Part 3
Flashback 1
Flashback 1
POV Mas Ali :
“Ahh sakit mas jangan digigit…” kesal resti ketika aku menggigit pentil nya sambil kupompa kontolku maju mundur menghentak liang senggama lembutnya…
“Akhh.. aaahh…mas terus”
“Plokk plok plokk….”
Ku genggam bongkahan pantat mulusnya, sambil kuhujamkan batang kontolku kedalam liang kenikmatan resti.
“Aku keluar mas!”
“Tunggu sayang, sebentar lagi”
“Ahh ahh…”
Setelah pergumulan sore itu aku mengantar resti pulang..
“Mas..”
“Iya sayang…”
“Aku dapat tawaran kerja di kota”
“Terus hubungan kita gimana?”
“Ya kita tetap berhubungan dong mas, tapi jarak jauh, gimana menurutmu?” Resti menjelaskan
“Kamu yakin dengan keputusan ini?” Tanyaku
“Yakin mas, aku mau mencoba peruntunganku, aku ga bisa bergantung sama ayah dan ibu selamanya, belum lagi ada Adit yang harus aku bantu biaya sekolahnya”
Terpaksa aku harus menyetujui rencana resti, meskipun aku tak bisa membayangkan satu hari saja tidak menjamah tubuhnya…. Rasanya ada yang kurang.
Sesampinya dirumah..
“Asalamualaikum, bu Resti pulang…”
“Waalaikumsalam nak”
Aku berniat pamit pulang, tapi sejenak ditahan oleh ayahnya..
“Nak ali bisa tolong bantu bapa pindahin barang2 di dapur sebentar?”
“Oh bisa pak, sini saya bantu”
Selesai membantu ayah lesti berbenah, aku pamit pulang. Sempat salah fokus terhadap ibu lesti yg malam itu menggunakan daster selutut dengan rambut diikat.
“Mari bu… saya pulang dulu” sambil mencium tangannya
Aroma sabun mandi segar menyeruak ketika hidungku menempal di tangannya. Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa ibu lesti ini begitu cantik menggoda.
“Iya nak ali, terima kasih sudah mau membantu, hati hati dijalan..”
“Baik bu…” jawabku
“Aku pulang ya res..”
“Iya mas hati2…” sambil mengantarku ke depan teras
Sebelum menaiki motor aku cubit pantat resti yang menggemaskan itu..
“Ahh mas nanti diliat orang..”
“Hehehe..nanti udh gabisa lagi soalnya kamu di kota..”
“Sabar ya mas…” jawabnya menenangkanku
Sejak hari itu aku lebih sering memikirkan ibunya Resti, 1 bulan sebelum ia berangkat ke kota hampir setiap hari aku ngentot dengannya sambil membayangkan ibunya.
Hingga suatu hari sepulang menjaga ladang milik pak romdoni, aku melihat ibu resti sedang duduk lemas di pinggir jalan sepi. Aku memberhentikan motorku.
“Ibu!! Kenapa?” Tanyaku khawatir
“Aduh alhamdulilah ada kamu nak, ibu keseleo tadi, kaki ibu rasanya sakit sekali untuk digerakan”
Aku memangkunya naik ke motorku, aku berniat membawanya ke tukang urut dekat sini.
“Bu, saya antar ke tempat urut dekat sini ya”
“Iya nak, boleh”
Sesampainya di tempat urut aki sadad, aku langsung membopong Ibu Lesti kedalam.
“Kunaon ini den ali?”
“Ini ki, keseleo di jalan, kakinya sakit kalo digerakin”
“Yaudah sini coba aki periksa” ki sadad memanduku untuk membaringkan Ibu di atas dipan.
Dijalan tadi langit sedikit gerimis, membuat baju yang dikenakan ibu basah dan mencetak bentuk molek tubuhnya, terutama dibagian dada dan pantat. Udara dingin di desa ini membuat kontolku cepat konak, apalagi melihat wanita cantik seperti Ibu di depan mata.
Kuperhatikan mata ki sadad tidak henti menatap keindahan tubuh wanita didepannya, beberapa kali kulihat ia menelan ludah.
Dengan hati-hati ki sadad menyibakan daster yg menutup lutut ibu, keatas setengah paha. Sungguh putih dan mulus tidak kalah dengan paha anaknya…. resti.
Ki sadad dengan hati-hati mulai memijat dari lutut ke atas paha.
“Aduhh… pelan ki sakit…” gumam ibu sambil menarik tanganku dan menggenggamnya.
Kubalas genggaman itu sekaligus berusaha menenangkan beliau.
“Tahan bu, supaya kaki ibu bisa digerakan lagi”
“Iya nak ali, sakit banget ini..ibu sudah kabari ayah resti tapi belum dibalas”
“Yaudah sabar nanti aku bantu kontak ayah dan resti”
Tangan kasar orang tua dengan gulir urat diatasnya terus memberikan pijatan di paga kanan ibu, naik terus….
Keatas…
Sampai pangkal selangkangan…
Ibu nampak risih, tapi wajahnya memerah. Entah apa yg dirasakan, yang jelas kontolku sudah berdiri tegak sedari tadi, melihat paha mulus sekaligus gundukan memek ibu dibalik celana dalam putih satin yang ia kenakan.
Posisi ki sadad seperti sedang menaiki kaki kanan ibu, buah pelirnya menempel di tulang kering wanita itu. Tanpa aku sadari ki sadad seperti sengaja sedang menggesekan kontolnya di kaki ibu. Tapi aku menepis semua pikiran negatif itu.
30 menit berselang kaki ibu sudah mulai ada respon untuk digerakan, ki sadad menyuruhku untuk memetik daun obat yang dia tanam di pekarangan rumahnya.
Sembari menunggu….ki sadad menyuruh ibu membalikan badan agar kaki bagian bawahnya bisa diurut.
Kini posisi ibu telungkup, dengan baju daster tersingkap keatas. Nampak dengan jelas bongkahan pantat montok ibu membumbul ke atas, kembali ki sadad melakukan pijatan di paha ke pangkal selangkangan. Aku perhatikan jempolnya seperti dengan sengaja mengenai bibir memek ibu, karena ketika aku masuk membawa daun obat, celana dalam satin putih itu tersingkap kesamping segingga belahan memek itu terlihat jelas.
Menyadari aku masuk ki sadad kemudian membetulkan posisi celana dalam ibu seperti semula.
“Ini ki daunnya”
“Baik den, tunggu sebentar aki rebus dulu supaya nanti bisa di tempelkan di kaki ibunya” sambil bergegas kearah dapur.
Ibu membetulkan baju dasternya, kini bagian bawah ibu sudah tertutup.
“Makasih ya nak ali sudah mau membantu ibu”
“Iya bu sudah sepatutnya aku membantu calon mertuaku” sambil kuusap lembut pundaknya.
Tapi ketika diperhatikan wajah ibu semakin memerah, seperti resti ketika ingin melakukan hubungan intim. Apakah ibu sange mendapatkan pijatan di pangkal selangkangannya ya.
Bersambung…..