Part 10
Ray langsung memarkir sepedanya di samping warung, pelanggan malam ini tak banyak dan masih bisa di hitung dengan jari.
"loh ray kamu gak manggung?" tanya mama saat berpapasan saat masuk ke dalam.
"ngak ma, mungkin ray gak manggung lagi hehe" jawabnya langsung duduk di belakang meja.
"kenapa?"
"ray merasa gak enak repotin mereka terus, " jawabnya sambil menghela nafas,
"kamu gak boleh ambil keputusan sepihak dong, tanya langsung mereka ya" ucap mama sambil mengelus rambutnya. Ray hanya tersenyum sambil kembali berpikir.
Tetapi benar ucapan mama, tak boleh mengambil keputusan sendiri. Takut mereka beprespsi ia tak butuh mereka lagi.
"brr brr brr" ponselnya bergetar, ray langsung merogoh celananya.
"cia?" gumamnya pelan.
"Jahat banget dihhh..." terbaca.
"jahat kenapa?" terkirim, terbaca.
"jahat, gak ucapin selamat!!" terbaca. Jantung ray terhenti sejenak, karena ia lupa memberikan selamat secara langsung sesuai janjinya kemarin.
"ya udah, selamat ya." Terkirim, terbaca.
"gak sah, kalau gak langsung ucapin hahahaa!!" terbaca,
"ya udah, ketemu di taman dekat rumah kamu lagi aja?" terkirim, dan cukup lama menunggu akhirnya terbaca.
"oke, gpl" terbaca.
"oke" terkirim, ray pun memesan dua jus mangga special buatan kak rani, dan langsung memacu sepedanya menuju taman.
Langkahnya kembali terhenti sambil membawa dua cup jus mangga, kembali ray mengambil nafas dalam-dalam.
"hii"
"heiii" ray pun langsung duduk agak dekat dengan cia.
"buat kamu"
"buat aku?" tanya cia sambil mengambilnya dari tangan ray.
"iah, jus mangga,"
"sebagai hadiah ??" angguk ray sambil menyeruput jusnya.
"huu......" gumamnya langsung ikut menyeruput jus mangga, dan sesekali lidahnya mengecap.
"umm.. enak ray, beneran enak" cia kembali menyeruputnya.
"kamu suka mangga ya?" tanya sambil terus menyedot jus mangga dan sesekali matanya melirik.
"iah, hehe, bukan suka lagi, suka banget" ray terus memperhatikan cia menyedot jus sampai tak tersisa se tetes pun.
"oh ia. kamu kenapa tadi siang pergi gitu aja?" kepala cia langsung menoleh kearahnya.
"ha? Tadi? Mau ke wc udah gak tahan" senyum ray berbohong.
"ouh, bukan gara-gara ada andri?" ucapan cia membuat ray langsung terdiam seolah nafasnya berhenti.
"bukan kok, tenang aja bukan kok"
"ouh, tapi andri gak ganggu kamu lagi kan?"
"eh?"
"itu, untungnya enggak lagi kok."
"ouh baguslah.. thanks ya jusnya" cia menarik nafasnya dalam-dalam sambil merentangkan kedua tangannya. Dan tiba-tiba menunduk. Ray hanya bisa ikut terdiam dan pembicaraan menjadi canggung.
"rasa pengen balik ke masa kecil ya hmmm" ucap tiba-tiba sambil menghela nafas dalam.
"kenapa emang ?"
" ya enak aja, masih bisa deket terus." Ucapnya pelan sambil menggoyang-goyang kan kakinya.
"emang jarang ketemu sama papa mama kamu di rumah?" cia menangguk pelan tanpa menoleh.
"iah, hehe. Mereka pulang setelah aku tidur, dan pergi sebelum aku bangun" helaan nafasnya lagi.
"mungkin begitu perkejaan jadi dokter kali"
"ha? Kamu kok tau kerjaan papa sama mama aku dokter?" tanyanya langsung menoleh.
"kalau itu, beberapa kali pernah ketemu sama papa mama kamu di warung makan, dan kebetulan papa sama mama aku kenal sama orang tua kamu dulu di rumah sakit" penjelasan singkat ray.
"ouhh gitu, " anggukannya pelan.
