Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Bermula dari Musibah, Akhirnya Keterusan dan Berkembang

Status
Please reply by conversation.
Ternyata masih bisa lanjut, tapi ini mulai sini Tema "Incest"-nya udah abis ya, namun selamat menikmati

2 tahun berjalan sejak kesembuhan Ibu Tiriku, akupun sudah berumur 18 tahun dan semakin terjerumus ke dunia hipnotis karena semakin terpengaruh oleh kemudahan melalui ilmu ini, bahkan sekarang aku mulai mendalami ilmu-ilmu mistis.

Cerita ini dimulai pada suatu sore saat aku berjalan gontai menuju rumahku sambil bersiul-siul kecil, di pelupukku terbayang hal-hal yang indah-indah, mulai saat ini aku akan dapat menaklukan wanita secantik apapun di dunia ini, karena aku sudah mendapatkan ilmu Lebur Jiwa dari Mbah Joko.

Jangankan Mama Tiri atau Bibiku, Putri Marino pun pasti berlutut di depanku, tapi yang terpenting aku harus membuktikan kesaktian ilmu Lebur Jiwa malam ini juga.

Aku melangkah masuk ke pekarangan rumah, namun sepi sunyi tak ada hawa manusia, "kemana semua orang hingga pintu depan harus dikunci?" pikirku, dan aku segera membuka pintu dengan kunci serep yang kubawa, didalam rumah pun sepi senyap.

Aku segera menuju ruang makan, dan secarik kertas menempel di meja makan, “Fi, karena HPmu tak bisa dihubungi, kami pergi duluan ke rumah Om Anto di Semarang, kalau sudah sampai rumah, segera menyusulya"
” Ah males, berangkat besok aja dah, tapi bosan juga, apa enaknya sendirian di rumah" ucapku.

"Mana nggak ada makanan di kulkas lagi" protesku, sehingga dengan malas aku pergi ke warung Mak Rani di ujung jalan, tapi setibanya aku sampai di warung Mak Rani.

"Wowww, ada cewek cantik bener, kuperkirakan masih 25 tahunan, wajahnya oval agak indo, bibirnya seksi, bola matanya kecoklat-coklatan, dan bodynya montok banget dengan payudara gede dan pantat bohai, apalagi dia pakai rok mini dan baju ketat, sungguh menggoda", pikirku, namun kurang ramah, waktu aku godain doski malah cemberut.

"Kebetulan nih, Bisa buat bahan percobaan, kalau yang indo saja mempan, apalagi yang jawa tulen, iya nggak?" pikirku, sehingga begitu cewek itu keluar dari warung, aku mengejarnya dan dengan segera melafal mantra yang sudah aku hafal sebelumnya.

“Napsu Katresnan, Kuwasane Tresna, dhuh Wanita ayu, rungokna dhawuhingsun. Rungokna mung swaraku, tindakake kabeh kekarepanku, supaya katresnan iki tambah manunggal”

“Nona!” Aku panggil gadis itu sambil menarik tangannya sehingga dia berbalik menghadap padaku dan wuss.. hembusan nafasku menyembur menerpa wajahnya sekali, dan aku tinggal menanti reaksinya saja, menamparku ataukah..

“Iya, ada apa Fi?” gadis itu menjawabku dengan senyum ramah, bahkan manja kepadaku yang bahkan baru pertama kali dia temui.
Berarti mantraku berhasi, sehingga tanpa basa-basi lagi, langsung saja gadis itu aku ajak ke rumahku, dan kami duduk-duduk di ruang tamu dan tak lupa aku mengunci semua pintu dan jendela dari dalam, HPku pun kembali kumatikan agar tak ada yang mengganggu acaraku sore ini.

Gadis itu nampaknya merasa nyaman bersamaku,
“Nama kamu siapa?” tanyaku membuka percakapan.
“Aku Windi” jawabnya manis.
“Kamu kok bisa tahu namaku, apa kita pernah berkenalan?” tanyaku
“Nggak, tapi aku merasa kita sudah lama banget kenal, sekarang ini aku merasa seperti merayakan reuni denganmu.” jawabnya
“Oh, begitu, kalau begitu mesti dirayakan dong” ucapku dengan senyum sumringah.
“Iya. Harus dirayakan” jawabnya cepat

“Kau mau minum?” tawarku disambut dengan anggukan.
“Panas atau dingin?” tawarku lagi
“Apapun yang kau mau” jawab Windi ringan.
“Apapun yang aku mau?” ulangku, dan Windi mengangguk dengan senyum lebar.

“Kalau selain minuman?” tanyaku mengejar.
“Apapun yang kau mau aku bersedia, Fi.” jawab Windi mendekat ke arahku.
“Apapun?” tanyaku sekali lagi.
“Apapun” Windi tersenyum menggoda dan tangannya menjamah tanganku lalu menuntunnya ke arah pahanya yang sekal.

Digesernya tanganku yang gemetaran terus naik hingga menyingkap rok mininya sampai pada pangkal paha, CD pink bergambar kupu-kupu bersembunyi di balik rok yang sudah tersingkap itu, dan tiba-tiba saja aku merasakan Penisku menegang.

Mata Windi sayu sedikit terkatup, meresapi setiap sentuhan jemariku di kulit pahanya, Windi kemudian mendekatkan bibirnya padaku dan cup.. bibir kami saling mengecup, lalu Windi melumat bibirku penuh perasaan.

Batang Penisku semakin mengacung sedang nafas kami mulai naik turun tak beraturan, kemudian Windi memapah tanganku melingkar di pungungnya lalu menuntunnya untuk melucuti rok mininya.

Rok mini warna hitam itu bablas hingga ke lantai dan aku bisa dengan leluasa menikmati paha Windi yang indah, aku ciumi paha Windi yang mulus bagus itu bolak balik sampai pangkal paha.

“Uuuff.. Fi.. aku minta yang panas saja..,” desis Windi sambil melepas kaos ketat dan BHnya yang ternyata berukuran 35H sekaligus kemudian melepas kaos yang kupakai.

C8gRx40.png

Aku berdiri melepaskan jeansku, lalu Windi menyusulku dan segera menjejalkan lidahnya ke dalam mulutku, kami saling memeluk hingga Payudara Windi menempel di dadaku.

Keempukan Payudara Windi membuat aku geli hingga membuatku merinding, lalu bibir Windi menurun menjelajahi leher dan dadaku yang berbulu sedikit lebat.
“Kamu jantan banget Fi,” kata Windi sambil membelai bulu-bulu dadaku.

Kemudian Windi mencumbui dadaku.. perutku.. ach.. sampai pusarku dan menjilatinya beberapa saat, aku benar-benar terangsang oleh kecantikan dan kemahiran Windi yang memanjakanku.

Windi terus menjelajah seluruh tubuh depanku, bahkan ketika sampai di daerah kekuasaan Penisku Windi mencumbuinya dengan penuh daya rangsang, diciuminya batang Penisku yang masih terpenjara dalam sangkarnya dan dengan senang hati Windi meloloskan CDku hingga nampak benar kalau Penisku itu betul-betul bangun mengacung-acung.

“Kau benar-benar hebat Fi, kontolmu besar banget, aku yakin kalau menembak pasti rasanya hi..hi..” kata Windi sambil tertawa.
“Kamu tahu dari mana kalau rasanya pasti..” tanyaku memancingnya.

“Coba deh, aku rasain..” ucapnya dan Windi langsung menjilati ujung Penisku, dia mengulum Penisku hingga setengahnya masuk ke dalam rongga mulutnya.

Uuachh.. edan rasanya, apalagi jari jemarinya sibuk mempermainkan buah pelirku, rasanya benar-benar nikmat, aku nggak tahu kalau cewek ini bisa membuatku merasa sedasyat ini.

“It’s nice taste, Fi. Hebat banget..” katanya sambil terus saja menyepong Penisku.
Tak tahan aku jika harus diam saja, segera aku loloskan CD pink dari bokong Windi yang menungging, dan nampak kedua bokongnya yang semok menantang.

Kuremas-remas bokongnya yang membuat Windi mendesah perlahan diantara sodokan Penisku di mulutnya, dan segera saja aku gerayangi memeknya, kemudian mungkin Windi merasa tak tahan lagi akan rasa nikmat yang diterimanya dengan posisi itu, hingga akhirnya Windi melepaskan Penisku dari mulutnya dan tergeletak di lantai.

Tubuh kita udah sama-sama bugil dan rasa malu kita udah ilang entah kemana, lalu Windi memandangiku yang berdiri didepannya dengan tatapan mata sayu dan senyum yang menggoda.

Akupun terpana pada tubuh bugil yang tiada cacatnya terhampar di depanku, dua bukit yang membusung padat dan montok, kulit tubuh yang putih mulus, serta bukit belah yang ditumbuhi oleh rumput-rumput liar yang halus dan rapi.

“Fi, kok diam saja, ayo lakukan yang kamu mau.. aku pasrah padamu..” ucapnya
“Aku datang sayang..” balasku dan aku serang bukit belah itu dengan garang, menjilat semua yang tersentuh oleh lidahku dan menghisap semua yang tergenang disitu sehingga Windi berkelojotan sambil mendesis-desis.


"Tak ada ampun bagimu, Windi! Semuanya akan jadi milikku." ucapku dalam hati
Klitoris Windi yang seukuran biji kacang tak luput dari lidahku, aku piting daging mungil itu dengan kedua bibirku lalu aku sentil-sentil dengan lidahku.

“Oooh.. Fi.. Ach.. eenaak..” erang Windi memacu gairahku, serta kedua kakinya menggapit kepalaku seakan ingin menawanku selamanya, lalu tangan Windi menarik tanganku sampai di kedua gundukan dadanya yang gempal dan montok.
Refleks aku remas kedua buah gunung kembar itu hingga membuat Windi bergelinjangan nikmat.

“Uuohh.. Lefi.. teruus sayaang.. aku sukaa..” leguhnys, dan setelah puas aku lumat labia mayoranya segera kualihkan perhatianku kepada kedua gunung kembarnya.

Payudara Windi telah membengkak seukuran kelapa, besar dengan puting merah maron yang sudah tegang, lalu Windi yang menyadari kalau aku memandangi kedua gunung kembarnya yang indah itu, segera Windi meremas- remas payudaranya sendiri sambil memutar telapak tangannya bolak-balik, begitu bulat kedua Payudara itu dan begitu mengkilap oleh keringat Windi.

“Kemarilah Fi..” ujarnya.
Windi sambil menarik tanganku hingga aku harus berdiri di atas tubuhnya, kemudian Windi menggapai batang Penisku hingga aku mesti berjongkok di atas buah dadanya.

Aku tak tahu apa yang akan Windi lakukan, yang penting aku merasakan nikmat ketika batang Penisku menegang di belahan buah dadanya, begitu nikmatnya ketika kedua gunung kembar itu menjepit batang Penisku.

Kubantu jemari Windi yang meremas buah dadanya hingga tampak menjadi satu menjepit batang Penisku, lalu aku tarik batang Penisku perlahan-lahan dan lalu aku dorong kembali.

Sampai kemudian bibir Windi menangkap kepala Penisku dan kembali menjilatinya dengan garang, Ouuhh.. aku bagai terkencing-kencing dibuatnya, maka sebagai pelampiasan tangan kananku kembali mengutak-atik goa kenikmatan Windi yang kembali membanjir.

“Fi.. kamu nakal sekalii..” desah Windi.
“Tapi kamu suka kan Windi sayaang..” balasku
“He eh.. Uuff..ach..” Windi semakin memekarkan selakangannya hingga jemari kananku makin bebas merogoh semua yang tersembul di pangkal selakangan itu.

Windi semakin mendesis dan menambah kecepatan menjilati kepala Penisku, dan akupun semakin mempercepat gerakan menggoyang kedua Payudara sebesar kelapa itu

Penisku menegang hebat, seperti ada yang mendorong dari dalam baang Penisku dan rasanya.. aahh.. crot croot.. Spermaku muncrat ketika ujung Penisku itu masih diganyang Windi serta kapasitas yang cukup banyak menetes disela-sela bibir Windi.

“Telan sayang, telan..” Kata-kataku bagai perintah.
Mau tidak mau, Windi menelan seluruh sperma yang berada di rongga mulutnya.

Entahlah rasa apa yang dia kecap, tapi yang pasti nikmat, sebab kemudian Windi menjilati sperma di luar mulutnya dan kemudian memburu sisa-sisa sperma di kepala Penisku hingga tandas.

“Ehmm ach.. Fi, keluar lagi dong..” kata Windi sambil memijit-mijit Penisku dengan jemarinya.
Pijitan itu membuat darahku bagai berhenti, dan aku sudah tak tahan lagi.

“Sebentar sayang, aku masuk dulu yach..” ucapku
“Heeh.” Windi melebarkan selakangnya hingga bukit belahnya benar-benar mekar terbelah, dinding-dindingnya berwarna merah berhias klitoris mugil yang mengemaskan.

Aku segera mengacungkan batang Penisku yang sudah mau meledak, lalu aku tuntun Penisku itu memasuki lubang kawin Windi yang bersimbah lendir-lendir surgawi, namun karena licin permukaannya hingga tak mudah memasukkan kepala Penisku itu, kemudian aku coba sekali lagi dan ah.. masuk! sedikit demi sedikit aku masukkan Penisku memasuki lorong yang sangat sempit itu.

“Auhh Fi.. cepetan dong.. sakit..” rintihnya.
“Sabar say..” Memangnya hanya Windi saja yang sakit, aku juga sakit merasakan batang Penisku bagai remuk digencet dinding-dinding lubang kawin Windi yang bukan main sempitnya.
“Aaach..Uuugh..Fi..” leguhnya saat ku akhirnya sampai di selaput daranya dan "Krak!" Kepala Penisku sudah menembus ke dalam selaput daranya.

Lubang kawin Windi menelan seluruh batang Penisku, dan aku diamkan sebentar sebelum kemudian aku tarik dan dorong keluar masuk agar lorong itu makin lebar, serta karena lendir kawin Windi membasahi liang kawinnya hingga goyangan batang Penisku semakin lincah.

“Hooh.. uh..ach..” desah kami saling berlomba menikmati setiap getaran yang tercipta.
Gerakan Penisku semakin lincah mengocok lubang kenikmatan Windi hingga menimbulkan bunyi kecipak- kecipak tanda bahwa Windi berada di puncak kenikmatannya.

Pingul Windi bergoyang-goyang naik turun mengiringi gerakanku.
“Fi.. aku nggak tahan lagi.. aku mau keluar..” erang Windi.
“Tahan sebentar Win, aku datang..” ucapku
“Aaach..!” erang kami bersamaan, fantastik sekali sehingga kejang diseluruh tubuhku diakhiri oleh keluarnya sperma yang memenuhi lubang kawin Windi.

Ujung Penisku menghangat seakan menyentuh cairan lain, lalu kutarik Penisku dari lubang kawin Windi dan tampak darah membercak di kepala Penisku yang masih menegang.

Windi mendesis-desis menikmati segala kenikmatan yang barusan kami lalui, tapi aku masih belum puas malam ini, aku harus kembali membangkitkan gelora asmara Windi.

Segera saja aku remas buah dadanya, dan aku permainkan kedua putingnya yang kembali menegang lalu aku jilat perlahan.

“Ach..” desis Windi merespon.
Melihat respon Windi, aku jilati bahkan kukulum kedua puting Windi secara bergantian.

Windi berkelojotan meresapi semua keindahan yang kembali aku ciptakan, dan habislah kedua payudara Windi itu aku kulum, aku hisap bahkan aku gigit-gigit dengan gemas.
Windi tak marah, hanya merintih-rintih kesakitan, tapi justru rintihan itu semakin membakar birahiku.

Aku puaskan diriku sediri dengan mempermainkan setiap lekuk tubuh Windi karena Windi nampaknya sudah tak memiliki tenaga cadangan selain mendesis dan mendesah, kemudian ketika aku sudah puas segera aku minta Windi menindihku.

Windi menusukkan ujung Penisku tepat dilobang kawinnya, dan kemudian kami saling mengocok, serta seperti layaknya bibir kawin Windi yang melumat Penisku, bibir kamipun saling melumat, sedangkan Payudara Windi yang menggantung bebas sekali-kali menyentuh kulit dadaku hingga menimbulkan rasa nikmat tersendiri.

Windi menjadikan rambutku sebagai pegangan, tapi aku menjadikan bokong Windi sebagai pegangan, menguntungkan sekali karena aku bisa dengan bebas membelai bokong mulus itu, namun sekali lagi tiba-tiba tubuhku mengejan.

“Win, aku mau keluar sayang..” ucapku
“Tunggu Fi.. tarik dulu kontolmu.” Windi melepaskan ciumannya dan mengarahkan batang Penisku ke mulutnya.

Dan croot.. crot crot! Seluruh spermaku membanjir di mulut Windi, dan tanpa jijik ditenggaknya seluruhnya sampai tandas kemudian menjilati ujung Penisku hingga bersih, tapi sentuhan lidahnya yang penuh birahi membuatku ingin sekali lagi menusuknya.

Maka segera saja aku minta Windi menungging, dan sekali lagi aku tusukkan batang Penisku dari belakang, hingga amblas seluruhnya menyisakan kenikmatan yang kembali terulang.

Windi yang berulang-ulang mencapai puncak birahinya seakan ingin terus dan terus mengulanginya, padahal beberapa saat yang lalu dia masih gadis perawan, tapi sekarang seperti pelacur yang gila sex.

Windi terus meremas-remas buah dadanya sehingga keindahan itu terasa lengkap, dan kamipun mengakhirinya dengan kelelahan yang terhapus oleh sisa-sisa keindahan.

Setelah istirahat beberapa menit dan ditutup dengan mandi bareng, aku pun mengantar Windi sampai pagar depan, Windi hanya tersenyum mesra dan kemudian menghilang di balik rumah Pak RT, lalu aku kembali ke dalam rumah dan merebahkan tubuhku di atas sofa ruang tamu.

Kembali aku ingat pergumulanku selama tiga jam bersama Windi.
“Windi aku sudah tak membutuhkanmu.” gumamku.

"Dhuh Windi cah wadon sing marem hawa nepsu, bebasa lan lali kabeh, amarga katresnanku mung palsu." mantraku untuk melepaskan ikatan dengan Windi.

 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd