Chapter 10b
Keempat selir lainnya berkumpul di pembaringan. Kini didepan keenam orang itu tampak Tuan Frantzheof de Van Pierre Tantri dan Gayatri berdiri berhadapan dalam keadaan telanjang bulat tanpa gadis itu menydari sedikitpun bahaya yang mengancam dirinya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre meneguk liurnya sendiri melihat betapa mulus dan terawatnya tubuh Gayatri, dengan pinggang yang ramping dan buah dada yang bulat tegak kencang menantang.
Yuni datang mendekat bersimpuh disamping kiri Tuan Frantzheof de Van Pierre, tangannya memegang gelas kristal berisikan anggur merah setengahnya, dan Tuan Frantzheof de Van Pierre segera mengerat urat nadi dipergelangan kirinya dengan kukunya, darah yang mengalir keluar itu ditampung oleh Yuni kedalam gelas sampai campuran darah dan anggur merah itu hampir memenuhi gelas.
Tantri memeluk Gayatri dari belakang, diciuminya belakang telinga leher dan tengkuk gadis itu sambil kedua tangannya mulai membelai dan mengelus kedua buah dada gadis itu, “mmhh”, tubuh Gayatri meliuk sedikit berusaha menahan desahannya.
Ketika ciuman Tantri semakin ganas dan tangan itu mulai meremas-remas buah dadanya, Gayatri mulai lepas kendali, “Achh Tantri … Geli”, desahnya ketika remasan tangan itu diikuti pelintiran lembut dikedua puting susunya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre yang dengan cepat telah memulihkan kembali luka di pergelangan tangannya segera mendekati Gayatri, diciuminya leher gadis itu dengan buas, “mmmhhh … Kalian mengeroyokku yah … Sshh Siapa ini … Achh Awas kalian nanti”, Gayatri kembali meliuk dan mendesah ketika merasakan ada benda hangat masuk menyelip diantara pangkal pahanya, benda hangat yang dengan lembut menggesek-gesek belahan vaginanya.
Rangsangan yang dirasakannya dengan cepat membuat belahan vagina gadis itu menjadi basah.
Tuan Frantzheof de Van Pierre mengalihkan sasaran ciumannya, kini dengan buas dia mencium dan menetek dikedua buah dada Gayatri, “Auww … Anak siapa ini … Gila kamu yah … Auwww geli tahu“, Gayatri jadi tersentak dan menjerit sambil tertawa geli, “Tapi enak juga”, lanjutnya cekikikan.
Aroma yang keluar dari kemaluan Gayatri yang mulai banjir yang tercium dihidungnya yang sensitif itu, dan karena ingin menikmati gurihnya cairan kenikmatan gadis perawan ini, Tuan Frantzheof de Van Pierre segera menurunkan ciuman dan jilatannya kebawah, merambat turun sampai ke pangkal paha gadis itu.
Gayatri berusaha merapatkan kedua pahanya ketika merasa ada yang berusaha membuka kedua pahanya dan menjilat belahan vaginanya, “Ichh … Jangan …”, katanya cekikikan dan berusaha menghindar.
“Kau takut gadis manis?”, bisik Tantri yang memeluk Gyatri dari belakngan dan masih terus menciumi leher dan tengkuk serta meremas-remas buah dada gadis itu.
“Aku tidak takut … Tapi apa tidak jijik berbuat begitu?”, balas Gayatri sengit, “Yach sudah silahkan saja kalau mau”, lanjutnya mengalah.
Tuan Frantzheof de Van Pierre tersenyum menyeringai, dibukanya kedua paha Gayatri melebar, kini dengan leluasa Tuan Frantzheof de Van Pierre dapat menjilati belahan vagina gadis itu.
Tubuh Gayatri tampak bergetar dan mengejang, gerakan lidah Tuan Frantzheof de Van Pierre menimbulkan sensasi yang luar biasa bagi gadis itu, “Ucchhh Gilaa … “, rintih gadis itu dengan kepala terdongak.
Sambil meremas kedua pantat Gayatri, bibir Tuan Frantzheof de Van Pierre menempel ketat di belahan vagina gadis itu, kini lidahnya mulai menerobos kedalam liang vagina gadis itu, Gayatri seperti disetrum listrik tegangan tinggi dibuatnya, tubuh gadis itu tampak bergetar hebat, kedua lututnya terasa goyah, “Uchh … Uchh”, rintihan gadis itu semakin kuat terdengar.
“Achh hentikan … Hentikan … Acchhh aku … aku mau …”, tak lama kemudian terdengar gadis itu menjerit-jerit lirih dengan tubuh terkejang-kejang, Tuan Frantzheof de Van Pierre bukannya menghentikan malahan makin mempercepat permainan lidahnya, “Aku … Aku mau pipis …”, rintihnya putus asa.
Dengan satu sentakan keras gadis itu menjerit panjang, “Acchhhh….”, Gayatri telah merasakan orgasmenya yang pertama, Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan buas menyedot liang vagina gadis itu berusaha mendapatkan cairan kepuasan gadis itu, “Sudah … Sudah dulu …”, rintih Gayatri dengan lutut yang tampak gemetar kehabisan tenaga.
“Minum lah dulu gadis manis … Permainan kita baru sampai babak pertama”, bisik Tantri mengelus dan membelai rambut Gayatri sambil memberi isyarat kepada Yuni untuk datang mendekat.
Yuni segera menyodorkan gelas berisi campuran anggur merah dan darah Tuan Frantzheof de Van Pierre ke bibir Gayatri, dengan pasrah gadis itu menerima minuman itu, walaupun tidak sekaligus tapi akhinya Gayatri menghabiskan juga minuman itu.
Minuman itu terasa hangat di tenggorokan dan diperutnya, dan dengan cepat Gayatri sudah merasa segar kembali.
“Mmmh … Anak nakal …”, desahnya ketika merasa ada yang kembali menetek dengan buas di dadanya.
Tapi kini Gayatri sudah berubah, dia sudah menetapkan akan mengikuti permainan ini sepenuhnya, dia ingin menikmati semua rangsangan yang akan diberikan oleh Tantri dan yang lainnya.
Gadis itu tak menyadari bahwa permainan ini tidak dimainkan oleh Tantri ataupun kelima selir lainnya, melainkan lebih didominasi oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Tuan Frantzheof de Van Pierre menggenggam batang penisnya dan mengarahkannya ke belahan vagina Gayatri, Gayatri membiarkan dan menikmati gesekan-gesekan benda hangat itu.
Kemudian Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai sedikit menekan kepala penisnya menggesek dan menerobos belahan vagina gadis itu.
“Achhhh”, desah Gayatri ketika gesekan kepala penis itu mulai diikuti gerakan menerobos masuk ke liang vaginanya.
Tantri memegang bongkahan pantat Gayatri dan menggoyangkan pinggul gadis itu mengikuti irama gesekan penis Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Semakin lama kepala penis Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai masuk semakin dalam, sementara Gayatri kini tampaknya sudah pintar menggoyangkan pinggulnya sendiri.
“Mau dimasukkan semua gadis manis? … Jangan takut … Sakitnya dikit tapi enaknya banyak”, tanya Tantri, Gayatri membalas dengan gelengan kepala, “ Jangan Tantri … Cukup segitu saja”, desahnya.
Semakin lama Gayatri semakin keenakan dan mulai lupa diri, dan karena Tantri terus menerus mengulangi pertanyaan itu, akhirnya Gayatri menyerah juga, “Terserah … Terserahh …”, desahnya pasrah.
“Tahan sedikit ya gadis manis …”, katanya sambil memberi isyarat kepada Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan kuat menyentakkan pinggulnya keatas, karena liang vagina Gayatri sudah sangat basah maka penisnya dengan cepat menerobos masuk sampai kepangkalnya.
Gayatri menjerit panjang, rasa sakit mendera kemaluannya. Tubuh gadis itu mengejang, dia berusaha melangkah mundur dan melepaskan diri akan tetapi karena dirinya dipeluk dari belakang oleh Tantri maka gadis itu tak dapat berbuat banyak.
Tantri terus membujuk gadis itu supaya tenang.
Setelah Gayatri tenang kembali, gadis itu heran sendiri karena rasa sakit yang dirasakannya tadi dengan cepat menghilang, padahal dia masih merasakan bahwa benda hangat itu masih tertancap di dalam kemaluannya..
Gayatri kembali mendesah lirih ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai dengan perlahan menggoyangkan pinggulnya.
Semakin lama gerakan pinggul Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin cepat, “Achhh … Enak Tantri enak …”, desah Gayatri yang mulai ikut menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama keluar masuknya batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan ganas menggoyang-goyangkan pinggulnya, sambil menciumi leher dan dada gadis itu yang sudah basah oleh keringat.
Tek beberapa lama kemudian tubuh Gayatri tampak mulai tersentak-sentak, “Aku mau pipis Tantri … Aku mau pipis lagi”, rintihnya.
Mendengar ceracauan mulut gadis itu, Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin mempercepat gerakannya, sampai ketika tubuh Gayatri benar-benar mengejang dan gadis itu menjerit, Tuan Frantzheof de Van Pierre baru menghentikan gerakannya sambil menghentakkan pinggulnya berusaha membenamkan batang penisnya sedalam mungkin kedalam liang vagina Gayatri.
Tuan Frantzheof de Van Pierre merasakan dalam orgasmenya liang vagina gadis itu dengan kuat meremas-remas batang penisnya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre melangkah mundur dan mencabut batang penisnya, Gayatri mendesah tak rela dan tampak tergantung lemas.
Atas isyarat Tantri, Wulan segera mendekat dan membantu Tantri melepaskan ikatan Gayatri, Yuni memegangi tangan kiri gadis itu, sementara Wulan memegangi tangan sebelah kanan, sedangkan Tantri melumat bibir gadis itu sambil jari tengah tangan kanannya bermain di belahan bibir vagina Gayatri, “Babak kedua permainan sudah selesai gadis manis”, bisiknya.
Setelah melepaskan ciumannya dan untuk memberikan kesempatan Gayatri mengatur nafasnya, Tantri berjongkok dan menggenggam batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre yang kini telah berbaring terlentang di lantai diantara kedua kaki Gayatri, dikulum dan disedot-sedotnya kepala penis Tuan Frantzheof de Van Pierre sebelum memberi isyarat kepada Yuni dan Wulan.
Yuni dan Wulan membimbing Gayatri dengan perlahan turun berjongkok ke arah batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre yang berada dalam genggaman Tantri.
“Aacchh”, desah Gayatri ketika batang penis itu dengan mantap menerobos liang vaginanya.
Yuni dan Wulan yang ikut pula berjongkok kemudian mengalungkan tangan Gayatri ke bahu masing-masing, mereka kini menjadi tempat Gayatri bergantung.
Keduanya mulai mengangkat dan menurunkan tubuh Gayatri, memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan gadis itu, “Sekarang kau memegang kendali gadis manis … Kau dapat mengatur arah dan kecepatan benda hangat ini masuk-keluar lubang vaginanmu”, bisik Tantri sambil meremas-remas buah dada Gayatri.
Gayatri dengan cepat menyerap pelajaran itu, gadis itu dengan bergantung pada Yuni dan Wulan mulai pintar menaik-turunkan tubuhnya, “Achh Tantri … Auchhh ini lebih enak dari yang tadi” ceracau gadis itu.
Desahan dan erangan kenikmatan yang dikeluarkan oleh Gayatri ditambah gerakan tubuh gadis itu yang naik-turun dengan cepat dan terkadang diselingi dengan goyangan-goyangan itu, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre harus berjuang mati-matian mempertahankan diri, londo itu berusaha menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak ikut mengeluarkan desahan atau geraman, keningnya tampak berkerut dengan mata terpejam rapat menahan kenikmatan.
Semakin lama gerakan Gayatri semakin ganas tak beraturan, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre merasa tak dapat mempertahankan diri lebih lama lagi, batang penisnya sudah berdenyut-denyut dengan kuat.
“mmh … mmhh … mmmhhh … aaaacchhhhh!”, Gayatri menghempaskan tubuhnya dengan kuat ke bawah, gadis itu telah mencapai orgasmenya yang kedua, dengan tubuh bergetar gadis itu mengoyang-goyangkan pantatnya dengan cepat dan kuat berusaha mempertahankan sensasi kenikmatan yang baru saja diperolehnya.
Goyangan yang membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre tak dapat bertahan lagi, sambil menggigit bibir, londo itu mengejang dan memuntahkan cairan kenikmatannya ke dalam liang vagina Gayatri.
“Gila kau Tantri … Kau dan permainan gilamu ini bisa benar-benar membuatku gila dan membuat aku takut … Takut ketagihan nanti”, kata Gayatri dengan nafas terengah-engah.
“Kapanpun kau mau gadis manis … Kapanpun kau mau … kami siap melayanimu”, bisik Tantri mengecup bibir gadis itu sambil mengedipkan mata kearah Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Keenam orang selir Tuan Frantzheof de Van Pierre itu kemudian mengangkat dan menggotong Gayatri yang terengah-engah lemas itu keatas pembaringan, setelah melepaskan ikatan penutup mata dan menyelimuti Gayatri kemudian mereka meninggalkan gadis itu untuk beristirahat.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan dipapah oleh seluruh selirnya kembali ke kamar tidurnya, senyum puas menghias bibirnya.
Matahari sudah mulai terbenam ketika Gayatri terbangun, gadis itu mendapati dirinya telanjang bulat dibalik selimut, sesaat gadis itu tampak panik kakan tetapi setelah menenangkan diri barulah dia teringat akan kejadian siang tadi, dengan segera gadis itu turun dari pembaringan.
Diatas meja disamping pembaringan itu tersusun handuk dan pakaian lengkap yang tampak masih baru, ada kertas catatan diatasnya, “Mandi dan segera berdandan gadis manis … kami tunggu di kolam belakang … Tantri”.
Gayatri segera meraih handuk itu dan bergegas masuk ke kamar mandi yang memang tersedia di kamar itu.
Ketika menyabuni diri, Gayatri sempat meraba bagian kemaluannya, wajahnya tampak murung sejenak, dia telah kehilangan mahkota kebanggaannya.
Akan tetapi merasa bahwa mungkin itu lebih baik daripada direnggut oleh Sancaka keparat itu, gadis itu kembali mengeraskan hatinya dan segera melupakan hal itu.
Hanya saja yang membuat heran adalah dia tidak sedikitpun merasakan sisa rasa sakit di kemaluannya, bahkan ketika tadi ditekan-tekan dan dicobanya memasukkan jarinya sedikit kedalam lubang vaginannya, tidak sedikitpun ada sisa rasa sakit disana.
Akan tetapi akhirnya Gayatri tidak ambil pusing lagi mengenai hal itu, toh bagus juga dia tidak lagi merasakan sakit akibat kejadian siang tadi.
Gadis itu segera menyelesaikan mandinya kemudian berdandan dan mematut diri dengan pakaian baru yang disediakan untuknya, untuk kemudian menyusul yang lainnya ke kolam belakang.
Gayatri tidak menyadari bahwa dia sudah mulai mengalami perubahan akibat darah Tuan Frantzheof de Van Pierre yang diminumnya siang tadi, darah yang dengan cepat menyembuhkan sisa luka-luka akibat terobeknya selaput dara miliknya siang tadi.
****
Sancaka kembali mengeluarkan jam kantongnya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit, berarti sudah hampir lima belas menit dia menggedor-gedor pintu gerbang ini tanpa hasil.
Apakah Gayatri dan teman-teman barunya belum kembali ke rumah? Pemuda itu kemudian mengeluarkan rokok dan menyulutnya sebatang, biarlah aku akan menunggu sebentar lagi pikirnya, kemudian mencari tempat yang dapat diduduki disekitar pintu gerbang itu menunggu.
Sancaka tak mengetahui bahwa Gayatri saat itu jatuh semakin dalam ke dalam perangkap Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Gayatri yang setelah selesai mandi bergegas menyusul ke kolam belakang mendapati persiapan makan malam disana, sebuah meja besar telah disiapkan ditepi kolam, lengkap dengan segala perlengkapannya termasuk beberapa batang lilin yang telah dinyalakan, semuanya tertata rapi.
Didekatnya juga terlihat meja yang agak kecil, dengan botol-botol kristal diatasnya, berisikan beberapa macam minuman berwarna.
Yuni yang bersama keempat orang selir Tuan Frantzheof de Van Pierre yang tadinya berdiri mengobrol di dekat meja itu sambil menikmati minuman yang ada, segera menyongsong kedatangan Gaytri.
“Kamu cantik sekali dalam pakaian ini Gayatri”, katanya sambil merangkul gadis itu, “Bagaimana rasanya siang tadi? Apa sudah mulai ketagihan nikmatnya?”, bisiknya sambil senyam-senyum.
Gayatri tidak menyahut, hanya mencubit lengan Yuni berkali-kali dengan muka merah menahan malu, membuat Yuni sibuk menangkis cubitan itu sambil cekikikan geli.
“Mana Tantri”, tanya Gayatri karena tidak melihat keberadaan gadis itu.
“Sebentar lagi dia juga datang … Tadi katanya mau menjemput Tuan Frantzheof de Van Pierre di kamarnya”, sahut Yuni sambil memberi isyarat kepada selir-selir yang lain untuk segera duduk, “Kamu duduk disini bersamamaku”, lanjutnya sambil menunjuk bangku paling kanan dari sisi kiri meja itu.
Kemudian Yuni mengambilkan minuman untuk Gayatri dan segera duduk disamping gadis itu, kini disisi kiri meja itu duduk Gayatri, Yuni dan Diah, sementara disisi lain duduk pula Wulan, Sari dan Ratna.
Tak lama kemudian Tantri muncul sambil menggandengan tangan Tuan Frantzheof de Van Pierre, kemudian Tantri langsung mengambil tempat duduk di ujung meja yang lain, sehingga menempatkan Tuan Frantzheof de Van Pierre duduk diujung meja yang lain, yakni di sebelah Gayatri.
Tadinya Gayatri akan protes meminta Tantri yang duduk di dekatnya, akan tetapi menyadari bahwa dia hanyalah tamu dirumah ini, diapun lebih baik memilih diam.
Setelah duduk disebelahnya, Tuan Frantzheof de Van Pierre tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Gayatri, gadis itu yang menganggap bahwa dia baru pertama kali itu bertemu dengan pemilik rumah segera membalas dengan sopan, kini dia dapat mengamati londo itu secara aslinya, jika dibandingkannya dengan potret diri londo itu di lukisan yang ada di ruang depan dan di kamar tidur, ternyata aslinya jauh lebih tampan dan lebih gagah.
Tak lama kemudian tampak beberapa orang pemuda berpakaian rapi mulai mengantar dan menyajikan bebagai macam hidangan, didahului sangat Tuan Frantzheof de Van Pierre acara makan malam pun dimulai, selama acara makan suasana cukup akrab dan beberapa kali Tuan Frantzheof de Van Pierre merekomendasikan hidangan tertentu kepada Gayatri sambil menjelaskan bahan dan cara membuat hidangan tersebut, bahkan kalau letak hidangan itu terjangkau olehnya maka Tuan Frantzheof de Van Pierre akan langsung mengambilkan hidangan tersebut dan meletakkannya di piring Gayatri, membuat gadis itu senang dan sesekali mukanya bersemu merah.
Setelah semuanya tampak berhenti makan, rombongan pemuda tadi dengan sigap segera membereskan meja dan menghidangkan makanan penutup, setelah mencicipi hidangan penutup itu dari reaksinya tampak jelas bahwa Gayatri belum pernah menikmati makanan seenak itu.
Gayatri pun dengan cepat terlibat dalam obrolan dan canda tawa bersama Tuan Frantzheof de Van Pierre dan keenam selirnya itu.
“Hmm … Sebaiknya kita berenam segera ke belakang membantu pemuda-pemuda ganteng tadi berberes …. Bagaimana?”, terdengar Tantri menggoda kelima selir Tuan Frantzheof de Van Pierre lainnya yang langsung tertawa cekikikan, “Kecuali engkau Gayatri … Sebagai tamu sebaiknya engkau disini saja menemani tuan rumah kita yang gagah ini”, lanjutnya sambil mengedipkan mata ke arah Gayatri.
Kemudian Tantri memanggil salah seorang pemuda itu membisikkan sesuatu, pemuda itu mengangguk-angguk dan segera berlalu kedalam.
Bersama beberapa orang temannya, pemuda itu segera bekerja membersihkan dan mempersiapkan pondok-pondokan kecil yang agak jauh dari kolam itu menjadi tempat kencan buat Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, karpet tebal dan beberapa bantal bulat besar sebagai alas duduk sudah digelar disana supaya kedua orang itu dapat mengobrol dengan santai nantinya.
Setelah semua siap, Tantri segera mengajak kelima selir Tuan Frantzheof de Van Pierre lainnya kedalam, sementara Tuan Frantzheof de Van Pierre segera mengajak Gayatri untuk pindah duduk ke pondok kecil itu, tak lupa londo itu juga membawa botol kristal berisi anggur merah bersamanya.
Kembali semua pemuda tadi membereskan dan membersihkan meja besar itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri tampak mulai mengobrol dengan akrab, sementara diluar didekat pintu gerbang itu Sancaka masih mencoba bersabar menunggu, walaupun pemuda itu tampak gelisah dan sudah mulai habis kesabarannya.
Gayatri tidak menyadari bahwa ada perubahan besar didalam dirinya, ketika sambil mengobrol itu Tuan Frantzheof de Van Pierre sesekali memuji dan tampak memandang dengan penuh nafsu kearahnya, gadis itu malah senang dan bangga.
Gayatri agaknya mulai terpikat oleh londo itu dan bahkan lama-kelamaan diapun dengan sadar membiarkan tangan Tuan Frantzheof de Van Pierre menggenggam dan membelai tangannya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre setiap kali menambahkan minuman ke gelas gadis itu setiap itu pula mulai merapatkan duduknya kearah Gayatri.
Gayatri tahu itu akan tetapi sengaja pura-pura tidak tahu.
Dan ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai mendekatkan wajahnya dan mengecup bibirnya, Gayatri segera membalas.
Tuan Frantzheof de Van Pierre tahu benar bahwa dia tidak boleh terburu-buru kalau ingin mendapatkan hati gadis ini, dia berusaha memperlakukan Gayatri dengan lembut, semuanya dilakukan bertahap, sampai Gayatri mulai menikmati dan membiarkan saja perlakuan londo itu.
Terdengar suara berdebuk diikuti bentakan, “Lepaskan dia!!!”, bentakan keras itu mengejutkan Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, kiranya sudut pagar telah berdiri Sancaka dengan muka merah padam menahan amarah, pemuda itu telah habis sabar dan menyusup dan meloncat masuk lewat pagar belakang yang tingginya sekitar 3 meter dengan ketebalan sekitar lima puluhan centimeneter..
Ketika berada diatas pagar tadi pemuda itu mendapati tunangannya berada dalam pelukan Tuan Frantzheof de Van Pierre, pakaian gadis itu telah mulai terbuka, Gayatri tampak memejamkan mata menikmati ciuman-ciuman Tuan Frantzheof de Van Pierre di leher dan buah dadanya.
Gayatri hanya sebentar terkejut, kemudian dengan senyum sisnis gadis itu kembali merengkuh kepala Tuan Frantzheof de Van Pierre ke dadanya, membiarkan Sancaka yang menggeram marah menyaksikan kehadirannya tak diangap sedikitpun oleh Gayatri dan Tuan Frantzheof de Van Pierre yang langsung kembali menciumi dada gadis itu dengan penuh nafsu.
“Ibis keparat!!!”, jerit pemuda itu sambil berlari dan menerjang kedalam pondok itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre mendengus kesal dan segera berkelebat cepat menyambut serangan pemuda itu, tinju kirinya bersarang ke perut Sancaka dan kemudian ditangkapnya pinggang pemuda itu dan dilemparkan ke arah meja besar yang tadi dipergunakan untuk acara makan malam.
Tubuh Sancaka melayang terhempas ke atas meja besar itu dengan keras, “BRAKKK!”, meja itupun roboh terkena hempasan tubuh pemuda itu.
Sancaka tampak berusaha bangkit walaupun seluruh tubuhnya terasa sakit dan nafasnya sempat hilang tadi akibat pukulan Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Kerasnya suara itu juga ikut mengagetkan keenam selir Tuan Frantzheof de Van Pierre yang sedang bemesum ria dengan pemuda-pemuda yang tadi melayani acara makan malam.
Yang pertama muncul adalah Sari, karena gadis itu memilih dapur untuk tempatnya melampiaskan nafsu dengan pemuda pilihannya.
Gadis itu tertegun melihat Sancaka yang berusaha bangkit berdiri itu, akan tetapi melihat isyarat Tuan Frantzheof de Van Pierre, diapun segera berkelebat menyambar ke arah Sancaka. Tangannya terayun kearah tengkuk pemuda itu.
Sancaka terkesiap dan hanya sempat melirik sekilas, “DORR!!”, terdengar letusan keras dan tubuh Sari yang sedang melayang itu tersentak dan jatuh terhempas keatas permukaan kolam.
Tubuh gadis itu tampak menggelepar didalam air kolam dengan dahi kepalanya pecah, warna merah dengan cepat menyebar dipermukaan kolam itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre menggeram marah dan membalikkan tubuh kearah asal tembakan, “DUARR”, letusan yang lebih keras terdengar diikuti suara berdesing, tubuh londo itu langsung terjengkang dan terhempas dengan keras ke tanah.
Kelengahannya yang cuma sedetik itu harus dibayar mahal oleh vampire tua itu, tampak sebatang harpun dengan sirip-sirip tajam menancap di dadanya, tepat dibagian jantung.
Darah vampire tua itu menyembur dengan kuat melalui lubang ditengah harpun itu, Tuan Frantzheof de Van Pierre yang sempat dengan sigap meloncat bangkit berdiri itu segera terhuyung-huyung kebelakang, darahnya yang dengan cepat mulai terkuras itu melemahkan dirinya.
Untung Gayatri segera menyambut tubuh londo itu dan membantunya duduk diatas tanah.
Tuan Frantzheof de Van Pierre berusaha mencabut harpun itu akan tetapi gagal karena tenaganya mulai melemah dan sirip-sirip harpun itu telah dirancang khusus menyulitkan usahanya.
Sancaka juga memandang kearah asal tembakan-tembakan itu, Van Helsing Jr tampak berdiri diatas pagar belakang itu dan tetap membidikkan senjatanya ke arah Tuan Frantzheof de Van Pierre, akan tetapi tidak meneruskan serangannya karena takut mengenai Gayatri.
“Sari!!!”, jerit Ratna yang baru saja keluar, gadis itu tadinya sedang panas-panasnya bercumbu di ruang makan ketika mendengar keributan di belakang.
“Kau harus membayar lunas kematiannya Sanca!!!”, jeritnya sambil berjongkok dan dengan cepat tubuhnya berubah wujud seperti Tantri dulu ketika akan menyerang Rianti malam itu.
Baru saja monster srigala jelmaan Ratna itu akan meloncat menyerang Sancaka, sesosok bayang berkelebat cepat memapas gerakannya, terdengar suara berdesing dan tampak kilatan sinar putih.
Sancaka merinding melihat monster itu tak jadi meloncat dan tampak berkelojotan, darah menyembur deras dari lehernya yang putus itu, kepalanya tampak menggelinding ditanah.
Disana berdiri Rianti yang telah kembali menyarungkan pedang samurai yang tadi dipergunakannya menebas kepala monster itu.
Keempat selir yang lain muncul keluar hampir bersamaan, terdengar Tantri membisikkan perintah kepada tiga selir yang lain, kemudian gadis itu melangkah maju kearah Rianti, kira-kira tiga meter dari Rianti gadis itu berhenti dan berdiri sambil memandang tajam ke arah Rianti.
Rianti balas memandang dan dapat merasakan bahwa Tantri yang ini bukanlah Tantri yang dulu. Diapun bersiaga.
Keduanya saling memandang tajam tanpa berkata sepatahpun.
Sama seperti Tantri, Wulan pun melangkah kearah Sancaka dan berhenti kira-kira tiga meter dari pemuda itu sambil memandang tajam mengawasi ke arah pemua itu.
Yuni dan Diah dengan cepat menuju kearah Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, Yuni berdiri dan mengawasi gerak-gerik Van Helsing Jr.
Ketika Van Helsing yang merasakah ancaman serangan dari Yuni segera mengalihkan bidikannya ke arah gadis itu, sementara Diah segera mengajak Gayatri untuk memapah Tuan Frantzheof de Van Pierre kembali kedalam rumah.
Melihat itu Rianti menyadari bahwa Sancaka berada dalam posisi yang paling lemah, diapun dengan perlahan mulai menggeser mendekat kearah Sancaka.
Tantri dengan waspada dan juga dengan pelan mengikuti gerak Rianti.
Wulan yang mendapat isyarat dari Tantri segera membantu Diah dan Gayatri supaya dapat lebih cepat membawa Tuan Frantzheof de Van Pierre kembali ke dalam rumah.
Setelah sampai didepan pintu, Wulan segera melangkah cepat tapi kali ini kearah Yuni, setelah Wulan berdiri samping Yuni terdengar kedua gadis itu saling berbisik, dengan berbarengan kedua gadis itu lari berpencar dan hampir bersamaan keduanya meloncat keatas menyerang ke arah Van helsing Jr.
Van Helsing Jr terkejut juga melihat kedua gadis itu nekat menyerang, tak punya pilihan lain dia harus memilih salah satu, diapun melepaskan tembakannya kearah Yuni, gadis itu berusaha memutar tubuhnya mengelak, tapi tak urung tembakan itu tetap mengenai bahunya.
Yuni segera berkelebat mundur dengan cepat ke arah Tantri.
Sementara Wulan dengan leluasa meneruskan serangannya, gadis itu segera mencengkeram kedua bahu Van Helsing Jr dan bermaksud menghempaskannya keatas tembok pagar itu, supaya mudah untuk menggigit dan menghisab darahnya.
Namun tiba-tiba sebuah tombak mencuat dari balik tembok itu dan menusuk memanggang tubuh gadis itu mulai dari pinggang kanan menembus dibawah ketiak kirinya.
Wulan menjerit kesakitan, akan tetapi jeritannya langsung terbungkam oleh sumpalan granat yang dibenamkan Van Helsing Jr ke mulutnya.
Van Helsing Jr segera menendang tubuh Wulan, tubuh gadis itu terhempas jatuh ke bawah, diikuti ledakan keras yang menghancurkan kepala gadis itu.
Van Helsing Jr berdiri kembali dan mengucapkan terimakaasih kepada Rianto, kiranya Van Helsing Jr naik keatas tembok itu menggunakan tangga dengan dibantu oleh Rianto, yang kemudian berjaga dibalik tembok diatas tangga itu.
Tantri dan Yuni yang melihat situasi mulai tidak menguntungkan mereka segera berkelebat mundur dan masuk kedalam rumah.
Setelah Rianto, Van helsing Jr, Rianti dan Sancaka berkumpul didepan pitu belakang itu, keempatnya dengan waspada dan berhati-hati mulai masuk guna mencari dan kalau dapat segera menghabisi Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Akan tetapi sampai pagi keempat orang itu tidak dapat menemukan Tuan Frantzheof de Van Pierre, Gayatri dan ketiga orang selir londo itu.
Pagar depan masih terkunci dan tergembok rapat, tanda bahwa belum ada seorangpun yang keluar dari rumah itu.
Mereka hanya menemukan mayat lima orang pemuda yang telah menjadi korban keenam selir Tuan Frantzheof de Van Pierre semalam.
Sedangkan si mbok dan tukang kereta berhasil mereka temukan terkurung di kamar belakang yang terletak di dekat dapur.
Semuanya meyakini bahwa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri serta ketiga selir itu telah berhasil meloloskan diri melalui jalan rahasia, dan agaknya akan berusaha kembali ke perkebunan dimana Sancaka bekerja.
Akhirnya diputuskan bahwa mereka akan segera menyusul ke perkebunan itu, walaupun tak mungkin rasanya dapat mendahului musuh mereka itu, harapan mereka vampire tua itu belum pulih sepenuhnya ketika mereka menyerang nanti.
Yang masih membebani pikiran Sancaka adalah tadi sebelum masuk kedalam rumah, Gayatri sempat memandang tajam ke arahnya, gadis itu terlihat semakin benci melihat dirinya.
Sancaka menyesalkan terlibatnya Gayatri dalam permasalahan ini, tunangannya itu agaknya telah terseret semakin dalam tanpa mengetahui pokok persoalan yang sebenarnya.
****
Keempatnya tidak mengetahui bahwa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri serta ketiga selir itu bersembunyi diruang khusus melalui jalan rahasia di ruang bawah tanah, bahkan Tantri telah berhasil mencabut harpun yang ditembakkan oleh Van Helsing Jr, dan untuk mempercepat pemulihan Tuan Frantzheof de Van Pierre, ketiga orang selir itu telah memberi diri dihisap darahnya oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Keempat selir lainnya berkumpul di pembaringan. Kini didepan keenam orang itu tampak Tuan Frantzheof de Van Pierre Tantri dan Gayatri berdiri berhadapan dalam keadaan telanjang bulat tanpa gadis itu menydari sedikitpun bahaya yang mengancam dirinya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre meneguk liurnya sendiri melihat betapa mulus dan terawatnya tubuh Gayatri, dengan pinggang yang ramping dan buah dada yang bulat tegak kencang menantang.
Yuni datang mendekat bersimpuh disamping kiri Tuan Frantzheof de Van Pierre, tangannya memegang gelas kristal berisikan anggur merah setengahnya, dan Tuan Frantzheof de Van Pierre segera mengerat urat nadi dipergelangan kirinya dengan kukunya, darah yang mengalir keluar itu ditampung oleh Yuni kedalam gelas sampai campuran darah dan anggur merah itu hampir memenuhi gelas.
Tantri memeluk Gayatri dari belakang, diciuminya belakang telinga leher dan tengkuk gadis itu sambil kedua tangannya mulai membelai dan mengelus kedua buah dada gadis itu, “mmhh”, tubuh Gayatri meliuk sedikit berusaha menahan desahannya.
Ketika ciuman Tantri semakin ganas dan tangan itu mulai meremas-remas buah dadanya, Gayatri mulai lepas kendali, “Achh Tantri … Geli”, desahnya ketika remasan tangan itu diikuti pelintiran lembut dikedua puting susunya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre yang dengan cepat telah memulihkan kembali luka di pergelangan tangannya segera mendekati Gayatri, diciuminya leher gadis itu dengan buas, “mmmhhh … Kalian mengeroyokku yah … Sshh Siapa ini … Achh Awas kalian nanti”, Gayatri kembali meliuk dan mendesah ketika merasakan ada benda hangat masuk menyelip diantara pangkal pahanya, benda hangat yang dengan lembut menggesek-gesek belahan vaginanya.
Rangsangan yang dirasakannya dengan cepat membuat belahan vagina gadis itu menjadi basah.
Tuan Frantzheof de Van Pierre mengalihkan sasaran ciumannya, kini dengan buas dia mencium dan menetek dikedua buah dada Gayatri, “Auww … Anak siapa ini … Gila kamu yah … Auwww geli tahu“, Gayatri jadi tersentak dan menjerit sambil tertawa geli, “Tapi enak juga”, lanjutnya cekikikan.
Aroma yang keluar dari kemaluan Gayatri yang mulai banjir yang tercium dihidungnya yang sensitif itu, dan karena ingin menikmati gurihnya cairan kenikmatan gadis perawan ini, Tuan Frantzheof de Van Pierre segera menurunkan ciuman dan jilatannya kebawah, merambat turun sampai ke pangkal paha gadis itu.
Gayatri berusaha merapatkan kedua pahanya ketika merasa ada yang berusaha membuka kedua pahanya dan menjilat belahan vaginanya, “Ichh … Jangan …”, katanya cekikikan dan berusaha menghindar.
“Kau takut gadis manis?”, bisik Tantri yang memeluk Gyatri dari belakngan dan masih terus menciumi leher dan tengkuk serta meremas-remas buah dada gadis itu.
“Aku tidak takut … Tapi apa tidak jijik berbuat begitu?”, balas Gayatri sengit, “Yach sudah silahkan saja kalau mau”, lanjutnya mengalah.
Tuan Frantzheof de Van Pierre tersenyum menyeringai, dibukanya kedua paha Gayatri melebar, kini dengan leluasa Tuan Frantzheof de Van Pierre dapat menjilati belahan vagina gadis itu.
Tubuh Gayatri tampak bergetar dan mengejang, gerakan lidah Tuan Frantzheof de Van Pierre menimbulkan sensasi yang luar biasa bagi gadis itu, “Ucchhh Gilaa … “, rintih gadis itu dengan kepala terdongak.
Sambil meremas kedua pantat Gayatri, bibir Tuan Frantzheof de Van Pierre menempel ketat di belahan vagina gadis itu, kini lidahnya mulai menerobos kedalam liang vagina gadis itu, Gayatri seperti disetrum listrik tegangan tinggi dibuatnya, tubuh gadis itu tampak bergetar hebat, kedua lututnya terasa goyah, “Uchh … Uchh”, rintihan gadis itu semakin kuat terdengar.
“Achh hentikan … Hentikan … Acchhh aku … aku mau …”, tak lama kemudian terdengar gadis itu menjerit-jerit lirih dengan tubuh terkejang-kejang, Tuan Frantzheof de Van Pierre bukannya menghentikan malahan makin mempercepat permainan lidahnya, “Aku … Aku mau pipis …”, rintihnya putus asa.
Dengan satu sentakan keras gadis itu menjerit panjang, “Acchhhh….”, Gayatri telah merasakan orgasmenya yang pertama, Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan buas menyedot liang vagina gadis itu berusaha mendapatkan cairan kepuasan gadis itu, “Sudah … Sudah dulu …”, rintih Gayatri dengan lutut yang tampak gemetar kehabisan tenaga.
“Minum lah dulu gadis manis … Permainan kita baru sampai babak pertama”, bisik Tantri mengelus dan membelai rambut Gayatri sambil memberi isyarat kepada Yuni untuk datang mendekat.
Yuni segera menyodorkan gelas berisi campuran anggur merah dan darah Tuan Frantzheof de Van Pierre ke bibir Gayatri, dengan pasrah gadis itu menerima minuman itu, walaupun tidak sekaligus tapi akhinya Gayatri menghabiskan juga minuman itu.
Minuman itu terasa hangat di tenggorokan dan diperutnya, dan dengan cepat Gayatri sudah merasa segar kembali.
“Mmmh … Anak nakal …”, desahnya ketika merasa ada yang kembali menetek dengan buas di dadanya.
Tapi kini Gayatri sudah berubah, dia sudah menetapkan akan mengikuti permainan ini sepenuhnya, dia ingin menikmati semua rangsangan yang akan diberikan oleh Tantri dan yang lainnya.
Gadis itu tak menyadari bahwa permainan ini tidak dimainkan oleh Tantri ataupun kelima selir lainnya, melainkan lebih didominasi oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Tuan Frantzheof de Van Pierre menggenggam batang penisnya dan mengarahkannya ke belahan vagina Gayatri, Gayatri membiarkan dan menikmati gesekan-gesekan benda hangat itu.
Kemudian Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai sedikit menekan kepala penisnya menggesek dan menerobos belahan vagina gadis itu.
“Achhhh”, desah Gayatri ketika gesekan kepala penis itu mulai diikuti gerakan menerobos masuk ke liang vaginanya.
Tantri memegang bongkahan pantat Gayatri dan menggoyangkan pinggul gadis itu mengikuti irama gesekan penis Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Semakin lama kepala penis Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai masuk semakin dalam, sementara Gayatri kini tampaknya sudah pintar menggoyangkan pinggulnya sendiri.
“Mau dimasukkan semua gadis manis? … Jangan takut … Sakitnya dikit tapi enaknya banyak”, tanya Tantri, Gayatri membalas dengan gelengan kepala, “ Jangan Tantri … Cukup segitu saja”, desahnya.
Semakin lama Gayatri semakin keenakan dan mulai lupa diri, dan karena Tantri terus menerus mengulangi pertanyaan itu, akhirnya Gayatri menyerah juga, “Terserah … Terserahh …”, desahnya pasrah.
“Tahan sedikit ya gadis manis …”, katanya sambil memberi isyarat kepada Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan kuat menyentakkan pinggulnya keatas, karena liang vagina Gayatri sudah sangat basah maka penisnya dengan cepat menerobos masuk sampai kepangkalnya.
Gayatri menjerit panjang, rasa sakit mendera kemaluannya. Tubuh gadis itu mengejang, dia berusaha melangkah mundur dan melepaskan diri akan tetapi karena dirinya dipeluk dari belakang oleh Tantri maka gadis itu tak dapat berbuat banyak.
Tantri terus membujuk gadis itu supaya tenang.
Setelah Gayatri tenang kembali, gadis itu heran sendiri karena rasa sakit yang dirasakannya tadi dengan cepat menghilang, padahal dia masih merasakan bahwa benda hangat itu masih tertancap di dalam kemaluannya..
Gayatri kembali mendesah lirih ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai dengan perlahan menggoyangkan pinggulnya.
Semakin lama gerakan pinggul Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin cepat, “Achhh … Enak Tantri enak …”, desah Gayatri yang mulai ikut menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama keluar masuknya batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan ganas menggoyang-goyangkan pinggulnya, sambil menciumi leher dan dada gadis itu yang sudah basah oleh keringat.
Tek beberapa lama kemudian tubuh Gayatri tampak mulai tersentak-sentak, “Aku mau pipis Tantri … Aku mau pipis lagi”, rintihnya.
Mendengar ceracauan mulut gadis itu, Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin mempercepat gerakannya, sampai ketika tubuh Gayatri benar-benar mengejang dan gadis itu menjerit, Tuan Frantzheof de Van Pierre baru menghentikan gerakannya sambil menghentakkan pinggulnya berusaha membenamkan batang penisnya sedalam mungkin kedalam liang vagina Gayatri.
Tuan Frantzheof de Van Pierre merasakan dalam orgasmenya liang vagina gadis itu dengan kuat meremas-remas batang penisnya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre melangkah mundur dan mencabut batang penisnya, Gayatri mendesah tak rela dan tampak tergantung lemas.
Atas isyarat Tantri, Wulan segera mendekat dan membantu Tantri melepaskan ikatan Gayatri, Yuni memegangi tangan kiri gadis itu, sementara Wulan memegangi tangan sebelah kanan, sedangkan Tantri melumat bibir gadis itu sambil jari tengah tangan kanannya bermain di belahan bibir vagina Gayatri, “Babak kedua permainan sudah selesai gadis manis”, bisiknya.
Setelah melepaskan ciumannya dan untuk memberikan kesempatan Gayatri mengatur nafasnya, Tantri berjongkok dan menggenggam batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre yang kini telah berbaring terlentang di lantai diantara kedua kaki Gayatri, dikulum dan disedot-sedotnya kepala penis Tuan Frantzheof de Van Pierre sebelum memberi isyarat kepada Yuni dan Wulan.
Yuni dan Wulan membimbing Gayatri dengan perlahan turun berjongkok ke arah batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre yang berada dalam genggaman Tantri.
“Aacchh”, desah Gayatri ketika batang penis itu dengan mantap menerobos liang vaginanya.
Yuni dan Wulan yang ikut pula berjongkok kemudian mengalungkan tangan Gayatri ke bahu masing-masing, mereka kini menjadi tempat Gayatri bergantung.
Keduanya mulai mengangkat dan menurunkan tubuh Gayatri, memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan gadis itu, “Sekarang kau memegang kendali gadis manis … Kau dapat mengatur arah dan kecepatan benda hangat ini masuk-keluar lubang vaginanmu”, bisik Tantri sambil meremas-remas buah dada Gayatri.
Gayatri dengan cepat menyerap pelajaran itu, gadis itu dengan bergantung pada Yuni dan Wulan mulai pintar menaik-turunkan tubuhnya, “Achh Tantri … Auchhh ini lebih enak dari yang tadi” ceracau gadis itu.
Desahan dan erangan kenikmatan yang dikeluarkan oleh Gayatri ditambah gerakan tubuh gadis itu yang naik-turun dengan cepat dan terkadang diselingi dengan goyangan-goyangan itu, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre harus berjuang mati-matian mempertahankan diri, londo itu berusaha menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak ikut mengeluarkan desahan atau geraman, keningnya tampak berkerut dengan mata terpejam rapat menahan kenikmatan.
Semakin lama gerakan Gayatri semakin ganas tak beraturan, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre merasa tak dapat mempertahankan diri lebih lama lagi, batang penisnya sudah berdenyut-denyut dengan kuat.
“mmh … mmhh … mmmhhh … aaaacchhhhh!”, Gayatri menghempaskan tubuhnya dengan kuat ke bawah, gadis itu telah mencapai orgasmenya yang kedua, dengan tubuh bergetar gadis itu mengoyang-goyangkan pantatnya dengan cepat dan kuat berusaha mempertahankan sensasi kenikmatan yang baru saja diperolehnya.
Goyangan yang membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre tak dapat bertahan lagi, sambil menggigit bibir, londo itu mengejang dan memuntahkan cairan kenikmatannya ke dalam liang vagina Gayatri.
“Gila kau Tantri … Kau dan permainan gilamu ini bisa benar-benar membuatku gila dan membuat aku takut … Takut ketagihan nanti”, kata Gayatri dengan nafas terengah-engah.
“Kapanpun kau mau gadis manis … Kapanpun kau mau … kami siap melayanimu”, bisik Tantri mengecup bibir gadis itu sambil mengedipkan mata kearah Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Keenam orang selir Tuan Frantzheof de Van Pierre itu kemudian mengangkat dan menggotong Gayatri yang terengah-engah lemas itu keatas pembaringan, setelah melepaskan ikatan penutup mata dan menyelimuti Gayatri kemudian mereka meninggalkan gadis itu untuk beristirahat.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan dipapah oleh seluruh selirnya kembali ke kamar tidurnya, senyum puas menghias bibirnya.
Matahari sudah mulai terbenam ketika Gayatri terbangun, gadis itu mendapati dirinya telanjang bulat dibalik selimut, sesaat gadis itu tampak panik kakan tetapi setelah menenangkan diri barulah dia teringat akan kejadian siang tadi, dengan segera gadis itu turun dari pembaringan.
Diatas meja disamping pembaringan itu tersusun handuk dan pakaian lengkap yang tampak masih baru, ada kertas catatan diatasnya, “Mandi dan segera berdandan gadis manis … kami tunggu di kolam belakang … Tantri”.
Gayatri segera meraih handuk itu dan bergegas masuk ke kamar mandi yang memang tersedia di kamar itu.
Ketika menyabuni diri, Gayatri sempat meraba bagian kemaluannya, wajahnya tampak murung sejenak, dia telah kehilangan mahkota kebanggaannya.
Akan tetapi merasa bahwa mungkin itu lebih baik daripada direnggut oleh Sancaka keparat itu, gadis itu kembali mengeraskan hatinya dan segera melupakan hal itu.
Hanya saja yang membuat heran adalah dia tidak sedikitpun merasakan sisa rasa sakit di kemaluannya, bahkan ketika tadi ditekan-tekan dan dicobanya memasukkan jarinya sedikit kedalam lubang vaginannya, tidak sedikitpun ada sisa rasa sakit disana.
Akan tetapi akhirnya Gayatri tidak ambil pusing lagi mengenai hal itu, toh bagus juga dia tidak lagi merasakan sakit akibat kejadian siang tadi.
Gadis itu segera menyelesaikan mandinya kemudian berdandan dan mematut diri dengan pakaian baru yang disediakan untuknya, untuk kemudian menyusul yang lainnya ke kolam belakang.
Gayatri tidak menyadari bahwa dia sudah mulai mengalami perubahan akibat darah Tuan Frantzheof de Van Pierre yang diminumnya siang tadi, darah yang dengan cepat menyembuhkan sisa luka-luka akibat terobeknya selaput dara miliknya siang tadi.
****
Sancaka kembali mengeluarkan jam kantongnya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit, berarti sudah hampir lima belas menit dia menggedor-gedor pintu gerbang ini tanpa hasil.
Apakah Gayatri dan teman-teman barunya belum kembali ke rumah? Pemuda itu kemudian mengeluarkan rokok dan menyulutnya sebatang, biarlah aku akan menunggu sebentar lagi pikirnya, kemudian mencari tempat yang dapat diduduki disekitar pintu gerbang itu menunggu.
Sancaka tak mengetahui bahwa Gayatri saat itu jatuh semakin dalam ke dalam perangkap Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Gayatri yang setelah selesai mandi bergegas menyusul ke kolam belakang mendapati persiapan makan malam disana, sebuah meja besar telah disiapkan ditepi kolam, lengkap dengan segala perlengkapannya termasuk beberapa batang lilin yang telah dinyalakan, semuanya tertata rapi.
Didekatnya juga terlihat meja yang agak kecil, dengan botol-botol kristal diatasnya, berisikan beberapa macam minuman berwarna.
Yuni yang bersama keempat orang selir Tuan Frantzheof de Van Pierre yang tadinya berdiri mengobrol di dekat meja itu sambil menikmati minuman yang ada, segera menyongsong kedatangan Gaytri.
“Kamu cantik sekali dalam pakaian ini Gayatri”, katanya sambil merangkul gadis itu, “Bagaimana rasanya siang tadi? Apa sudah mulai ketagihan nikmatnya?”, bisiknya sambil senyam-senyum.
Gayatri tidak menyahut, hanya mencubit lengan Yuni berkali-kali dengan muka merah menahan malu, membuat Yuni sibuk menangkis cubitan itu sambil cekikikan geli.
“Mana Tantri”, tanya Gayatri karena tidak melihat keberadaan gadis itu.
“Sebentar lagi dia juga datang … Tadi katanya mau menjemput Tuan Frantzheof de Van Pierre di kamarnya”, sahut Yuni sambil memberi isyarat kepada selir-selir yang lain untuk segera duduk, “Kamu duduk disini bersamamaku”, lanjutnya sambil menunjuk bangku paling kanan dari sisi kiri meja itu.
Kemudian Yuni mengambilkan minuman untuk Gayatri dan segera duduk disamping gadis itu, kini disisi kiri meja itu duduk Gayatri, Yuni dan Diah, sementara disisi lain duduk pula Wulan, Sari dan Ratna.
Tak lama kemudian Tantri muncul sambil menggandengan tangan Tuan Frantzheof de Van Pierre, kemudian Tantri langsung mengambil tempat duduk di ujung meja yang lain, sehingga menempatkan Tuan Frantzheof de Van Pierre duduk diujung meja yang lain, yakni di sebelah Gayatri.
Tadinya Gayatri akan protes meminta Tantri yang duduk di dekatnya, akan tetapi menyadari bahwa dia hanyalah tamu dirumah ini, diapun lebih baik memilih diam.
Setelah duduk disebelahnya, Tuan Frantzheof de Van Pierre tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Gayatri, gadis itu yang menganggap bahwa dia baru pertama kali itu bertemu dengan pemilik rumah segera membalas dengan sopan, kini dia dapat mengamati londo itu secara aslinya, jika dibandingkannya dengan potret diri londo itu di lukisan yang ada di ruang depan dan di kamar tidur, ternyata aslinya jauh lebih tampan dan lebih gagah.
Tak lama kemudian tampak beberapa orang pemuda berpakaian rapi mulai mengantar dan menyajikan bebagai macam hidangan, didahului sangat Tuan Frantzheof de Van Pierre acara makan malam pun dimulai, selama acara makan suasana cukup akrab dan beberapa kali Tuan Frantzheof de Van Pierre merekomendasikan hidangan tertentu kepada Gayatri sambil menjelaskan bahan dan cara membuat hidangan tersebut, bahkan kalau letak hidangan itu terjangkau olehnya maka Tuan Frantzheof de Van Pierre akan langsung mengambilkan hidangan tersebut dan meletakkannya di piring Gayatri, membuat gadis itu senang dan sesekali mukanya bersemu merah.
Setelah semuanya tampak berhenti makan, rombongan pemuda tadi dengan sigap segera membereskan meja dan menghidangkan makanan penutup, setelah mencicipi hidangan penutup itu dari reaksinya tampak jelas bahwa Gayatri belum pernah menikmati makanan seenak itu.
Gayatri pun dengan cepat terlibat dalam obrolan dan canda tawa bersama Tuan Frantzheof de Van Pierre dan keenam selirnya itu.
“Hmm … Sebaiknya kita berenam segera ke belakang membantu pemuda-pemuda ganteng tadi berberes …. Bagaimana?”, terdengar Tantri menggoda kelima selir Tuan Frantzheof de Van Pierre lainnya yang langsung tertawa cekikikan, “Kecuali engkau Gayatri … Sebagai tamu sebaiknya engkau disini saja menemani tuan rumah kita yang gagah ini”, lanjutnya sambil mengedipkan mata ke arah Gayatri.
Kemudian Tantri memanggil salah seorang pemuda itu membisikkan sesuatu, pemuda itu mengangguk-angguk dan segera berlalu kedalam.
Bersama beberapa orang temannya, pemuda itu segera bekerja membersihkan dan mempersiapkan pondok-pondokan kecil yang agak jauh dari kolam itu menjadi tempat kencan buat Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, karpet tebal dan beberapa bantal bulat besar sebagai alas duduk sudah digelar disana supaya kedua orang itu dapat mengobrol dengan santai nantinya.
Setelah semua siap, Tantri segera mengajak kelima selir Tuan Frantzheof de Van Pierre lainnya kedalam, sementara Tuan Frantzheof de Van Pierre segera mengajak Gayatri untuk pindah duduk ke pondok kecil itu, tak lupa londo itu juga membawa botol kristal berisi anggur merah bersamanya.
Kembali semua pemuda tadi membereskan dan membersihkan meja besar itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri tampak mulai mengobrol dengan akrab, sementara diluar didekat pintu gerbang itu Sancaka masih mencoba bersabar menunggu, walaupun pemuda itu tampak gelisah dan sudah mulai habis kesabarannya.
Gayatri tidak menyadari bahwa ada perubahan besar didalam dirinya, ketika sambil mengobrol itu Tuan Frantzheof de Van Pierre sesekali memuji dan tampak memandang dengan penuh nafsu kearahnya, gadis itu malah senang dan bangga.
Gayatri agaknya mulai terpikat oleh londo itu dan bahkan lama-kelamaan diapun dengan sadar membiarkan tangan Tuan Frantzheof de Van Pierre menggenggam dan membelai tangannya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre setiap kali menambahkan minuman ke gelas gadis itu setiap itu pula mulai merapatkan duduknya kearah Gayatri.
Gayatri tahu itu akan tetapi sengaja pura-pura tidak tahu.
Dan ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai mendekatkan wajahnya dan mengecup bibirnya, Gayatri segera membalas.
Tuan Frantzheof de Van Pierre tahu benar bahwa dia tidak boleh terburu-buru kalau ingin mendapatkan hati gadis ini, dia berusaha memperlakukan Gayatri dengan lembut, semuanya dilakukan bertahap, sampai Gayatri mulai menikmati dan membiarkan saja perlakuan londo itu.
Terdengar suara berdebuk diikuti bentakan, “Lepaskan dia!!!”, bentakan keras itu mengejutkan Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, kiranya sudut pagar telah berdiri Sancaka dengan muka merah padam menahan amarah, pemuda itu telah habis sabar dan menyusup dan meloncat masuk lewat pagar belakang yang tingginya sekitar 3 meter dengan ketebalan sekitar lima puluhan centimeneter..
Ketika berada diatas pagar tadi pemuda itu mendapati tunangannya berada dalam pelukan Tuan Frantzheof de Van Pierre, pakaian gadis itu telah mulai terbuka, Gayatri tampak memejamkan mata menikmati ciuman-ciuman Tuan Frantzheof de Van Pierre di leher dan buah dadanya.
Gayatri hanya sebentar terkejut, kemudian dengan senyum sisnis gadis itu kembali merengkuh kepala Tuan Frantzheof de Van Pierre ke dadanya, membiarkan Sancaka yang menggeram marah menyaksikan kehadirannya tak diangap sedikitpun oleh Gayatri dan Tuan Frantzheof de Van Pierre yang langsung kembali menciumi dada gadis itu dengan penuh nafsu.
“Ibis keparat!!!”, jerit pemuda itu sambil berlari dan menerjang kedalam pondok itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre mendengus kesal dan segera berkelebat cepat menyambut serangan pemuda itu, tinju kirinya bersarang ke perut Sancaka dan kemudian ditangkapnya pinggang pemuda itu dan dilemparkan ke arah meja besar yang tadi dipergunakan untuk acara makan malam.
Tubuh Sancaka melayang terhempas ke atas meja besar itu dengan keras, “BRAKKK!”, meja itupun roboh terkena hempasan tubuh pemuda itu.
Sancaka tampak berusaha bangkit walaupun seluruh tubuhnya terasa sakit dan nafasnya sempat hilang tadi akibat pukulan Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Kerasnya suara itu juga ikut mengagetkan keenam selir Tuan Frantzheof de Van Pierre yang sedang bemesum ria dengan pemuda-pemuda yang tadi melayani acara makan malam.
Yang pertama muncul adalah Sari, karena gadis itu memilih dapur untuk tempatnya melampiaskan nafsu dengan pemuda pilihannya.
Gadis itu tertegun melihat Sancaka yang berusaha bangkit berdiri itu, akan tetapi melihat isyarat Tuan Frantzheof de Van Pierre, diapun segera berkelebat menyambar ke arah Sancaka. Tangannya terayun kearah tengkuk pemuda itu.
Sancaka terkesiap dan hanya sempat melirik sekilas, “DORR!!”, terdengar letusan keras dan tubuh Sari yang sedang melayang itu tersentak dan jatuh terhempas keatas permukaan kolam.
Tubuh gadis itu tampak menggelepar didalam air kolam dengan dahi kepalanya pecah, warna merah dengan cepat menyebar dipermukaan kolam itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre menggeram marah dan membalikkan tubuh kearah asal tembakan, “DUARR”, letusan yang lebih keras terdengar diikuti suara berdesing, tubuh londo itu langsung terjengkang dan terhempas dengan keras ke tanah.
Kelengahannya yang cuma sedetik itu harus dibayar mahal oleh vampire tua itu, tampak sebatang harpun dengan sirip-sirip tajam menancap di dadanya, tepat dibagian jantung.
Darah vampire tua itu menyembur dengan kuat melalui lubang ditengah harpun itu, Tuan Frantzheof de Van Pierre yang sempat dengan sigap meloncat bangkit berdiri itu segera terhuyung-huyung kebelakang, darahnya yang dengan cepat mulai terkuras itu melemahkan dirinya.
Untung Gayatri segera menyambut tubuh londo itu dan membantunya duduk diatas tanah.
Tuan Frantzheof de Van Pierre berusaha mencabut harpun itu akan tetapi gagal karena tenaganya mulai melemah dan sirip-sirip harpun itu telah dirancang khusus menyulitkan usahanya.
Sancaka juga memandang kearah asal tembakan-tembakan itu, Van Helsing Jr tampak berdiri diatas pagar belakang itu dan tetap membidikkan senjatanya ke arah Tuan Frantzheof de Van Pierre, akan tetapi tidak meneruskan serangannya karena takut mengenai Gayatri.
“Sari!!!”, jerit Ratna yang baru saja keluar, gadis itu tadinya sedang panas-panasnya bercumbu di ruang makan ketika mendengar keributan di belakang.
“Kau harus membayar lunas kematiannya Sanca!!!”, jeritnya sambil berjongkok dan dengan cepat tubuhnya berubah wujud seperti Tantri dulu ketika akan menyerang Rianti malam itu.
Baru saja monster srigala jelmaan Ratna itu akan meloncat menyerang Sancaka, sesosok bayang berkelebat cepat memapas gerakannya, terdengar suara berdesing dan tampak kilatan sinar putih.
Sancaka merinding melihat monster itu tak jadi meloncat dan tampak berkelojotan, darah menyembur deras dari lehernya yang putus itu, kepalanya tampak menggelinding ditanah.
Disana berdiri Rianti yang telah kembali menyarungkan pedang samurai yang tadi dipergunakannya menebas kepala monster itu.
Keempat selir yang lain muncul keluar hampir bersamaan, terdengar Tantri membisikkan perintah kepada tiga selir yang lain, kemudian gadis itu melangkah maju kearah Rianti, kira-kira tiga meter dari Rianti gadis itu berhenti dan berdiri sambil memandang tajam ke arah Rianti.
Rianti balas memandang dan dapat merasakan bahwa Tantri yang ini bukanlah Tantri yang dulu. Diapun bersiaga.
Keduanya saling memandang tajam tanpa berkata sepatahpun.
Sama seperti Tantri, Wulan pun melangkah kearah Sancaka dan berhenti kira-kira tiga meter dari pemuda itu sambil memandang tajam mengawasi ke arah pemua itu.
Yuni dan Diah dengan cepat menuju kearah Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, Yuni berdiri dan mengawasi gerak-gerik Van Helsing Jr.
Ketika Van Helsing yang merasakah ancaman serangan dari Yuni segera mengalihkan bidikannya ke arah gadis itu, sementara Diah segera mengajak Gayatri untuk memapah Tuan Frantzheof de Van Pierre kembali kedalam rumah.
Melihat itu Rianti menyadari bahwa Sancaka berada dalam posisi yang paling lemah, diapun dengan perlahan mulai menggeser mendekat kearah Sancaka.
Tantri dengan waspada dan juga dengan pelan mengikuti gerak Rianti.
Wulan yang mendapat isyarat dari Tantri segera membantu Diah dan Gayatri supaya dapat lebih cepat membawa Tuan Frantzheof de Van Pierre kembali ke dalam rumah.
Setelah sampai didepan pintu, Wulan segera melangkah cepat tapi kali ini kearah Yuni, setelah Wulan berdiri samping Yuni terdengar kedua gadis itu saling berbisik, dengan berbarengan kedua gadis itu lari berpencar dan hampir bersamaan keduanya meloncat keatas menyerang ke arah Van helsing Jr.
Van Helsing Jr terkejut juga melihat kedua gadis itu nekat menyerang, tak punya pilihan lain dia harus memilih salah satu, diapun melepaskan tembakannya kearah Yuni, gadis itu berusaha memutar tubuhnya mengelak, tapi tak urung tembakan itu tetap mengenai bahunya.
Yuni segera berkelebat mundur dengan cepat ke arah Tantri.
Sementara Wulan dengan leluasa meneruskan serangannya, gadis itu segera mencengkeram kedua bahu Van Helsing Jr dan bermaksud menghempaskannya keatas tembok pagar itu, supaya mudah untuk menggigit dan menghisab darahnya.
Namun tiba-tiba sebuah tombak mencuat dari balik tembok itu dan menusuk memanggang tubuh gadis itu mulai dari pinggang kanan menembus dibawah ketiak kirinya.
Wulan menjerit kesakitan, akan tetapi jeritannya langsung terbungkam oleh sumpalan granat yang dibenamkan Van Helsing Jr ke mulutnya.
Van Helsing Jr segera menendang tubuh Wulan, tubuh gadis itu terhempas jatuh ke bawah, diikuti ledakan keras yang menghancurkan kepala gadis itu.
Van Helsing Jr berdiri kembali dan mengucapkan terimakaasih kepada Rianto, kiranya Van Helsing Jr naik keatas tembok itu menggunakan tangga dengan dibantu oleh Rianto, yang kemudian berjaga dibalik tembok diatas tangga itu.
Tantri dan Yuni yang melihat situasi mulai tidak menguntungkan mereka segera berkelebat mundur dan masuk kedalam rumah.
Setelah Rianto, Van helsing Jr, Rianti dan Sancaka berkumpul didepan pitu belakang itu, keempatnya dengan waspada dan berhati-hati mulai masuk guna mencari dan kalau dapat segera menghabisi Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Akan tetapi sampai pagi keempat orang itu tidak dapat menemukan Tuan Frantzheof de Van Pierre, Gayatri dan ketiga orang selir londo itu.
Pagar depan masih terkunci dan tergembok rapat, tanda bahwa belum ada seorangpun yang keluar dari rumah itu.
Mereka hanya menemukan mayat lima orang pemuda yang telah menjadi korban keenam selir Tuan Frantzheof de Van Pierre semalam.
Sedangkan si mbok dan tukang kereta berhasil mereka temukan terkurung di kamar belakang yang terletak di dekat dapur.
Semuanya meyakini bahwa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri serta ketiga selir itu telah berhasil meloloskan diri melalui jalan rahasia, dan agaknya akan berusaha kembali ke perkebunan dimana Sancaka bekerja.
Akhirnya diputuskan bahwa mereka akan segera menyusul ke perkebunan itu, walaupun tak mungkin rasanya dapat mendahului musuh mereka itu, harapan mereka vampire tua itu belum pulih sepenuhnya ketika mereka menyerang nanti.
Yang masih membebani pikiran Sancaka adalah tadi sebelum masuk kedalam rumah, Gayatri sempat memandang tajam ke arahnya, gadis itu terlihat semakin benci melihat dirinya.
Sancaka menyesalkan terlibatnya Gayatri dalam permasalahan ini, tunangannya itu agaknya telah terseret semakin dalam tanpa mengetahui pokok persoalan yang sebenarnya.
****
Keempatnya tidak mengetahui bahwa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri serta ketiga selir itu bersembunyi diruang khusus melalui jalan rahasia di ruang bawah tanah, bahkan Tantri telah berhasil mencabut harpun yang ditembakkan oleh Van Helsing Jr, dan untuk mempercepat pemulihan Tuan Frantzheof de Van Pierre, ketiga orang selir itu telah memberi diri dihisap darahnya oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre.