membiarkan mas Gilang terus menciumi dan menggrepe payu daranya.

“Kamu gak pake BH beb?”

“Engga,, kan kamu yang suruh jangan pake” jawab teh Rani nakal.

Mas Gilang kembali melanjutkan kegiatannya, teh Rani lama lama mulai mendesah keras. Aku merasa malu sekali, apa mereka tidak punya rasa malu melakukan itu di hadapan ku.

Aku lama - lama merasa penasaran dan melirik ke arah teh Rani, dan ternyata teh Rani masih melihat ke arah ku dan mata kami pun bertemu. Seketika itu juga teh rani terseyum dan menaruh ke dua tanganya di dada mas Gilang.

“Beb…udah dulu beb, kasian tuh Fafa cuman bisa nontonin kita” ujar teh Rani.

Mas Gilang menghentikan seranganya terhadap teh Rani dan kemudian menyenderkan tubuh nya ke bagian pinggir sofa. Mas Gilang kemudian mengambil botol minuman keras di meja dan langsung menenggak minuman itu dari botolnya.

“Maaf ya Fa, Gilang emang kalo udah mabok suka ga tau tempat” ujar teh Rani sambil tersenyum ramah sambil bergeser kembali mendekati ku hingga kami berdempetan. Mas Gilang kemudian menuangkan kembali jaeger itu ke dua gelas kosong dan memberikan keduanya ke teh Rani.



Teh Rani meminum segeleas dan menyodorkan nya ke arah ku.

Aku menggelengkan kepala ku lemah, kepala ku makin pusing dan aku takut kalau aku semakin pusing.

“Udah teh, aku takut makin mabuk kalo minum lagi” tolak ku.

Teh Rani lalu merogoh tas kecil nya dan mengeluarkan sebuah bungkusan bening kecil, aku bisa melihat terdapat 3 tablet berwarna biru di dalam bungkusan kecil itu. Teh Rani lalu mengambil satu tablet dan menunjukan tablet itu kepada ku.

“Pake ini aja Fa” ujar teh Rani.

“Apa itu teh?” aku mengerutkan keningku.

“Obat biar gak pusing lagi” ujar teh Rani.

“Julurin lidah kamu Fa” ujar teh Rani.

Aku dengan polosnya menuruti perintah teh Rani.

Teh Rani kemudian menaruh tablet itu di lidah ku dan kemudian menuangkan jaegermaester dari gelas yang dipegangnya ke mulutnya.


“MhhhMM” mata ku terbelalak kaget, teh Rani menuangkan minuman haram dari mulutnya ke mulutku. Secara refleks aku terpaksa menelan minuman keras yang teh Rani masukan kemulutku dari mulutnya beserta tablet biru yang teh Rani taruh di lldah ku. Teh Rani kemudian menghentikan ciumanya dan menyeka bibir ku dengan jempolnya.


Seketika itu juga aku merasakan tubuh ku semakin panas, ingin rasanya melepaskan baju yang ku kenakan saat ini. Tubuh ku terasa sangat sensitif, setiap gesekan kain dari baju ku, membuat birahi ku mendadak naik..
Kepala ku tak lagi terasa berat, namun aku yakin kalau aku berdiri dari sofa ini aku pasti akan terjatuh. Aku kemudian merubah posisi ku menghadap teh Rani yang kini sedang mengelus - ngelus leher ku dengan punggung jari - jarinya kemudian menyisirkan rambut ku ke belakang kuping ku. Wajah teh Rani terlihat sedang birahi, matanya melihat ku dengan tatapan sayu. Sesekali dia menggigit bibirnya seperti sedang menahan diri.

Mas Gilang beranjak dari duduknya dan pindah duduk ke belakang ku, tanganya yang besar mengelus - ngelus pundak ku yang tidak tertutup oleh dress pink ku. Mas Gilang kemudian mencium - cium pundak ku, seketika itu juga kepala ku mendongak ke atas sambil memejam kan mata. Teh Rani pun akhirnya ikutan dan mengecup - ngecup leher ku.

“Ahh…..” aku mendesah. Aku sama sekali tidak marah mereka melakukan hal ini kepada ku. Bahkan tangan ku tanpa ku sadari sudah memegang kepala mas Gilang dan meremas - remas lembut rambutnya.

Tangan mas Gilang kemudian memeluk tubuh ku dari belakang dan meraba - raba payu dara ku, sambil terus mencupangi daerah pundak ku. Teh Rani kemudian mengecup bibir ku lembut sebelum akhirnya lidah teh Rani masuk ke dalam mulut ku. Aku terus memejam kan mata ku karena saat ini aku merasa sangat menikmati apa yang mereka sedang lakukan.

Tangan ku yang satunya memegang bagian belakang kepala teh Rani seakan aku tak ingin teh Rani berhenti mencium bibir ku. Mas Gilang lalu dengan perlahan menurunkan tali dress ku dari pundak ku perlahan. Kecupan bibir nya mengikuti pergerakan tali dress ku itu. Payu dara ku pun akhirnya terlihat dengan jelas, teh Rani kemudian menghentikan ciuman nya dan langsung melahap payu dara ku.

“Teh jangan…hmmpphhh” mas Gilang langsung menutup mulut ku dengan bibir nya sambil. Tanganya yang satu lagi meremas - remas toket ku yang satunya lagi. Tangan teh rani mulai turun ke bawah dan menyingkap dress ku ke atas, sehingga celana dalam ku terlihat dengan jelas.

“Mhh..kamu udah basah banget Fa” celetuk teh Rani di sela - sela menjilati toket ku. Tangan teh Rani kemudian meraba - raba memek ku dari bagian luar celana dalam ku yang basah.

“Mhhh..hhh teh jangan” aku berhasil melepaskan bibir ku dari bibir mas Gilang kemudian menggelengkan kepala ku sambil mencoba menahan tangan teh Rani untuk tidak berbuat lebih dari ini. Namun karena mabuk aku tak cukup kuat untuk menepis tanganya. Teh Rani kemudian menarik celana dalam ku hingga sampai ke bagian bawah lutut ku, tanganya mendorong kaki ku agar mengangkang.

Menggunakan jari - jarinya teh Rani kemudian menggesek - gesekan bibir vagina ku dengan lembut. Mas Gilang kemudian memposisikan tubuh ku agar menyender ke sofa dan menghadap ke depan. Mas Gilang kemudian duduk kembali di sebelah kana ku dan mulai melahap toket ku dengan mulutnya, teh Rani pun melakukan hal yang sama kepada toket kanan ku.

“Mhh ahhh…ahhh” aku hanya bisa mendesah, tak ada lagi niat ku untuk menghentikan mereka karena birahiku tinggi sekali saat ini. Aku mendongakan kepala ku ke atas, mata ku sesekali terbuka dan melihat langit - langit ruangan karaoke ini. Sesekali aku melihat ke arah ke dua orang yang sedang mencabuli ku sesuka hati mereka. Tangan ku sesekali menjambak rambut mereka dan mendorong kepala mereka ke toket ku.

“MhhhFfff…..ahhh.. Ahhh” aku terus mendesah menikmati permainan mereka.

“Beb aku ga tahan nih mau masukin” ujar mas Gilang ke teh Rani sambil melepas kan mulutnya dari toket ku. Teh Rani pun melepas kan mulutnya dari toket ku.

“Udah siap ni Fafa beb, udah becek banget meemknya” ujar teh Rani. Teh Rani kemudian membantu ku berbaring di atas sofa, dan meletakan kepala ku di pangkuannya. Posisi kepala ku yang di pangku oleh teh Rani membuat ku bisa melihat mas Gilang sedang membuka sabuk dan celananya. Mas Gilang kemudian mengeluarkan penis nya, ukurannya tidak terlalu besar mungkin hanya lebih besar sedikit dari kak Reza.

“Teh please jangan…Fafa gak mau kayak gini” aku melihat ke arah teh Rani, memohonnya untuk menghentikan mas Gilang yang kini sedang memposisikan diri nya di bawah ku.

Teh Rani mengelus - ngelus alis ku dan tersenyum.

“Udah Fa.nikmatin aja ya sayang” ujar teh Rani kemudian mencium bibir ku, membuat aku tidak bisa melihat mas Gilang.

“MHHhffffhhhhh” aku bisa merasakan kontol mas Gilang masuk ke dalam memek ku yang sudah sangat basah membuat mas Gilang dengan mudah nya memasukan seluruh kontolnya ke dalam memek ku.

“Gila rapet banget nih cewek beb” ujar mas Gilang, yang sedari tadi belum pernah menyebutkan nama ku. Seakan mengingat nama ku tak penting baginya.

Teh Rani melepaskan bibir nya dari bibir ku, kemudian membantu tubuh ku untuk sedikit duduk di atas sofa sehingga aku bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan oleh mas Gilang.

Teh Rani kemudian menyandarkan punggungku di dada nya dan meremas - remas toket ku dari belakang.

“Mhh.. ahhh.. Ahhh.. ahhh” ruangan yang gelap ini membuat ku tak bisa melihat wajah mas Gilang dengan jelas.

“Beb gila ini rapet banget aku gak tahan pengen keluar” ujar mas Gilang.

“Loh ko cepet banget beb?” suara teh Rani terdengar kaget.

Mas Gilang mempercepat hentakan pinggulnya, dan aku pun bisa merasakan kalau aku juga akan mencapai orgasme.

“Beb jangan keluarin di dalem ih ntar masalah sama Enday” ujar Teh Rani. Mendengar itu mas Gilang langsung mencabut penis nya dari memek ku. Teh Rani kemudian membantu ku untuk duduk bersandar ke sofa kembali.

Mas Gilang kemudian menaruh satu kaki nya di samping kanan kepala ku dan mendorong masuk kontol nya ke mulut ku. Karena lemas aku hanya bisa pasrah mulut ku diperkosa oleh pria yang baru ku kenal ini.

Teh Rani kemudian mendekatkan kepalanya dan menghisap hisap bagian leher kontol mas Gilang yang tak terhisap oleh ku. Aku hanya bisa memejamkan mata berharap ini semua segera berakhir. Teh Rani menggunakan jari - jarinya untuk memilin milin puting ku, membuat birahi ku tak kunjung turun.

“Beb keluar Beb” ujar mas Gilang dan kemudian menghujam kan seleuruh kontolnya ke dalam mulut ku, kepala ku di dorong oleh teh Rani agar mempermudah mas gilang untuk memasukan kontolnya sedalm - dalamnya.

“Hhoghhhk.akhh….” aku dapat merasakan mulut ku dipenuhi oleh cairan hangat kental dengna rasa kecut, sebagian dari cairan sperma mas gilang turun ke tenggorokan ku.

“Argh..” mas Gilang menghentak hentakan pinggulnya sebentar sampai akhirnya berhenti setelah semua cairan spermanya keluar.

Aku segera menutup mulut ku ketika mas Gilang mencabut kontolnya dari mulut ku. Aku berusaha menampung sperma itu di mulut ku dengan niatan untuk membuangnya segera. Namun Teh Rani dengan sigap langsung duduk di atas pangkuanku menghadap ke arah ku, dan segera mencium ku.

Lidahnya segera menerobos masuk ke dalam mulut ku, mencoba mengambil sperma yang ada di dalam mulut ku. Ciuman teh Rani sungguh liar sehingga sebagian sperma dari mulut ku mengalir melalui sela sela mulut kami.

Teh Rani melepas kan ciuman nya dan menelan sperma yang berhasil diambil oleh lidahnya, kemudian menjilati sperma yang meluber dari mulut ku. Lidah teh Rani dengan tekun memastikan tak ada satu tetes pun sperma yang terbuang dari mulut dan wajah ku.

Setelah bersih teh rani kemudian menyeka bibir ku dengan jari nya dan kemudian menjilat jari - jari nya sendiri. AKu menatap teh Rani dengan tatapan sayu.

“Fafa kasian nih beb belum keluar, liat tuh mukanya udah sange berat” ujar teh Rani.

Mulutku terus terbuka karena nafas ku sudah mulai tersenggal - senggal karena sedari tadi menahan nafas ketika sperma mas Gilang berada di mulut ku.

“HEH ngapain kalian!” hardik kang Enday yang telah kembali dari luar.

“Sini Nday join lagi seru” ujar teh Rani.

Kang Enday dengan wajah emosi menghampiiri ku dan mendorong teh Rani dari tubuh ku. Kang Enday kemudian membetulkan pakaian ku dan memegang wajah ku dengan ke dua tanganya.

“Kamu gak apa - apa Fa?” matanya melihat ke arah ku dengan wajah khawatir. Saat ini aku sange sekali, kalau saja tenaga ku masih ada, aku sudah menarik kang Enday dan menciumnya. Namun aku tak merespon pertanyaan kang Enday itu.

“Kalian apain dia Lang, kalo Fafa kayak lagi fly gini?” Kang Enday terlihat panik

“Tadi sama si Rani di kasih obat biru” jawab mas Gilang tanpa rasa bersalah.

“Duh Ran, Fafa tuh bukan cewek kayak gitu. Kamu harusnya gak ngasih dia obat - obatan. Fafa tuh masih SMAi” ujar kang Enday.

“Ih lo gak bilang sih nday, gua kira kayak cewek -cewek yang lo biasa ajak” ujar teh Rani tanpa merasa bersalah.

“Fa? Fafa?” kang Enday menggoyangkan badan ku lembut, namun aku terlalu mabuk dan sange untuk merespon panggilan kang Enday. Kang Enday kemudian membantu ku berdiri dan membopong ku.

“Loh kemana Nday?” tanya mas Gilang, aku melihat teh Rani mendekati mas Gilang dan meraba - raba penisnya yang masih berdiri tegak.

“Udah lah beb kan masih ada aku, sini aku sepongin” teh Rani kemudian mendorong mas Gilang agar duduk ke sofa. Teh Rani lalu berlutut di lantai dan mulai menghisap kontol mas Gilang.

Kang Enday tak menjawab mas Gilang segera membopong ku keluar dari ruangan karaoke itu menuju mobilnya. Penglihatan ku mulai berkunang - kunang, aku tak tau lagi aada apa di sekitar ku namun aku bisa mendengar suara kunci mobil kang Enday terbuka. Aku memejam kan mata ku sejenak dan dapat merasakan mobil kang Enday sudah berjalan maju.

Badan ku saat ini terasa begitu panas, birahi ku tak kunjung turun. Aku kemudian membuka mata ku dan menatap ke arah kang Enday. Ku ulurkan tangan ku ke arah selangkangan kang Enday dan meraba - raba bagian resleting celananya.

Kang Enday terlihat kaget dan segera melihat ke arah tangan ku lalu padanganya tertuju kepada ku. Aku menggigit bibir ku menatap kang Enday dengan tatapan sayu karena saking sangenya.

“Fa, jangan Fa ini lagi di jalan” ujar kang Enday menahan tangan ku agar tidak bergerak. Aku merasa kesal karena reaksi kang Enday tak sesuai dengan harapan ku. Tak habis pikir aku langsung menurungkan tali dress ku yang sebelah kiri kebawah dan mengeluarkan toket ku dari balik dress. Tangan ku mulai meremas - remas toket ku sendiri sambil jari - jari ku memilin - milin puting ku sendiri.

Entah obat apa yang diberikan oleh teh Rani, saat ini otak ku tak bisa berfikir waras, otak ku penuh dengan pikiran mesum. Aku hanya ingin agar birahi ku ini cepat terlampiaskan.

“Fa ini masih di jalan” Kang Enday mencoba membetulkan dress ku kembali namun ketika tanganya kembali memegang kemudi mobil segera ku turunkan kembali dress ku. Aku lalu menurunkan tali dress ku yang satu lagi sehingga dress ku turun sampai ke perut. Aku mengangkat kaki ku ke atas mobil dan menarik dress ku hinga terlepas sepenuh nya dari tubuh ku dan membuang dress ku ke belakang mobil sehingga kang Enday tak bisa berbuat apa - apa.

Mobil kami berhenti di sebuah lampu merah, dan dua orang pengamen datang menghampiri mobil kami. Saat ini rasa malu ku seperti hilang, aku tak mempedulikan keberaadaan mereka yang bisa melihat ke dalam mobil.

Ke dua pengamen itu terlihat seperti meneriakan sesuatu dan memanggil teman - temannya, seketika itu juga bagian mobil sisi penumpang sudah ramai oleh beberapa orang pengamen.

Aku kemudian menarik tangan ku dari selangkangan kang Enday dan mulai memainkan memek ku sendiri sambil tangan ku yang satu lagi meremas- remas toket ku sendiri. Mata ku terus tertuju ke kang Enday yang terliaht kebingungan.

“Fa kamu diliatin orang Fa” suara kang Enday memelas.

“Mhh…aku mau kang Enday” kata ku sambil mendesah.

Kang Enday segera memacu mobil nya ketika lampu berubah menjadi hijau. Aku lalu melepaskan sabuk pengaman ku dan kemudian membungkukan tubuh ku ke arah selangakangan kang Enday dan membuka resleting kang Enday. Kang Enday hanya bisa pasrah karena dirinya harus fokus mengemudikan mobilnya.

“Ih udah tegang” celetuk ku ketika berhasil mengeluarkan kontol kang Enday dari celananya. Segera ku jilati kontol kang Enday dengan penuh nafsu, cairan precum kang Enday mulai mengalir deras. Ku telusuri aliran cairan precum itu sampai ke lubang kencing kang Enday.

:Mhh..mmslurpp.. Mhh…Mhhh” suara ku menghisap kontol kang Enday berbunyi layaknya seorang wanita murahan yang tak punya malu.


Sepanjang jalan aku terus menghisap kontol kang Enday. Mobil kami berhenti di sebuah portal yang tertutup. Tepat di samping portal tersebut terdapat post satpam. Seorang Satpam keluar dari post tersebut dan membukakan portal tersebut. Mobil kang Enday berjalan pelan melewati post satpam tersebut dan aku yakin satpam tersebut dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalam mobil.

Tak lama kemudian mobil kang Enday kembali berhenti di depan pagr sebuah rumah. Aku segera menghentikan hisapan ku terhadap kontol kang Enday.dan menyeka mulut ku dengan punggung tangan ku. Kang Enday kemudian menatap tajam ke arah wajah ku dan kemudian mencium ku dengan beringas. Tanganya kemudian meremas - remas toket ku sambil mengusap - ngusap memek ku yang sudah sangat basah.

“Mhh..mhh …hhHh ahh .. ahh” terkadang kami melepas kan ciuman kami namun lidah kami tetap terus tersambung.

Kang Enday kemudian melepas kan ciumannya.

“Dasar binal banget sih kamu Fa” ujar kang Enday.

Aku tersenyum manis mendengar perkataan kang Enday, senyum ku terlihat seperti merasa bangga atas apa yang baru saja kulakukan.

“Yuk udah sampe ini rumah aku Fa” ujar kang Enday sambil mengambil baju ku dan HP ku yang ternyata sedari tadi tertinggal di mobil kang Enday. Namun entah apa yang merasuki dirki, aku segera membuka pintu mobil dan berlari masuk ke dalam pagar rumah kang Enday.

“Eh Fa tunggu.” panggil kang Enday, namun aku sudah keburu berada di depan pintu rumahnya. Ku senderkan tubuh ku ke pintu membiarkan seluruh tubuh telanjang ku terpamer secara jelas.

Kang Enday terliaht tergopoh - gopoh segera keluar dari mobil sambil membawa dress ku dan Hp ku. Kang Enday kemudian menggunakan tubuhnya yang besar untuk menyembunyikan tubuhku sambil dirinya membuka kunci pintu rumah.

Begitu pintu rumah itu terbuka kang Enday langsung mendorong ku masuk dan menutup kembali pintu rumah nya. Kang Enday kemudian mencium ku sambil mendorong ku ke belakang mengarahkan diri ku agar berjalan ke kamar nya. Setibanya di kamar kang Enday, kang Enday kemudian mendorong ku sampai terjerembab terbaring di atas kasur. Kang Enday berjalan perlahan menghampiri ku, aku dengan nakalnya segera duduk dan bergerak mundur sampai punggung ku menempel ke bagian kepala kasur.

Kang Enday kemudian menaruh HP dan dress ku di atas meja di sebelah kasurnya. Aku menggigit kuku jempol ku menunggu dengan penuh antisipasi apa yang akan dilakukan kang Enday selanjutnya.

Kang Enday kemudian melepas kemejanya, dan melemparkannya ke lantai. Aku kemudian berlutut di atas kasur dan berjalan mendekati kang Enday.

Kang Enday kemudian meraih HP ku yang terletak di atas meja yang tak jauh dari tempat kami berada. Kang Enday kemudian mengarahkan HP ku ke arah wajahku dan fitur membuka layar menggunakan wajah yang dimiliki oleh iPhone ku membuat kang Enday dengan mudahnya membuka kunci layar ku. Kang Enday kemudian membuka aplikasi kamera dan mengarahkan nya kearah ku.

Tangan ku lalu meraba - raba dada bidang kang Enday dengan seluruh ujung jari ku perlahan, tangan ku turun menelusuri otot - otot kang Enday sampai akhirnya tangan ku tiba di perutnya yang six - pack. Mata ku terus menatap ke arah matanya, lalu ku jialt bibir ku sendiri sambil memasang wajah yang nakal.

Aku kemudian mengecup - ngecup dada kang Enday lalu menjilati puting nya untuk beberapa saat kemudian turun ke bawah. Aku kemudian mendorong kang Enday sampai punggung nya menempel ke tembok lalu ku peloroti celananya. Penis raksasa kang Enday pun mencuat menepuk wajah ku, segera saja aku menghisap penis kang Enday dengan mulut ku.

Kedua tangan ku memegang pantat kang Enday sambil sesekali ku remas, ku gerakan kepalaku maju mundur secara cepat. Tak seluruh penis kang Enday dapat masuk ke mulut ku karena ukuranya begitu besar dan panjang.

Entah karena pengaruh obat terlarang yang diberikan teh Rani, entah karena sadar diriku sedang direkam oleh kang Enday, atau memang binal seperti pelacur adalah diriku yang sebenarnya, aku berusaha memberikan pertunjukan yang menarik untuk kang Enday.

Aku kemudian memperlamabat gerakan kepala ku dan secara perlahan aku mencoba mendorong kepala ku ke arah selangkangan kang Enday selagi kontolnya berada di dalam mulut ku. Mata kami saling melihat satu sama lain, kontol kang Enday sudah hampir mengenai tenggorokan ku namun kontol kang Enday masih belum sepenuhnya masuk ke dalam mulut ku. Aku kemudian memaksakan diriku untuk terus mendorong kepala ku agar semakin dalam kontol kang Enday masuk ke dalam mulut ku.

Mataa ku mulair berair, aku dapat merasakaan ingur cair mengalir keluar dari hidung ku.

“Hoghhkk.. Ohkk.. OHkk” aku mulai tersedak, mengeluarkan suara seperti orang mau muntah, namun aku terus memaksakan diri ku sampai akhirnya dagu ku mengenai bola zakar kang Enday yang tercukur rapih.

“OHOKK!!..KKHHHHHHHHH” suara yang ku keluarkan sama sekali tidak terdengar seksi, malah bisa dibilang menjijikan namun kang Enday terus menatap ku dengan tatapan penuh kasih sayang.

Nafas ku mulai habis segera ku tarik kepala ku kebelakang sampai akhirnya kontol kang Enday tak lagi berada di mulut ku.

“HOekk… phuahh.. Phuhh… hahh Hahh.. hahh.. Hahh” aku merasa hampir muntah, kedua tanganku ku taruh di atas lutut kang Enday agar bisa menopang tubuh ku yang hampir kehilangan kesadaran karena kehabisan nafas. Lantai kang Enday pun jadi kotor oleh ludah dan cairan precum yang ku ludahi dari mulut ku. Cairan tipis lengket membentuk beberapa jembatana antara kontol kang Enday dan mulut ku yang terpaksa terus ku buka agar aku dapat mengambil nafas.


Kang Enday kemudian membantu ku berdiri dan menyuruh ku berbaring di kasur dengan posisi kepala ku berada di pinggir kasur sehingga kepala ku terjuntai.

Kang Enday kemudian memasukan penis nya dan mulai memperkosa mulut ku. Posisi ini membuat ku lebih mudah melakukan depp throat tanpa gampang tersedak. Kang Enday menghentak - hentakan pinggul nya seakan mulut ku ada sebuah vagina.

Kemudian kang Enday menghujam kan penis sedalam - dalamnya ke dalam mulut ku sampai hidung ku mengenai bola zakar nya. Mata ku kembali berair, cairan precum dan ludah dari mulut ku mengalir ke hidung ku membuat hidung ku sedikit tersumbat, namun walaupun merasa tersiksa aku berusaha untuk dapat menahan nafas ku.


“HOGGhkk. .HOghhk. .HOGHhhkkkl.” hentakan hentakan kang Enday membuat ku semakin tersedak.

Kang Enday kemudian menarik kontolnya keluar dari mulut ku, aku hampir kehilangan kesadaran ku dan segera membalik kan badan ku agar aku bisa bernafas dengan lebih mudah.

Mata ku berair dan wajah ku terliaht berantakan oleh air mata, ingus, cairan precum, dan ludah ku. Aku menyeka mulut ku dengan punggung tangan ku dan tersenyum lebar, merasa bangga kalau aku bisa melakukan deep throat untuk kang Enday.

Kang Enday kemudian membantu ku berbaring di kasur dan menaruh kaki ku di pundaknya,

“I’m your bitch tonight kang” entah apa yang merasuki sampai bisa mengucapkan kata - kata itu.

Mendengar perkataan itu seakan membuat kang Enday makin bernafsu, kang Enday langsung menghujam kan kontol nya ke dalam memek ku. Memek ku yang sudah kepalang basah membuat Penis besar kang Enday dengan gampang nya menerobos masuk.


“Ahh..mmh.. Ahh.. ahhh” aku mendesah keras sambil meremas - remas toket ku sendiri sambil membuat wajah paling binal yang bisa ku buat dengan wajah ku sambil melihat ke arah kamera.

“Kontol nya panjang banget sampe memek Fa kerasa mampet sayang” aku mulai meracau.

“Terus…yang keras.. Kasarin Fafa.. Fafa mau goyang” kata - kata binal mulai terus keluar dari mulut ku.

Kang Enday kemudian mencekik leher ku sambil terus menggenjot ku, nafas ku jadi tertahan, mata ku sedikit demi sedikit mulai berputar ke ata, lidah ku menjulur keluar seperti anjing kepanasn. Melihat aku hampir kehilangan kesadaran kang Enday melepas kan leherku dari genggamannya.

Sensai hampir kehilangan kesadaran barusan membuat birahi ku semakin naik. Kang Enday kemudian mencabut kontolnya dari memek ku lau naik ke atas kasur dan berbaring di sebelah ku.

“Kamu di atas Fa’ ujar kang Enday, nafasnya terliaht masih normal sama sekali tidak terlihat kalau kang Enday kecape-an. Beda sekali dengan kak Reza yang selain cepet capek, juga cepet keluar. Belum lagi kalau sudah keluar sekali akan makan waktu lama agar bisa keras kembali.


Aku menuruti permintaan kang Enday dan segera naik ke atas tubuh nya, posisi ku agak sedikit jongkok tangan ku memegang batang penis nya dan mengarahkan kepalanya ke lubang memek ku. Berbeda dengan sebelumnya di mana aku harus berhati - hati untuk memasukan kontol kang Enday secara perlahan, aku merasa berani untuk langsung memasukan seluruh kontol kang Enday ke dalam memek ku.

Setelah memastikan kepala kontol kang Enday sudah berada di dalam memek ku, aku segera menjatuh kan tubuh ku sehingga aku kembali berlutut di atas kasur.

“Aa.aaa.aaaaaaaaaahhh” Otot - otot ku langsung tegang, badan ku gemetar seketika, kepala ku mendongak ke atas, mata ku melihat ke langit -langit dan lidah ku menjulur. Rasa nikmat dan perih yang hebat melanda area memek ku. Setelah beradaptasi dengan rasa sakit nya aku mulai menggerakan tubuh ku, menggoyangkan pinggulku berputar, sambil menatap ke arah kamera. Kang Enday kemudian meraba - raba toket sebelah kiri ku selagi tangan kananya terus mengarahkan kamera HP ku ke arah tubuh ku.

“Mhh..mhh.. mhhhHH.. Gede banget kang.. Mhhhm..mhh” ujar ku.

“Gede mana sama punya Reza Fa?” tanya kang Enday.

“Gedean ini…” jawab ku sambil menatap sayu ke arah kang Enday dengan memasang wajah binal.


“Enak mana Fa?” tanya kang Enday.


“Enakan yang i..i.nii.. mmhhHH..ahh.. .ahhh” Aku terus menggoyang kan pinggul ku. Aku lalu memainkan clitoris ku selagi tangan ku yang satu lagi meremas - remas toket ku sendiri.

“Aku sayang kamu Fa” ujar kang Enday.

“Aku juga sayang kamu” jawab ku. Akal sehat ku sama sekali hilang. Aku saat ini merasa seperti pelacur yang dikendalikan oleh nafsunya.

Tiba - tiba telfon ku berdering membuat ku sedikit kaget, kang Enday dengan tenang membalikan HP ku agar aku bisa melihat siapa yang menelfon.Ternyata kak Reza.

“Angkat ya” ujar kang Enday.

Aku menggelengkan kepala ku tanpa menghentikan gerakan ku.

“Kalo ga d angkat aku cabut ya kontolnya” ancam kang Enday.

Aku terus menggerakan pinggulku, dan menggelengkan kepala ku.

Kang Enday kemudian mengangkat telfon tersebut dan memberikan HP itu ke pada ku.

Dahiku berkerut memperlihatkan ketidak setujuan ku atas apa yang kang Enday lakukan, namun aku pasrah dan mengambil HP ku dari tangan kang Enday dan menjawab telfon tersebut.


“Fa..” ujar kak Reza lirih.

“I…ii.yaaa kak?” aku berusaha sekuat tenaga agar suara ku terlihat normal.

“Fa aku minta maaf gak bisa jaga emosi aku” ujar kak Reza.

Aku menutup mulut ku dengan tangan ku yang satunya lagi mencoba agar desahan ku tidak terdengar.

“Aku janji gak akan ngerokok lagi, akan nurut sama kamu, aku janji gak akan gampang kepancing emosi lagi” ujar kak Reza lagi.

“I..iya..” jawab ku lirih.

Kang Enday tiba - tiba bangun dan membalikan tubuh ku hinga badan ku terbaring di atas kasur. Kang Enday kemudian menggenjot ku sekuat tenaganya.

“aaaaaAhhhhh” aku memekik ketika kang kontol kang Enday menghujam memek ku sampai mentok.

“Loh kenapa Fa? Kamu ga apa - apa?” tanya ka Reza cemas.

“E..enggak, a.da ti..kus di dapur” jawab ku.

“Oh hahaha. Dasar tikut ganggu aja.” ujar kak Reza.

Aku berharap kak Reza segera menyudahi telfon ini.

“Kita baikan ya sayang, nanti weekend kita nge date ya. Kamu dari dulu pengen aku bawa liat city view kan? Nanti ktia pergi yaaa”

“I..iya kak” jawab ku kembali menahan desahan ku.

Kang Enday dengan sengajak menghentak - hentakan pinggulnya dengan keras, kemudian tangan kang Enday mengusap - ngusap clitoris sambil terus menggenjot memek ku. Aku menggeleng - gelengkan kepala ku karena apa yang dilakukan kang Enday membuat ku cepet orgasme.

Namun dengan cepat tangan kang Enday menepis tangan ku yang mencoba menahan tanganya agar tidak menyentuh clitoris ku.


“Ya udah deh.. Udah malem banget, kamu istirahat ya sayang. I love you”

Aku dapat merasakan orgasme ku sudah berada di ujung tanduk.

“I .. love. .you.” jawab ku.

KAng Enday kemudian menghujam kan kontolnya sedalam - dalam nya kedalam memek ku, seketika itu juga aku mencapai orgasme. Setelah mematikan telfon tersebut tangan ku langsung melepas HP ku,

“Aku keluar sayanggg” aku memekik, cairan squirt ku mengucur dengan deras membasahi perut kang Enday. Kang Enday segera melepas kan kontolnya dari memek ku. Wajahnya tersenyum bangga melihat hasil dari pekerjaanya.

Aku menghentak - hentakan memek ku ke udara mengikuti aliran cairan squirt ku yang terus mengucur. Sesekali ku coba menahan cairan squirt ku itu sehingga cairan tersebut behenti sebentar sebelum akhirnya cairan tersebut mengucur.

Tubuh ku kemudian menggigil - menggigil kecil, aku kemudian mengusap - ngusap memek ku yang terasa panas sekali sambil megapit ke dua kaki ku.

Kang Enday kemudian membuka kembali kaki ku kembali dengan paksa dan kembali memasukan kontolnya ke dalam memek ku.

“U…udah kang …udah dulu” aku memohon tapi kang Enday tak peduli, malah mempercepat gerakannya.


“Saya mau keluar Fa” ujar kang Enday.

Aku menatap kang enday dan tersenyum memberikan izin.

“Keluarin aja”

Gerakan pinggul kang Enday tak lagi berirama seperti sebelumnya, tubuhnya membungkuk untuk mencium bibir ku. Ku pejamkan mataku pasrah menerima serangan lidah nya di dalam mulut ku.

“Argh. keluar Fa..rghhh!!” kang Enday mengerang keras, kang Enday menyemburkan cairan spermanya ke dalam memek ku.

Kang Enday menghentak - hentakan pinggulnya sambil memeluk tubuh ku, seperit berusaha agar seluruh spermanya terkuras keluar sebelum akhirny kang Enday menaruh kepalanya di atas dada ku dan menghentikan gerakan pinggulnya menandakan kalau kang Enday susah selesai mengeluarkan spermanya.

Aku kemudian menepuk nepuk punggung kang Enday pelan, sambil sesekali mengusap punggung nya lembut dan mencium keningnya.

Kang Enday lalu mengeluarkan kontolnya dari dalam memek ku, seketika itu juga cairan spermannya meluber dari memek ku. Aku kemudian mengangkat tubuh sedikit agar bisa melihat ke arah memek ku, dan dengan sigap aku sendok sperma yang berada di dalam memek ku dengan jari - jari ku.

Setelah menyendok cukup banyak, aku kemudian memasukan jari ku satu persatu kemulut ku sambil menatap kang Enday dengan nakal.

“IH Fa ga usah segitu nya, gak enak kan rasanya” ujar kang Enday melihat ku sambil mengerutkan dahinya.

Setelah menjilati jari ku sampai bersih aku kemudian menjilat bibi ku dan tersenyum bangga.

“Enga apa apaaaaa kok. Sperma kang Enday soalnya enak rasanyaa” ujar ku seperti anak kecil.

Aku kemudian menjatuhkan kembali tubuh ku ke atas kasur dan melap kening ku yang berkeringat. Tubuh ku basah sekali oleh campuran keringat ku dan kang Enday. Aku mencoba mengatur nafas ku yang berangsur normal. Badan ku terasa cape dan lemes sekali.

Namun tiba - tiba kang Enday menyeret kaki ku hingga kaki ku menyentuh lantai dan kemudian menggesek - gesekan kontol nya ke bibir memek ku.

AKu segera mengangkat tubuh ku sedikit mengggunakan siku ku, dan melihat ke arah kang Enday.

“Loh kang, lagi? Emang akang belum cape? Tanya ku heran karena aku sendiri merasa tubuh ku sudah lemes sekali.

Kang Enday menggelengkan kepalanya.

“Kamu nafsuin banget Fa, kontol aku gak mau istirahat”

Aku menggelengkan kepala ku.

“U..udah kang, aku udah capek” kata ku bergidik agak takut membayangkan apabila aku harus menerima serangan dari kang Enday algi.

Namun kang Enday tak peduli dan segera kembali menghujam kan kontolnya lagi ke dalam memek ku.

“Ahhhh..mmhHHHH” aku merasa seperti hampir hilang kesadaran ketika kang Enday mendorong kontolnya masuk sampai mentok ke dalam.

Malam itu aku tidak dibiarkan kang Enday untuk beristirahat, kami terus berhubungan sex sampai akhirnya kami berdua tertidur dalam pelukan masing - masing.

========================================================================


Suara alarm dari HP ku membangunkan ku, tubuh ku terbalut dengan selimut dan AC kamar kang Enday yang dingin membuat aku agak malas untuk bangun dari kasur untuk mematikan alarm HP ku.

Aku kemudian menyeret tubuh ku ke pinggir kasur dan menggapai HP ku, ternyata batre ku hampir habis tersisa 10 persen lagi. Duh aku gak bawa charger, dan kang Enday menggunakan HP android sehingga aku tidak bisa memakai chargerannya.



“Eh putri tidur udah bangun?” sapa kang Enday yang datang membawakan sepiring roti panggang.. Aduh aku memang lapar banget, mencium bau roti panggang itu membuat mata ku segera melek.


Kang Enday kemudian menyodorkan sepiring roti panggang itu dan aku mengambil sepotong. Aku segera melahapnya, sampai habis.

“Laper banget ya Fa ahhaha” tanya kang Enday sambil tertawa.

Aku mengangguk dan mencoba menjawab dengan mulut penuh roti.

“Udah telen dulu” ujar kang Enday sambil memberikan segelas air putih untuk ku. Aku segera mengambil gelas itu dan meminum air dari gelas tersebut setelah menelan habis roti di mulut ku. Aku lalu memberikan gelas tersebut ke kang Enday dan kang Enday menaruh gelas tersebut di atas meja di sebelah dress ku semalam.


“Kang Fa boleh diem di sini dlu ga hari ini?” tanya ku.

Kang Enday terdiam sebentar lalu tersenyum.

“Boleh Fa, tapi nanti sore temen aku ada yang mau dateng paling ampe sore aja ya ga apa - apa?” tanya kang Enday.

Aku merasa agak sedih karena sebenernya aku masi pengen cuddle sama kang Enday, aku pun merengek.

“Aaah Fa mau cuddle seharian” aku merengek seperti anak kecil.

“Aduh haha. Masih ada besok besok kan sayang” ujar kang Enday.

Aku lalu memasang wajah cemberut, kang Enday langsung memeluk ku melihat ku seperti itu.

“Besok aku ajak kamu nge date deh Fa” ujar kang Enday.

“Janji?”

“Iya sayang, janji. Aku gak akan pernah bohong sama kamu. Aku sayang sama kamu Fa.” ujar kang Enday.

Mendengar perkataan itu, aku semakin baper ke kang Enday, kami lalu berciuman mesra.

“Ya udah kita ada waktu sekitaran 3 jam lagi Fa, aku mandi dulu ya abis itu kita cuddle deh” ujar kang Enday.

Aku tersenyum mendengar itu dan mengangguk seperti anak kecil. Kang Enday pun pergi meninggalkan ruangan.

Aku kemudian menyandarkan tubuh ku ke bagian kepala kasur. Apa yang ku lakukan dengan kang Enday sudah kelewat batas, dan kali ini aku melakukan nya dengan sadar. Wajah kak Reza tiba - tiba terbayang oleh ku. AKu mulai mebanding bandingkan kak Reza dengan kang Enday.


Kang Enday orang nya tinggi, kekar, ganteng banget dan putih. Sedangkan kak Reza tingginay tak jauh berbeda dengan diriku, karena itu aku tidak bisa mengenakan sepatu hak tinggi walaupun sebenarnya aku sangat suka sepatu hak tinggi. Kak Reza juga jarang berolah raga, dan tidak menjaga kesehatanya. Badanya kurus namun perut nya sedikit buncit, walaupun memang wajah kak Reza itu ganteng.

Aku lanjut membandingkan mereka berdua dari segi lainya.

Kang Enday itu bisa dibilang mapan, punya mobil, gaul, sopan, sabar, tutur katanya baik, dan terlihat dari badanya pasti hobi olah raga. Aku juga membayangkan kalau aku sama kang Enday, aku bisa pergi ke tempat - tempat mewah yang selama ini hanya bisa kubayangkan saja. Sedangkan kak Reza hanya membawa motor butut, emosian, kadang ngomong nya kasar kalau lagi marah belum lagi Hobinya yang cuma sekedar main game. Dari segi keuangan kak Reza kurang banget, kadang kalau nge date aku yang harus mengeluarkan uang.. Walaupun aku sama sekali tidak keberatan untuk itu. Kami pun kalau nge date tempatnya hanya sektiaran mal, makan di McD, dan kamar nya.

Jujur sebenarnya aku masih sayang sama kak Reza, sayang banget tapi karena membandingkan hal itu membuat perasaan ku goyah. Kang Enday jauh lebih baik dari kak Reza.


Tiba - tiba terdengar suara bel pintu depan, aku pun berteriak memanggil kang Enday. Namun kang Enday tidak menjawab nya. Aku lalu memutuskan untuk melihat siapa yang mengebel pintu itu, siapa tau teman kang Enday datang lebih cepat.

Berhubung aku tidak memakai baju sama sekali, dan juga tidak mungkin aku menerima tamu itu dengan memakai dress aku berinisiatif untuk meminjam baju kang Enday. Aku lalu berjalan menuju lemari baju kang Enday dan setelah memilih milih aku memutuskan mengenakan baju kaos tak berlengan milik kang Enday.

Setelah kupakai ternyata kaos itu cukup besar untuk ku, bagian bawah nya sampai menyentuh bagian atas lututku. Celaka ternyata bagian lenganya yang bolong cukup besar sehingga sebagian payu bisa dilihat jika ada yang berdiri di samping ku.

Bunyi bel tersebut terus berbunyi, dari frequensi bunyinya dapat terlihat kalau temen kang Enday sudah tidak sabar. Takut teman kang Enday marah sama kang Enday aku memutuskan untuk tetap memakai baju kaos tak berlengan ini.

Aku segera berlari menuju pintu depan dan membukakan pintu tersebut.

“Siapa kamu!” hardik seorang ibu - ibu yang berdiri di depan ku. Ibu - ibu ini berbadan gendut, lehernya tidak lagi terlihat dan wajahnya seperti memeiliki dua dagu. Kulitnya putih bersih dengan make up menor tebal di wajahnya. Parfumnya sangat menyengat, seperti ibu ini mandi menggunakan segalon parfum.

“Eh.. eng ibu siapa? Ibunya kang Enday?” tanya ku polos.

“Siapa Fa?” kang Enday muncul di belakang ku, aku segera menoleh ke belakang dan terliaht kang Enday yang berbalut handuk baru keluar dari kamar mandi. Rambut nya terlihat masih basah. Wajah kang Enday mendadak berubah menjadi pucat pasi ketika melihat si ibu yang berdiri di depan pintu itu.

Aku melihat reaksi kang Enday semakin bingung, dan kemudian menoleh kembali ke arah ibu itu.

Wajah ibu itu seketika menjadi merah padam.

“PLAAAKK!!” Ibu itu menampar pipi ku dengan keras secara tiba - tiba. Belum sempat aku memproses apa yang terjadi ibu itu kemudian menjambak rambut ku sampai kami berdua terjatuh di lantai.

“LONTE ANJING!! LONTE ANJING!! LO NGAPAIN SAMA SUAMI GUE” maki si ibu itu.

Aku berusaha mendorong ibu itu dan bereteriak minta tolong ke kang Enday, karena tenaga ibu itu lebih kuat dari ku.

“Kang tolong kang” aku berteriak minta tolong.

Kang Enday berusaha melerai ibu itu. Ibu itu berhasil menendang dan menginjak - injak ku yang masih terjatuh di lantai selagi kang Enday menarik tubuhnya menjauh dari ku.

“PERGI LO LONTE DARI RUMAH GUE!!” maki ibu itu berteriak keras.

“Mah udah mah udah” ujar kang Enday.

Aku segera mengambil HP ku yang terjatuh di lantai dan merangkak ke belakang sambil menghadap ke arah ibu itu. Saaat ini aku merasa takut, bingung akan apa yang baru saja terjadi. Kang Enday ternyata sudah menikah, dan itu istrinya.

“Dasar lo ya gua cape - cape kerja nyari duit lo enak - enakan ngentot sama lonte kayak gitu. Anjing lo be dua!” maki ibu itu ke kang Enday.

Kang Enday hanya diam, wajah nya terlihat takut sekali sama ibu itu.

“Ka..kang.. I..itu bener istri akang?” tanya ku terbata - bata mulai menangis, karena masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi di depan mataku.

“Akang akang, DIEM LONTE! PERGI LO! PERGI! KALO GA MAU GUA BUNUH LO!” ancam si ibu itu. Mendengarkan ancaman ibu itu aku menjadi semakin takut. Nafas ibu itu menggebu - gebu saking emosinya.


Ibu itu kemudian terlepas dari pegangan kang Enday dan berlari menerjang ku. Aku berusaha menghindar namun ibu itu berhasil kembali menjambak rambut ku, dan menyeret ku di lantai. Ibu itu menyeret ku ke luar dari rumah kang Enday sampai ke depan teras.

Kang Enday kembali berusaha menarik badan si ibu dari tubuh ku, namun ibu itu berhasil menendangi ku sebelum akhirnya melepaskan jambakannya.

“PERGI LO LONTE! DASAR GAK PUNYA AHLAK! LAKI ORANG LO EMBAT!” maki ibu itu.

Kang Enday hanya diam sama sekali tidak membelaku, berbicara pun tidak.

“Terseralh lo deh nday, kalo lo mau sama tu lonte sana pergi. Tapi rumah, duit, sama mobil gua ambil lagi semua!” ujar ibu itu lalu mendorong kang Enday dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Kang Enday hanya bisa melihat istrinya dengan tatapan lemas, terus menoleh ke arah ku. Wajahnya terlihat merasa bersalah dan malu.

“Ka..kang Enday becanda kan” tanya ku terbata - bata menahan tangisan ku walau air mata ku sudah deras mengalir.

Kang Enday tak menjawab ku dan membalikan badanya beranjak masuk ke rumah.

“Ka…kang enday bilang sayang sama Fafa kan?” tubuh ku terasa gemetar, dada ku terasa sakit sekali. Air mata dan ingus terus mengalir membasahi muka ku aku bahkan tak peduli aku terlihat jelek di depan kang Enday saat ini, aku bahkan tak peduli untuk menyeka air mata ku.

Kang Enday menghentikan langkahnya namun tetap memberikan punggungnya kepada ku.

“Ka..kang.. At a t least anter Fafa p..pulang” aku berharap kang Enday setidaknya masih mau untuk mengatarkan ku pulang.

“BRAK” suara pintu rumah itu di tutup dengan keras oleh kang Enday dari dalam. Aku hanya bisa menatap pintu rumah kang Enday yang tertutup itu sambil nangis kejer. Sesekali aku menoleh ke belakang, dan terlihat warga yang melewati rumah kang Enday menatap ke arah ku sambil lalu.

Aku merasa malu banget saat ini, merasa hina, merasa sedih, merasa sakti hati. Apakah ini karma karena aku berselingkuh di belakang kak Reza. Tiba - tiba terdengar bunyi notifikasi dari HP ku yang memberi tahu kalau batre HP ku tinggal 5 persen lagi.

Aku akhirnya mencoba untuk tegar dan menerima kenyataan pahit yang baru saja aku alami. Kang Enday ternyata sudah beristri, aku seperti orang bodoh termakan dengan kata - kata manisnya. Rasa bersalah telah berselingkuh yang selama ini ku pendam pun muncul. Semua moment yang pernah ku alami berdua dengan kak Reza muncul di otak ku, dari saat kami mulai PDKT, dari saat hati ku mulai timbul perasaan kepada kak Reza, saat kak Reza menembak ku, saat kami pertama kali berciumana, saat kami pertama kali bilang “I love you”, saat kami pertama kali berhubungan sex membuat ku tersadar kalau hanya kak Reza laki - laki yang benar - benar sayang kepada ku. Dari berbagai macam kekurangan yang dimilikinya, kak Reza sama sekali tidak pernah membayangkan wanita lain, tidak pernah berselingkuh, dan setiap kali kak Reza mengatakan “I love you” aku bisa percaya kalau dia benar - benar mengatakan hal itu karena kak Reza tidak pernah berbohong soal perasaan nya kepada ku.



Aku sadar, hanya kak Rezalah laki - laki yang benar - benar tulus mencintai ku. Maka dari itu, detik ini juga, aku pun berjanji pada diriku sendiri, aku akan setia selama nya kepada kak Reza. Aku akan selalu menuruti permintaannya, aku tak akan lagi protes ada cerewet kalau dia merokok, kalau dia main ke warnet sampai begadang. Aku tak peduli lagi kalau hanya bisa kencan di warnet, di mall, atau di rumahnya. Aku tidak akan protes lagi dengan permintaan - permintaan anehnya. Aku memutuskan akan melakukan apapun yang aku mampu untuk membuat kak Reza bahagia, jika itu bisa menebus semua dosa- dosa yang telah ku lakukan.

Aku mendadak kangen ke kak Reza, aku yakin hanya dengan pelukannya aku akan merasa baik - baik saja.. Aku ingin segerfa bertemu dengan kak Reza.

Aku kemudian menyeka air mataku, ku buka kunci layar HP ku dan segera ku cari kontak ka Reza untuk memintanya menjemput ku.

Namun belum sempat aku menkan tombol ‘Call’ aku tersadar, kalau saat ini aku tidak punya alasan berada di luar rumah, di depan rumah orang yang tidak ku kenal, hanya mengenakan kaos tak berlengan berwarna putih yang jelas - jelas bukan milik ku.

Aku mengurungkan niat ku, tiba - tiba aku bisa merasakan teteasan air jatuh di kepala ku. Aku mendongakan kepala ku ke atas dan ternyata gerimis mulai turun. Baju yang ku kenakan sedikit - demi sedikit menjadi basah.

Aku tak mungkin berteduh di sini, bisa - bisa istri kang Enday keluar dari rumah dan mengusir ku. Aku kemudian berjalan keluar gerbang dan melihat ke kiri dan ke kanan. AKu melihat post satpam yang tak jauh dari rumah kang Enday. Aku melihat kebetulan post satpam itu sedangg kosong maka aku berlari - lari kecil dengan bertelanjang kaki berlari menuju post satpam itu.

Hujan mulai turun semakin deras, rambut dan baju yang ku kenakan pun keburu basah kuyup sebelum aku sampai ke post tersebut.

Sesampainya di post satpam aku duduk di bangku panjang yang terletak di dalam post tersebut. Post satpam ini cukup luas, persis seperti kamar kosan kecil. Aku segera melihat kembali ke layar HP ku, batre ku tinggal 3 persen.

Aku kemudian melihat nama - nama yang ada di dalam kontak ku, dan akhirnya muncul sebuah nama yang aku rasa akan dengan ikhlas menolong ku.

Aku menelfon orang tersebut, namun tak di angkat - angkat dan batreku kembali terkuras menjadi 2 persen. Aku lalu memutar otak, dan kemudian mengirim kan pesan ke nomor tersebut.

“Om Feri… bisa minta tolong jemput Fafa gak di post satpam komplek perumahan Parakan Saat. Fafa batrenya low bet banget dan gak bawa uang. Please..” aku kemudian mengirim kan pesan tersebut ke whatsapp dan instagram om Feri.

Mata ku terus tertuju ke HP ku, berharap Om Feri segera membaca pesan ku. Hp ku kembali berbunyi menandakan HP ku tinggal 1 persen lagi.

Dari kejauhan aku mendengarkan suara motor mendekati post satpam ini, motor itu kemudian berhenti dan pengemudi itu memarkirkan motornya di di samping post satpam ini. Hujan yang lebat membuat ku tak bisa melihat dengan jelas pengendara motor tersebut, namun aku bisa melihat pengendara tersebut mengenakan jaket berwarna hijau dan hitam juga sebuah helem berwarna hijau muda menandakan kalau pengendara motor tersebut adalah pengemudi ojek online.

Aku mulai merasa panik karena aku sadar saat ini pakaian ku yang basah membuat nya menjadi tembus pandang karena kain kaos ini menempel ke tubuhku.

Jantung berdebar kencang dan perasaan malu menerpa diriku. Tiba - tiba terpikirkan olehku, kenapa aku tidak meminta driver ojol ini mengantarkan ku ke rumah ku saja? Benar juga, kenapa aku harus panik?

Bau rokok yang pekat bercampur bau keringat tak sedap yang kecup tercium oleh ku, rasanya aku pernah mencium bau ini di suatu tempat. Bau tak sedap itu semakin lama semakin tercium seraya pengemudi ojol itu berjalan semakin dekat ke post satpam.


“DEG” jantung ku langsung mau copot, dan mata ku terbelalak ketika driver ojol itu tiba di depan pintu post satpam ini. Bapak - bapak berperut buncit berkulit hitam engan brewok yang tak tercukur dengan rapih berdiri di hadapan ku. Bapak itu adalah bapak yang ku temui di kios rokok waku itu.


“Eh eneng, ketemu lagi” Sapa bapak itu

e29flDD.jpg
 
Terakhir diubah:
Chapter 19; (Fafa) Femdom awaken

Kaki ku melangkah mundur ketika bapak itu masuk ke dalam post satpam ini. Aku teringat perlakuan tak senonoh nya terhadap ku saat di kios roko dulu. Saat di mana aku mencoba pertama kali nya untuk melakukan exhibionism di depan umum.

Jantung ku mulai berdegup kencang ketika bapak itu menggantungkan jaket nya di belakang pintu dan menoleh ke arah ku sambil tersenyum. Terlihat deretan giginya yang kuning karena terlalu sering menghisap roko dan meminum kopi.
Aku berdoa kepada Tuhan, kalau seandainya masih ada rasa kasih nya terhadadp ku , semoga pesan ku dibaca oleh Om Fery dan dia segera datang menjemput ku.

Di luar dugaan ku bapak itu lalu menyalakan rokok nya dan duduk lesehan dan mulai menyalakan TV.

"Persib lagi main neng, yuk nonton" Bapak itu tersenyum ramah dan memberi kode kepada ku untuk duduk di samping nya. Aku menggelengkan kepala ku sambil menyembunyikan tawa kecil ku.

"Bodoh, memang nya ini filem porno? Tidak mungkin di tempat terbuka ini bapak itu berani memperkosa ku" batin ku.

"eng iya pak gpp, di sini aja dingin soalnya" aku menolak halus.

Bapak itu menghembuskan asap rokonya sambil melirik ke arah ku, dan tanpa menjawab melanjutkan menonton pertandingan bola di depan TV.

Aku memeluk tubuh ku yang mulai menggigil kedinginan karena baju yang ku kenakan masih basah juga untuk menutupi bagian sisi baju ku yang sangat terbuka karena baju putih besar ini tembus pandang dan bagian ketiaknya sangat lah lebar sehingga orang bisa melihat sebagian payu dara ku dari samping. Tangan ku menggengam erat Handphone ku yang kehabisan batrai

Suara hujan dan pertandinngan bola itu memenuhi ruangan post satpam ini, sesekali terdengar hembusan asap roko dari mulut si bapak driver ojol gemuk itu. Karena bosan menunggu aku pun segera keluar dari post satpam ini dan berdiri di bagian teras untuk menunggu Om Feri yang tak kunjung datang.

Hujan di luar sangat lah derasa sehingga jarak pandang ku pun tak terlalu jauh, maklum sebenernya mata ku aga minus tapi keuangan keluarga ku saat ini membuatku merasa tidak enak kalau harus meminta uang untuk membeli kaca mata kepada ke dua orang tua ku.


"Nungguin siapa neng?" tiba tiba bapak itu sudah berdiri di belakang ku, membuat ku terbelalak kaget dan memutar badan ku menghadap dirinya.

"eh.. eng nunggu kakak saya pak, mau jemput" jawab ku gugup.

Bapak itu melihat ku dari atas sampai bawah, pandanganya seperti memerik setiap lekuk tubuh ku.

"neng teh meuni seneng pake baju tipis2, gak kedinginan apa?" Bapak itu memandang ku dengan wajah meledek sambil menghembuskan asap rokonya.

"eng..engga pak" jawab ku pelan tak tau harus menjawab apa.

"Ikut saya ke kosan aja mau ga neng? Saya angetin" Bapak itu mencolek dagu ku sambil tertawa terkekeh.

Jantung ku kembali berdetak cepat, rupanya bapak ini masih sama seperti di kios roko dulu. Masih tetap mesum.

Tak lama terdengar suara motor ber CC besar mendekati post satpam ini, kami berdua menoleh ke arah datangnya suara tersebut. Mata ku berbinar seketika melihat sosok besar di atas motor tersebut.

"Om Fery!" ujar ku senang.

Terlihat bapak ojol tersebut memasang raut kesal dan kembalik ke dalam post satpam dan duduk di depan TV.

"Fafa?" ujar om Feri

Aku tak peduli dengan hujan lalu melangkah cepat mendekati Om Feri yang masih duduk di atas motornya sambil menempelkan sisi samping tanganya di depan alisnya agar pandanganya tak terhalang oleh hujan yang turun.

"Maaf Fa saya ga ada jas hujan, mau neduh dulu aja?" tanya Om Fery.

"Gak usah om, tanggung udah keujanan" jawab ku sambil menggelengkan kepala ku dan naik ke atas motornya.

"Oh ya udah atuh" Ujar Om Feri pelan.

Aku menepuk punggung Om Fery menandakan aku sudah duduk di atas motornya.

"Yuk Om" aku agak memberdirikan tubuh ku agar kepala ku bisa sejajar dengan kuping nya.

Om Fery hanyam mengangguk dan kami kemudian meninggalkan komplek perumahan sialan ini.

Setengah jalan sampai rumah ku aku baru sadar kalau tidak mungkin aku mengenekana pakaian seperti ini, di mana aku hanya mengenkan baju putih besar di mana bagian ketiak nya bolong. Untung saja mungkin karena hujan tidak terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang sepanjang jalan ini.

"Om Feri, di warnet ada baju yang bisa Fafa pinjem ga?" tanya ku agak berteriak agar suara ku bisa menembus suara hujan ini.

"Ada Fa, kenapa?" tanya Om Fery agak menoleh kebelakang lallu kembali fokus ke arah jalan.

"Fa boleh pinjem?" tanya ku.

"Boleh Fa, jadi ini ke rumah saya dulu aja ya?" tanya Om Fery.

"Iya om" ujar ku sambil menggangguk walau Om Fery tidak dapat melihat anggukan ku. Om Fery kemudian membelokan motor nya ke se buah jalan yang hanya cukup dilalui oleh satu mobil.

Tak lama kemudian kami sampai di sebuah rumah satu tingkat berwarna putih. Om Feri lalu menghentikan motornya dan aku pun turun dari motor Om Feri. Om Feri lalu turun dari motornya dan menyuruh ku masuk terlebih dahulu ke dalam garasi rumah tersebut agar aku tidak kehujanan. Aku berlari kecil lau membalikan badanku melihat ke arah Om Fery yang sedang memasukan motornya.

Om Fery kemudian melangkah melewati ku dan membukakan pintu rumahnya.

"Yuk Fa masuk" ujar nya ramah.

Aku melangkah masuk terlebih dahulu dan Om Feri mengikuti dadri belakang lalu menutup pintu rumahnya. Mata ku melihat ke sekeliling isi ruangan, rumah ini cukup minimalis hanya terdapat 2 pintu di mana pintu pintu tersebut menuju kamar mandi dan kamar tidur. Terdapat peralatan memasak tak jauh dari pintu masuk rumah ini.

"Cklek" suara saklar lampu terdengar dan seketika itu juga rumah ini pun menjadi terang.

"Bentar Fa Sa.." Om feri menghentikan kata2 nya, mata nya melotot melihat ku. Seperti nya dia baru sadar dengan keadaan pakaian yang ku kenakan saat ini.

Secara reflek aku memeluk tubuh ku untuk setidaknya menutupi aurat yang bisa ku sembunyikan dari pandangan Om Feri. Rasa malu ku kemudian kembali muncul.

"Eh se.sebentar Fa saya ambilin handuk nya sama baju untuk kamu." Ujar Om Feri memalingkan wajah nya dari arah ku dan berjalan ke arah kamar nya.

Aku hanya menggangguk malu sambil mengikuti nya dari belakang menuju kamar nya.

Om Feri membuka pintu kamar nya dan mempersilah kan ku masuk ke dalam kamar nya, namun aku segera menggelengkan kepala ku.

"Fafa lagi basah om, nanti kamar Om Feri jadi kotor" tolak ku sambil tetap memeluk tubuh ku.

"Gpp Fa masuk aja, sepele itu mah tinggal saya pel nanti" ujar Om Feri tanpa melihat ke arah ku sambil terus mencari baju dan handuk dari lemari bajunya.

Aku dengan agak sungkan berjinjit sedikit melangkah masuk ke kamar nya mencoba agar tidak membuat genangan air dengan langkah ku.

"Nih Fa, Handuk sama baju nya. Kamar mandi di pintu yang itu" ujar Om Feri sambil menunjuk ke arah pintu yang tak jauh dari kamarnya.

"Hmm makasih Om" ujar ku sambil mengambil sebuah baju hitam besar bergambar Metalica, celana pendek dengan pinggang karet, dan handuk berwarna abu2.

"Baju nya kegedean sih Fa, tapi celananya harusnya bisa kamu pake. Soalnya itu celana jaman saya masih kurus hahahah" Om Fery tertawa.

Aku tersenyum simpul mendengar itu.

"Kalo mau mandi sekalian boleh Fa, biar gak masuk angin, ada aer panas nya kok" Om Feri menawarkan.

"eh.. engg"

Belum sempat ak menjawab OM feri memotong kata - kata ku.

"Gpp ga usah ngerasa gak enak, saya gak bakal ngintip kok" ujar Om Feri mencoba meyakinkan ku.

Mendengar perkataannya itu aku merasa bodoh, aku sudah berprasangka buruk kepada Om Feri. Gara2 kejadian di rumah kang Enday dan pertemuan ku dengan driver ojol gendut tadi membuat ku agak skeptis terhadap orang - orang saat ini. Aku jadi teringat percakapan ku dengan Om Feri dulu di instagram di mana dia dengan sabar dan terus menyemangati ku. Juga saat dia menenangkan ku saat aku berantem sama kak Reza dulu. Om Feri berbeda dengan kang Enday dan driver ojol mesum gendut itu, Om Feri itu orang baik!


"Om Feri ada chargeran I-phone ga?" tanay ku sebelum beranjak menuju kamar mandi.

"Oh ada Fa kenapa? Mau numpang nge charge?" tanya nya

AKu mengangguk pelan.

"Sini Hpnya biar saya charge" ujar Om Feri menjulurkan tanganya.

Aku kemudian memberikan HP ku kepada Om Feri.

"Eng.. ya udah Fa pinjem kamar mandinya ya Om" ujar ku menunduk hormat dan kemudian berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah sampai di kamar mandi aku segera menutup pintunya dan menaruh baju, celana , dan handuk yang dipinjamkan oleh Om Feri di gantungan belakang pintu kamar mandi ini. Kamar mandi ini cukup kecil, hanya tersedia keran dan shower yang menyatu dan sebuah ember kosong berisi kan gayung di depanya. Aku kemudian memutar kan keran shower sambil mengatur tingkat kepanasan air, ku ulurkan tangan ku ke arah cucuran air keran itu untuk mengecek suhu air keran itu.

Setelah merasa cukup pas, aku segera melepas kan baju putih ku dan menggantung nya di gagang pintu.

Aku menoleh ke arah wastafel dan bercermin, memperhatikan wajah dan tubuh ku yang saat ini terlihat telanjang bulat di pantulan cermin itu.

Semua kejadian yang telah terjadi beberapa waktu kebelakang ini mulai memenuhi kepala ku yang sedari tadi seperti kosong.

Aku teringat saat di mana aku pertama kali aku ditembak oleh kak Reza, teringat pula ketika aku akhirnya memberikan keperawanan ku terhadapnya. Senyum kecil menghiasi wajah ku mengingat momemnt moment manis itu.

Aku lalu teringat saat pertama kali aku dan kak Reza bertengkar karena hal - hal sepele yang seharusnya tidak terjadi, senyum barusan seketika itu hilang dari wajahku dan terlihat raut sedih di wajah ku.

Aku pun ingat saat pertama kali aku berhubungan badan dengan orang selain kak Reza, aku teringat wajah Bobby yang kemudian tergantikan oleh kang Enday. Raut wajah ku berubah menjadi kesal karena ternyata ke dua orang itu hanya bagus di tampilan luar nya saja. Sifat asli mereka ternyata berbanding terbalik dengan wajah mereka yang ganteng. Aku memegang ke dua sisi wastafel itu dan meremas nya menahan rasa kekesalan ku. Aku memutuskan tidak akan percaya lagi dengan para pria selain kak Reza.

Hanya kak Reza satu satu nya laki laki yang tulus mencintaiku walaupun diri nya terdapat banyak ke kurangan. Aku menundukan kepala ku, lalu menatap kembali ke arah cermin kecil di hadapan ku.

Hati ku saat ini panas sekali, ingin rasanya membalas perlakuan para lelaki yang telah menyakiti ku itu. Rasa panas di hati ku tak kunjung hilang, pikiran ku penuh dengan pikiran pikiran buruk untuk membalas perlakuan mereka terhadap ku.

"Fa air panas nya jalan?" Teriak Om Feri dari luar membuyarkan lamunan ku.

"Ja.Jalan Om" jawab ku agak berteriak. Aku menggelengkan kepalaku, tertawa mentertawakan lamunan ku barusan.

"Apaan sih Fa, semua kejadian buruk yang kamu alamin itu semua karena tingkah laku kamu sendiri." batin ku.

Yah mungkin ini hukuman Tuhan kepada ku karena telah berselingkuh, tak cuma sekali namun dua kali! Mungkin ini cara Tuhan agar menyadarkan ku. Aku lalu membuang semua pikiran2 ku tadi dan mulai mengambil air dengan gayung dan mengguyurkan nya ke atas kepalaku.

Banjuran air itu seakan me-refresh keadaan pikiran ku saat ini yang kacau dengan pikiran - pikiran tak jelas.

Hari ini aku harus bertemu dengan kak Reza! Hanya dirinya yang bisa membuat ku merasa tenang kembali.

Setelah selesai mandi, aku segera mengeringkan tubuh ku dan mengenakan baju pemberian OM Feri barusan.

Aku kemudian keluar dari kamar mandi sambil tetap mengeringkan rambut ku yang masih basah dan berjalan ke arah kamar Om Feri.

"Handuk nya taro di gagang pintu aja Fa, nanti saya jemurin" ujar OM Feri.

Setelah merasa rambut ku cukup kering aku menaruh handuk itu di gagang pintu. Terlihat Om Feri sedang menuangkan sebotol jager ke gelas kecil.

"Nih Fa minum dulu biar anget" ujar Om Feri sambil memberikan gelas kecil tersebut ke arah ku.

Aku agak enggan meminum air haram itu, karena aku inget saat dulu aku meminumnya aku sampai mabuk tak sadarkan diri dan sadar sadar sudah tertidur lelpas di atas kasur ku.

"Engga usah banyak - banyak kayak kemarin ya, dikit aja biar anget"

Walau agak ragu akhirnya aku menenggak minuman itu dan terasa badan ku pun mulai menjadi hangat. After taste nya yang mirip obat batuk membuat ku menjulurkan lidah ku.

Om Feri lalu mengambil gelas kecil itu dari tangan ku dan menuangkan minuman tersebut dan meminuumnya. Kemudian dia menyeka bibir nya dan menaruh botol minuman tersebut beserta gelas kecil nya di samping laptop di atas meja kerjanya.

OM feri lalu memperislah kan ku duduk di atas kursi beroda di depan meja tersebut. Lalu duduk bersila di lantai persis di samping ku.


"Fa..hmmm kalo boleh tau. Kamu ngapain ya di Post satpam tadi.. sama..kenapa pake baju kaya tadi" tanya Om Feri.

Aku terdiam mataku masih memperhatikan laptop yang sekarang memperlihatkan layar desktop Om feri yang penuh dengan shorcut icon game dan program2 miliknya.

"kalau gak mau cerita gpp kok Fa, gak usah" Ujar Om Feri gelagapan, takut salah tanya karena melihat ku yang hanya diam.

Aku lalu menatap ke wajah Om Feri, memperhatikan lekuk setiap sudut di wajahnya. Pikiran ku kembali terisi oleh pikiran - pikiran ku tadi saat melamun di kamar mandi.

"Om Feri, om kenapa mau jemput Fafa? Padahal kan Fafa bukan siapa - siapa nya Om Feri?" tanya ku tanpa menjawab pertanyaanya.

Om Feri terdiam seperti mencari kata - kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ku.

"Aneh aja sih, soalnya waktu Fafa berantem sama kak Reza Om Feri repot repot dateng ke rumah Fafa"

"eng..kamu mau versi yang mana Fa? Diplomatis atau yang jujur?" Om Feri bertanya balik.

"Jujur coba" balas ku cepat.

OM Feri agak berjalan dengan lututnya mendekati ku dan pergelangan tanganya di atas meja itu.

"Oke saya jujur tapi kamu jangan marah ya Fa? Deal?" ujar Om Feri.

"Oke Deal" jawab ku cepat penasaran.

Om Feri menataku tajam agak lama, lalu menghela nafas panjang.

"Saya sebenernya suka sama kamu Fa" jawab Om Feri tegas.

Aku mengerutkan keningku.

"Hah kok Bisa?" tanya ku heran. Perasaan yang ku rasakan saat ini seperti kosong, tidak ada perasaan gugup, excited, atau malu seperti kak Reza menyatakan perasaanya dulu. Kosong, mendengar perkataan Om Feri barusan tidak membuat ku merasakan apapun. Malahan aku heran, kok bisa - bisa nya dia merasakan hal tersebut padahal kami jarang sekali berinteraksi.


Om Feri kemudian jadi salah tingkah, terlihat kegelisahan di wajahnya.

Aku lalu tersadar, walau aku tidak merasakan apapun, keadaan hati orang yang menyatakan perasaan nya terhadap ku tentu tidak lah seperti apa yang aku rasakan. Pasti butuh keberanian besar untuk mengatakan hal tersebut. Duh kenapa aku terkesan kejam gini sih ke Om Feri, padahal dia sudah repot - repot jemput pas hujan hujan begini. Kalau saja bukan karena dia, tentu saat ini aku masih terjebak di post satpam tersebut bersama dengan si bapak Ojol mesum itu.

Aku lalu menempelkan ke dua tangan ku ke pipi Om Feri.

"Makasih ya Om, pasti butuh keberanian besar buat ngomong itu. I appreciate it" ujar ku tersenyum.

Om Feri nampak kaget lalu menoleh ke arah ku.

"Tapi maaf ya, Fafa gak bisa punya perasaan yang sama kaya Om Feri sekarang. Soalnya hati Fafa cuma milik kak Reza. Fafa sayang banget sama kak Reza, cuman dia saat ini yang Fafa sayang" jawab ku pelan, mencoba memperhalus penolakan ku.

Om Feri memegang tangan ku yang ku letakan di pipinya lalu tersenyum.

"Iya Fa, ga apa - apa. Saya gak berharap apapun kok sama kamu. Cukup liat kamu seneng aja saya udah cukup" ujar Om Feri, tak nampak kesedihan di wajahnya.

Aku sebenernya agak kaget dengan reaksi Om Feri, mengingat reaksi Bobby dulu yang seperti anak kecil ketika mendapat penolakan dari ku secara langsung. Bahkan keluar makian dari mulut nya. Om Feri nampak sangat dewasa menerima penolakan dari ku.

"Jangan karena saya udah ngomong gini kamu jadi ga enak loh ke saya Fa, kalau ada apa - apa bilang aja. Saya kalo sanggup pasti bantu" ujar Om Feri lagi.

Aku tersenyum kecil, ternyata tidak semua cowok seperti kang Enday dan Bobby. Rupanya masih ada gentleman seperti Om Feri.

"Jangan nyesel loh ya bilang gitu, nanti Fafa minta tolong aneh2 loh" ujar ku sambil tertawa kecil untuk mencairkan suasana yang mulai awkward.

"OH siap atuh, tenang sama saya mah. Saya sadar kok bentukan saya jelek gendut begini mana mungkin bisa dapet cewe secantik kamu" ujar Om Feri

Mendengar itu aku agak merasa kesal dan segera ku bantah pernyataan Om Feri tadi.

"Hush! Ga boleh gitu om Ah, Fa gak suka Om Feri nganggep rendah diri sendiri gitu. Fa yakin Om Feri bisa dapet cewek yang lebih baik dari pada Fafa! Penampilan itu bukan segalanya tau! Orang ganteng kalau hati nya busuk buat apa?"

Ujar ku kesal, teringat kembali kang Enday dan Bobby di kepala ku.

Om Feri mulai salting, melihat reaksi ku.

"eh..i.iya jangan marah" ujar nya pelan.

AKu kemudian menghela nafas ku.

"Om Fafa tuh ga sebaik yang kamu kira" ujar ku pelan.

OM feri lalu terdiam menatap ku.

Aku menghela nafas panjang lalu menaruh ke dua tanganku di atas kasur.

"Fa mau cerita, Kalau setelah mendengar cerita Fa ini Om Feri jadi ilfil atau jadi gak mau temanan lagi sama Fa, Fa ngerti kok" ujar ku lagi.

"Sok aja Fa kalau mau cerita, saya gak akan nge judge kamu. Sama saya kamu bebas cerita apa aja, kayaknya saya juga pernah bilang soal ini" ujar Om Feri lagi.

Aku menatap wajah OM feri yang terlihat serius dan kemudian kembali menghela nafas ku.

"Jadi.." Aku kemudian menceritakan semua kejadian yang ku alami. Ya, semua. Dari perselingkuhan ku dengan Bobby, dari saat kak Reza dan aku memutuskan untuk mencari tukang pijat sensual. Kegiatan exhibsionis ku di warung roko, Perselingkuhan ku dengan kang Enday dan juga kejadian yang terjadi di rumah kang Enday saat aku bertemu dengan istrinya.


"Anjing itu Enday sama Bobby!" Teriak Om Feri setelah aku selesai bercerita. Wajah nya tampak kesal.

"Bilang sama saya Fa, saya gebukin itu orang - orang" ujar Om Feri lagi.

Ada perasaan senang yang cukup aneh ketika mendengar ucapan Om Feri tersebut, ak tak bisa menyembunyikan senyum di wajah ku.

"Ga usah lah Om, ga usah sampe kayak gitu." Aku terdiam sebentar, membayangkan jika aku mengiyakan tawaran Om Feri barusan.

"Ini bukan sinetron Om, kekerasan gitu ada konsekuensinya, biar Tuhan yang bales perbuatan mereka." ujar ku lagi.

Wajah OM Geri nampak geram menahan emosinya.

"Makasih om, Om Feri ada buat Fafa aja udah cukup kok. Padahal aku bukan siapa - siapa nya OM Feri" aku mencoba menenangkan Om Feri yang tampak kesal.

AKu kembali menaruh ke dua telapak tangan ku di pipinya.

"Makasih ya Om" aku lalu mengecup kening Om Feri, setidak nya hanya ini yang bisa ku lakukan sebagai rasa terima kasih ku.

OM Feri nampak terkejut namun kemudian senyum lebar menghiasi wajahnya.

"Makasih ya Fa" ujar Om Feri lagi.

Aku tersenyum dan mengangguk. Suara hujan tak lagi terdengar menandakan hujan derasa sedari tadi telah berhenti. Aku jadi teringat kalau hari ini aku ingin bertemu dengan kak Reza, namun ketika melirik HP ku yang di charge di atas meja, nampak nya HP ku masih belum bisa dinyalakan.


"Fa ngomong - ngomogn kamu udah makan belum?" tanya Om Feri.

"engg belum sih Om" jawab ku,

"Ya udah saya buatin mie ya" OM feri menawarkan.

Tanpa menolak aku mengangguk dan tersenyum.


"Kalau mau minum lagi tuang sendiri aja ya Fa, biar anget badanya, terus kalau mau nonton filem atau mau browsing pake aja Fa laptop saya, gak saya lock ko" ujar Om feri sebelum meninggalkan kamar nya.

Aku pun mulai menggerak2 an touch pad di laptop itu.

"Fa satu lagi Fa boleh request ga?" ujar Om feri lagi.

"Iya OM?" tanya ku lagi sambil menoleh ke arah OM feri yang berdiri di depan pintu kamarnya.

"Bisa ga usah panggil OM ga? Panggil Abang aja" ujar Om Feri lagi.

AKu tersenyum dan mengangguk.

"iya abang.." jawab ku.

Om Feri atau yang sekarang akan ku panggil Bang Feri puhn tersenyum senang.

Aku menoleh ke arah Bang Feri yang berjalan menuju kompor yang posisi nya tak jauh dari pintu masuk rumah nya. Posisi tempat Bang Feri memasak dapat terlihat oleh ku jika aku memundurkan posisi ku agak kebelakang.

Aku lalu mulai membuka folder di laptop Bang Feri dan terdapat sebuah folder bernamakan Filem. Aku membuka folder tersebut dan terdapat banyak sekali file berisi kan filem - filem yang sudah didownload nya terlebih dahulu.

Namun tak satupun filem yang ku buka membuat ku ingin melanjutkan untuk menontonnya. Aku kemudian memundurkan bangku itu kebelakang untuk melihat apa yang Bang Feri lakukan, nampak Bang Feri sedang membuka bungkusan mie goreng dan menaruh bumbu - bumbunya ke atas piring.

Aku melirik ke arah botol minuman di atas meja, entah mengapa aku tergoda untuk meminum kembali minuman tersebut. Duh Fa, kayak nya emang orang nya gak bisa tahan godaan setan.

Aku kemudian menuangkan botol yager itu ke gelas kecil dan memminumnya, kembali tubuh ku tersasa hangat setelah menenggak minuman tersebut. Aku pun mulai terbiasa dengan after taste minuman tersebut dan mulai bisa menikmati rasanya.

"Kok jadi enak ya rasanya" celetuk ku sambil mengangkat botol minuman itu dan melihat - lihat botol tersebut sambil membaca semua tulisan yang tertera di botol tersebut.

"Satu lagi deh" ujar ku kemudian kembali menenggak minuman tersebut. Rasa hangat yang kurasakan pun bertambah namun terasa kepala ku menjadi agak ringan.

"dah ah ntar mabok di sini lagi" batin ku meletak minuman itu dan agak menggeser botol dan gelas nya menjauh dari ku.

Perhatian ku kembali tertuju ke laptop Bang Feri. Ntah mengapa aku jadi teringat saat aku meminjam laptop kak Reza dan tanpa sengaja melihat isi browser history milik ka Reza yang penuh dengan situs porno. Aku tertawa kecil berfikir apakah Bang Feri kelakuan nya sama juga seperti Kak Reza. Kalaupun ternyata sama, saat ini aku sudah cukup mengerti setelah kak REza menjelaskan alasan mengapa dirinya menonton porno. Selain karena kebutuhan biologis, juga pada saat itu aku dan kak Reza sama sekali belum berhubungan badan. Aku teringat alasan kak Reza yang ingin tidak merusak diri ku sehingga untuk menyalur kan nafsunya dia terpaksa menonton filem - filem porno itu.

Aku pun jadi berfikir apa seharusnya aku pun menonton filem - filem itu sehingga nafsu ku yang setelah ku sadari cukup besar bisa tersalurkan, sehingnga kejadiaan seperti di rumah Bobby dan perselingkuhan dengan Kang Enday tidak pernah terjadi.

Entah mengapa aku nampak kecewa karena melihat browser history Bang Feri nampak bersih. Aku mencoba mengscroll list history nya sampai akhirnya aku menemukan tautan Facebook yang setelah ku klik ternyata menuju ke halaman Profile Facebook ku. Melihat itu membuat ku tersenyum, karena ternyata selama ini Bang Feri stalking sosmed ku. Hal itu tidak membuat ku merasa apa yang dilakukanya creepy, karena aku sudah mengetahui perasaanya terhadap ku dan juga perlakuan yang diberikan nya kepada ku selama ini membuat ku tidak melihat diri nya sebagai pria yang creepy.

Aku lalu membuka folder download dan terdapat beberapa folder di dalamnya dari musik, filem, dan gambar. Aku membuka folder bernama gambar dan namapak banyak sekali fodler di dalamanya dengan nama - nama wanita. Aku membuka folder tersebut satu - satu dan ternyata folder tersebut berisikan foto - foto instagram para cewek yang namanya Bang Feri gunakan sebagai nama foldernya. Aku penasaran dan mencari nama ku di antara puluhan nama - nama wanita tersebut, namun aku sama sekali tidak menemukanya.

Entah mengapa ada perasaan kesal seperti merasa kalah ketika nama ku tak kunjung ku temukan, sampai akhirnya mata ku tertuju disebuah nama folder bernama myonlyone. Aku mengernyitkan keningku kembali dan segera membuka folder tersebut.

Aku hampir tertawa lepas ketika aku melihat isi folder tersebut, ternyata folder tersebut penuh dengan foto - foto dari instagram ku dan juga beberapa foto dari Facebook ku. Aku menggelengkan kepala ku, seperti mengkorfimasi ternayta Bang Feri beneran bucin terhadap ku. Ada persaan bangga karena dia menggunakan nama onlyone sebagai folder ku.

Terdapat sebuah folder di dalam folder tersebut bernamakan "Secret", aku tanpa pikir panjang kemudian membuka folder tersebut. Mataku terbelalak kaget, terdapat foto ku yang hanya menggunakan handuk Pink di dalam folder tersebut. Aku menutup mulut ku seakan tak percaya dengan apa yang ada di depan layayr itu.

Dari mana Bang Feri mendapat kan foto ini? Apa kak Reza memberikanya tanpa sepengetahuan ku?

Tiba - tiba sebuah tangan besar meletakan piring berisikan indomie di samping laptop dan buru - buru merebut laptop tersebut dari ku.

"Eh.anu Fa" ujar Bang Feri.

Aku hanya diam menatap Bang Feri yang gelagapan menutup laptop itu, Bang Feri kemudian menutup laptop tersebut dan menaruhnya di atas kassur. Tampak dari wajahnya diri nya seperti sedang mencari penjelasan.

"engg aduh.. maaf Fa" ujar Bang Feri masih salah tingkah.

Aku memutarkan kursi ku menghadap dirinya yang terduduk di atas kasur dengan wajah tegang.

Ada perasaan yang senang yang aneh ketika melihat tingkah nya yang seperti itu.

"Fa saya bisa jelasin" ujar nya cepat

Aku hanya diam sambil tersenyum sinis, menunggu penjelasan dari nya namun tak satupun keluar kata- kata dari mulutnya.

"Kalo masih lama Fa makan dulu ya abang" Aku lalu mengambil piring mie dari meja dan mulai melahapnya sambil menatap ke arah Bang Feri. Bang Feri hanya tertunduk lemas, merasa beralah.

"Nama folder aku kok beda sendiri Bang?" tanya ku dengan mulut penuh mie goreng.

"Eh itu.." Bang Feri gelagapapan.

Aku menutup mulut ku dengan tangan ku sambil menahan tawa.

"Uhuk.." aku terbatuk kecil.

"Aduh keselek" aku lalu menaruh piring mie tersebut di atas meja, menggapai botol Jager di atas meja dan menuangkan kembali botol Jagermeister itu ke atas gelas kecil dan meminumnya. Sesuai dugaan tubuh ku kembali makin hangat namun kali ini dapat kurasakan rasa hangat nya akan bertahan lama. Aku pernah membaca kalau Alkohol dapat menyebabkan bagian otak yang memperhitungkan resiko jadi berhenti bekerja, ntah mengapa aku teringat hal tak penting seperti itu di saat-saat seperti ini. Tak ada lagi rasa enggan ku untuk menenggak minuman haram ini karena aku mulai bisa menikmati rasa minuman itu.

Aku kemudian memutar kan kursi kembali menghadap ke arah Bang Feri yang nampak masih bingung mencari penjelasan.

"Panik nih panik" ledek ku sambil tertawa. Ku ambil botol yager tersebut dan memberikannya kepada Bang Feri.

"minum dulu minum biar ga tegang" canda ku sambil tertawa dan terus memperhatikan Bang Feri mengambil botol tersebut.

Entah mengapa aku tak lagi merasa canggung bahkan merasa seru melihat tingkah laku Bang Feri yang gelagapan ini.

Bang Feri meletakan botol dan gelas itu di atas kasur tepat di samping tempat nya duduk.

"Fa maaf, saya pasti terkesan munafiq nyimpen foto kaya gitu setelah kamu cerita soal Enday dan Bobby" ujar Om Feri tiba - tiba.

Aku hanya diam menatap ke arahnya, kaki ku sesekali ku pijakan ke lantai dan mendorong kursi beroda tempat ku duduk itu.

"Fa saya.."

"dapet dari mana om fotonya?" tanya ku memotong perkataanya, jujur aku tak begitu peduli dengan alasan Om Feri menyimpan foto tersebut, aku lebih penasaran kenapa dia bisa memiliki foto tersebut.

"Itu. saya.."

"Jujur ya jangan diplomatis, kalo gak aku marah" ancam ku, menghentikan kegiatan ku menggeser2 kursi ku.

"hmm... saya dapet dari Reza" ujar Bang Feri.

"Kak Reza ngasih gitu aja?" tanya ku penasaran.

"eng.." terlihat keraguan di wajah Om Feri untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Jujur ya, aku lebih ngehargain orang jujur apapun jawabanya dari pada boong untuk nyenengin aku doang"

Bang Feri terdiam lalu menghembuskan nafas panjang.

"Saya kirim tanpa seijin dia Fa" jawab Bang Feri takut - takut.

Ada perasaan senang mendengar perkataan itu, at least setidak nya kak Reza tidak menyebar foto - foto ku tanpa izin.

AKu melirik ke arah botol Yager di samping Om Feri dan memintanya memberikan botol itu kepada ku. Sekilas tampak keraguan Om Feri untuk memberikan botol tersebut namun karena kelewat takut akan reaksi ku Om Feri akhirnya menuangkan air itu ke gelas itu dan memberikanya kepada ku.

Segera ku minum habis gelas kecil berisikan cairan berwarna gelap yang rasanya mirip seperti obat batuk itu. Seketika itu pula Kepala ku terasa semakin ringan. Perasaan gugup , kesal, sedih, dan takut yang sedari tadi ku rasakan pun seperti hilang begitu saja. Dada ku terasa hangat, tubuh ku pun tidak lagi menggigil walau udara Bandung setelah hujan saat ini cukup dingin, tubuhku sudah mulai merasakan reaksi dari minuman keras yang ku tenggak entah berapa gelas semenjak tadi. Mata ku mulai sayu dan terasa berat.

"Sering om ngeliatin foto Fafa yang cuma pake handuk?" tanya ku sambil tersenyum sinis, baru saja aku mengganggap Om Feri berbeda dengan para lelaki bajingan seperti kang Enday dan Bobby, ternayata sama saja. Aku memperhatikan wajah nya yang terlihat kikuk dan malu-malu.

Aku menggelengkan kepala ku, menandakan kekecewaan ku terhadapnya. Aku segera berdiri dari tempat duduk ku, namun karena pengaruh minuman keras itu badan ku segera sempoyongan, dengan sigap Om Feri menahan tubuh ku agar tidak terjatuh.

"Apaan si pegang - pegang?? Lepasin!" aku menghardik Bang Feri, dan dengan cepat dia melepaskan tangan nya dariku setelah memastikan aku duduk kembali di kursi itu.

"Ma..maaf Fa, kamu duduk dulu aja kamu kayaknya udah mabuk" ujar Bang Feri khawatir

Aku menyenderkan tubuh ku ke kursi tersebut dan mengurut-ngurut kening ku berharap itu dapat menghilangkan sedikit rasa mabuk ku.

"Fa.. maaf fa saya tau kamu kecewa. Seharusnya kamu gak tau kalau saya simpen foto-foto kamu, apalagi foto yang itu"

Aku membuka mataku sedikit untuk melirik ke arah Om Feri, wajah nya nampak sangat merasa bersalah.

"Bullshit ah, semua cowok sama aja, gak kamu, gak Enday, Gak Bobby semua nya busuk ternyata." kata ku kesal namun suara yang ku keluarkan lebih pelan dari yang ku inginkan.

Wajah Om Feri terliaht agak kesal ketika aku menyamakkan dirinay dengan para lelaki brengsek itu.

"Fa tolong jangan samain saya sama mereka, iya maaf saya simpen foto kamu yang itu, tapi saya gak ada niatan buat nyakitin kamu. Saya sayang sama kamu Fa" ujar Om Feri dengan wajah serius.

Aku membuka mataku dan dengan masih posisi menyender ke kursi, ku perhatikan wajah nya mencoba mencari kejujuran di wajahnya.

"Kalau kamu mau saya hapus foto-foto kamu, saya bakal hapus sekarang kok Fa. Please Fa maafin saya" ujar nya.

AKu menghela nafas panjang.

"Hhhh...buat apa si Om nyimpen foto Fafa yang kaya gitu?" tanya ku sambil mencoba membenarkan posisi duduk ku.

Om Feri ikut menghela nafas dan kemudian mulai menjawab pertanyaan ku barusan.

"Fa.. saya tuh ngangumin kamu dari pertama kali saya lihat kamu, hampir tiap hari saya ngeliatin foto-foto instagram dan foto sosmed kamu. Setiap kamu posting foto baru saya ngerasa seneng banget sampe bisa kebawa mimpi, Tapi saya sadar kalau kamu itu udah milik Reza, jadi ya saya cuma bisa ngagumin kamu dari jauh aja. Saya juga ga mau maksa kamu buat nerima saya, karena saya lihat hati kamu udah jadi milik Reza" ujar Om Feri lagi, entah mengapa perkataanya terdengar tulus di telingaku.


"untuk foto yang pakai handuk itu, saya jujur aja kalau saya laki-laki Fa dan punya kebutuhan. Maaf." Om Feri kembali menunduk.
Mendengar itu tiba - tiba aku teringat alasan kak Reza dulu menonton video porno, penjelasan Om Feri menyimpan foto ku itu mirip dengan alasan kak Reza dulu. Aku teringat kak Reza terpaksa menyalurkan nafsunya dengan menonton filem dewasa karena takut dirinya tidak bisa menahan diri ketika bersama ku jika nafsu itu tidak tersalurkan. Mengingat itu aku tertawa kecil.

Mendengarku tertawa Om Feri kembali menatapku, wajahnya nampak bingung mengartikan tawaku itu. Aku pun jadi berfikir, sedari tadi kalau mau Om Feri bisa saja memperkosa ku. Tenaga nya jelas jauh lebih besar dari ku, namun dirinya tetap bersikap baisa bahkan masih merasa khawatir terhadap ku ketika aku ingin terus meminum Jagermeister miliknya.


"Dasar Bodoh" ujar ku pelan sambil menggelengkan kepala ku dan tertawa kecil. Perasaan kesal dan kecewa pun berangsur hilang terhadap Om Feri. Saat ini entah mengapa aku melihat seperti seorang kaka yang merasa bersalah telah mengecewakan adiknya.

Aku menggeser kursi beroda itu mendekati Om Feri yang terduduk di atas kasur, kemudian memegang ke dua tangan Bang Feri.

"Bang Feri beneran sayang sama Fafa?" tanya ku

Bang Feri nampak agak kaget dan segera menjawab pertanyaan ku dengan anggukan.

"Sayang Fa, sayang banget" ujar nya.

"Fa berarti bisa percaya kalau kamu bisa jagain Fafa kan?" tanya ku.

"Bisa" jawabnya tegas sambil mengangguk.

Aku tersenyum kecil.

"Fa minta maaf ya gak bisa balas perasaan sayang Om Feri sebagai pacar, tapi kalau Om Feri mau.. Fa bisa bales rasa sayang Om Feri seperti ade sayang ke kakak nya, tapi kalau Om Feri gak mau ya udah ga apa-apa" aku menatap wajahnya yang menatap balik ke arah ku, badan nya yang besar membuat ku harus mendongak sedikit ke atas.

Om Feri tersenyum, terlihat dari wajahnya kalau sekarang dia merasa sedikit lega karena aku tidak marah kepadanya.

"Boleh Fa, tapi bukan berarti saya berhenti berusaha ya" ujar nya sambil tertawa kikuk.

Aku hanya tersenyum dan mengangguk kecil, mata ku melirik kembali ke botol yager di samping nya.

Mata om Feri mengikuti pandangan ku dan kembali melihat ke arah ku.

"Kamu masih mau minum?" tanya nya.

Aku mengangguk.

"kamu udah mabuk loh fa, nanti ga sadar lagi kaya waktu itu" ujar nya.

"terus kenapa? Katanya janji bisa jagain aku" ujar ku

"eh.i.iya" Om Feri gelagapan

"Boleh ya? Soalnya Fa hari ini mau ngelupain kesel kesel sama sedihnya Fafa. Mumpung bareng sama kamu, soalnya Fa gak mau kayak gini di depan kak Reza. Bisa-bisa dia ilfil sama Fa kalau tau Fa mabuk gini" ujar ku agak merengek. Aku mulai paham kenapa orang suka minum alkohol. Minuman yang dilarang oleh agamaku itu dengan cepat membuat ku tak lagi merasakan perih sakit dan sedih lagi.


Om Feri nampak ragu, namun akhirnya setuju untuk menuangkan kembali air itu ke gelas kecil.

"Ya udah boleh deh, tapi jangan panggil om lagi" protesnya pura-pura cemberut.

Aku tersenyum kecil.

"Iyaaa abang" jawab ku riang seperti anak kecil

Bang Feri pun memberikan gelas itu dan aku segera menenggaknya, aku terbatuk kecil sambil menepuk-nepuk dada ku karena dada ku kembali terasa panas setelah air itu turun dari tenggorokan ku.

Bang Feri tak lagi terlihat gelisah ikut meminum Jager tersebut. Kami berdua terus meminum, minuman haram tersebut sambil ngobrol ngalor ngidul, entah karena pengaruh minuman tersebut namun aku semakin merasa nyaman ngobrol denganya. Kang Enday, Bobby, Kak REza tak sekalipun muncul dipikiran ku. Perhatian ku terfokus terhadapnya Bang Feri saat ini, rasanya seperti sedang mengobrol dengan seorang kaka laki-laki.

Bang Feri mulai curhat dan bercerita soal masa lalunya, dari soal depresi nya dulu yang membuat dia jadi over-eating sampai gemuk seperti sekarang, dari masalah orang tuanya, masalah keuanganya, saat pertama kali dia membuka warnet. Aku menjadi melihat sisi lain dari dirinya, dan sedari tadi aku hanya mendengarkan ceritanya dengan seksama sambil sesekali terus meminum minuman haram itu. Sampai akhirnya percakapann kami membahas topik tentang percintaan dan kembali ke masalah foto itu.

"Foto nya udah kamu pake apa sih bang?" tanya ku sambil tertawa, tanpa berfikir soal pertanyaan yang terlontar dari mulut ku itu.

"erm.. ya gitu deh Fa, tau lah cowo" jawab nya mencoba menghindar.

"Hayo jujur-jujuran aja sekarang sama Fa, ke ade sendiri juga" goda ku sambil tersenyum menahan tawa ku.

"eng anu.. itu"

"udahh ih cepet, padahal udah minum masih malu-malu" desak ku.

Om Feri menatap ku mencoba mengartikan apakah aku serius bertanya atau mencoba menjebaknya. AKu paham betul apa yang ada di pikiranya, mencoba meyakinkanya untuk tetap menjawab pertanyaan itu.

"Udah ga apa - apa baaaaaaang, aku ga ngejebak ko. Aku bukan cewe kaya gitu" ujar ku, sambl meminum sedikit Jager tersebut dari botolnya.

"ya. gitu Fa.. saya pake buat masturbasi" ujarnya pelan takut takut.

"Hah Serius?! HAHAHAH" aku menaruh punggung tangan ku tak terlalu jauh di depan mulut ku untuk menutup tawa ku.

Om Feri menunduk.

"IH.. hahaha kok bisa sih, padahal cuman pake handuk doang." ujar ku sambil menggelengkan kepala ku. Aku merasa foto - foto yang ku kirim kan untuk kak Reza lebih parah dari foto tersebut, sehingga foto memakai handuk yang bahkan hampir tidak memperlihatkan belahan dada ku itu bukan lah apa-apa.

"Abang kok bisa nafsu sih padahal cuma segitu aja" ledek ku sambil menahan tawa, alkohol didalam aliran darah ku membuat ku lebih ceplas-ceplos dan berani dari biasanya.

"ya gimana lagi, orang punya nya itu doang" ujar Bang Feri mendengus pura - pura kesal.

"Yeeee, harusnya malah gak punya dong" ledek ku sambil mendorong pipinya yang tembam, sambil tertawa.

"Iya sih, tapi ya gimana. Kucing dikasih ikan mah gak akan nolak" ujarnya.

"Kalo kak Reza sih, punya yang lebih dari itu loh" goda ku, sambil memperhatikan reaksinya.

"Ya kan dia cowok lo Fa, aku mah siapa kamu" ujarnya kesal.

"Abang aku hahaha.. abang ga boleh nakal ke adenya" ledek ku. Lalu menenggak kembali Jager tersebut namun kali ini ak tetap memegang botol tersebut sambil menarunya di pangkuan ku.

"Iya abang kamu, jadi ya udah abang nya cuman kebagian handuk doang" ujar nya.

"Udah berapa kali abang pake foto aku buat coli?" tanya ku, kata - kata vulgar mulai keluar dari mulut ku tanpa pikir panjang.

"Wah sering Fa, hampir tiap hari" ujar Bang Feri, mulai nyaman dan tak ragu menjawab pertanyaan ku.

"Wow...haha tiap hari" celetuk ku.

"Hmm kalau cowo coli gitu bayangin apa sih sambil lihat foto cewe?" Aku jadi penasaran.

"Ya sama kayak kamu kalau masturbasi dong Fa" jawabnya sambil memasang wajah heran seakan pertanyaanku itu bodoh.

"Ih ya kali aku masturbasi, ngapain?" bantah ku.

"Halah halah, tadi suruh jujur, sendiri masih gak mau jujur" goda bang Feri.

"Peraturan nya tidak berlaku untuk saya bapak" ledek ku sambil tersenyum meledek.

"Yah curang banget dong kalo gitu" protesnya sambil tertawa.

"Yee sebagai abang harus ngalah sama adenya" aku menenggak kembali air dari botol jager tersebut dan aku bisa merasakan minuman itu hampir habis karena aku perlu mendongakan kepala ku lebih ke belakang agar air nya sampai ke bibirku.

"Ya gitu deh Fa, sama kaya cewe. Ya bayangin aku sama kamu gitu ngapa2in gitu gitu deh" Bang Feri mencoba memperhalus jawabanya agar tidak terlalu vulgar, namun itu justru membuat ku semakin penasaran.

"coba coba jelasin.. ngapa-ngapain itu ngapain?" nada suara ku terdengar sedikit nakal.

"serius ni ga apa - apa Fa ngomong kayak gini? takut kamu ngambek lagi" Bang Feri memastikan.

Aku menggangguk cepet "uda buruan ihh!!" paksa ku.

"ya eng..saya bayangin ngelus ngelus kulit kamu yang gak tertutup handuk...terus raba..raba belahan dada kamu sambil hati - hati banget biar handuk nya ga lepas...terus..." Bang Feri menghentikan perkataanya menunggur reaksi ku, takut perkataanya barusan terlalu vulgar. Sadar akan itu aku menyuruh nya menerukan perkataanya dengan menggerakan dagu ku sedikit ke atas dua kali.

"terus.. badan kamu saya pangku.. biar tangan kamu ngerangkul saya gitu Fa.. saya ciumin pelan leher kamu sama pundah kamu.. tulang dada kamu saya raba halus pake jari saya"

Mendadak badan ku terasa semakin panas mendengar perkataan itu, aku dapat merasakan kedua puting ku saat ini berdiri tegak kencang. tanpa sadar aku sudah menggigit bibir bawah ku sambil memandang ke arah bibir Bang feri yang terus melanjutkan perkataanya dengan sayu.

Setiap kali Bang Feri menjelaskan apa yang akan dilakukannya, tubuhku seakan merasakan langsung apa yang diucapkan nya itu.

"...terus saya buka perlahan handuk kamu Fa..terus saya pandangin dulu payu dara kamu.."

"Ahh,..." desahan ku mendadak terlepas, ketika mencoba mengambil nafas karena tak sadar dari tadi nafas ku tertahan mendengar perkataan Bang Feri.

Desahan ku agak membuat Bang Feri terkaget sebentar dan kemudian dia tersenyum penuh arti. Secara sengaja Bang Feri memperlambat cara nya berbicara seperti ingin memberi penekanan untuk setiap ucapan vulgarnya.

"Saya pangku payu dara kamu pake telapak tangan saya, saya.. lingkarin sambil jari jempol saya menelusuri aerola to..ket.. kamu Fa... sebelum saya pilin pilin puting nya pake jempol" ujar nya sambil senyum merasa menang.

Aku secara tak sadar sudah mencengkram botol Jager itu dengan keras.

Bang Feri terdiam, memperhatikan ku yang mulai birahi karena perkataanya.

"te..terusin.. abang" pinta ku tak sabar karena dia tak kunjung melanjutkan ucapanya.

"Serius Fa? Kamu kayaknya udah mulai naik loh..ntar saya gak tanggung jawab kalau terjadi apa- apa.."

"Ihh NGAREP!! Aku yang mesti nanya gitu! Emang abang masih bakal tetep bisa jaga omongan soal mau jagain aku kalau abang lanjut cerita?" Tantang ku sambil tersenyum meledek.

"Oke! Siapa takut" balas Bang Feri menjawab tantangan ku. "Saya terusin ya Fa"

"puting kamu saya puter - puter pelan...pake jempol..mmm terus saya julurin lidah saya.. buat basahin puting kamu..habis itu baru saya masukin toket kamu ke mulut saya sambil ngepasin badan kamu di atas...kontol saya.. terus saya biarin kamu gesek-gesekin punya kamu.." Mendengar perkataanya yang semakin vulgar.. nafsu semakin menjadi - jadi..mata ku melirik ke arah celana Abang Feri dan terliaht jendolan besar terbentuk di balik celananya. Aku bahkan tak sadar kalau posisi kursi ku sudah makin bergeser mendekatinya sehingga lutut ku bersentuhan dengan lututnya.

Bang Feri terus melanutkan perkataan mesumnya, selagi aku terus memandangi bagian celananya yang terus menyempit. Nafas ku mulai terasa berat, ingin rasanya melihat langsung apa yang sedang terjad di balik celananya. Namun akal sehat ku masih menjaga diri ku untuk tidak segera membuka celana Bang Feri dengan paksa.

"Habis itu.. saya buka celana saya Fa.. dan saya pasin barang saya biar pas sama belahan memek kamu yang pasti udah basah" ujar nya lagi, pemilihan kata - kata Bang Feri makin berani..

"lihat." ujar ku cepat, bahkan otak ku belum sempat memprosess kata - kata yang keluar dari mulut ku sendiri..

Mendengar itu Bang Feri menghentikan ucapanya, wajahnya terlihat kaget dengan kata yang baru saja terdengar oleh nya.

"Maksud nya Fa?" tanya Bang Feri..

Aku menenggak botol Jager itu, dikarenakan terlalu cepat sebagian air nya meluber dari sela-sela bibir ku dan ujung botol itu. Setelah menenggak 2 teguk aku menyeka bibir ku dan menatap ke arah mata Bang Feri.

"Fa mau lihat...itu" ujar ku lagi memperjelas.

"Lihat punya saya?" tanya Bang Feri.

"Fa mau liaht kontol punya abang!" jawab ku tegas memperjelas.

Bang Feri menelan ludahnya, dengan agak ragu dia membuka celana pendek nya yang berukuran besar, terlihat celana dalamnya yang sudah agak usang, warna nya yang dulu putih sudah mulai kusam agak kekuningan. Aku dadpat melihat jendolan besar itu semakin jelas, terdapat noda basah di bagian tengah celana dalam itu.

"Bu..buka" perintah ku

"Serius Fa.." tanya nya ragu.

Aku mengangguk cepat.

"Buka.. cepet!"

Bang Feri mendorong kursi ku sedikit agar dirinya dapat berdiri dari kasur dan kemudian membuka celana dalamnya, kontolnya mencuat keluar. Terlihat bulu - bulu pubis lebatnya hampir menutupi kantung zakarnya. Aroma yang khas dan bau menyengat lainya semerbak menyerang hidung ku. Air precum sudah mengalir keluar dari lubang kencing nya dan beberapa kali menetes ke lantai, posisi ku cukup dekat dengan posisi nya berdiri namunn tidak cukup dekat sehingga ujung penis nya belum menyentuh ku. Batang kemaluanya tidak lah sepanjang Bobby, atau sekekar milik kang Enday. Mungkin tak jauh berbeda dengan milik Kak Reza yang kalau aku boleh jujur tidak lah terlalu panjang bahkan bisa dibilang cukup pendek kalau dibandingan kan dengan ke dua cowok brengsek itu. Namun ketebalan kontol milik bang Feri cukup besar, mungkin hampir sebesar kaleng minumang ringan. Aku agak bergidik membayangkan jika itu masuk ke dalam memek ku.

"Hush Fa! Engga ya, udah cukup selingkuh lagi. Tahan nafsu kamu Fa" hati nuraniku memaki ku mencoba mengingatkan diri ku.

Aku menggigit bibir ku, hebat nya dengan akal sehat yang tidak seberapa ini aku masih menahan nafsu ku.

"duduk bang..duduk lagi" ujar ku memerintahnya dengan nada tegas namun suara yang agak lirih.

Abang Feri hanya mengangguk menuruti perintah ku.

"Kocok coba..." ujar ku lagi.

"Eh.. ma..malu Fa" ujar nya lagi.

"Cepet.. Fa mau lihat" perintah ku.

Bang Feri seperti salah tingkah mulai memegang penisnya dan mengocok nya perlahan.

Aku memperhatikan tiap gerakan tanganya mengocok batang kemaluanya sendiri, namun ketika aku melihat wajahnya dapat kulihat ketegangan di wajahnya. Aku tanpa sadar mengigit kuku jempol tangan kanan ku selagi tangan ku yang satu lagi masih memegang botol jager tersebut.

Aku terus memperhatikan Bang Feri setelah beberapa menit, namun dirinya tak kunjung keluar.

"Kok Ga keluar-keluar bang?" tanya ku tanpa mengalihkan pandangan ku dari kontolnya.

"ng..anu Fa..malu soalnya.. tegang.." ujarnya kikuk.

"Ngapain malu? Fa yang harusnya malu" jawab ku cepat.

"ya..gimana ya." dia kebingungan menjawab pertanyaan ku.

Aku lalu mendorong bagian paha dalam kaki kiri dan kanan Bang Feri dengan kaki ku agar dirinya lebih mengangkang. Lalu ku istirahat kan kaki kanan ku di atas lutut nya dan kaki kiri ku di paha kananya untuk menahan Bang Feri agar tetap mengangkang.

Bang Feri mencoba mengocok penis nya semakin cepat, namun lama kelamaan penis nya yang keras menegang berangsur - angsur mengecil.

Aku mengerutkan kening heran..

"kenapa bang? Kok gak tegang lagi?" tanya ku penasaran dan agak sedikit kecewa.

"engg,.. anu Fa. saya gugup, jadi gak bisa fokus.. Hmm boleh sambil lihat foto kamu ga?" ujar nya lagi.

"Loh ngapain liat foto kan aku ada di depan abang sekarang?"

"Ya..kan beda Fa..kalo di foto yang itu kan.. agak terbuka" ujarnya lagi

Aku terdiam, aku paham apa yang dimaksud oleh bang Feri...seketika itu juga terbesit sebuah ide gila di kepala ku, namun ak masih berdebat dengan diriku sendiri apa boleh aku melakukan itu? Kami berdua pun terdiam.. Bang Feri sesekali mencoba mengocok kembali penisnya yang sudah lunglai namun akhirnya menyerah dan menutupi kemaluannya dengan ke dua tanganya. Setelah berdebat cukup lama dengan diri sendiri, aku segera menenggak habis botol Jager tersebut sampai habis dan meletaknya di meja di belakang ku.

"Abang janji bisa jaga diri?" tanya ku menatapnya dengan serius.

"Eh..Eng.iya janji Fa bisa. Kamu bisa pegang omongan saya" ujar bang Feri.

Aku lalu berdiri dan kembali lutut kami bersentuhan.

"Ka..kamu mau ngapain Fa" tanya Bang Feri.

Aku menempelkan jari telunjuk ku di depan bibir ku.

"Abang diem aja ya.. Udah janji kan bisa jaga diri" ucap ku pelan.

Bang Feri hanya mengangguk.

Aku lalu berputar membelakangi bang Feri, ku genggam bagian bawah kaos hitam bergambarkan band metal yang ku kenakan dan secara perlahan ku angkat kaos ku itu sampai akhirnya terlepas dari tubuh ku. Aku kemduain menoleh ke belakang untuk melihat reaksi bang Feri.

"Janji kan bisa jaga aku, dan nurut sama apa yang aku minta?" tanya ku dengan senyum nakal.

Bang Feri mengangguk cepat.

Ku lempar kaos ku ke arahnya sambil tetap posisi badan ku membelakanginya. Dengan sigap, kaos itu ditangkapnya. Banag Feri menghirup kaos hitam itu dalam - dalam karena hanya wangi tubuh ku yang melekat pada baju itu yang bisa dinimkati nya secara langsung.

Aku selipkan ke dua jempol ku ke dalam bagian pinggang celana pemberian nya, dan ku liak- liukan badan ku pelan sambil menurun kan celana itu secacra perlahan. Setelah tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh ku, aku segera memeluk bagian dada ku dengan tangan kanan ku dan tangan kiri ku menutup bagian depan memek ku.

AKu menoleh ke belakang dan kulihat kontol bang Feri sudah kembali mulai mengeras. Secara perlahan ku putar kan badanku, dan ku dudukan lagi tubuh ku di kursi itu sambil tetap menutupi bagian dada ku dan memek ku dengan tangan.

Bang Feri melongo meliaht apa yang ada di hadapannya.

Tanpa perintah ku bang Feri mulai kembali mengocok batang penis nya, matanya terus menatap ke arah tubuh ku yang tak lagi tertutupi oleh kaos hitam yg sekarang sedang dihirup oleh nya.

Adrenaline dan perasaan tabu yang sekarang menyelimuti ku membuat ku semakin birahi, kami berdua sangat paham kalau tubuh kami sama sekali tidak boleh saling bersentuhan apalagi organ-organ intim mili kami yang sekarang sudah terasa gatal ingin sekali beradu.

Nafas Bang Feri semakin berart, terdengar suara menghirup aroma tubuh ku yang tertinggal dibaju itu semakin cepat.

Seara perlahan ku longgarkan pelukan tangan kanan ku yang sedari menutupi sebagian kecil bagian payu dara ku, sedikit demi sedikit ku longgarkan sampai akhirnya aerola ku mulai terlihat. Ku tutup puting kiri ku dengan jari telunjuk ku dan puting kanan dengan jempol ku.

Bang Feri makin bersemangat mengocok batang kemaluannya, kaos ku tak lagi dihirup oleh nya. Mulutnya terbuka karena hidung nya tak lagi cukup untuk mengambil nafas.

"Fa...Mhmm.. mau dong Fa"

Aku menggelengkan kepala ku pelan sambil tersenyum nakal. Lalu dengan dagu ku, ku beri kode agar Bang Feri meneruskan apa yang sedang dilakukanya. Aku dapat melihat cairan precum mulai membasahi tanganya setiap genggamanya menyentuh bagian kepala kontolnya yang tebal. Suara-Suara cabul gesekan cairan precum dan kulit kontolnya terdegnar keras.

Tanganku yang sedari tadi menutupi vagina ku mulai bisa merasakan hangat dari memek ku yang mulai basah. Sedikit demi sedikit ku renggangkan jari jemariku yang menutup rapat selangkangan ku sehinggal samar - samar terlihat memek ku yang ditumbuhi oleh bulu-bulut tipis mengintip dari balik jari-jari ku layaknya sebuah tirai.

"Fa please..Udah ga kuat...pengen kamu" Bang Feri memohon.

Aku menggelengkan kepala ku.

"Kata nya bisa jaga diri? Aku mau bukti kalo abang bisa pegang omongan abang" jawab ku angkuh. Ntah mungkin karena selau menjadi pihak yang submisive, kali ini aku merasakan keseruan yang tak bisa ku gambarkan dengan kata - kata ketika kendali permainan cabul ini ada di tangan ku.

Peluh keringat mulai membasahi kening Om Feri membuat kulit gelapnya sedikit mengkilat.

"Ya udah Fa saya mau keluar sekarang ya" ujar Bang Feri meminta ijin.

Aku menggelengkan kepala ku dan memasang muka kesal.

"Engga! Abang baru boleh keluar kalo Fa ijinin." kata ku sedikit menghardik.

"ENghhh..." Om Feri menahandirinya sekuat tenaga, kocokan tanganya mulai dipelankan karena bisa terlihat kalau dia sudah diujung tanduk.

Aku menggeser kursi ku maju dan ku taruh ke dua kaki ku di lutut nya, badan ku agak menyender ke kursi tersebut.

"Abang mau ini kan?" ku lepas jari telunjuk dan jempol ku yang menutup puting ku..

Bang Feri mengangguk cepat, ku remas salah satu payu dara ku sambil sesekali mencubit - cubit puting ku sendiri.

"Mnmhh...." aku menahan desahan ku, birahi ku pun sudah tak karuan ingin rasanya aku segera bermasturbasi di depan pria gemuk, bau badan dan buruk rupa di depan ku saat ini.

"Fa udah basah abang" ujar ku lirih, dengan perlahan ku buka jari - jari ku yang kujadikan tirai untnuk menutupi vagina ku.

Ku seret jari - jari yang menutupi vagina ku itu ke atas sampai akhirnya menutupi pusar ku.

"Fa.. mau itu" ujar bang Feri.

"engga ya abang.. udah janji kan bisa jaga diri" goda ku nakal.

Bang Feri hanya bisa pasrah sambil mendegus kasar.

Bang Feri secara takut - takut memegang pergelaangan kaki ku lembut, aku bisa merasakan cairan precum yang melumuri tanganya membasahi kaki ku. Aku menendang pelan lutut nya sehingga kursi ku bergerak mundur, namun tangan Bang Feri masih memegang pergelangan kaki ku.

"Abang.." nada ku meninggi untuk mengingatkannya.

Namun bang Feri tampak tidak mengindahkan seruan ku, tanganya mulai mengelus - ngelus kaki. Rasa geli menjalar ke seluruh tubuh ku bagai tersengat listrik. Bibir nya mulai mencium - cium pergelangan kaki ku dari ujung jempol sampai lutut ku.

"mhh.." aku menggigit bibir ku, berusaha menutupi desahan ku takut kalau bang Feri salah mengartikan kalau itu adalah lampu hijau dari ku. Bang Feri melirik ke arah ku seperti menunggu reaksi ku, namun karena tak ada perlawanan berarti bang Feri kemudian mencium kaki ku yang satunya lagi secara perlahan. Tiba - tiba tanganya menarik kaki ku hingga kursi ku menyentuh kasur yang diduduki nya, bang Feri mengarahkan jempol kaki ku ke wajahnya dan mulai menghisap jari-jari ku satu persatu.

"abang janga.. jorok.mhh" aku menggigit bibir ku, aku dapat merasakan nafas nya di atas kulit kaki ku.

Aku menendang pelan kasur tersebut sehingga kursi ku mundur sampai punggung kursi ku menyentuh meja. "Ini sudah terlalu jauh Fa" teriak hati nurani ku, namun nafsu ku seakang membungkam teriakan itu dengan cepat.

Bang Feri berdiri dari kasur dan berjalan mendekati ku, Aku dapat melihat nafsu ingin menyetubuhi ku menutupi matanya. Nafas ku tertahan, karena tak terbayangkan apa yang akan dilakukan oleh nya.

ABang Feri pun berlutut, dia menaruh ke dua tanganya dan membuka kaki ku lebar lebar mengangkan, tak ada lagi penghalang antara wajah nya dan bibi - bibir memek ku yang sudah sangat basah.

Mata nya melirik ke arah ku, masih menunggu perlawanan dari ku namun kata "jangan" sama sekali tertahan di tenggorokan ku.

Bang Feri kemudian menciumi paha bagian dalam ku, badan ku bergidik seketika. Mata ku terpejam menikmati kecupan nya yang perlahan. Akal sehat ku semakin bungkam, tak lagi mencoba menyadarkan ku dari potensi perselingkuhan ku yang entah untuk keberapa kali nya.

Wajah bang Feri berhenti pas di depan memek ku, aku bisa merasakan hembusan nafas dari hidungya di atas bibir bibir memek ku. Aku memejam kan mata ku, menunggu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Namun setelah beberapa saat bang Feri hanya meraba - raba bagian selangkangan ku dan seperti berusaha untuk tidak menyentuh memek ku. Aku membuka sedikit mata ku dan telrihat dirinya menatap ke arah ku tajam.

Aku menggelengkan kepala ku.

"hah.. hah.. engga ya abang.. jangan kayak gini..hah..hah kamu udah janji.." aku mencoba mengingatkan nya dari balik nafas ku yang sudah mulai memberat.

Ku gapai kepalanya dan ku usap - usap rambutnya, ingin sekali aku mendorong mukanya agar segera melahap memek ku, tapi ntah megapa seluruh badan ku masih mencoba menahan ku walau batin ku ingin merasakan kenikmatan yang suda sepantasnya ku dapatkan.

"Kamu cantik banget Fafa" pujinya

"memek kamu bersih, wangi nya enak. Saya nahan diri banget sekarang buat gak melahap memek kamu, jujur udah ga tahan banget. Tapi saya mau buktiin kalau saya bisa jaga diri" ujar nya dengan wajah serius.

Aku memegang ke dua pipi pria gemuk hitam di depan ku ini, aku bisa melihat dirinya saat ini sedang dengan susah payah menahan dirinya untuk tidak memperkosa ku.

"abang.." ujar ku lirih.

"iya Fa?" jawab nya pelan sambil terus mengusap-ngusap selangkangan ku.

"abang mau keluar?" tanya ku.

"Mau Fa.. dari tadi" ujar bang Feri.

Aku lalu menaruh ke dua tangan ku di pundahknya, memberi kode agar dia tetap berlutut di lantai.

Bang Feri mengangguk, pandangan dan badanya ikut memutar mengikuti ku yang berdiri dari kursi dan berjalan duduk di samping kasur.

"HP abang mana?" tanya ku.

Bang Feri berjalan merogoh celananya di lantai dan memberikan HP nya kepadaku setelah membuka lock screenya.

Ku buka mode kamera dan mengatur ke mode video. Seetlah menekan "record lu berikan HP itu kepadanya.

Wajahnya nampak bingung sesaat namun kemudian dirinya tersenyum mengerti. Bang Feri kemudian berdiri dari lantai dan duduk di atas kursi, digeserkan kursi tersebut sehingga mendekati kasur tempat ku duduk.

Aku mulai menyentuh tubuh ku sendiri, ku raba-raba seluruh bagian depan dada ku yang sambil mengusap - ngusap memek ku.

"Abang.." ujar ku lirih..

Ku belah bibir memek ku dengan jari ku, secara perlahan ku masukan jari tengah ku ruas demi ruas hingga akhir nya jari tengah ku terbenam oleh memek ku yang sudah sangat basah dan panas.

"Nhhgh...mmhh ahhhhhh...abang.." desah ku.

Mata ku melirik ke arah Bang Feri yang sedang merekam aksi ku, sambil tanganya yang satu lagi mengcok kontolnya.

"abang..mhhmm.. nan..nanti.." Aku mencoba mengutarakan kata-kata di otak ku lewat desahan ku yang semakin cepat.

"ka..kalau coli...no..nonton video ini a..aja ya" desah ku.

Nafas bang Feri mulai menggebu - gebu, suara becek tanganya yang bergesekan dengan kontol nya terdengar keras.

"mhhm... ahh.. a..abang mau keluar sekarang?"

Bang Feri menggeleng..

"Belummmm Faaa... HGNn...masiihh mau liat kamu kaya gini" ujar nya

"nghh..gnhhh" mata ku tak bisa lepas dari kontol bang Feri yang besar, aku ingin sekali merasakan kontol besar itu di dalam memek ku detik ini juga. Birahi ku semakin menjadi-jadi, jari - jari ku tak lagi cukup untuk memuaskan hasrat ku.

"Abang... ke..keluarin sekarang" pinta ku.

"ngh..nghh.. iya Fa please.. aku mau...kamu" rengek Bang Feri.

Aku menggelengkan kepala ku sambil tersenyum nakal.

"Engga abang..mmhhf.. abang udah janji kalo abang bisa jaga diri" ujar ku.

Bang Feri makin cepat mengocok kontol nya namun tak setelah beberapa menit dirinya masih belum keluar juga.

Aku menghela nafas ku dan mengeluarkan jari - jari ku dari memek ku.

Aku lalu berdir dari kasur dan berjalan ke arah Bang Feri yang masih mengarahkan kamera Hp nya ke arah ku.

"Abang.." ujar ku pelan.

"hng hah .. hah.. i.iya Fa" ujar bang Feri agak ngos-ngosan.

"Abang diem aja ya" ujar ku tersenyum.

Bang Feri tidak menjawab, hanya mengangguk cepat.

Ku pegang tanganya yang sedang mengocok kontol nya agar diri nya berhenti melakukan itu. Setelah bang Feri menghentikan kocokan pada penisnya, dengan perlahan ku angkat tanganya dan ku taruh di atas sandaran tangan kursi tersebut.

Aroma khas dan bau menyengat itu kembali tercium oleh ku beserta bau keringat bang Feri, namun ntah mengapa saat ini aku tidak merasakan jijik yang mana seharusnya aku rasakan.

"Bang Feri udah gak tahan ya?" tanya ku

"I.iya FA" jawabnya ngos-ngosan.

"Makasih ya abang.. udah bisa jaga diri dari tadi.. Fa percay sama abang sekarang" ujar ku sambil tersenyum.

Aku mulai menyentuh puting Bang Feri, secara perlahan. Ku mainkan puting hitam nya yang besar dan berbulu secara nakal, sesekali ku sentil dan kucubit. Desahan kecil dari bang Feri terlepas dari mulut nya sambil sesekali dirinya menjilat bibir nya.

Mata ku dengan tekun menatap jari - jari ku yang menari di puting nya. Ku dekatkan wajah ku di dadanya, bau keringat bang Feri semakin tercium, namun entah karena nafsu ku yang sudah di ubun - ubun membuat ku tak mempedulikan bau itu. Ku julurkan lidah ku dan ku sentil pelan puting nya dengan ujung lidah ku itu. Sebelum akhirnya aku mengulum puting hitamnya yang terdapat beberapa helai bulu tebal dan panjang.

"Mhh.. Enak banget Fa" ujar bang Feri.

Ku gunakan tangan ku yang kanan untuk memainkan puting nya yang satu lagi dan sesekali aku mencubit puting nya disertai menggigit kecil puting nya yang sebelah kanan.

Aku mulai menurun kan badan ku, dengan sengaja ku gesekan toket ku ke badanya sambil menatap nya dan tersenyum nakak.

Aku pun segera berlutu dan wajah ku tepat berada di depan kemaluannya yang berdiri tegak.

"Abang..." ujar ku pelan.

"ga usah ditahan ya" lanjut ku sambil tersenyum lembut.


Aku lalu mengecup lubang kencing bang Feri pelan, aroma busuk itu kembali menusuk hidung ku namun aku tak mempedulikanya. Ku julurkan lidah ku dengan sedikit keraguan, begitu ujung lida ku menyentuh lubang kencing bang Feri yang basah oleh precum aku bisa merasakan rasa asin yang sangat familiar. Ku pejam kan mata ku dan ku buka mulutku, bibir ku yang kecil sekarang menyentuh kepala kemaluan bang Feri, ku dorong perlahan kepala dan mulut ku terpaksa terbuka semakin lebar dari yang biasanya.

"Oh shit" celetuk bang Feri.

Ku emut batang bang Feri mencoba beradaptasi dengan bau tak sedap dan rasa yang menjijikan itu, mata ku melirik ke arah wajahnya yang sekarang tak lagi menatap ke arah ku. TErlihat kepalanya mendongak ke atas, menikmati kontolnya yang sekarang sebagian berada di dalam mulut ku. Ku gunakan lidah ku untuk membasahi batang kemaluannya yang tebal.

Tangan ku lalu mulai membantu bibirku untuk mengocok batang kemaluannya.

Tangan Bang Feri yang tidak memegang kamera mencoba menyentuh toket ku yang tak lagi terlindungi namun dengan sigap aku menepis tanganya.

Ku tatap wajahnya dengan kemaluannya yang masih bersemayam di dalam mulut ku, ku goyangkan jari telunjuk ku ke kiri dan ke kanan menandakan apa yang barusan ingin dilakukanya tidak dapat izin dari ku. Bang Feri hanya mengangguk dan kembali menaruh tanganya ke senderan tangan kursi yang didudukinya.

"Nghh..Terus Fa" rengek nya

Kuluman ku semakin liar, aku mencoba memasukan seluruh batang kemaluanya namun karena terlalu tebal, mulut ku yang kecil tak sanggup untuk memasukan nya secara langsung. Rahang ku mulai terasa agak pegal, namun secara perlahan aku mendorong terus kepala ku sambil membayangkan apa jadinya jika kemaluan monster ini berada di dalam memek ku. Tanpa sadar tangan ku yang satunya sudah mengkobel memek ku sendiri..

Bang Feri lalu menggunakan tanganya untuk menyisir dan mengikat rambut ku agar tidak menghalangi kegiatan ku, aku menatapnya sambil tersenyum dengan mataku seakan mengucapkan terimakasih dan kembali melanjutkan kuluman ku.

"Fa..Mhh. Fa saya mau keluar Fa" ujar Bang Feri.

Mendengar itu aku makin bersemangat melanjutkan apa yang sedang ku lakukan saat ini. Aku bisa merasakan aroma nafas ku sekarang mempunyai bau yang sama seperti kontol milik Bang Feri, precum nya sesekali terasa mengalir di atas lidah ku.

"Fa.saya keluar Fa.." ujar Bang Feri.

Aku bisa merasakan cairan hangat berbau khas menyemprot ke dalam rongga - rongga mulut ku dan sebagian besar masuk ke dalam tenggorokan ku. Ntah mengapa rasa sperma bang Feri jauh lebih menjijikan dari pada sperma milik kak Reza, membuat ku hampir muntah. Aku segera melepas batang kemaluan bang Feri dari mulut ku, namun ternyata bang Feri belum selesai menyemprotkan semua sperma miliknya sehingga cairan najis itu mengenai muka dan bagian atas toket ku.

"Hoegh.." aku menahan muntah ku sambil menutup mulut ku, segera aku berlari ke kamar mandi dan memuntahkan sperma bang Feri di wastafel.

"Hoegh..." Rasa ingin muntah karena sperma miliknya itu seakan mengembaikan akal sehat ku, apa yang baru saja kulakukan ya tuhan. Aku menyalakan keran wastafel dan mencuci mulut ku dengan aliran air dari keran. Aku dapat merasakan after taste yang ammat tidak enak di dalam mulut ku saat ini.

Sesekali ku minum air langsung dari keran, walau aku tau bahwa air keran sama sekali tidak sehat untuk dikonsumsi oleh manusia, namun aku ingin untuk segera menghilangkan aroma tak sedap sperma dari Bang Feri yang ternyata jauh lebih menjijikan dari bayangan ku.


Setelah aku merasa cukup membersihkan mulut ku aku segera mematikan keran kamar mandi dan berjalan keluar dari kamar mandi. Bang Feri ternyata sudah berdiri di depan pintu kamar mandi sambil memegang handuk kecil dan baju miliknya yang ku kenakan tadi.

"Maaf ya Fa.. Ga enak ya?" ujar nya sambil menyodorkan handuk dan baju kepadaku.

Aku tersenyum simpul sambil mengambil baju dan handuk kecil dari tanganya.

"Ga apa apa abang" ujar ku pelan sambil menyeka mulut ku yang basah, aku lalu masuk kembali ke kamar mandi dan menutup pintunya. Aku pun segera mengekana kembali baju dan celana milik bang Feri.

Sebelum aku meninggalkan kamar mandi, aku melihat refleksi diriku di depan cermin wastafel kamar mandi ini. Kepala ku kembali kosong, aku mencoba mencari rasa sesal atas apa yang baru saja kulakukan namun entah mengapa hati ku saat ini tidak merasakan rasa bersalah sama sekali. Apa pengaruh alkohol itu masih ada di tubuh ku atau memang ini lah diri ku yang sebenarnya? Wanita binal yang sangat terbutakan oleh nafsu.

Setelah beberapa saat aku menggelengkan kepala ku dan keluar dari kamar mandi, bang Feri sudah menyiapkan segelas air putih dan memberikanya kepadaku.

Aku meminum habis air itu dan mengucapkan terima kasih.

"Makasih ya Fa" ujar bang Feri pelan.

Aku hanya membalas perkataan itu dengan senyuman, aku tak tahu respon apa yang pantas untuk rasa terima kasih nya itu.


Tiba - tiba aku mendengar suara telfon ku berbunyi dan dengan segera aku berlari ke arah kamar dan mengangkat HP ku yang ternyata sudah memiliki cukup daya untuk menerima panggilan.


"Halo"

"Dede kamu di mana? Itu bapak ibu khawatir sampe nelponin aa!!" suara kaka laki - laki ku terdengar sedikit berteriak dari ujung telpon.

"eh..engg.. dede nginep di rumah temen a" jawab ku

"Pulang de ayeuna (sekarang), kamu teh kalo nginep kasih tau atuh biar orang rumah gak khawatir!!" a Wildan kembali berteriak penh emosi.

"i.iya a ini mau pulang kok" ujar ku, sambil melihat ke arah bang Feri yang sedang berjalan ke arah kamar ini.

"Mau aa jemput ga?" ujar kaka ku.

"eh ga usah kok ini udah di jalan" jawba ku berbohong.

"Ya udah atuh buruan" hardik nya dan menutup telpon itu sepihak.


"Siapa Fa? Reza?" tanya bang Feri

Aku menggelengkan kepala ku

"Bukan Bang, si AA, nyruh aku pulang" ujar ku.

"Mau saya anter ga Fa?" tanya Bang Feri.

"Eng.*** usah Bang, ngerepotin ntar takut ditanya - tanya sama orang rumah" aku menolak halus.

"Eh gpp Fa, ntar saya turunin di portal aja" Bang Feri memaksa

"Hmm.. ya udah deh bang yuk"

Selagi berjalan menuju pintu depan aku melirik ke arah hp ku dan ternyata sudah ada puluhan message dari kak Reza, dirinya pasti khawatir soal diriku yang tidak juga memeberi kabar. Rasa bersalah yang sedari tadi tak ku rasakan mulai bermunculan.

"Ya ampun Fa, kamu kenapa jadi binal gini sih?" maki ku dalam batin ku. Ingin aku menyalahkan semua ini karena minuman keras tapi aku sadar kalau kejadian kali ini karena aku tidak bisa menahan diri ku sendiri.


"Ini yang terakhir, mulai detik ini tubuh ku, mulut ku, diri ku, hanya untuk ka Reza seorang" janji ku dalam hati.

Setelah naik ke atas motor bang Feri, kami pun meninggalkan rumah nya dan pergi menuju rumah ku.

Semoga ayah dan AA tidak terlalu banyak bertanya dari mana diri ku kemarin malam, doa ku dalam hati.
 
Terakhir diubah:
Welcome back, suhu ed... Hahahaha @RadenArifWibisana95🤠

Akhirnya cerita Fafa muncul lagi. Sekilas baca bentar sambil scroll... Mulustrasi Fafa tetep sexy 👍... Di sini muncul, koq di sana nggak ya 😁😁.

Trus scane beauty and the beast, udah muncul lg nich salah satunya dengan Om Ferry.

Dah segitu dulu... Mohon Ijin baca dulu secara komplit ya suhu ✌🙏


Tks
 
Thanks ya gan update nya. Akhirnya muncul juga. Semoga sehat2 terus hu. Ditunggu next update hu.
 
Terima kasih banyak suhu sudah mau menyempatkan updated di tengah kesibukan real life.
Fafa masih yg terbaik, selalu dinantikan updated nya :haha: :hore:
 
Bimabet
Damn,
Awesome update
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd