fragrance
Semprot Lover
- Daftar
- 2 Nov 2016
- Post
- 296
- Like diterima
- 5.423
Part II: Perangkap Kenikmatan (bag 1)
Flashback empat bulan sebelumnya.
POV Lina
*Pembicaraan di telepon*
"Ket. Km jadi balik dari Manado besok kan?" Tanyaku ke Catherine.
"Iya, Lin. Tenang aja. Titipanmu udah aku beli kok. Tuh dibikinin Mama ikan suwir juga. Mama tanya kapan kamu main ke Manado?" Jawab Catherine.
"Wah. Akhirnya bisa makan ikan suwir yg maknyus lagi deh. Abis Mamamu pindah Manado, ga ada lagi ikan suwir yg enak, Ket," balasku.
"Eh. Tp aku bukan mau obrolin buah tangan, Ket. Ini soal lain. Mamamu msh di samping situ gak? Tanyaku setengah berbisik.
"Bentar.. Bentar.. Oke. Ini aku udah di teras sendirian. Mau ngomong apaaaa?
Mau ngentot sm Ben kan? Ben baru pulang ngantar aku ke bandara jg mampir ngentot ke rumahmu kan, Lin.
Baru juga dua hari, udah mau ngentot lagi? Emang Isal ke manaa?" Tanya Catherine ketus.
"Ih kamu emang paling ngertiin aku deh, Ket.
Ahahahahhaa. Justru karena ada Isal, Aku pengen threesome, Ket. Pas Ben mampir ke rumah mau threesome eh si Isal blm pulang.
Mana Ben buru-buru pulang nyiapin event kan. Aku udah kayak pecun deh. Abis dipake ditinggal gitu aja. Hiks.. hikss," kataku.
"Ya ampuuun, Lin. Dasar memek gateeeel! Nyesel orang tuamu punya anak kayak kamu tuh. Hehehheee.
Ingat ya. Jangan sering² nelen peju si Ben. Ntar km makin doyan kontolnya," Catherine mengingatkan.
"Eh, Ket. Peju lakimu itu biasa aja. Emang kontol bengkoknya yg bikin kangen tauuuu! Hehehehee," balasku.
"Ga usah bawa² orang tuaku deh.
Emang mama papamu gak serangan jantung kalau sampai tahu kebiasaanmu?
Pagi-pagi nyelonong ke rumah orang, nyodorin memek ke suami orang minta diewe"? Ujarku kesal.
"Hahahahhaa. Iya ya. Bisa jantungan mereka kalau sampai tahu anak²nya begini," kata Catherine.
"Yg penting aku udah izin ya. Mau divideoin gak biar kamu gak ketinggalan servis baruku ke kontol suamimu? Xixixixi," tanyaku sambil tertawa.
"Nurlinaaaaaaa. Awas ya ngejek² terus. Kayak suamimu tahan aja sama jepitan memekku.
Tanya deh sama Isal, Memek siapa yg lebih enak? Udah ah. Besok aku balik, gantian Isal sm Ben servis aku juga donk? Catherine bertanya.
"Okesip. Salam mama papa ya. Daaaaaaah." Pamitku pada Catherine.
*Rumah Lina*
Aku segera mengirim pesan WA ke Ben agar mampir ke rumahku sepulang dia kerja.
"Ben. Oke ya nanti sore. Aku udah telepon Katy," tulisku.
"Siap," balas Ben.
Kami berempat sudah sepakat agar tidak bicara soal seks di chat atau media sosial apa pun.
Kalau mau ngomongin seks, minimal lewat telepon.
Demi menjaga keamanan dan kerahasiaan hubungan kami berempat sih.
Sekitar pukul 5 sore terdengar pintu pagar rumahku terbuka.
Ben dan Katy memang punya kunci pagar dan rumahku. Jadi mereka bisa langsung masuk.
Toh tetangga sudah tahu keluarga kami memang akrab.
"Masuk, Ben," perintahku pada Ben. Aku berdiri di depn pintu mengajak Ben masuk.
Sudah kuduga Ben akan tiba lebih dulu dibanding suamiku.
Lumayan bisa satu ronde dulu dengan Ben sebelum main bertiga nanti.
Memekku pun berasa lembab membayangkan lidah Ben yang akan bersilat di klitoris dan memekku.
"Rumah depan sepi, Lin. Pada ke mana tuh? Aku mandi dulu ya. Pinjam handuk sekalian, Lin," ujar Ben.
"Handuk udah kusiapin di kamar mandi, Ben. Hmmmmm. Itu Mba Eno sama Mas Soni nengokin anaknya ke Pesantren.
Katanya lagi sakit sih. Semoga ga kenapa² ya," jawabku.
"Aku tunggu di kamar ya, Ben. Ntar langsung aja," kataku pada Ben.
Ada dua kamar di lantai 1 rumahku ini. Salah satunya kami jadikan kamar tamu.
Kamar inilah yang jadi tempay kegiatan seks ku bersama Ben dan Katy selama ini.
Sementara kamar tidurku bersama Ben ada di lantai dua.
Sejak kami bertukar pasangan sekitar 1,5 tahun lalu, kamar ini disiapkan jadi Red Room for Orgy.
Pada tahu kan reality show Swing di Playboy TV?
Seprai dan sarung bantal selalu berwarna merah. Ukuran bednya pun 200x200cm.
Di dalam sudah ada televisi pintar yg biasa melantunkan lagu² pengiring saat kami bercinta. Ada pula aromatherapy yang membangkitkan gairah.
Tak lupa berbagai rasa dan jenis kondom serta pelumas. Melengkapi mainan-mainan seksku dan Isal tersimpan rapi di lemari.
Sayang kamar mandi saja yang masih di luar.
Aku dengan daster miniku berbaring di kasur sambil memutar lagu di Goo*le Music.
Biasanya lagu-lagu dari Kenny G jadi pengiring seks favoritku. Kubiarkan lagu mengalun.
Aku pun asyik dengan ponselku menggulir laman media sosial.
Santai saja. Toh aku sudah tak mengenakan bra dan celana dalam.
Pintu kamar terbuka, Ben masuk bertelanjang dada hanya dengan boxer kotak²nya.
"Kita berdua dulu nih? Gak nunggu Isal? Tanya Ben.
"Dah buruan jilatin memekku dulu, Ben. Satu ronde dulu bisa ya kan.
Dari tadi aku udah ngebayangin memekku kamu jilatin kok. Udah basah niiiih," cerocosku.
"Hehehehhe. Ya kan kamu requestnya threesome. Kirain sekalian aja," jawab Ben sambil merayap di atas kasur.
Dengan lembut Ben mencium bibirku. Berciuman membuatku jadi lebih tenang.
Ia menyusulkan lidahnya menyapu bergantian bibir bawah dan atasku. Sebelum meringsek masuk memainkan lidahlu.
Sambil menghisap lidahku, Ben menyingkap dasterku ke atas. Ia merayap turun. Melipat kedua kaki membuatku mengangkang.
Ben mulai dengan mencium pahaku bergantian kiri dan kanan. Birahiku pun naik perlahan.
Aaaaarrrrggghhh. Sapuan lidahnya di permukaan memekku membuat aku mengerang nikmat.
Lidahnya menari² di sekujur memek. Tangannya tak mau kalah. Naik meremas² toked besarku.
Jamahannya diselingi permainan jempol dan telunjuk pada puting merah jambu kebanggaanku.
Uuuuuhhhh. Lidah Ben menusuk memek basahku. Sebelum akhirnya Ben jilatan dan isapan kecil pada klitorisku.
"Enak, Beeeeeen. Enaaaaaak," Racauku keenakan.
"Udah basah banget inii. Kalau udah tegang, entot aja, Ben.," tambahku.
Ben berdiri mengambil kondom di lemari. Setelah menurunkan boxernya, Ben memberikan kondom padaku.
Aku tahu harus apa. Kujilat puting Ben bergantian kiri dan kanan. Tanganku mengocok kontolnya.
Kuisap kontol Ben sementara gantian jari-jari lentikku memainkan putingnya.
"Ssssssssshhhhhh. Enak, Lin," respons Ben kegelian.
Kulepas mulutku dari kontol Ben. Kutepuk-tepuk sisi kasur sebelah kiri meminta Ben berbaring.
"Tiduran, Ben. Aku duluan ya," pintaku pada suami sahabatku ini.
Ben tau aku ingin segera orgasme di posisi WoT.
"Oooooooh." Pinggulku langsung kugoyang dengan kecepatan tinggi.
Maju mundur adalah pilihan gerakanku mengejar orgasme cepat. Kutarik kedua tangan Ben agar meremas kedua tokedku.
"Tuh kan, Beeeen,” racauku tak karuan.
Tubuhku menegang. Goyanganku makin tak beraturan.
Kuremas tangan Ben yang ada di tokedku. Memekku pun berkedut-kedut nikmat.
Aduuuuuuh. Aduuuuuh. Keluar, Beeeeeen. Duuuuuuuuh. Hhuuuuffft," eranganku penuh kepuasan.
Ben tak tinggal diam. Aku yang kemas langsung diangkat dan dibaringkan dalam gaya misionaris.
"Lanjut ya, Lin. Aku gak lama lagi nih," ujar Ben singkat.
Bleeeesssh. Plok.. Plooook... Plooook.. Plaaaak.. Plaaaak. Uuuuuh. Oooooh. Uuuuuh.. Oooooooh...
Suara eranganku dan Ben bersahut-sahutan dengan benturan paha kami berdua.
Nafas Ben terdengar memberat. Wajahnya meringis menahan ejakulasi.
"Liiiiin. Keluar yaaaaa... Haaaaaaaaaah. Daaaamn. Enaaaak! Teriak Ben.
Ben mencium bibirku penuh kehangataaan. Ciuman setelah orgasme seakan otomotis terjadi setiap pergulatan seks kami.
Ia mencabut kontolnya. Melepas kondom, lalu membuangnya.
Ben berbaring di sampingku. Kupeluk dia dalam diam. Hanya deru nafas kami bersahut-sahutan.
"Eh. Kok ada suara orang turun tangga, Lin? Isal sudah pulang?" Tanya Ben.
"Gak tau, Ben. Lemeeees niiih," sambungku.
Pintu kamarku terbuka. Terlihat Isal masih dengan pakaiannya pulang kantor.
"Lanjut di atas aja yuuuuk. Tapi aku mandi dulu ya. Tunggu di kasur aja, ntar aku gabung.
Eh iya. Gorden ga usah ditutup. Tetangga depan pada ga ada kok. Jadi santai aja," tutur suamiku sambil berbalik menutup pintu kamar.
"Yuk Ben. Masih kuat donk? Tadi kan baru quickie doank," ujarku semangat.
Aku menarik tangan Ben. Mengajaknya naik ke lantai dua menuju kamar tidurku dan Isal.
"Eh kalian yakin nih gorden kebuka gitu?" Tanya Ben.
"Amaaaan, Brooooooo. Mba Eno sama Mas Soni nungguin anaknya sakit kok.
Tadi Mas Soni ngabarin aku," jawab Isal setengah berteriak dari kamar mandi.
"Sini, Ben", undangku. Aku duduk di tepi ranjang menarik Ben berdiri di hadapanku.
Kuisap kontolnya yang masih lemas. Hitung-hitung menunggu Isal yang masih mandi.
Aku tau kontol Ben butuh waktu untuk berdiri tegang sehabis orgasme tadi.
Slooookkk. Sloooppph. Slooookh. Glooooookh. Glooookh. Sluuurp.
POV Orang Ketiga
"Astaghfirullah, Mba Lina. Ena-ena kok ga tutup gorden dulu tho?"
Seorang perempuan terkejut melihat tetangga depannya sedang berasyik masyuk.
Gorden kamar lantai dua yg terbuka membuatnya bisa melihat dengan jelas adegan dewasa yang tersaji di depan mata.
Matanya sedikit terbelalak. Mulutnya ia tutupi dengan telapak tangan.
