CHAPTER 23: POSISI BARU
[HIDE]
Membandingkan postur tubuh Bang Simon dengan para Pegawai Terpilih bukanlah sesuatu yang seimbang. Seperti Bos Titan, Bang Simon berpostur tinggi kekar dengan kulit coklat gelap dan otot-otot kering yang menghiasi setiap lekuk badannya. Garis wajahnya mengguratkan banyak pengalaman dan asam garam kehidupan. Oleh karena hal itulah Bos Titan mempercayakan divisi keamanan Valkyrie kepada Bang Simon, tentu juga karena mereka teman lama. Bos Titan sedikitpun tidak ragu pada kemampuan dan kecakapan Bang Simon, baik dari pertahanan diri sampai manajemen sekuriti perusahaannya.
Namun malam itu, malam Minggu di suite kamar tidur Bos Titan, cerita tentang kegagahan dan kecakapannya seolah menguap ketika Bang Simon kewalahan menghadapi Gracia yang notabene berpostur jauh lebih kecil dari Bang Simon. Bang Simon benar-benar kaget dan kerepotan mengimbangi permainan seorang Shania Gracia versi baru: yang sudah menelan pil Ultimate dan mengoleskan salep merah di dubur dan vaginanya. Gracia benar-benar menggila. Dari awal Bang Simon masuk ke kamar Bos Titan, Gracia langsung menerkam Bang Simon, memeluk dan dengan cepat melucuti pakaiannya.
Kini setelah lebih dari setengah jam berlalu, Gracia bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda dia kelelahan. Mulai dari blowjob, french kiss, dan kini di posisi Woman on Top Gracia mendominasi pergumulan di sofa kamar Bos Titan. Genjotannya cepat dan kasar. Seperti kesetanan Gracia melenguh dan mendesah menikmati penis Bang Simon yang menyesaki liang vaginanya. Wajahnya memerah mencoba menahan kenikmatan sekaligus tekanan dari dalam tubuhnya. Gracia benar-benar tidak peduli dengan sekitarnya: dengan Bos Titan dan Om Minmon yang sedang asyik menonton pertunjukannya, dengan Labia Majora vaginanya yang memerah, juga dengan Bang Simon yang masih terkaget dengan transformasi tubuhnya.
“Nggh! Sshh! Ahh! Bangg! Entot! Entot akuuh! Ngghh!” Gracia meracau seperti kesurupan mengisap kenikmatan dari penis Bang Simon. Hentakan bokong putih Gracia ke paha Bang Simon tidak mengendur sedikitpun.
Sebenarnya Bang Simon sangat menikmati gurihnya vagina Gracia yang menggepit penisnya, namun di sisi lain Bang Simon sedikit terganggu dengan Gracia yang hypersex dan seperti tidak dia kenal. Tak tahan lagi, Bang Simon menoleh ke arah dua penonton dan mengumpat, ”Hey! Pil apa yang kalian kasi ke Gracia ini?! Awas ya kalo terjadi apa-apa dengan dia!”
Om Minmon yang didamprat, malah menjawab santai sambil melipat kakinya, ”Lho kau sendiri kan lihat penelitiannya di London. Kau sangka kami ngasi pil sembarangan ke selir pilihan kami? Santai dong. Itu pil terjamin aman. Udah, nikmati aja Gracia yang sange itu hahaha”
Bos Titan tak berkata apapun. Dia hanya memandangi Gracia yang meracau, sambil sesekali menyesap tequila-nya.
“Yang penting, tugasmu malam ini, gimana cara memuaskan Gracia sebelum kamu ngecrot hehehe” Om Minmon terkekeh melihat Gracia yang kini memijit dan memelintir puting payudaranya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggesek G-spot vaginanya dengan kasar. Pada akhirnya titik yang dinantikan Gracia tercapai. Gracia melengking menahan puncak orgasmenya.
“Ini dia, Tristan!” Tanpa sadar Om Minmon berteriak.
Tanpa sedikitpun genjotannya dikendurkan, vagina Gracia mulai menyembur-nyemburkan air bening. Otot vaginanya berkontraksi, menjepit penis Bang Simon sekaligus melumasnya. Cairan ejakulasi mulai mengalir cepat menyusuri dan menyesaki saluran sempit yang dipenuhi penis Bang Simon. Hasilnya, air mengucur membasahi rambut kemaluan Bang Simon dan sofa. Gracia menggeram dan tubuhnya menegang hebat. Antara senang, nyeri, lega bercampur jadi satu.
Semprotan dari dalam vagina Gracia belum juga berhenti. Tidak pernah dia merasakan orgasme sehebat itu. Sedikit ragu yang tadinya melintas di pikiran sekarang sirna. Gracia merasa sekarang tubuhnya lebih enteng dan libidonya berapi-api. Sekujur badannya memerah dan memanas. Setelah orgasme pertama itu, Gracia sedikit kaget mendapati tubuhnya tidak melemah sedikitpun. Dia bahkan merasa masih bisa memuaskan kedua bosnya jika diminta malam itu. Matanya mengerjap-ngerjap mencoba sadar dari kenikmatannya. Lidahnya menjulur mengisap oksigen sebanyak mungkin. Ini malam paling hebat yang pernah dia rasakan.
Setelah agak lama rembesan cairan squirt-nya akhirnya berhenti dan Gracia bersiap melanjutkan babak kedua. Gracia boleh berkehendak, namun penis Bang Simon yang menentukan akhir dari persetubuhan itu. Bang Simon juga mulai merasakan puncak ejakulasinya terlihat. Segera Bang Simon bangun dan dengan sekali gerakan, tubuh Gracia digendong sehingga dada mereka kini menempel dibasahi keringat.
Jleeebb. Penis Bang Simon meluncur mulus dan kembali menyesaki vagina mungil Gracia yang berkedut cepat. Clep. Clep. Clep. Bunyi kocokan menambah berahi pasangan ini. Bang Simon semakin mempercepat kocokan vagina Gracia hingga akhirnya,
“Errggh sialan kamu Nona!” Bang Simon merasakan penisnya semakin sempit dijepit vagina mungil Gracia. Gracia semakin membuat Bang Simon puas ketika Gracia berinisiatif memagut bibirnya dan memelintir putingnya. Semburan spermanya tidak lagi dirasakannya, digantikan kenikmatan yang menyelimuti tubuhnya.
Setelah dirasanya permainan sudah selesai, Bang Simon mendudukkan Gracia kembali di sofa. Kemudian dia mendelik ke Bos Titan dan Om Minmon.
“Awas ya. Kalo mereka sampe sakit atau kenapa-kenapa, kamu berdua urusan dengan saya. Mereka ini bukan kelinci percobaan!”
“Yang jadi kelinci percobaan sebenarnya kamu Bro. Aku mau liat sejauh mana kamu bisa tahan melawan mereka yang versi Ultimate hahaha” canda Om Minmon sambil menoleh ke Bos Titan. Namun Bos Titan hanya diam menatap hampa, seakan ada sesuatu yang dipikirkannya. Bang Simon yang sebenarnya sudah lelah pun dapat langsung menyadari ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Bos Titan.
“Hey kau! Jangan bengong. Nanti kesambet! Urus selirmu ini.”
Bos Titan menatap Bang Simon agak lama hingga akhirnya menghela nafas.
“Hoy Tan. Ada apa? Ada masalah?”
Di depan kedua teman yang dia anggap sudah saudara, Bos Titan tidak pernah merahasiakan apapun yang mengganjal benaknya. Pun pada malam itu, akhirnya Bos Titan mengeluarkan hal yang dipikirkannya sejak tadi pagi.
“Kayaknya aku perlu Sekretaris Pribadi seperti yang kau bilang Mon. Makin kesini makin terasa repot sendiri.”
Om Minmon diam mendengarkan, namun hatinya bersorak. Argumennya kemarin bersua kemenangan.
“Kerjaan sedang repot-repotnya, dan ke depannya memang akan selalu hectic. Aku mesti keluar negeri juga ke depannya untuk memperluas pasar. Belum lagi berkas-berkas yang mesti kureview. Iya sih Melody yang sering review, otorisasi kan tetap di aku. Belum lagi dia juga banyak kerjaan. Aku juga agak kewalahan nyusun kegiatanku sendiri. Kemarin aku hampir aja lupa ada rapat di Ritz Carlton.”
Om Minmon akhirnya bersuara, ”Trus apa lagi sih yang kau pikirkan? Persaingan antar mereka? Kan udah aku bilang, mereka itu udah dewasa Tan. Udah ngerti lah. Apalagi sesama Pegawai Terpilih.”
Argumen itu kembali terjadi. “Ya dari luar mereka saling ngerti. Masing-masing pribadi emang kau tau Mon? Aku ga pengen lah ntar ada semacam persaingan atau saling iri. Apalagi semua udah pas di divisinya. Apalagi Sekretaris Pribadi ini pasti ikut terus kemanapun aku pergi.”
“Ya iya lah. Emang kau pikir Sekretaris Pribadi itu kerjanya di toilet? Itu namanya konsekuensi posisi. Sekretaris Pribadi itu emang harus ikut bosnya kemanapun. Ke-ma-na-pun.” Om Minmon menekankan masing-masing suku kata.
“Kau ga ngerti sih Mo-“
“Wwoh wait! Ga ngerti? Ga ngerti dimananya Tan? Ah gile lu. Dari Melody masih kesakitan dianal sampe Gracia tepar gini aku juga yang ngurus Tan. Masa aku ga ngerti mereka sih.” Om Minmon sedikit tersinggung.
“Hey hey! Sudah! Sampe lebaran kuda kalian ga bakal selesai-selesai ini!” Bang Simon merasa waktunya untuk menengahi.
“Tan, aku ngerti pendapatmu. Saranku, kamu ngomong aja ke masing-masing Pegawai Terpilih dulu. Jelasin latar belakangnya. Jelasin ke mereka kalo kamu butuh Sekretaris Pribadi. Bener kata Mono, mereka kan udah dewasa. Yah cemburu antar wanita biasa lah. Nanti sama-sama kita pikirkan untuk yang satu itu.” Bang Simon menatap lama Bos Titan yang merebahkan kepalanya ke bantal besar yang dari tadi jadi sandarannya.
“Iya deh. Kayaknya baru itu yang bisa aku lakuin. Ntar aku coba ngomong ke mereka.” Bos Titan beranjak dari kursinya menuju kamarnya. Berdebat tadi membuatnya mengantuk.
“Sori Mon” Pundak Om Minmon ditepuk pelan. Tanpa perlu menjelaskan mereka sudah tahu kata maaf itu untuk apa.
“Oke.”
Sepeninggal Bos Titan, Om Minmon menghabiskan gin yang tersisa di gelasnya. “Udah dibilang pake Sekretaris, ga mau. Ntar repot sendiri, baru nyadar. Terlalu mandiri sih.”
Tepukan kembali mendarat di pundak Om Minmon. Dia mendapati Bang Simon menatapnya dalam-dalam.
“Niat Tristan itu baik. Dia cuma pengen adil ke semua Pegawai Terpilih. Karena dia sayang sama mereka. Cobalah ngerti posisinya sekarang. Kau dan Tristan itu udah jadi ayah bagi Pegawai Terpilih.” Om Minmon terdiam mendengar apa yang baru dikatakan.
Bang Simon ikut beranjak berdiri, bersiap meninggalkan kamar Bos Tristan ketika dia merasakan tumitnya digenggam.
“Bang.. Pengen.. Lagi.. Nghh..” Sambil meringkuk Gracia memelas, memohon dipuaskan layaknya anak kecil memohon dibelikan mainan.
Bang Simon hanya mendengus, kemudian menoleh memberi kode ke Om Minmon.
Om Minmon mendekat ke Gracia yang terkulai. Sambil mengelus kepalanya, Om Minmon tersenyum dan berbisik,
“Untuk sisanya kamu tahan sendiri. Bersih-bersih sana. Bos udah istirahat.”
Setelah mengumpulkan tenaganya untuk bangkit, Gracia akhirnya turun ke lantai kamar Pegawai Terpilih. Tapi bukan ke kamarnya, melainkan ke kamar Yona. Siapa lagi yang tengah malam ini bisa diminta membersihkan sisa api nafsu Gracia selain Yona si Penyiksa?
Membandingkan postur tubuh Bang Simon dengan para Pegawai Terpilih bukanlah sesuatu yang seimbang. Seperti Bos Titan, Bang Simon berpostur tinggi kekar dengan kulit coklat gelap dan otot-otot kering yang menghiasi setiap lekuk badannya. Garis wajahnya mengguratkan banyak pengalaman dan asam garam kehidupan. Oleh karena hal itulah Bos Titan mempercayakan divisi keamanan Valkyrie kepada Bang Simon, tentu juga karena mereka teman lama. Bos Titan sedikitpun tidak ragu pada kemampuan dan kecakapan Bang Simon, baik dari pertahanan diri sampai manajemen sekuriti perusahaannya.
Namun malam itu, malam Minggu di suite kamar tidur Bos Titan, cerita tentang kegagahan dan kecakapannya seolah menguap ketika Bang Simon kewalahan menghadapi Gracia yang notabene berpostur jauh lebih kecil dari Bang Simon. Bang Simon benar-benar kaget dan kerepotan mengimbangi permainan seorang Shania Gracia versi baru: yang sudah menelan pil Ultimate dan mengoleskan salep merah di dubur dan vaginanya. Gracia benar-benar menggila. Dari awal Bang Simon masuk ke kamar Bos Titan, Gracia langsung menerkam Bang Simon, memeluk dan dengan cepat melucuti pakaiannya.
Kini setelah lebih dari setengah jam berlalu, Gracia bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda dia kelelahan. Mulai dari blowjob, french kiss, dan kini di posisi Woman on Top Gracia mendominasi pergumulan di sofa kamar Bos Titan. Genjotannya cepat dan kasar. Seperti kesetanan Gracia melenguh dan mendesah menikmati penis Bang Simon yang menyesaki liang vaginanya. Wajahnya memerah mencoba menahan kenikmatan sekaligus tekanan dari dalam tubuhnya. Gracia benar-benar tidak peduli dengan sekitarnya: dengan Bos Titan dan Om Minmon yang sedang asyik menonton pertunjukannya, dengan Labia Majora vaginanya yang memerah, juga dengan Bang Simon yang masih terkaget dengan transformasi tubuhnya.
“Nggh! Sshh! Ahh! Bangg! Entot! Entot akuuh! Ngghh!” Gracia meracau seperti kesurupan mengisap kenikmatan dari penis Bang Simon. Hentakan bokong putih Gracia ke paha Bang Simon tidak mengendur sedikitpun.
Sebenarnya Bang Simon sangat menikmati gurihnya vagina Gracia yang menggepit penisnya, namun di sisi lain Bang Simon sedikit terganggu dengan Gracia yang hypersex dan seperti tidak dia kenal. Tak tahan lagi, Bang Simon menoleh ke arah dua penonton dan mengumpat, ”Hey! Pil apa yang kalian kasi ke Gracia ini?! Awas ya kalo terjadi apa-apa dengan dia!”
Om Minmon yang didamprat, malah menjawab santai sambil melipat kakinya, ”Lho kau sendiri kan lihat penelitiannya di London. Kau sangka kami ngasi pil sembarangan ke selir pilihan kami? Santai dong. Itu pil terjamin aman. Udah, nikmati aja Gracia yang sange itu hahaha”
Bos Titan tak berkata apapun. Dia hanya memandangi Gracia yang meracau, sambil sesekali menyesap tequila-nya.
“Yang penting, tugasmu malam ini, gimana cara memuaskan Gracia sebelum kamu ngecrot hehehe” Om Minmon terkekeh melihat Gracia yang kini memijit dan memelintir puting payudaranya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggesek G-spot vaginanya dengan kasar. Pada akhirnya titik yang dinantikan Gracia tercapai. Gracia melengking menahan puncak orgasmenya.
“Ini dia, Tristan!” Tanpa sadar Om Minmon berteriak.
Tanpa sedikitpun genjotannya dikendurkan, vagina Gracia mulai menyembur-nyemburkan air bening. Otot vaginanya berkontraksi, menjepit penis Bang Simon sekaligus melumasnya. Cairan ejakulasi mulai mengalir cepat menyusuri dan menyesaki saluran sempit yang dipenuhi penis Bang Simon. Hasilnya, air mengucur membasahi rambut kemaluan Bang Simon dan sofa. Gracia menggeram dan tubuhnya menegang hebat. Antara senang, nyeri, lega bercampur jadi satu.
Semprotan dari dalam vagina Gracia belum juga berhenti. Tidak pernah dia merasakan orgasme sehebat itu. Sedikit ragu yang tadinya melintas di pikiran sekarang sirna. Gracia merasa sekarang tubuhnya lebih enteng dan libidonya berapi-api. Sekujur badannya memerah dan memanas. Setelah orgasme pertama itu, Gracia sedikit kaget mendapati tubuhnya tidak melemah sedikitpun. Dia bahkan merasa masih bisa memuaskan kedua bosnya jika diminta malam itu. Matanya mengerjap-ngerjap mencoba sadar dari kenikmatannya. Lidahnya menjulur mengisap oksigen sebanyak mungkin. Ini malam paling hebat yang pernah dia rasakan.
Setelah agak lama rembesan cairan squirt-nya akhirnya berhenti dan Gracia bersiap melanjutkan babak kedua. Gracia boleh berkehendak, namun penis Bang Simon yang menentukan akhir dari persetubuhan itu. Bang Simon juga mulai merasakan puncak ejakulasinya terlihat. Segera Bang Simon bangun dan dengan sekali gerakan, tubuh Gracia digendong sehingga dada mereka kini menempel dibasahi keringat.
Jleeebb. Penis Bang Simon meluncur mulus dan kembali menyesaki vagina mungil Gracia yang berkedut cepat. Clep. Clep. Clep. Bunyi kocokan menambah berahi pasangan ini. Bang Simon semakin mempercepat kocokan vagina Gracia hingga akhirnya,
“Errggh sialan kamu Nona!” Bang Simon merasakan penisnya semakin sempit dijepit vagina mungil Gracia. Gracia semakin membuat Bang Simon puas ketika Gracia berinisiatif memagut bibirnya dan memelintir putingnya. Semburan spermanya tidak lagi dirasakannya, digantikan kenikmatan yang menyelimuti tubuhnya.
Setelah dirasanya permainan sudah selesai, Bang Simon mendudukkan Gracia kembali di sofa. Kemudian dia mendelik ke Bos Titan dan Om Minmon.
“Awas ya. Kalo mereka sampe sakit atau kenapa-kenapa, kamu berdua urusan dengan saya. Mereka ini bukan kelinci percobaan!”
“Yang jadi kelinci percobaan sebenarnya kamu Bro. Aku mau liat sejauh mana kamu bisa tahan melawan mereka yang versi Ultimate hahaha” canda Om Minmon sambil menoleh ke Bos Titan. Namun Bos Titan hanya diam menatap hampa, seakan ada sesuatu yang dipikirkannya. Bang Simon yang sebenarnya sudah lelah pun dapat langsung menyadari ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Bos Titan.
“Hey kau! Jangan bengong. Nanti kesambet! Urus selirmu ini.”
Bos Titan menatap Bang Simon agak lama hingga akhirnya menghela nafas.
“Hoy Tan. Ada apa? Ada masalah?”
Di depan kedua teman yang dia anggap sudah saudara, Bos Titan tidak pernah merahasiakan apapun yang mengganjal benaknya. Pun pada malam itu, akhirnya Bos Titan mengeluarkan hal yang dipikirkannya sejak tadi pagi.
“Kayaknya aku perlu Sekretaris Pribadi seperti yang kau bilang Mon. Makin kesini makin terasa repot sendiri.”
Om Minmon diam mendengarkan, namun hatinya bersorak. Argumennya kemarin bersua kemenangan.
“Kerjaan sedang repot-repotnya, dan ke depannya memang akan selalu hectic. Aku mesti keluar negeri juga ke depannya untuk memperluas pasar. Belum lagi berkas-berkas yang mesti kureview. Iya sih Melody yang sering review, otorisasi kan tetap di aku. Belum lagi dia juga banyak kerjaan. Aku juga agak kewalahan nyusun kegiatanku sendiri. Kemarin aku hampir aja lupa ada rapat di Ritz Carlton.”
Om Minmon akhirnya bersuara, ”Trus apa lagi sih yang kau pikirkan? Persaingan antar mereka? Kan udah aku bilang, mereka itu udah dewasa Tan. Udah ngerti lah. Apalagi sesama Pegawai Terpilih.”
Argumen itu kembali terjadi. “Ya dari luar mereka saling ngerti. Masing-masing pribadi emang kau tau Mon? Aku ga pengen lah ntar ada semacam persaingan atau saling iri. Apalagi semua udah pas di divisinya. Apalagi Sekretaris Pribadi ini pasti ikut terus kemanapun aku pergi.”
“Ya iya lah. Emang kau pikir Sekretaris Pribadi itu kerjanya di toilet? Itu namanya konsekuensi posisi. Sekretaris Pribadi itu emang harus ikut bosnya kemanapun. Ke-ma-na-pun.” Om Minmon menekankan masing-masing suku kata.
“Kau ga ngerti sih Mo-“
“Wwoh wait! Ga ngerti? Ga ngerti dimananya Tan? Ah gile lu. Dari Melody masih kesakitan dianal sampe Gracia tepar gini aku juga yang ngurus Tan. Masa aku ga ngerti mereka sih.” Om Minmon sedikit tersinggung.
“Hey hey! Sudah! Sampe lebaran kuda kalian ga bakal selesai-selesai ini!” Bang Simon merasa waktunya untuk menengahi.
“Tan, aku ngerti pendapatmu. Saranku, kamu ngomong aja ke masing-masing Pegawai Terpilih dulu. Jelasin latar belakangnya. Jelasin ke mereka kalo kamu butuh Sekretaris Pribadi. Bener kata Mono, mereka kan udah dewasa. Yah cemburu antar wanita biasa lah. Nanti sama-sama kita pikirkan untuk yang satu itu.” Bang Simon menatap lama Bos Titan yang merebahkan kepalanya ke bantal besar yang dari tadi jadi sandarannya.
“Iya deh. Kayaknya baru itu yang bisa aku lakuin. Ntar aku coba ngomong ke mereka.” Bos Titan beranjak dari kursinya menuju kamarnya. Berdebat tadi membuatnya mengantuk.
“Sori Mon” Pundak Om Minmon ditepuk pelan. Tanpa perlu menjelaskan mereka sudah tahu kata maaf itu untuk apa.
“Oke.”
Sepeninggal Bos Titan, Om Minmon menghabiskan gin yang tersisa di gelasnya. “Udah dibilang pake Sekretaris, ga mau. Ntar repot sendiri, baru nyadar. Terlalu mandiri sih.”
Tepukan kembali mendarat di pundak Om Minmon. Dia mendapati Bang Simon menatapnya dalam-dalam.
“Niat Tristan itu baik. Dia cuma pengen adil ke semua Pegawai Terpilih. Karena dia sayang sama mereka. Cobalah ngerti posisinya sekarang. Kau dan Tristan itu udah jadi ayah bagi Pegawai Terpilih.” Om Minmon terdiam mendengar apa yang baru dikatakan.
Bang Simon ikut beranjak berdiri, bersiap meninggalkan kamar Bos Tristan ketika dia merasakan tumitnya digenggam.
“Bang.. Pengen.. Lagi.. Nghh..” Sambil meringkuk Gracia memelas, memohon dipuaskan layaknya anak kecil memohon dibelikan mainan.
Bang Simon hanya mendengus, kemudian menoleh memberi kode ke Om Minmon.
Om Minmon mendekat ke Gracia yang terkulai. Sambil mengelus kepalanya, Om Minmon tersenyum dan berbisik,
“Untuk sisanya kamu tahan sendiri. Bersih-bersih sana. Bos udah istirahat.”
Setelah mengumpulkan tenaganya untuk bangkit, Gracia akhirnya turun ke lantai kamar Pegawai Terpilih. Tapi bukan ke kamarnya, melainkan ke kamar Yona. Siapa lagi yang tengah malam ini bisa diminta membersihkan sisa api nafsu Gracia selain Yona si Penyiksa?
***
[/HIDE][/HIDE]
Selamat menjalankan ibadah puasa dan menyambut Lebaran teman-teman : )