Kecurigaan
Sebulan setelah kejadian terakhir dirumah Bude Rodiyah, hubungan-ku dengan Bude menjadi dingin, aku tak pernah berhubungan lagi dengannya, wanita paruh baya ini cukup membuatku frustasi, aku ketar-ketir rahasiaku bersama Safitri akan ia bongkar, apalagi mendengar setelah ini Pakde No akan mengambil cuti tahunan, mati aku!
Setelah kedatangan Pakde No kembali ke jawa, keluarga besar diundang oleh beliau untuk membagi oleh-oleh juga melepas rindu, apakah ini akhir dari ceritaku, karena yang ku tahu Pakde No ini sangat kolot lebih kejam dan tegas mendidik anak-nya, kalau memang Bude bercerita masalah aku dengan Safitri, bisa jadi ini pertemuan terakhirku dengan keluarga besar sebelum aku dimakamkan, terlalu muda untuk meninggalkan dunia.
Namun, aku bisa bernafas lega, karena saat Pakde No kembali ke rumahnya, aku tak melihat adanya tanda² supir yang pernah diperkerjakan oleh Bude, kecurigaanku semakin besar, tapi aku belum punya bukti yang cukup untuk memaksa Bude diam.
Ternyata, keadaan baik-baik saja, Bude Rodiyah juga terlihat biasa saja denganku didepan keluarga besar, ia panda sekali menutupi ekpresi wajahnya.
Jujur, saat aku mengetahui kalau ada sesuatu diantara Bude dan supirnya, pikiranku langsung tertuju untuk mulai memperhatikan tubuhnya.
Ia wanita yang mandiri, berumur 43 tahun saat ini, ia selain seorang guru juga aktif menjadi ustadzah dadakan jika dibutuhkan oleh Eyang Pram. Tubuhnya gempal tapi kencang, mungkin karena tuntutan pekerjaan atau hanya sekedar gengsi, kami sekeluarga sepakat bahwa Bude paling hedon, meski sudah berumur beliau suka dengan barang branded, perawatan rutin dan kebiasaan keduniawian yang tak sepaham dengan apa yang ia pelajari dan sering ia gembor-gemborkan kepada jamaahnya, munafik!
Beberapa bulan berlalu, tak terjadi apa-apa diantara kita, sampai tiba pada waktunya
Aku secara tak sengaja mengintip secara jelas bagaimana pertempuran antara Bude Rodiyah dengan Mas Arman.
Saat itu, Uti Sih memintaku mengambil wadah adonan kue dirumah Bude Rodiyah karena akan ada acara pembukaan puasa di pondok, suasa dirumah sangat sibuk banyak santriwati yang membantu Uti, begitu juga denganku, para keluarga juga turut membantu persiapan acara, berbeda dengan Bude Rodiyah yang berhalangan hadir karena alasan mengajar dan les private muridnya yang tertinggal pelajaran karena sakit, keluarga ku percaya² saja, tapi tidak denganku, Pakde sudah kembali lagi 1 bulan yang lalu, ini jelas hanya satu akal-akalan wanita yang berwajah hyper tersembunyi ini.
Pucuk dicinta, kesempatan pun tiba, haha.
Uti menyuruhku mengambil adonan kue, saat itu aku membawa sepedah matic milik Bulik Marni yang suara knalpotnya sehalus pipi janda kembang desa.
Keadaan rumah tampak tak ada seorang tamu, aku juga tak melihat adanya sepatu atau kehadiran murid yang les private ini, yang aneh, kenapa ada sepedah si supir yang sempat dipecat diparkir sedikit tersembunyi dibalik mobil, krn pintu depan terkunci, kebiasaan hanya anggota keluarga yag tau arah masuk rumah yaitu lewat garasi yang sengaja tak ditutup, banyak orang keluar masuk hanya untuk sekedar mengambil peralatan karena garasi Bude setengahnya juga disewakan untuk menitipkan barang dan peralatan tukang tambal ban yang ada didepan rumahnya,
Tak ada tanda² beliau dirumah, sampai aku dengar teriak-teriakan sedikit kencang dari arah dapur, itu tak mungkin keliru, suara yang sanggup membuat penisku merespon dengan cepat, membawaku dengan langkah gugup mendekati dapur yang bisa ku jangkau dari tempatku berdiri hanya 10 langkah, pelan² aku mengendap endap, suara desahan semakin membuat kupingku geli.
"Ahhh, ahhh, ahhh, enak sayang, terusss"
"Entotin memekku sayang, he'emmm, arghh shhh, hmmm, ahh, kontolmuu bikin kangenn yang, shhhh ahh, hmmm, ahhh, shhhhhhhhhhh"
Lenguhan panjang membuatku tak sanggup menahan kepalaku untuk melirik sedikit ke sumber suara
Jelas! Bude Rodiyah dengan gamis hitamnya yang panjang serta jilbab lebarnya yang sewarna sedang menungging menantang, sedangkan Arman asyik menabrakkan pahanya dari belakang, aku hanya bisa melihat dari belakang, bokong hitam Arman membuatku sedikit jijik, entah apa yang ia lakukan setiap kali ia mendorong penisnya masuk kedalam lubang surgawi Bude, ia sembari menangguk, tanpa mengeluarkan kata, cepat sigap kuraih hp bbmku, aku video mode on dengan fokus mengarah ke lubang vagina Bude yang sedang dihajar oleh seseorang selain suaminya, dasar lonte berkedok syariah!
Mana ucapanmu selama ini ? Menjaga aurat? Menghindari zina dan azab Tuhan? Ini? Seperti ini? Menungging layaknya kuda dan berteriak keenakan saat orang yang bukan suamimu mengangguk-angguk senang mendorong mengeluarkan penisnya secara cepat kedalam vagina yang "katanya" kau jaga dengan baik itu? Munafik! Sungguh munafik!
Cting!
Bangsat!
Suara notif bbmku membuat kedua insan yang sedang bermain api ini menoleh bersamaan, untung gerakanku yang ke gep lebih cepat, aku berlari keluar, menstater sepedahku lalu pergi sebelum mereka mengikutiku.
Aku sudah punya senjata!
Tunggu pembalasanku, ustadzah LONTE!