"hmm coba aja ajak makan bareng gitu hari ini, siapa tau mereka mau?" cia hanya menoleh mendengar saran dari ray.
"coba aja, " ucapnya lagi, cia pun menoleh dan langsung merogoh sakunya mengambil ponselnya.
Tak terdengar apa yang mereka bicarakan karena cia berjalan mondar mandir sambil menelpon. Dan berharap saran yang di ajukannya tak membuat cia kecewa.
"gimana?" cia hanya tersenyum lebar,
"mereka mau, hehehee" tawa kecil langsung kembali duduk.
"bagus deh. Terus makan dimana?"
"hmm. Warung makan papa kamu hehe"
"haaa????"
"kenapa kaget gitu??, kamu kan bilang beberapa kali mereka kesana"
"heehe ya juga sih, " ray hanya menyeringai karena tak menyangka cia memilih warung daripada di resotran mahal, di tambah masih belum terlalu malam.
"hoiii.. kok bengong? Gak boleh ya?" tanya cia membubarkan lamunannya.
"boleh kok boleh, "
"terus kapan mereka sampai?"
"uhm lagi di jalan sih, 10 – 15 menit lagi sampai. Yuk sekarang aja ke warung makannya"
Ucapan tak terputus dari cia langsung menarik tangan ray menuju ke sepedanya, ray terdiam sejenak saat tangannya di tarik erat. Terasa getaran aneh langsung menjalar ke tubuhnya.
"yuk jalan," cia menepuk pundaknya pelan dan berpegangan di bahunya.
"oke, berang-berang bawa tongkat. Berangkattttt" ray tertawa sendiri dengan ucapannya sendiri.
***
Suasana warung masih, hanya beberapa orang yang keluar dari dalam sambil membawa bungkusan. Walau tak banyak makan di tempat, tetapi membuatnya senang perekonomian sedikit pulih dikit demi sedikit.
"pa ma" ray masuk di susul cia di belakangnya, ia terlihat seperti baru pertama kali ke tempat seperti ini.
"kamu bareng siapa ray?" tanya mama sambil berbisik.
"oh ia ma, pa ini fellycia. Temen satu kampus ray" ray memperkenalkan agar tak salah paham, apa kak rani yang paling rese soal seperti ini.
"halo tante om" sapa cia sambil tersenyum, papa dan mama pun membalas senyuman dari cia.
"fellycia kesini mau makan bareng sama papa mamanya di sini" mama dan papa kembali saling pandang.
"kalau gitu duduk aja, untuk tiga orang?" angguk ray, mama pun langsung membersihkan meja di pojok warung.
"sambil tunggu, minum dulu " ray memberikan gelas kosong dan satu teko penuh teh.
Hampir 15 menit menunggu, terdengar suara mobil terparkir di samping warung, "aku tinggal ya kayak itu papa mama kamu" senyum ray langsung pergi.
"Pa... "
"Ma...." Lambaian tangan cia saat kedua orang tuanya masuk ke dalam, mama terlihat langsung terdiam memandang cia dan orang tuanya.
"kenapa pa ma?" tanya ray saat mengambil nota kosong.
"fellycia anaknya mereka?" ucapnya pelan tanpa berkedip.
"iah, kenapa?" mama tak menjawab dan terus menatap ke arah mereka. Ray pun langsung memberi nota kosong.
"om, tante, cia catet aja ya kalau mau pesen" ucap ray langsung pergi.
"okee ray, " cia menjawab langsung berpindah duduk di tengah-tengah antara papa dan mama.
"kamu kenal sama ray?" tanya papa cia pelan sambil menunjuk kearah ray.
"iah, teman satu kampus" cia langsung mencatatat menu yang ia pesan,
Ray melangkah menjauh saat papa dan mama cia seperti terkejut kalau cia dan ray saling kenal.
"ma, mama aneh liatin fellycia gitu" gumamnya saat mama sesekali melierik kearah mereka bertiga.
"ha? Gak kok, baru tau aja si cia anaknya" jawab mama pelan dan matanya sesekali melirik kearah papa yang sedang memotong sayuran.
***
Bau harum dari nasi goreng hampir saja siap tercium membuat orang yang lapar menjadi keroncongan, makanan yang sering di pesan saat di bawa pulang.
"silahkan om, tante, "
"saya permisi dulu om tante, silahkan menikmati" ucap ray melangkah mundur, entah mereka membicarakan apa. Yang terlihat hanya wajah cia terlihat sangat senang kali ini.
Hampir 30 menit berlalu, mereka pun selesai cia dan orang tuanya keluar setelah membayar.
"hoiiii" tergur cia saat ray merapihkan piring di atas meja.
"kok masih disini? Gak ikut papa mama kamu?"
"enggak. Hehe, kan aku kesini bareng kamu. Jadi pulangnya harus di anterin" ucapnya langsung duduk kembali sambil mengambil the hangat yang masih tersisa.
"masa gitu"
"ya harus gitu..."
"beresin ini dulu oke, baru aku antar pulang" anggukan cia. Ray pun bergegas memberishkan meja secepat mungkin karena tak ada yang makan lagi setelah cia dan orang tuanya.
"pa ma, ray pergi antar fellycia dulua ya"
"tante om, terima kasih makanannya, empat jempol buat rasanya heehee" tawa kecil cia langsung pamit.
"yuk naik"
"gak ah, jalan kaki ajah"
"kenapa harus jalan kaki?"
"pengen aja, dah ah jangan protes" ray pun mengikuti kemauan cia berjalan kaki sambil menuntun sepedanya.
"oh ia ray, kata kamu papa mama kamu pernah kerja di rumah sakitkan?" anggukan pelan ray.
"terus kenapa papa mama kamu keluar?"
"itu..." ray langsung terdiam dan teringat kejadian saat itu.
"gak jawab gpp juga kok, hehe" cia menyengir menoleh kearah ray yang terdiam.
"Itu semua gara-gara aku hehe".ucap ray pelan. Cia langsung terdiam sejenak seolah ia salah menanyakan hal itu.
".siang hari itu, aku lagi memilih ke taman rumah sakit karena bosen menunggu di kantin."
"di saat itu juga, aku liat ada anak perempuan duduk di kursi roda dengan infuse yang menancap di tubuhnya. Dan juga selang di hidungnya."
"anak perempuan itu terus memandang ke halaman rumah sakit, dan seperti kesepian. Aku deketin sambil kasih sebungkus coklat."
"coklat?" tanya cia pelan.
"iah coklat, dia pun membukanya bungkusnya, tetapi sebelum memakannya. Terdengar suara teriakan keras membuat aku kaget"
"orang itu langsung mengomel, sambil menunjuk-nunjuk kea rah aku,"
"aku cuman bisa terdiam dan menunduk saat di tarik ke ruangannya, dan terdengar mereka memanggil papa sama mama"
"saat papa sama mama dateng, orang itu kembali mengomel, aku yang tak tahan dengan omelannya langsung lari keluar. Lari tanpa arah, aku merasa aku tak merasa salah apapun."
"seolah salahkah kasih coklat ke seseorang?"
"aku yang kuat akhirnya nangis di pojokan parkir rumah sakit, dan tepat saat itu mama datang sambil mengelus kepala aku"
"mama bilang semua urusan semua selesai, dan langsung ajak pulang."
"akhirnya aku tau, semenjak hari itu mama sama papa keluar dari rumah sakit dan beginilah." Ray mengambil nafas dalam-dalam sambil melihat cia yang sedikit menunduk
"gak usah merasa bersalah lagi kok, itu kan udah masa lalu"
"kalau aku jadi kamu, aku gak bisa bayangin gimana jadinya" ucap cia pelan.
"yaudah gak usah bayangin, toh kalau kita jadi seseorang gak akan bisa ubah garisan takdir kan? Yang bisa lakuin sekarang cuman jadi diri sendiri" anggukan cia pelan sambil sedikit menyeka matanya.
"udah sampai, sana masuk papa mama kamu pasti udah tunggu" senyum ray saat tepat di pintu gerbang rumahnya.
"iah, terima kasih ya buat hari ini, byeee" senyum cia sambil melambaikan tangannya dan melangkah masuk ke dalam.
"
huft, ray ray. Kenapa lo jadi curhat ke cia sih" gumamnya kesal kepada dirinya sendiri. Tetapi entah kenapa ia ingin menceritakannya kepada cia.
Bersambung...