Apa yang baru saja disaksikan Wulan justru membuat libidonya menyala. Kini dia tidak khawatir sakit yang akan dirasa. Wulan lebih penasaran kegaharan penis Om Minmon. Wulan dengan semangat menjilati dan mengulum batang dan kepala penis Om Minmon. Dia tidak peduli rasa anyir darah perawan Vanti yang masih menempel. Sambil menjilat, Wulan memelintir dan mencubit putingnya sendiri, untuk menaikkan nafsu.
Om Minmon terkekeh melihat tingkah Wulan. Perawan yang tidak takut diperkosa. Om Minmon mengusap-usap rambut Wulan yang asyik mengulum buah zakar Om Minmon. Setelah dirasanya sudah cukup tegang dan basah, Om Minmon menjambak rambut Wulan dan mengajaknya berdiri. Sementara Nining menarik tubuh Vanti ke sudut kasur. Wulan berdiri mematung, menunggu tubuh ranumnya dipakai tuannya. Namun, seperti biasa, Om Minmon tidak mau terburu-buru. Dia malah kembali mencubit, menarik keras, serta menampar-nampar puting payudara Wulan.
“Kamu tiap hari ke sawah ya? Sekali-sekali ikut nyangkul, trus bawa kerbau bajak sawah?”
Wulan terpana. Tebakan Om Minmon persis dengan rutinitasnya di desa sebelum dibawa ke Pasar Malam. Wulan memang sesekali saja diizinkan untuk menyangkul. Dia lebih sering membantu ibunya di rumah sambil mengantarkan bekal untuk saudaranya di sawah. Adakalanya juga Wulan disuruh membajak menggunakan kerbau. Supaya kamu tahu cara bajak sawah, kata saudaranya.
“Lho k-kok Bos tau?”
Bos Minmon terkekeh. Analisanya tepat. Selain wajahnya yang terkesan judes, Om Minmon melihat bentuk paha yang tegas, otot lengan yang sedikit menonjol dan dada yang membusung. Tidak seperti Nining dan Vanti, Wulan memiliki tubuh seperti seorang model profesional. Kulitnya yang sedikit gelap menandakan sinar matahari siang rutin menyentuh kulitnya tapi tidak dalam waktu lama. Tipe tubuh favorit Om Minmon.
“Kamu baru lahir saja,” Om Minmon menarik puting susu Wulan makin kencang sampai dia meringis sakit, “Aku udah tau kalo memek perawanmu ini aku yang entotin.” Wulan justru makin bernafsu saat mendengar Om Minmon memancingnya dengan kata-kata seronok.
Tangan kiri Om Minmon bergerilya ke selangkangan Wulan. Jarinya dengan cepat mencubit klitoris kuncup Wulan. Tangan kanan Om Minmon berhenti menjepit puting Wulan dan kemudian menelusupkan jarinya ke lubang dubur gadis itu. Wulan menggeram tertahan merasakan sakit di selangkangannya. Tanpa sadar dia merangkul bahu Om Minmon yang berdiri di sampingnya. Wulan menahan nafas sambil menutup mata, tidak berani berbuat apa-apa. Tubuhnya sudah menjadi milik majikannya. Dia tidak boleh melawan keinginan bosnya.
Jari Om Minmon menggelincir masuk ke lubang dubur Wulan yang sempit. Om Minmon mengorek-ngorek sepanjang yang jarinya bisa. Tidak puas dengan hanya jari tengah, kini Om Minmon memasukkan juga telunjuknya. Tak pelak Wulan tidak dapat lagi menahan rasa perih di pangkal pahanya.
“Bosss sakit boss nghhh huhuhu.” Air mata mulai terbit di ujung mata Wulan dan tak sadar dia mulai terisak. Dia teringat dia dilarang menangis di depan Om Minmon, namun nyeri ini benar-benar tidak tertahankan lagi. Apalagi klitorisnya ditarik sekencang mungkin dan berulang-ulang.
Sesaat kemudian Wulan merasakan rasa yang lain menjalar di syaraf vaginanya. Ada rasa geli di antara perih kala klitorisnya semakin sering ditarik. Apalagi otot anusnya kini merenggang, menerima lesakan jari Om Minmon. Wulan tidak tahu kalau pria yang sedang menyiksanya ini sudah berpengalaman memuaskan wanita dengan berbagai cara. Isakan tangis dengan cepat berganti menjadi desahan. Semakin cepat Om Minmon mengorek-ngorek dubur Wulan, semakin dia merasakan nikmat itu. Sekarang Wulan ikut menarik puting payudaranya. Tak perlu waktu lama, Wulan merasakan ada yang mengalir menuju liang vaginanya.
Om Minmon juga merasakan vagina Wulan sedikit mulai membuka. Cairan pelumas vaginanya sebentar lagi akan keluar. Dan benar saja, Wulan menjerit ketika akhirnya dia merasakan pertama kali ejakulasinya.
“Arrghh! Ah! Ah! Boss!”
“Nah sekarang memekmu udah basah, udah enak untuk dientot. Kalo Vanti tadi kesat jadi terlalu geli.” Om Minmon meludah ke telapak tangannya kemudian membalurkan ludahnya ke vagina Wulan. Wulan yang masih menikmati ejakulasi perdananya kaget ketika Om Minmon membalikkan badannya dan mendorong punggungnya membungkuk. Tinggi mereka yang hampir sama membuat posisi penis Om Minmon sedikit di atas posisi vagina Wulan. Om Minmon sedikit menekuk lututnya dan tanpa basa-basi menyorong penisnya masuk menembus selaput dara Wulan.
Wulan akhirnya merasakan sensasi yang sedari tadi membuatnya penasaran. Bulu kuduknya meremang kala penis Om Minmon mengoyak selaput daranya dan mulai mendesak masuk ke liang vaginanya. Tanpa sadar Wulan berjinjit untuk menyamakan posisi vaginanya dengan penis Om Minmon. Dia bisa merasakan urat penis Om Minmon berdenyut cepat di rongga vaginanya. Rasa panas dan perih terasa hebat. Wulan meremas pantatnya sendiri dan membuka pahanya untuk membantu melebarkan lubang selangkangannya.
Om Minmon pun merasakan otot vagina Wulan mengempot cepat. Kali ini Om Minmon lebih mudah membenamkan penisnya karena liur dan cairan pelumas vagina Wulan. Belum ada beberapa menit, penis Om Minmon sudah hampir masuk seluruhnya. Segera Om Minmon menarik penisnya dan sekejap menyorongkan lagi. Pinggulnya maju mundur teratur, mengocokkan penisnya dengan cepat. Rasa nikmat tak terkira meresap di penisnya.
“Waduh memek perawanmu ini benar-benar enak, Wulan! Kalah punya Vanti hahaha!”
“Ngghh- nggh! I-iya Bos. Nikmati sepu-as Bos. Tubuh Wulan ngghh- udah jadi milik Bos.”
“Hahaha gitu ya yang diajarkan ke kamu?! Dasar mental pelacur! Rasain nih penisku!”
Bles! Penis Om Minmon tertanam seluruhnya di vagina Wulan. Wulan menganga, namun tidak ada suara keluar dari mulutnya. Pahanya menegang dan masih kuat menahan tubuhnya. Dia bisa merasakan penis Om Minmon berat dan penuh menyesaki selangkangannya.
Om Minmon dengan cepat menggenjot selangkangan Wulan. Tak dibiarkannya Wulan beristirahat barang sedetik saja. Kini jempolnya pun kembali mendesak masuk dubur Wulan. Wulan memekik menahan nyeri kini bertambah.
“Duburmu ini punyaku juga kan?! Iya?!”
“Akhh iya Bos! Iya! Jebolin aja ngghh!”
Pekikan Wulan melonjakkan berahi Om Minmon yang kini memuncak. Jempolnya didorong sampai tuntas masuk. Tangan satunya lagi menjambak rambut sebahu Wulan. Wulan kembali menjerit, tangannya menggapai apa yang bisa dijadikan pegangan.
“Heh! Kamu diajarin ga boleh jerit kan?! Iya?! Jawab!”
“Nghhhh ampun, Boss! Ampun!”
“Kamu ini bener-benar brengsek ya!” Om Minmon mencabut penisnya dan mulai menyorongkan ke lubang dubur Wulan. Lubang sempit kedua yang dinikmati Om Minmon. Om Minmon tidak peduli Wulan memohon ampun. Penisnya dipaksanya masuk sedalam mungkin.
Crott! Crottt! Om Minmon merasakan sepercik cairan muncrat beberapa kali dan mengenai kepala penisnya. Sensasi berbeda dirasakan Om Minmon, tidak sama dengan ketika dia menggarap vagina Wulan. Ada daging kenyal yang tak mampu menahan lesakan penis kekarnya.
“Hah hah hnghhaaah!” Wulan kehilangan kesadaran. Melihat itu Om Minmon dengan reflek mencengkram paha Wulan. Punggungnya turun namun Om Minmon memaksa kakinya tetap menjejak permadani. Dengan cepat Om Minmon menggenjot dubur Wulan. Otot kenyal dubur Wulan melebar mengikuti ukuran penis Om Minmon.
“Enak aja kamu pingsan! Memekmu bahkan belum aku genjot!” Namun pada akhirnya Om Minmon kesusahan menahan berat tubuh Wulan. Dilepaskannya cengkraman di paha Wulan. Wulan roboh. Penis Om Minmon meluncur keluar dari lubang anus Wulan, keras dan lembab kemerah-merahan karena darah perawan dari vagina dan lubang anus Wulan. Erin menoleh sekilas. 15 menit. Lumayan. Erin juga sudah menduga kala pertama kali melihat tubuh bugil Wulan di akuarium. Stamina dan tubuhnya jauh lebih baik dari kebanyakan wanita peliharaannya. Tak heran Wulan bisa menahan gempuran penis Om Minmon selama itu.
Om Minmon mendengus kesal sambil menggerutu. Dia sudah merasakan puncak orgasmenya mendekat. Tapi Wulan tidak bisa bertahan. Kini tinggal satu perawan lagi. Om Minmon berbalik, melihat Nining yang ketakutan. Tubuhnya bergetar. Nining mulai meratap, takut dengan apa yang akan terjadi. Dia bahkan tidak ingat lagi instruksi yang sudah diajarkan sebelumnya.
“Woy! Kok diam aja?! Rin ini gimana sih jongosmu yang satu ini?!”
Erin akhirnya menutup ponselnya dan mendekati Nining. Dengan gerakan gesit Erin menjambak rambut Nining. Nining mengerang kesakitan.
“Eh brengsek, apa aturan yg ketiga? Jawab!”
“Nghhuhuhu- G-g-ga boleh nangis, B-bunda hng hng huhuhu.” Masih terisak Nining menjawab.
“Nah trus aturan pertama?”
“O-Om Minmon harus puas, Bun.”
“Trus kamu ngapain diem aja daritadi?! Ngapain hah?!” Tamparan keras mendarat di pipi Nining.
“Kamu udah dirawat baik-baik disini! Dikasi makan enak! Keluargamu di kampung tiap bulan dikirimin duit! Dan kamu sekarang lupa gimana jadi lonte?! Kamu ga tau siapa yang kamu layani sekarang hah?!” Erin naik pitam.
“Udahlah Rin, kelamaan. Oper aja lah ke pelabuhan. Ntar biar digilir supir-supir truk itu aja. Yang di bawah tadi suruh kesini.” Om Minmon sedikit menggertak. Dan gertakannya langsung kena sasaran. Nining yang mendengarnya langsung berlutut di depan Om Minmon. Tangannya meraih mata kaki Om Minmon sembari memohon.
“Bos! Bos ampun bos! Nining salah Bos! Jangan lempar Nining ke pelabuhan! Ampun Bos! Nining salah!” Sambil menangis Nining mengulang-ulang perkataannya. Logikanya langsung berputar. Sesakit apapun diperawani Bosnya tidak sebanding dengan apa yang akan terjadi jika dia digilir supir-supir truk pelabuhan.
“Trus, supaya diampuni kamu mesti ngapain?”
“Saya akan lakukan apapun yang Bos minta! Saya janji Bos! Jangan buang saya Bos! Saya mohon maaf Bos! Saya mohon maaf, Bunda!” Erin yang mendengarnya kembali duduk di sofa. Dia tidak peduli permohonan maaf Nining. Yang lebih penting Mino puas dulu, batinnya.
Om Minmon menjambak Nining dan melemparnya ke tengah kasur. Nining terlentang pasrah. Dia langsung memaksa tersenyum dan meliuk-liukkan pinggulnya, berusaha menggoda Om Minmon. Namun Om Minmon malah kembali menampar pipinya dan mencengkram dagunya. Nining berusaha tetap tersenyum.
“Brengsek! Kamu kira gampang apa ngeluarin air mani ini! Karena kamu nangis jadi harus dari awal lagi! Denger ya! Kalo kamu sampe pingsan kayak temen-temenmu ini, aku pastiin kamu besok bangun di kapal barang, jadi pemuas semua anak buah kapal itu! Ngerti kamu?!”
Nining bergidik. Tak terbayangkan bagaimana kehidupannya jika dia menjadi pemuas seks para pekerja kapal. Cepat-cepat dienyahkannya bayangan itu.
“Ba-baik, Bos. Iya Bos Nining tidak akan pingsan! Silahkan nikmati perawan dan tubuh Nining, Bos. Tubuh Nining ini milik Bos.”
“Banyak omong kamu!” Om Minmon kemudian membuka paha Nining lebar-lebar. Seonggok vagina segar nan bersih terpampang jelas di depan Om Minmon. Om Minmon langsung mengarahkan penisnya ke titik lubang kenikmatan Nining.
Untuk kali ketiga pada malam ini penis Om Minmon mengoyak selaput dara. Nining berinisiatif menjilat dan menyedot puting Om Minmon, sambil tangannya mengusap-usap puting satunya lagi. Namun Om Minmon menepis tangannya dan mendorong tubuh Nining sehingga kembali terlentang. Tubuh gemuk Om Minmon langsung menimpa Nining. Posisi yang memudahkan Om Minmon menyetubuhi Nining daripada berdiri atau berlutut. Om Minmon sudah lelah menggenjot dua gadis. Pinggulnya pegal. Kini dia ingin menggagahi Nining dengan posisi Misionaris saja. Om Minmon menekan pantatnya ke bawah, mendesak vagina Nining dengan penisnya. Lengannya mendekap erat kepala Nining.
Nining menganga. Bola matanya memutih. Akhirnya dia merasakan apa yang teman-temannya tadi alami. Tangannya merenggut seprei yang sedari tadi sudah kusut berantakan. Penis gahar Om Minmon melesak ditambah berat tubuh Om Minmon harus ditanggungnya. Namun Nining sudah bertekad. Aku ngga boleh pingsan. Aku harus bisa puasin Bos. Dia mengeraskan otot-otot tubuhnya.
Penis Om Minmon semakin berwarna merah kehitaman dan semakin mengeras di dalam setengah liang vagina Nining. Kepala penisnya kini tidak ubahnya logam tumpul. Saat Om Minmon sebentar tadi mengocok penisnya, dia tidak merasakan lagi empuk kepala penisnya. Dia terperangah melihat efek dari pengobatan di London. Di sisi lain, Om Minmon juga sedikit kaget Nining dan vaginanya mampu menahan lesakan penis Om Minmon.
“Argh! Ergh! Enak juga kamu! Kamu kerjaannya apa di desa?”
“Nnghh-sa-saya j-jual-nggh-jualan pecel, B-bos. Enghh!” Sambil melenguh menahan sakit Nining menjawab.
“Errgh! Pantes memekmu bau kangkung hahaha! Engh! Bangsat memekmu kok ngelawan gini!” Om Minmon merasakan vagina Nining menyempit, menahan penisnya untuk tidak masuk lebih dalam. Om Minmon semakin bernafsu dan mendorong pinggulnya lebih dalam. Nining tak tahan lagi. Dia harus melepaskan rasa sakitnya. Nining memekik dan mulai meracau.
“Ahhh! Booss! Enakk! Enak! Entotin Nining Boss! Nining pengen!”
Keputusan Nining terbukti berhasil. Jeritan dan racauannya membuat libido Om Minmon melonjak! Nining kembali berinisiatif. Kali ini tangannya menelungkup di wajah Om Minmon, mengarahkan bibir Om Minmon bertemu bibirnya. Nining memagut hangat bibir Om Minmon. Liur Om Minmon menetes belepotan di sekitar bibir Nining.
“Buka mulutmu!”
Nining membuka lebar-lebar mulutnya. Om Minmon meludah ke dalam mulut Nining beberapa kali. Setelah selesai, tanpa disuruh Nining menelannya. Om Minmon terkekeh puas melihatnya.
“Kamu ini agak liar dibanding temanmu! Kamu ini- engghh! perlu dijinakkan! Biar patuh sama majikannya!”
“B-baik, Bos. Ah! Ah! Bos b-bi-sa pake Nining kapan aja!” Setengah penis Om Minmon sudah masuk. Tanpa disadari omongan sensual Nining membantu Om Minmon yang sudah sempat lemas jadi kembali bersemangat. Om Minmon mulai menggenjot penisnya perlahan. Nining sebenarnya sudah tidak tahan menerima penis Om Minmon di vaginanya. Namun dia tidak boleh kalah. Bos-nya harus bisa ejakulasi memakai vaginanya. Insting Nining berkata dia harus lebih lagi mendesah dan melenguh untuk membantu Bos-nya mencapai orgasme. Walau dia tahu sebenarnya dilarang dan berisiko. Nining mencoba menikmati persetubuhannya.
“Nggh! Iyah! Iyah! Bos! Entot lagih! Lagih! Penuhin memek Nining Bos! Masukin semua kontolnya Bos!”
Insting Nining terbukti benar. Walau sakit, dia bisa merasakan penis Om Minmon semakin membelesak masuk memenuhi liang vaginanya. Segera dia kembali memagut bibit Om Minmon dan membuka mulutnya, siap menerima lagi ludah Om Minmon.
“Ludahi Bos! Nining belum bisa jinak! Nining mau jadi peliharaannya Bos!” Om Minmon kembali meludah dan membanjiri bibir Nining dengan liurnya. Om Minmon menjambak Nining, lantas memagut lehernya di beberapa titik, meninggalkan bekas cupangan.
“Brengsek! Jangan ribut! Mulut kamu ga bisa diem ya!” Dalam hati, Om Minmon ingin Nining terus meracau untuk menaikkan berahi dan staminanya. Seolah mengerti, Nining kembali melenguh menikmati penis Om Minmon di selangkangannya.
“Engghh Bosss jangan siksa Nining! Masukin dalam-dalam! Ahh! Ahh! Nining suka kontolnya Bos! Enak! Enak! Ahh!” Sedari tadi Nining tidak pura-pura. Ternyata dia sudah menikmati pemerkosaan atas tubuhnya. Ancaman Erin disertai penis Om Minmon sudah mengubah pola pikirnya seutuhnya. Kini Nining yakin dia tidak boleh mengecewakan Bosnya, sesakit apapun itu. Nining bertekad tetap sadar sampai dia bisa mengeluarkan sperma Bosnya. Kini berat tubuh Bos yang menimpanya dan nyeri di vaginanya tidak menjadi masalah lagi. Malahan Nining kini merasakan cairan pelumasnya melumer, mengolesi batang penis Om Minmon.
“Bos! Nining keluar! Keluar ngghhh ahhh! Ayo Bos kita keluar bareng!” Ah! Dibantu cairan pelumas vagina Nining, penis Om Minmon akhirnya tuntas masuk seluruhnya ke dalam vagina Nining. Om Minmon merasakan vagina Nining menyedot-nyedot, seakan tidak memperbolehkan penisnya keluar. Dengan susah payah Om Minmon mengangkat dan menurunkan pinggulnya.
“Ini pepek kamu kok nyedot gini sih! Enak banget brengsek!”
“Iyah Bos! Enak ya?! Selamat menikmati pepek rasa pecel Nining, Bos! Nghh! Nghh!” Kini pinggul Om Minmon naik turun teratur. Plok! Plok! Plok! Paha mereka beradu. Sementara bibir mereka terus memagut meliuri satu sama lain.
Tak lama Om Minmon memutuskan mencabut penisnya dan membalikkan tubuh Nining. Om Minmon ingin menikmati lubang satunya lagi. Nining bernafas lega. Setidaknya vaginaku bisa istirahat. Namun dia juga sadar, dia kembali harus merasakan nyeri, kali ini di duburnya. Segera saja kepala penis Om Minmon menerobos masuk ke lubang anus Nining. Aku ga boleh pingsan, Aku harus tetap sadar, Nining mensugestikan di dalam pikirannya. Aku pereknya Bos. Aku harus bisa puasin Bos. Nining berusaha mengalihkan rasa nyeri dari dalam pikirannya.
Setengah batang penis Om Minmon dengan cepat menyesaki liang dubur Nining. Setelah membiarkan sebentar, Om Minmon menggenjot dubur kedua di malam itu. Nining menggeram sambil kembali mencoba merangsang Om Minmon.
“Iyah! Iyah! Duburnya Nining punya Bos! Nggh! AHHHH!” Bles! Tuntas lubang kenikmatan kelima diperawani Om Minmon. Penis Om Minmon sudah terbenam seluruhnya. Om Minmon dapat merasakan kepala penisnya mendorong ujung saluran pembuangan Nining. Tanpa ampun Om Minmon menggoyang penisnya dengan cepat. Kali ini Nining tidak bisa membohongi rasa nyeri yang hebat di pantatnya.
“Ahh! Ahh! Ampun Boss! Ampun!”
“Mampus! Ah! Ah! Enak! Enaknya dubur penjual pecel ini hahaha!” Gantian Om Minmon meracau tidak tentu karena nikmat budak seksnya.
Akhirnya yang ditunggu muncul juga. Om Minmon mempercepat genjotannya tatkala dirasanya spermanya sudah merambat pelan ke pangkal batang penisnya. Om Minmon mencabut penisnya dan membenamkan kembali ke vagina Nining. Nining sudah mulai kehilangan kesadaran namun memaksa untuk tetap terjaga. Dia memilih diam pasrah untuk membuatnya fokus menjaga kesadarannya. Rasa nyeri memang menyiksanya, namun Nining yakin Bosnya sudah mau mencapai orgasmenya.
Keringat dan pegal tidak lagi digubris ketika Om Minmon merasakan spermanya meluncur di sepanjang penisnya. Cepat-cepat Om Minmon mencabut kemudian membalikkan tubuh Nining yang sudah terkulai lemas.
“Heh perek penjual pecel! Kamu mau aku lempar ke pelabuhan, hah?!”
“Boss jangan Boss! Nining salah apa Bos?! Nining sampai sekarang masih bisa melayani Boss. Ampun Boss ampun.” Kesadaran Nining kembali pulih ketika mendengar omongan Bosnya.
“Nah, kalo gitu, kamu harus bisa telan semua spermaku. Tanpa satu tetes pun tersisa! Kalo nanti ada yang netes ke lantai, malam ini kamu aku lempar ke kamar tidur satpam pelabuhan itu!”
“Boss jangan Boss! Iya Nining telan sperma Boss! Nining ma-“ Omongan Nining terpotong kala sebatang penis kekar menerobos masuk memenuhi rongga mulutnya. Nining membuka lebar mulutnya, membiarkan Om Minmon mengocokkan penisnya di mulut Nining. Nining tersedak dan susah bernafas. Hidungnya kembang kempis menghirup udara sebisanya.
“Ah! Ah! Nikmat! Makan nih kontolku! Mulut kamu memang harus dikasi pelajaran! Mulutmu bawel!” Om Minmon masih menggenjot mulut Nining sebelum akhirnya dia merasakan spermanya meluncur menuju kepala penis. Om Minmon menjambak rambut Nining dan menyergah,
“Heh udah mau keluar!”
Nining langsung mengerti. Dia mulai mengocok penis Om Minmon dengan mulut dan tangannya. Om Minmon berdiri tegak membiarkan budaknya mengerjakan bagian terakhir. Dengan cepat namun halus Nining mengocok dan menjilati kepala penis Bosnya. Om Minmon merasakan kenikmatan memuncak dan akhirnya,
Crot! Crot! Crot! Om Minmon hanya bisa menganga menikmati puncak orgasmenya. Berkali-kali air mani muncrat memenuhi rongga mulut Nining. Deras dan berlimpah. Nining dengan cepat menelan air mani yang seperti tidak habis-habis memenuhi mulutnya. Nining baru pertama kali merasakan asinnya sperma dan belum terbiasa, namun dia memaksa kerongkongannya menggelegak menelan cairan putih nan kental dari penis Bosnya. Nining bisa merasakan denyut penis Bosnya menggelitik pipinya. Sambil satu tangannya tetap mengocok, tangan Nining yang lain menengadah di bawah dagunya, menjaga agar tidak ada sperma yang menetes jatuh. Sesekali Nining merasa ingin muntah, namun di pikirannya sekarang hanya bagaimana dia melakukan perintah Bosnya dan tidak dilempar ke pelabuhan.
Sesaat Nining merasa sperma Bosnya luput ditelan dan meleleh keluar mulutnya. Reflek Nining sigap menampung lelehan sperma itu. Setelah beberapa saat akhirnya penis Om Minmon mulai pelan mendenyut dan berhenti menyemburkan sperma. Nining tetap mengocok untuk memastikan tidak ada sperma yang tersisa dari penis Bosnya. Setelah tuntas mengosongkan mulutnya dari sperma Om Minmon, Nining menyeruput sisa lelehan sperma di telapak tangannya.
Om Minmon yang melihat hal tersebut terkekeh puas. Kepatuhan selir tempahan Mami Erin tidak diragukan. Nining tuntas dan berhasil menelan semua cairan sperma yang muncrat di mulutnya tanpa satu tetes pun tersisa. Nining pun senang melihat Om Minmon tertawa puas. Akhirnya perjuangannya tidak sia-sia. Sampai selesai Nining tetap terjaga dan bisa memuaskan Bosnya dengan kedua lubang selangkangannya.
“Hoo hebat juga kamu, Ning. Bagus. Mino, jadi ga dia dilempar ke pelabuhan?”
Om Mino tertawa dan justru mengalihkan pertanyaan ke Nining, “Kamu aku lempar aja ya?”
Nining yang sudah sadar akan posisinya di dinasti kekuasaan dua orang Bos di depannya, menjawab dengan patuh, “Nining ini milik Bos. Jadi atau ngga, terserah Bos saja."
Erin untuk kali itu akhirnya tertawa dan bertepuk tangan. Memang harus seperti itulah wanita didikannya.
“Yaudah. Kamu bersih-bersih sana. Langsung istirahat. Kamu hebat. Nanti pagi aku mau pake kamu lagi.” Sambil berjalan menuju sofa, Om Minmon memerintahkan Nining.
“Baik, Bos. Kalau begitu, Nining izin pamit dulu. Permisi, Bunda. Permisi, Bos.” Nining membungkuk kemudian terhuyung keluar dari kamar itu. Nyeri di selangkangan dan lelah tubuhnya tidak bisa dibohongi. Sementara Vanti dan Wulan belum menunjukkan tanda-tanda siuman. Om Minmon merebahkan pantatnya tepat di samping Erin. Keringat membasahi seujur tubuhnya. Nafasnya naik turun. Om Minmon puas. Asupan perawan untuk penisnya terpenuhi.
“Gimana penismu, udah puas belum ngentotin tiga perawan?”
“Aku tanya tadi katanya sih udah puas. Tapi ga nolak kok kalo mau nyicip memeknya tuan rumah.” Goda Om Minmon sambil terkekeh. Tapi Erin tidak menggubris, malah meraih penis Om Minmon yang masih tegang.
“Kamu apain sih penis kamu ini? Berobat ke mana lagi ini?” tanya Erin sambil mengocok pelan penis Om Minmon. Tangannya bisa merasakan penis Om Minmon yang berat dan tebal. Erin semakin bersemangat mengocoknya. Sementara Om Minmon menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa, mencoba istirahat sebentar.
“Heh kok udah mau tidur? Ini satu lagi belom dipuasin. Udah dibela-belain perawatan luar dalam tiap hari bukannya dipake.”
“Bukan tidur. Istirahat sebentar. Ambil nafas. Capek tau. Lagian kenapa ga sama penjagamu aja sih kalo mau enak-enak. Mereka kan tegap-tegap tuh.”
“Sembarangan!” Erin memukul lengan Om Minmon, “kamu kira aku capek-capek perawatan dan olahraga sampai se-singset ini untuk mereka pake?! Dari perawan sampe sekarang jadi emak-emak cuma kamu yang bisa pake aku! Ga mau tau pokoknya sebelum pulang nanti pagi kamu harus nyicipim tubuhku! Biar ga sia-sia perawatannya.”
“Iya-iya, Cintaku. Nanti pagi deh sebelum garap Nining lagi. Malam ini aku udah capek beneran deh.”
Erin tidak lagi menanggapi lagi omongan Om Minmon. Wajahnya mendadak serius. Erin membetulkan posisi duduknya kemudian berujar pelan,
“Mino, aku tau kamu ga mungkin ke sini hanya untuk perawanin tiga gadis desa. Kemampuan dan uangmu bisa dapat lebih dari itu. Jadi, ada apa sebenarnya?”
Om Minmon yang masih berusaha mengumpulkan energi, mau tak mau membuka matanya dan ikut membetulkan posisi duduk. Aku memang harus secepatnya menceritakan ini, pikirnya. Om Minmon menatap langsung Erin, satu-satunya temannya yang sudah lama dia percaya dan andalkan. Satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya. Setelah memastikan Wulan dan Vanti masih belum sadar, Om Minmon berkata pelan,
“Aku butuh bantuanmu.”
***