Ternyata Eno pulang untuk menyiapkan barang-barang anaknya.
Besok pagi baru dia akan bergantian menjaga anaknya.
Ia baru saja mau menghidupkan lampu kamar anaknya dan lampu balkon yang berada di lantai dua.
Alih-alih mendapatkan penerangan, Eno akan mendapatkan pencerahan seksual.
"Eh. Ya ampuuun. Itu kan bukan Mas Isal. Itu kan Mas Ben,” ucap Eno lirih.
“Keseringan bareng jadi Mba Lina selingkuh dengan Mas Ben.
Kasian banget Mas Isal dan Mba Cathrine deh," batin perempuan ini sambil menutup mulutnya.
Eno tak jadi menghidupkan lampu. Ia malah kembali mengintip sambil bersembunyi di sudut jendela.
Ia geser sedikit gorden jendelanya.
“Berani banget sih Mba Lina selingkuh di kamar sendiri. Kalau Mas Isal pulang gimana itu? Tanyanya sendiri.
Eno tak berkedip menyaksikan kemahiran Lina mengoral Ben. Eno harus mengakui keahlian mulut Lina menyervis kontol.
Jangankan Eno, Catherine, Ben, dan Isal juga tak membantah skill Lina.
“Kok lama banget sih anunya Mas Ben tegang? Apa ini sudah ronde kedua ya?” pikir Eno.
Sementara terlihat di seberang rumah Lina mengombinasikan jilatan pada puting Ben sambil mengocok-kocok kontol Ben.
Tanpa disadari, Eno pun terhanyut dalam tontonan dewasa tetangga depan rumahnya.
Kendati tak begitu jelas, gairahnya tetap terlecut.
Adegan pemanasan dua insan yang bertukar keringat di seberang sana sungguh sulit dilewatkan begitu saja.
Eno meraba toketnya. Putingnya terasa menegang. Kalau begini, tentu harus dipuaskan.
Namun sayang, Soni, sang suami tak ada di tempat.
“Ayaaaaaaahhh. Remas toked sendiri ternyaata enak,” racau Eno.
“Eeeeeeh” Eno terkaget menyadari memeknya mulai basah.
Eno mengangkat bajunya ke atas. Celana dalam ia turunkan sampai di atas lutut.
Entah pikiran dari mana. Eno hanya mengikuti naluri syahwatnya.
Ia mulai meraba memeknya yang basah. Klitorisnya langsung jadi sasaran rabaan jemarinya.
Ia menarik kursi belajar untuk duduk. Kaki kanannya dinaikkan ke atas meja belajar sang anak.
Akhirnya ia menemukan posisi yang pas untuk memainkan klitoris sambil meremas tokednya.
“Duh bajunya ganggu deh.” Kata Eno kesal.
Ia segera mencopot baju melewati lehernya.
Eno kembali duduk dan menaikkan kaki ke atas meja belajar.
Baru saja mau melanjutkan masturbasinya.
Braaaaaaak. Eno melompat ke belakang dan terjatuh.
Eno benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dia liat malam itu.
Saat Lina masih asyik mengoral kontol Ben.
Tiba-tiba Isal keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk menutupi pinggang ke bawah.
Inilah yang membuatnya terkejut dan terpelanting ke belakang.
Pelan-pelan Eno kembali mengintip dari balik gorden jendela.
Bukannya melihat Isal memarahi istrinya dan Ben, Eno malah melihat Isal membuka handuknya.
Tampak kontol gemuk Isal membuat Eno bergidik dan melotot.
“Ternyata variasi seks ini benar-benar ada. Aku kira hanya ada di cerita-cerita dan film saja,” ujar Eno berbisik sendiri.
"Duuuuh. Dalam sejam ini dua kontol sekaligus yang aku lihat. Satu pun bukan punya suamiku,” batin Eno.
Eno meneruskan menikmati melihat adegan threesome Lina, Ben, dan Isal.
Tontonan ini yang akan segera mengubah kehidupan seksual Eno.
Adegan yang dia lihat, menjadi awal mula petualangan seksnya.
*bersambung*
Part III: Perangkap Kenikmatan (bag 2)
Flashback empat bulan sebelumnya.
POV Lina
*Pembicaraan di telepon*
"Ket. Km jadi balik dari Manado besok kan?" Tanyaku ke Catherine.
"Iya, Lin. Tenang aja. Titipanmu udah aku beli kok. Tuh dibikinin Mama ikan suwir juga. Mama tanya kapan kamu main ke Manado?" Jawab Catherine.
"Wah. Akhirnya bisa makan ikan suwir yg maknyus lagi deh. Abis Mamamu pindah Manado, ga ada lagi ikan suwir yg enak, Ket," balasku.
"Eh. Tp aku bukan mau obrolin buah tangan, Ket. Ini soal lain. Mamamu msh di samping situ gak? Tanyaku setengah berbisik.
"Bentar.. Bentar.. Oke. Ini aku udah di teras sendirian. Mau ngomong apaaaa?
Mau ngentot sm Ben kan? Ben baru pulang ngantar aku ke bandara jg mampir ngentot ke rumahmu kan, Lin.
Baru juga dua hari, udah mau ngentot lagi? Emang Isal ke manaa?" Tanya Catherine ketus.
"Ih kamu emang paling ngertiin aku deh, Ket.
Ahahahahhaa. Justru karena ada Isal, Aku pengen threesome, Ket. Pas Ben mampir ke rumah mau threesome eh si Isal blm pulang.
Mana Ben buru-buru pulang nyiapin event kan. Aku udah kayak pecun deh. Abis dipake ditinggal gitu aja. Hiks.. hikss," kataku.
"Ya ampuuun, Lin. Dasar memek gateeeel! Nyesel orang tuamu punya anak kayak kamu tuh. Hehehheee.
Ingat ya. Jangan sering² nelen peju si Ben. Ntar km makin doyan kontolnya," Catherine mengingatkan.
"Eh, Ket. Peju lakimu itu biasa aja. Emang kontol bengkoknya yg bikin kangen tauuuu! Hehehehee," balasku.
"Ga usah bawa² orang tuaku deh.
Emang mama papamu gak serangan jantung kalau sampai tahu kebiasaanmu?
Pagi-pagi nyelonong ke rumah orang, nyodorin memek ke suami orang minta diewe"? Ujarku kesal.
"Hahahahhaa. Iya ya. Bisa jantungan mereka kalau sampai tahu anak²nya begini," kata Catherine.
"Yg penting aku udah izin ya. Mau divideoin gak biar kamu gak ketinggalan servis baruku ke kontol suamimu? Xixixixi," tanyaku sambil tertawa.
"Nurlinaaaaaaa. Awas ya ngejek² terus. Kayak suamimu tahan aja sama jepitan memekku.
Tanya deh sama Isal, Memek siapa yg lebih enak? Udah ah. Besok aku balik, gantian Isal sm Ben servis aku juga donk? Catherine bertanya.
"Okesip. Salam mama papa ya. Daaaaaaah." Pamitku pada Catherine.
*Rumah Lina*
Aku segera mengirim pesan WA ke Ben agar mampir ke rumahku sepulang dia kerja.
"Ben. Oke ya nanti sore. Aku udah telepon Katy," tulisku.
"Siap," balas Ben.
Kami berempat sudah sepakat agar tidak bicara soal seks di chat atau media sosial apa pun.
Kalau mau ngomongin seks, minimal lewat telepon.
Demi menjaga keamanan dan kerahasiaan hubungan kami berempat sih.
Sekitar pukul 5 sore terdengar pintu pagar rumahku terbuka.
Ben dan Katy memang punya kunci pagar dan rumahku. Jadi mereka bisa langsung masuk.
Toh tetangga sudah tahu keluarga kami memang akrab.
"Masuk, Ben," perintahku pada Ben. Aku berdiri di depn pintu mengajak Ben masuk.
Sudah kuduga Ben akan tiba lebih dulu dibanding suamiku.
Lumayan bisa satu ronde dulu dengan Ben sebelum main bertiga nanti.
Memekku pun berasa lembab membayangkan lidah Ben yang akan bersilat di klitoris dan memekku.
"Rumah depan sepi, Lin. Pada ke mana tuh? Aku mandi dulu ya. Pinjam handuk sekalian, Lin," ujar Ben.
"Handuk udah kusiapin di kamar mandi, Ben. Hmmmmm. Itu Mba Eno sama Mas Soni nengokin anaknya ke Pesantren.
Katanya lagi sakit sih. Semoga ga kenapa² ya," jawabku.
"Aku tunggu di kamar ya, Ben. Ntar langsung aja," kataku pada Ben.
Ada dua kamar di lantai 1 rumahku ini. Salah satunya kami jadikan kamar tamu.
Kamar inilah yang jadi tempay kegiatan seks ku bersama Ben dan Katy selama ini.
Sementara kamar tidurku bersama Ben ada di lantai dua.
Sejak kami bertukar pasangan sekitar 1,5 tahun lalu, kamar ini disiapkan jadi Red Room for Orgy.
Pada tahu kan reality show Swing di Playboy TV?
Seprai dan sarung bantal selalu berwarna merah. Ukuran bednya pun 200x200cm.
Di dalam sudah ada televisi pintar yg biasa melantunkan lagu² pengiring saat kami bercinta. Ada pula aromatherapy yang membangkitkan gairah.
Tak lupa berbagai rasa dan jenis kondom serta pelumas. Melengkapi mainan-mainan seksku dan Isal tersimpan rapi di lemari.
Sayang kamar mandi saja yang masih di luar.
Aku dengan daster miniku berbaring di kasur sambil memutar lagu di Goo*le Music.
Biasanya lagu-lagu dari Kenny G jadi pengiring seks favoritku. Kubiarkan lagu mengalun.
Aku pun asyik dengan ponselku menggulir laman media sosial.
Santai saja. Toh aku sudah tak mengenakan bra dan celana dalam.
Pintu kamar terbuka, Ben masuk bertelanjang dada hanya dengan boxer kotak²nya.
"Kita berdua dulu nih? Gak nunggu Isal? Tanya Ben.
"Dah buruan jilatin memekku dulu, Ben. Satu ronde dulu bisa ya kan.
Dari tadi aku udah ngebayangin memekku kamu jilatin kok. Udah basah niiiih," cerocosku.
"Hehehehhe. Ya kan kamu requestnya threesome. Kirain sekalian aja," jawab Ben sambil merayap di atas kasur.
Dengan lembut Ben mencium bibirku. Berciuman membuatku jadi lebih tenang.
Ia menyusulkan lidahnya menyapu bergantian bibir bawah dan atasku. Sebelum meringsek masuk memainkan lidahlu.
Sambil menghisap lidahku, Ben menyingkap dasterku ke atas. Ia merayap turun. Melipat kedua kaki membuatku mengangkang.
Ben mulai dengan mencium pahaku bergantian kiri dan kanan. Birahiku pun naik perlahan.
Aaaaarrrrggghhh. Sapuan lidahnya di permukaan memekku membuat aku mengerang nikmat.
Lidahnya menari² di sekujur memek. Tangannya tak mau kalah. Naik meremas² toked besarku.
Jamahannya diselingi permainan jempol dan telunjuk pada puting merah jambu kebanggaanku.
Uuuuuhhhh. Lidah Ben menusuk memek basahku. Sebelum akhirnya Ben jilatan dan isapan kecil pada klitorisku.
"Enak, Beeeeeen. Enaaaaaak," Racauku keenakan.
"Udah basah banget inii. Kalau udah tegang, entot aja, Ben.," tambahku.
Ben berdiri mengambil kondom di lemari. Setelah menurunkan boxernya, Ben memberikan kondom padaku.
Aku tahu harus apa. Kujilat puting Ben bergantian kiri dan kanan. Tanganku mengocok kontolnya.
Kuisap kontol Ben sementara gantian jari-jari lentikku memainkan putingnya.
"Ssssssssshhhhhh. Enak, Lin," respons Ben kegelian.
Kulepas mulutku dari kontol Ben. Kutepuk-tepuk sisi kasur sebelah kiri meminta Ben berbaring.
"Tiduran, Ben. Aku duluan ya," pintaku pada suami sahabatku ini.
Ben tau aku ingin segera orgasme di posisi WoT.
"Oooooooh." Pinggulku langsung kugoyang dengan kecepatan tinggi.
Maju mundur adalah pilihan gerakanku mengejar orgasme cepat. Kutarik kedua tangan Ben agar meremas kedua tokedku.
"Tuh kan, Beeeen,” racauku tak karuan.
Tubuhku menegang. Goyanganku makin tak beraturan.
Kuremas tangan Ben yang ada di tokedku. Memekku pun berkedut-kedut nikmat.
Aduuuuuuh. Aduuuuuh. Keluar, Beeeeeen. Duuuuuuuuh. Hhuuuuffft," eranganku penuh kepuasan.
Ben tak tinggal diam. Aku yang kemas langsung diangkat dan dibaringkan dalam gaya misionaris.
"Lanjut ya, Lin. Aku gak lama lagi nih," ujar Ben singkat.
Bleeeesssh. Plok.. Plooook... Plooook.. Plaaaak.. Plaaaak. Uuuuuh. Oooooh. Uuuuuh.. Oooooooh...
Suara eranganku dan Ben bersahut-sahutan dengan benturan paha kami berdua.
Nafas Ben terdengar memberat. Wajahnya meringis menahan ejakulasi.
"Liiiiin. Keluar yaaaaa... Haaaaaaaaaah. Daaaamn. Enaaaak! Teriak Ben.
Ben mencium bibirku penuh kehangataaan. Ciuman setelah orgasme seakan otomotis terjadi setiap pergulatan seks kami.
Ia mencabut kontolnya. Melepas kondom, lalu membuangnya.
Ben berbaring di sampingku. Kupeluk dia dalam diam. Hanya deru nafas kami bersahut-sahutan.
"Eh. Kok ada suara orang turun tangga, Lin? Isal sudah pulang?" Tanya Ben.
"Gak tau, Ben. Lemeeees niiih," sambungku.
Pintu kamarku terbuka. Terlihat Isal masih dengan pakaiannya pulang kantor.
"Lanjut di atas aja yuuuuk. Tapi aku mandi dulu ya. Tunggu di kasur aja, ntar aku gabung.
Eh iya. Gorden ga usah ditutup. Tetangga depan pada ga ada kok. Jadi santai aja," tutur suamiku sambil berbalik menutup pintu kamar.
"Yuk Ben. Masih kuat donk? Tadi kan baru quickie doank," ujarku semangat.
Aku menarik tangan Ben. Mengajaknya naik ke lantai dua menuju kamar tidurku dan Isal.
"Eh kalian yakin nih gorden kebuka gitu?" Tanya Ben.
"Amaaaan, Brooooooo. Mba Eno sama Mas Soni nungguin anaknya sakit kok.
Tadi Mas Soni ngabarin aku," jawab Isal setengah berteriak dari kamar mandi.
"Sini, Ben", undangku. Aku duduk di tepi ranjang menarik Ben berdiri di hadapanku.
Kuisap kontolnya yang masih lemas. Hitung-hitung menunggu Isal yang masih mandi.
Aku tau kontol Ben butuh waktu untuk berdiri tegang sehabis orgasme tadi.
Slooookkk. Sloooppph. Slooookh. Glooooookh. Glooookh. Sluuurp.
POV Orang Ketiga
"Astaghfirullah, Mba Lina. Ena-ena kok ga tutup gorden dulu tho?"
Seorang perempuan terkejut melihat tetangga depannya sedang berasyik masyuk.
Gorden kamar lantai dua yg terbuka membuatnya bisa melihat dengan jelas adegan dewasa yang tersaji di depan mata.
Matanya sedikit terbelalak. Mulutnya ia tutupi dengan telapak tangan.
Ternyata Eno pulang untuk menyiapkan barang-barang anaknya.
Besok pagi baru dia akan bergantian menjaga anaknya.
Ia baru saja mau menghidupkan lampu kamar anaknya dan lampu balkon yang berada di lantai dua.
Alih-alih mendapatkan penerangan, Eno akan mendapatkan pencerahan seksual.
"Eh. Ya ampuuun. Itu kan bukan Mas Isal. Itu kan Mas Ben,” ucap Eno lirih.
“Keseringan bareng jadi Mba Lina selingkuh dengan Mas Ben.
Kasian banget Mas Isal dan Mba Cathrine deh," batin perempuan ini sambil menutup mulutnya.
Eno tak jadi menghidupkan lampu. Ia malah kembali mengintip sambil bersembunyi di sudut jendela.
Ia geser sedikit gorden jendelanya.
“Berani banget sih Mba Lina selingkuh di kamar sendiri. Kalau Mas Isal pulang gimana itu? Tanyanya sendiri.
Eno tak berkedip menyaksikan kemahiran Lina mengoral Ben. Eno harus mengakui keahlian mulut Lina menyervis kontol.
Jangankan Eno, Catherine, Ben, dan Isal juga tak membantah skill Lina.
“Kok lama banget sih anunya Mas Ben tegang? Apa ini sudah ronde kedua ya?” pikir Eno.
Sementara terlihat di seberang rumah Lina mengombinasikan jilatan pada puting Ben sambil mengocok-kocok kontol Ben.
Tanpa disadari, Eno pun terhanyut dalam tontonan dewasa tetangga depan rumahnya.
Kendati tak begitu jelas, gairahnya tetap terlecut.
Adegan pemanasan dua insan yang bertukar keringat di seberang sana sungguh sulit dilewatkan begitu saja.
Eno meraba toketnya. Putingnya terasa menegang. Kalau begini, tentu harus dipuaskan.
Namun sayang, Soni, sang suami tak ada di tempat.
“Ayaaaaaaahhh. Remas toked sendiri ternyaata enak,” racau Eno.
“Eeeeeeh” Eno terkaget menyadari memeknya mulai basah.
Eno mengangkat bajunya ke atas. Celana dalam ia turunkan sampai di atas lutut.
Entah pikiran dari mana. Eno hanya mengikuti naluri syahwatnya.
Ia mulai meraba memeknya yang basah. Klitorisnya langsung jadi sasaran rabaan jemarinya.
Ia menarik kursi belajar untuk duduk. Kaki kanannya dinaikkan ke atas meja belajar sang anak.
Akhirnya ia menemukan posisi yang pas untuk memainkan klitoris sambil meremas tokednya.
“Duh bajunya ganggu deh.” Kata Eno kesal.
Ia segera mencopot baju melewati lehernya.
Eno kembali duduk dan menaikkan kaki ke atas meja belajar.
Baru saja mau melanjutkan masturbasinya.
Braaaaaaak. Eno melompat ke belakang dan terjatuh.
Eno benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dia liat malam itu.
Saat Lina masih asyik mengoral kontol Ben.
Tiba-tiba Isal keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk menutupi pinggang ke bawah.
Inilah yang membuatnya terkejut dan terpelanting ke belakang.
Pelan-pelan Eno kembali mengintip dari balik gorden jendela.
Bukannya melihat Isal memarahi istrinya dan Ben, Eno malah melihat Isal membuka handuknya.
Tampak kontol gemuk Isal membuat Eno bergidik dan melotot.
“Ternyata variasi seks ini benar-benar ada. Aku kira hanya ada di cerita-cerita dan film saja,” ujar Eno berbisik sendiri.
"Duuuuh. Dalam sejam ini dua kontol sekaligus yang aku lihat. Satu pun bukan punya suamiku,” batin Eno.
Eno meneruskan menikmati melihat adegan threesome Lina, Ben, dan Isal.
Tontonan ini yang akan segera mengubah kehidupan seksual Eno.
Adegan yang dia lihat, menjadi awal mula petualangan seksnya.
*bersambung*
Part III: Perangkap Kenikmatan (bag 2)
Terakhir diubah: