Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Kira2 siapa yg bakal dijadiinn pacar? Cindy atau jinan, kayaknya seru, satu bakal jadian dan satunya jadi Friend with benefits
 
Mantappp apdetnya, kalo bisa jgn terlalu banyak karakter lain suhu... fokus ke dua itu aja hahaa

Ditunggu part 6 nya
 
Mantap lah suhu cinan wkwkw

Lanjutkan terus suhu, jangan lupa mulustrasinya
 
Jinan nggak diceritain lengkap adalah salah satu kekecewaan malam minggu saya kali ini :'(
 
Sejauh wa baca, mantep juga nih cerita. Jd tergoda bikin cerpan jkt48 lg nih. Nfufufu
 
Part 6


Aku menuang air panas dari dalam termos ke dua gelas yang sudah berisi serbuk minuman jahe. Yah walaupun semua pintu dan jendela sudah aku tutup rapat, tetap saja udara dingin menyeruak masuk. Cuaca sedang aneh akhir-akhir ini, hujan pasti dibarengi dengan angin kencang. Padahal beberapa jam sebelumnya langit sangat cerah, dan tidak ada tanda-tanda hujan.

Setelah mengaduk-aduk hingga serbuk itu larut, aku membawa dua gelas minuman penghangat itu dengan nampan ke ruang depan, tempat dimana Cindy menunggu. Semoga dia tidak menunggu lama. Aku sudah meminjamkan selimutku tadi, karena memang hawa ini membuatnya kedinginan.

Namun begitu aku sampai di ruang depan, si pipi gembul itu ternyata sudah tertidur pulas di sofa dengan selimut yang nyaris menutupi seluruh tubuhnya. Hanya kepalanya saja yang tidak terselimuti. Rambut panjangnya agak berantakan dan menutup sebagian wajahnya. Aku menghela nafas. Kini tayangan kartun sore itu yang menonton Cindy. Aku menggelengkan kepala

Kedua gelas minuman dengan uap mengepul itu aku letakkan di meja, aku berusaha tidak berisik agar tidak membangunkannya. Aku rasa, biarkan saja dulu ia beristirahat setelah seharian ini kami panas-panasan berkeliling tempat penjual buku lama. Karena buku yang Cindy cari sudah tergolong langka, kami pun agak kesulitan mencarinya. Yah, aku bersyukur usaha kami tidak sia-sia setelah ia mendapatkan buku yang ia cari itu. Aku sangat bahagia ketika ia bisa tersenyum lebar. Senyumannya yang termanis dari semua gadis yang pernah aku temui.

Aku memperhatikan posisi tidurnya, ia tidak memakai bantal sebagai alas kepalanya, kakinya ia lipat ke depan, terlihat bentuknya dari luar selimut itu. Kalau tidak salah, posisi tidur itu namanya foetus.

Sepertinya dia memang kelelahan. Padahal baru beberapa menit tadi aku tinggal ke dapur. Aku menggoyang-goyang bahunya pelan dan agak berbisik agar tidak mengagetkannya.

“Cin... tidur di kamarku aja... kasihan kamu tidurnya enggak enak gitu...”

Cindy melenguh, mengucek matanya sesaat.

“Ngghh... kak...”

Cindy memposisikan dirinya duduk lalu menguap. Matanya masih lekat, sepertinya masih agak berat dibuka.

“Ini ya ada jahe panas, buat anget-anget, diminum dulu atau aku taruh di kamar aja?”

“Nggh... enggak usah kak... aku disini aja... hehe...”

“Serius? Disini dingin lho, di kamarku aja deh, anget. Lagian posisi tidur kamu kayak gitu tadi kasihan kaki sama leher kamu.”

“Mmm... yaudah deh...”

Cindy bangkit dari sofa itu dan berjalan ke kamarku dengan selimut masih membungkus tubuhnya. Sementara aku mengekor sambil membawakan minuman jahe panasnya.

Dia merebahkan tubuh di kasur full size itu, lalu memposisikan badannya tidur miring ke kanan.

“Aku taruh sini ya. Jangan lupa diminum.”

Cindy mengangguk di posisi itu. Pipinya jadi semakin terlihat gembul. Percayalah, itu sangat menggemaskan.

“Udah ya, aku tutup.”

“Jangan kak... disini aja...”

“Eh?”

“Diluar kan dingin... kakak disini aja...”

Aku menahan nafas di ambang pintu.

“Pliss...”

“I-iya deh iya, aku ambil jahe aku dulu ya.”

***​

Aku memetik senar gitar akustik itu, memainkan sebuah lagu instrumental. Aku duduk di pinggir kasur, membelakangi Cindy yang sepertinya sudah tidur lagi. Hujan masih saja lebat diluar.

Aku meletakkan gitar akustik itu ke stand, berjalan kearah meja di samping kasur lalu menyesap minuman jahe yang sudah tidak terlalu panas. Aku menoleh kearah Cindy. Entah mengapa, kepalaku tiba-tiba memerintah untuk tidur disebelahnya dan meremas-remas payudaranya.

Akh... aku ereksi.

Tonjolan itu terlihat jelas dibalik celana pendek yang aku kenakan.

Jangan...

dia baru capek...

enggak...

biar dia istirahat...

Aku perlahan berbaring disampingnya, lalu memiringkan badanku hingga sekarang dia tepat memunggungiku. Tanganku perlahan masuk kedalam selimut, lalu langsung memegang payudaranya yang masih terbungkus kaus.

“Kak...” Tangan kirinya meraih tanganku yang sudah memegang payudaranya.

“Eh?! M-maaf... Cin... kakak enggak ku-“

“Iya... aku paham... gapapa kak...”

Cindy membimbing tanganku meremas-remas payudaranya.

“Mmmhhh...”

“T-tapi, Cin, kamu masih cap-“

“Gapapa kak...”

Cindy merubah posisi tidurnya. Sekarang ia terlentang, selimut yang sejak tadi menutupi tubuhnya ia sibakkan. Payudaranya terlihat lebih menyembul di posisi itu.

“Hehe.”

Dan lagi, lengkungan senyum di wajahnya itu kembali terlihat. Dia mengangkat kaus warna merah mudanya hingga keatas dadanya, memperlihatkan payudara besarnya yang masih terbungkus bra warna hitam.

“Buru kak... dingin... hehe...”

Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ia berikan. Aku menindih bawah perutnya lalu mulai menggerayangi peyudaranya itu.

“Aaahh... mmhhh...”

Aku terus memutar dan meremas dua bongkahan itu beberapa saat, sebelum aku berusaha melepas pengait bra itu dan bermain lebih jauh lagi.

Sepertinya dia merespon maksudku. Cindy mengangkat tubuhnya sedikit, lalu pengait bra itu berhasil dilepas, aku mengangkat bra itu keatas. Puting menggemaskan itu mengeras setelah beberapa saat aku cubit-cubit. Cindy mencengkram sprei kuat dan memejamkan matanya.

Aku merunduk, lalu menjilati sekitar putingnya itu. Cindy menggelinjang.

“Ih... geli kak... mmhh..”

Dari menjilat, kini aku mengisap-isap putingnya secara bergantian. Cindy semakin menggeliat. Kedua tangannya merangkul erat belakang kepalaku, lalu membelai rambutku. Seperti menahan posisiku agar tidak cepat mengakhiri isapanku. Desahannya berlanjut.

“Aahh... e-nak... mmmhh...”

Aku terus mengisap-isap dan memainkan payudaranya dengan penuh nafsu. Cindy mulai berkeringat, bau khasnya itu membuatku semakin bergairah. Aku menggigit putingnya.

“Aak-“

Ctak!

Cindy sontak menjitakku.

“Ih! Jangan gigit! Sakit tau!” protesnya.

“Ehe, maaf maaf, habis gemesin.”

Cindy mendekatkan wajahku, nafas hangatnya bisa aku rasakan dengan jelas. Dengan nafsu yang masih membara, kami saling bercumbu. Tanganku masih bermain-main dengan payudaranya.

Decakan kami terdengar jelas. Kami saling melumat bibir, bertukar liur untuk beberapa saat, hingga mulut kami basah dan bahkan dagu kami pun dibasahi oleh liur. Aku mulai berkeringat juga. Karena merasa gerah, kaos berwarna merah ini aku lepas dan lemparkan sembarang.

“Kak... gerah... lepasin sekalian dong...” rengek Cindy meminta kaos dan branya dilepas juga.

“Dih manja.”

Sesuai permintaannya, aku melepas baju dan branya dan melemparnya sembarang. Kini kami sama sama bertelanjang dada. Aku kembali mencumbunya dan tanganku pun lanjut bermain-main dengan payudaranya yang sudah mengeras itu. Lehernya pun tak terlewat aku cium dan jilati. Keringat kami saling bertemu, aroma khas memenuhi kamarku.

Aku beralih ke selangkangannya. Sesaat setelah aku menarik celana panjang dan celana dalamnya, aku menyadari Cindy sudah basah. Langsung saja aku membuka selangkangannya lebar-lebar, lalu kubenamkan wajahku kesana, menjilati area sekitar vaginanya.

Kedua paha Cindy menyilang dan menjepit kepalaku. Paha mulusnya itu empuk. Hehe.

“Aaahhh... terus kaakk... mmmhhh...”

Lidahku yang semula hanya menjilati luar vaginanya, kini aku bermain-main didalam liang vaginanya. Lidahku menjilat-jilat disana untuk beberapa saat.

“Mmhh...! Kaaakkk...! Aaaakkkhh...!!”

Desahannya semakin kencang, tubuhnya menegang. Cindy menyemburkan cairan orgasmenya di wajahku, spreiku pun tak terhindar darinya, kembali bau khas dari cairan itu tercium. Huft... sepertinya aku harus mengganti sprei hari ini.

Nafas Cindy sengal, dadanya naik turun. Matanya sayu.

“Ehehe...”

“Udah capek ya?”

“Ah... enggak kok, hehe. Udah kak... lepas dulu tuh celananya...”

Aku menoleh kebawah. Yah, sepertinya memang penisku sudah sangat tegang disana.

“Yakin?”

Dia mengangguk. Padahal aku tahu, ia sudah kelelahan. Tapi ya, gimana? Nanggung. Hehe.

Aku menurunkan celana pendek dan celana dalamku. Penisku langsung mengacung tegang sesaat setelah terbebas dari sarangnya. Aku berdiri menempel dinding, Cindy berjongkok bersiap memainkan penisku.

“Eh, Cin.”

“Iya, kak?”

“Coba dong jepit pake tetek kamu.”

“Eh?”

“I-iya, jadi titit aku coba deh jepit pake tetek kamu.”

“Oohh...”

Cindy memegang payudaranya, lalu mendekatkannya ke penisku, dan tiba-tiba, ia menjepitkan keduanya ke penisku dengan kasar.

“OOOHH...!” Aku mendongak saat payudara Cindy itu mulai menjepit penisku.

“Ehe... enak ya? Ehehehe...”

Cindy mulai mengusap-usap penisku dengan payudaranya. Sensasi berbeda dari empuknya payudaranya membuatku mendesah keenakan. Penisku serasa dipijit-pijit. Nikmat sekali.

Cindy terlihat semakin antusias untuk mengusap-usap dan menekan penisku. Aku sukses dibuatnya merem melek.

“Mmmhhh...! Cindy... aahhh...!”

Cindy berhenti mengusap-usap penisku, ia tahan posisi menjepit itu. Lalu menekan-nekan payudaranya.

“Akh... aaahhh....!”

“Rasain ini kak! Ahaha!”

Ia semakin cepat mengusap-usapnya, hingga tubuhku menegang dan aku mulai merasakan aliran sperma ini hampir sampai diujung penisku.

“C-Cindy...! Aku k-keluarrr...!!!” Aku melepaskan penisku dari payudaranya, lalu mengarahkannya cepat ke wajah Cindy.

Crot

Crot

Crot

Crot

Aku menyemburkan semuanya tepat diwajah Cindy, membuatnya belepotan dengan cairan spermaku. Ia tampak kacau.

Nafasku jadi sengal juga, dadaku naik turun. keringat di tubuhku masih belum kering.

“Ehehe...”

Cindy ambruk ke kasur, begitupun aku yang terbaring di sampingnya. Aku memandang wajahnya. Dengan mata sayu, ia tersenyum padaku sebelum ia memejamkan matanya. Tak lama, pandanganku pun semakin kabur, hingga akhirnya... semuanya gelap.

***​

“Nnggh...” Aku membuka mata perlahan. Langit-langit kamarku menjadi pemandangan pertamaku. Aku mengucek mataku dan memposisikan diri duduk. Aku tidak menemukan Cindy disini. Jam digital ku menampilkan waktu “06.35 a.m”. Sepertinya aku ketiduran sampai pagi.

Tunggu, dimana Cindy?

Pertanyaanku terjawab ketika aku keluar kamar, tentunya aku sudah berpakaian. Aku melihatnya sedang memasak di dapur, dia juga sudah memakai pakaiannya.

“Pagi kak,” dia menyapaku dengan wajah segar.

“Pagi.”

“Ehehe... maaf kak, aku obrak-abrik dapur kakak. Aku masakin nasi goreng ya,”

“Emang bisa?”

“Bisa dong, hehe. udah kakak nunggu dulu aja di depan sambil nonton TV, udah aku buatin teh panas disana.”

“Wah? Serius? Okedeh,”

Aku meninggalkannya di dapur dan menuju ruang depan. Benar saja, segelas teh panas menunggu di meja. Aku menyalakan TV lalu duduk di sofa. Menantikan nasi goreng yang dibuatkan Cindy. Ehehe... kapan lagi kan dimasakin cewek cantik?

Tapi, ini aneh... Cindy selalu membiarkanku bermain-main dengan tubuhnya, dia bahkan tidak risih sama sekali. Bahkan sekarang, dia ada di dapur, memasak untukku. Apa aku perlu menanyakan ini? Apakah ini saatnya aku menanyakan perasaannya yang sebenarnya padaku?

Tiba-tiba, smartphone Cindy yang sedang dicharge diatas meja ini mendapat sebuah voice call. Seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengan Cindy.

Andhika Dewa...

Foto profilnya... dia merangkul mesra seorang perempuan di pinggir pantai...

Perempuan itu...

Cindy.



To be continued...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd