Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
Part II: Perangkap Kenikmatan (bag 1)

Flashback empat bulan sebelumnya.


POV Lina

*Pembicaraan di telepon*
"Ket. Km jadi balik dari Manado besok kan?" Tanyaku ke Catherine.
"Iya, Lin. Tenang aja. Titipanmu udah aku beli kok. Tuh dibikinin Mama ikan suwir juga. Mama tanya kapan kamu main ke Manado?" Jawab Catherine.
"Wah. Akhirnya bisa makan ikan suwir yg maknyus lagi deh. Abis Mamamu pindah Manado, ga ada lagi ikan suwir yg enak, Ket," balasku.

"Eh. Tp aku bukan mau obrolin buah tangan, Ket. Ini soal lain. Mamamu msh di samping situ gak? Tanyaku setengah berbisik.

"Bentar.. Bentar.. Oke. Ini aku udah di teras sendirian. Mau ngomong apaaaa?
Mau ngentot sm Ben kan? Ben baru pulang ngantar aku ke bandara jg mampir ngentot ke rumahmu kan, Lin.
Baru juga dua hari, udah mau ngentot lagi? Emang Isal ke manaa?" Tanya Catherine ketus.

"Ih kamu emang paling ngertiin aku deh, Ket.
Ahahahahhaa. Justru karena ada Isal, Aku pengen threesome, Ket. Pas Ben mampir ke rumah mau threesome eh si Isal blm pulang.
Mana Ben buru-buru pulang nyiapin event kan. Aku udah kayak pecun deh. Abis dipake ditinggal gitu aja. Hiks.. hikss," kataku.

"Ya ampuuun, Lin. Dasar memek gateeeel! Nyesel orang tuamu punya anak kayak kamu tuh. Hehehheee.
Ingat ya. Jangan sering² nelen peju si Ben. Ntar km makin doyan kontolnya," Catherine mengingatkan.

"Eh, Ket. Peju lakimu itu biasa aja. Emang kontol bengkoknya yg bikin kangen tauuuu! Hehehehee," balasku.
"Ga usah bawa² orang tuaku deh.
Emang mama papamu gak serangan jantung kalau sampai tahu kebiasaanmu?
Pagi-pagi nyelonong ke rumah orang, nyodorin memek ke suami orang minta diewe"? Ujarku kesal.

"Hahahahhaa. Iya ya. Bisa jantungan mereka kalau sampai tahu anak²nya begini," kata Catherine.

"Yg penting aku udah izin ya. Mau divideoin gak biar kamu gak ketinggalan servis baruku ke kontol suamimu? Xixixixi," tanyaku sambil tertawa.

"Nurlinaaaaaaa. Awas ya ngejek² terus. Kayak suamimu tahan aja sama jepitan memekku.
Tanya deh sama Isal, Memek siapa yg lebih enak? Udah ah. Besok aku balik, gantian Isal sm Ben servis aku juga donk? Catherine bertanya.

"Okesip. Salam mama papa ya. Daaaaaaah." Pamitku pada Catherine.



*Rumah Lina*
Aku segera mengirim pesan WA ke Ben agar mampir ke rumahku sepulang dia kerja.
"Ben. Oke ya nanti sore. Aku udah telepon Katy," tulisku.

"Siap," balas Ben.

Kami berempat sudah sepakat agar tidak bicara soal seks di chat atau media sosial apa pun.
Kalau mau ngomongin seks, minimal lewat telepon.
Demi menjaga keamanan dan kerahasiaan hubungan kami berempat sih.

Sekitar pukul 5 sore terdengar pintu pagar rumahku terbuka.
Ben dan Katy memang punya kunci pagar dan rumahku. Jadi mereka bisa langsung masuk.
Toh tetangga sudah tahu keluarga kami memang akrab.

"Masuk, Ben," perintahku pada Ben. Aku berdiri di depn pintu mengajak Ben masuk.
Sudah kuduga Ben akan tiba lebih dulu dibanding suamiku.
Lumayan bisa satu ronde dulu dengan Ben sebelum main bertiga nanti.
Memekku pun berasa lembab membayangkan lidah Ben yang akan bersilat di klitoris dan memekku.

"Rumah depan sepi, Lin. Pada ke mana tuh? Aku mandi dulu ya. Pinjam handuk sekalian, Lin," ujar Ben.

"Handuk udah kusiapin di kamar mandi, Ben. Hmmmmm. Itu Mba Eno sama Mas Soni nengokin anaknya ke Pesantren.
Katanya lagi sakit sih. Semoga ga kenapa² ya," jawabku.
"Aku tunggu di kamar ya, Ben. Ntar langsung aja," kataku pada Ben.

Ada dua kamar di lantai 1 rumahku ini. Salah satunya kami jadikan kamar tamu.
Kamar inilah yang jadi tempay kegiatan seks ku bersama Ben dan Katy selama ini.
Sementara kamar tidurku bersama Ben ada di lantai dua.

Sejak kami bertukar pasangan sekitar 1,5 tahun lalu, kamar ini disiapkan jadi Red Room for Orgy.
Pada tahu kan reality show Swing di Playboy TV?
Seprai dan sarung bantal selalu berwarna merah. Ukuran bednya pun 200x200cm.
Di dalam sudah ada televisi pintar yg biasa melantunkan lagu² pengiring saat kami bercinta. Ada pula aromatherapy yang membangkitkan gairah.
Tak lupa berbagai rasa dan jenis kondom serta pelumas. Melengkapi mainan-mainan seksku dan Isal tersimpan rapi di lemari.
Sayang kamar mandi saja yang masih di luar.

Aku dengan daster miniku berbaring di kasur sambil memutar lagu di Goo*le Music.
Biasanya lagu-lagu dari Kenny G jadi pengiring seks favoritku. Kubiarkan lagu mengalun.
Aku pun asyik dengan ponselku menggulir laman media sosial.
Santai saja. Toh aku sudah tak mengenakan bra dan celana dalam.

Pintu kamar terbuka, Ben masuk bertelanjang dada hanya dengan boxer kotak²nya.
"Kita berdua dulu nih? Gak nunggu Isal? Tanya Ben.

"Dah buruan jilatin memekku dulu, Ben. Satu ronde dulu bisa ya kan.
Dari tadi aku udah ngebayangin memekku kamu jilatin kok. Udah basah niiiih," cerocosku.

"Hehehehhe. Ya kan kamu requestnya threesome. Kirain sekalian aja," jawab Ben sambil merayap di atas kasur.

Dengan lembut Ben mencium bibirku. Berciuman membuatku jadi lebih tenang.
Ia menyusulkan lidahnya menyapu bergantian bibir bawah dan atasku. Sebelum meringsek masuk memainkan lidahlu.
Sambil menghisap lidahku, Ben menyingkap dasterku ke atas. Ia merayap turun. Melipat kedua kaki membuatku mengangkang.

Ben mulai dengan mencium pahaku bergantian kiri dan kanan. Birahiku pun naik perlahan.
Aaaaarrrrggghhh. Sapuan lidahnya di permukaan memekku membuat aku mengerang nikmat.
Lidahnya menari² di sekujur memek. Tangannya tak mau kalah. Naik meremas² toked besarku.
Jamahannya diselingi permainan jempol dan telunjuk pada puting merah jambu kebanggaanku.

Uuuuuhhhh. Lidah Ben menusuk memek basahku. Sebelum akhirnya Ben jilatan dan isapan kecil pada klitorisku.
"Enak, Beeeeeen. Enaaaaaak," Racauku keenakan.
"Udah basah banget inii. Kalau udah tegang, entot aja, Ben.," tambahku.

Ben berdiri mengambil kondom di lemari. Setelah menurunkan boxernya, Ben memberikan kondom padaku.
Aku tahu harus apa. Kujilat puting Ben bergantian kiri dan kanan. Tanganku mengocok kontolnya.
Kuisap kontol Ben sementara gantian jari-jari lentikku memainkan putingnya.
"Ssssssssshhhhhh. Enak, Lin," respons Ben kegelian.

Kulepas mulutku dari kontol Ben. Kutepuk-tepuk sisi kasur sebelah kiri meminta Ben berbaring.
"Tiduran, Ben. Aku duluan ya," pintaku pada suami sahabatku ini.
Ben tau aku ingin segera orgasme di posisi WoT.

"Oooooooh." Pinggulku langsung kugoyang dengan kecepatan tinggi.
Maju mundur adalah pilihan gerakanku mengejar orgasme cepat. Kutarik kedua tangan Ben agar meremas kedua tokedku.
"Tuh kan, Beeeen,” racauku tak karuan.
Tubuhku menegang. Goyanganku makin tak beraturan.
Kuremas tangan Ben yang ada di tokedku. Memekku pun berkedut-kedut nikmat.

Aduuuuuuh. Aduuuuuh. Keluar, Beeeeeen. Duuuuuuuuh. Hhuuuuffft," eranganku penuh kepuasan.
Ben tak tinggal diam. Aku yang kemas langsung diangkat dan dibaringkan dalam gaya misionaris.

"Lanjut ya, Lin. Aku gak lama lagi nih," ujar Ben singkat.
Bleeeesssh. Plok.. Plooook... Plooook.. Plaaaak.. Plaaaak. Uuuuuh. Oooooh. Uuuuuh.. Oooooooh...
Suara eranganku dan Ben bersahut-sahutan dengan benturan paha kami berdua.

Nafas Ben terdengar memberat. Wajahnya meringis menahan ejakulasi.
"Liiiiin. Keluar yaaaaa... Haaaaaaaaaah. Daaaamn. Enaaaak! Teriak Ben.
Ben mencium bibirku penuh kehangataaan. Ciuman setelah orgasme seakan otomotis terjadi setiap pergulatan seks kami.
Ia mencabut kontolnya. Melepas kondom, lalu membuangnya.

Ben berbaring di sampingku. Kupeluk dia dalam diam. Hanya deru nafas kami bersahut-sahutan.
"Eh. Kok ada suara orang turun tangga, Lin? Isal sudah pulang?" Tanya Ben.
"Gak tau, Ben. Lemeeees niiih," sambungku.

Pintu kamarku terbuka. Terlihat Isal masih dengan pakaiannya pulang kantor.
"Lanjut di atas aja yuuuuk. Tapi aku mandi dulu ya. Tunggu di kasur aja, ntar aku gabung.
Eh iya. Gorden ga usah ditutup. Tetangga depan pada ga ada kok. Jadi santai aja," tutur suamiku sambil berbalik menutup pintu kamar.

"Yuk Ben. Masih kuat donk? Tadi kan baru quickie doank," ujarku semangat.
Aku menarik tangan Ben. Mengajaknya naik ke lantai dua menuju kamar tidurku dan Isal.

"Eh kalian yakin nih gorden kebuka gitu?" Tanya Ben.

"Amaaaan, Brooooooo. Mba Eno sama Mas Soni nungguin anaknya sakit kok.
Tadi Mas Soni ngabarin aku," jawab Isal setengah berteriak dari kamar mandi.

"Sini, Ben", undangku. Aku duduk di tepi ranjang menarik Ben berdiri di hadapanku.
Kuisap kontolnya yang masih lemas. Hitung-hitung menunggu Isal yang masih mandi.
Aku tau kontol Ben butuh waktu untuk berdiri tegang sehabis orgasme tadi.
Slooookkk. Sloooppph. Slooookh. Glooooookh. Glooookh. Sluuurp.


POV Orang Ketiga
"Astaghfirullah, Mba Lina. Ena-ena kok ga tutup gorden dulu tho?"
Seorang perempuan terkejut melihat tetangga depannya sedang berasyik masyuk.
Gorden kamar lantai dua yg terbuka membuatnya bisa melihat dengan jelas adegan dewasa yang tersaji di depan mata.
Matanya sedikit terbelalak. Mulutnya ia tutupi dengan telapak tangan.

Ternyata Eno pulang untuk menyiapkan barang-barang anaknya.
Besok pagi baru dia akan bergantian menjaga anaknya.
Ia baru saja mau menghidupkan lampu kamar anaknya dan lampu balkon yang berada di lantai dua.
Alih-alih mendapatkan penerangan, Eno akan mendapatkan pencerahan seksual.

"Eh. Ya ampuuun. Itu kan bukan Mas Isal. Itu kan Mas Ben,” ucap Eno lirih.
“Keseringan bareng jadi Mba Lina selingkuh dengan Mas Ben.
Kasian banget Mas Isal dan Mba Cathrine deh," batin perempuan ini sambil menutup mulutnya.

Eno tak jadi menghidupkan lampu. Ia malah kembali mengintip sambil bersembunyi di sudut jendela.
Ia geser sedikit gorden jendelanya.
“Berani banget sih Mba Lina selingkuh di kamar sendiri. Kalau Mas Isal pulang gimana itu? Tanyanya sendiri.

Eno tak berkedip menyaksikan kemahiran Lina mengoral Ben. Eno harus mengakui keahlian mulut Lina menyervis kontol.
Jangankan Eno, Catherine, Ben, dan Isal juga tak membantah skill Lina.
“Kok lama banget sih anunya Mas Ben tegang? Apa ini sudah ronde kedua ya?” pikir Eno.
Sementara terlihat di seberang rumah Lina mengombinasikan jilatan pada puting Ben sambil mengocok-kocok kontol Ben.

Tanpa disadari, Eno pun terhanyut dalam tontonan dewasa tetangga depan rumahnya.
Kendati tak begitu jelas, gairahnya tetap terlecut.
Adegan pemanasan dua insan yang bertukar keringat di seberang sana sungguh sulit dilewatkan begitu saja.

Eno meraba toketnya. Putingnya terasa menegang. Kalau begini, tentu harus dipuaskan.
Namun sayang, Soni, sang suami tak ada di tempat.
“Ayaaaaaaahhh. Remas toked sendiri ternyaata enak,” racau Eno.
“Eeeeeeh” Eno terkaget menyadari memeknya mulai basah.

Eno mengangkat bajunya ke atas. Celana dalam ia turunkan sampai di atas lutut.
Entah pikiran dari mana. Eno hanya mengikuti naluri syahwatnya.
Ia mulai meraba memeknya yang basah. Klitorisnya langsung jadi sasaran rabaan jemarinya.

Ia menarik kursi belajar untuk duduk. Kaki kanannya dinaikkan ke atas meja belajar sang anak.
Akhirnya ia menemukan posisi yang pas untuk memainkan klitoris sambil meremas tokednya.
“Duh bajunya ganggu deh.” Kata Eno kesal.
Ia segera mencopot baju melewati lehernya.

Eno kembali duduk dan menaikkan kaki ke atas meja belajar.
Baru saja mau melanjutkan masturbasinya.
Braaaaaaak. Eno melompat ke belakang dan terjatuh.
Eno benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dia liat malam itu.

Saat Lina masih asyik mengoral kontol Ben.
Tiba-tiba Isal keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk menutupi pinggang ke bawah.
Inilah yang membuatnya terkejut dan terpelanting ke belakang.

Pelan-pelan Eno kembali mengintip dari balik gorden jendela.
Bukannya melihat Isal memarahi istrinya dan Ben, Eno malah melihat Isal membuka handuknya.
Tampak kontol gemuk Isal membuat Eno bergidik dan melotot.

“Ternyata variasi seks ini benar-benar ada. Aku kira hanya ada di cerita-cerita dan film saja,” ujar Eno berbisik sendiri.
"Duuuuh. Dalam sejam ini dua kontol sekaligus yang aku lihat. Satu pun bukan punya suamiku,” batin Eno.

Eno meneruskan menikmati melihat adegan threesome Lina, Ben, dan Isal.
Tontonan ini yang akan segera mengubah kehidupan seksual Eno.
Adegan yang dia lihat, menjadi awal mula petualangan seksnya.

*bersambung*

Part III: Perangkap Kenikmatan (bag 2)
 
Terakhir diubah:
@fragrance Terima kasih updatenya.

Penuturan ceritanya bagus banget, transisi dari PoV Lina ke PoV Eno smooth banget, dialog percakapan antar karakter juga mengalir, casual, dan apa adanya tidak terkesan dibuat-buat dipaksakan, benar-benar seperti layaknya sahabat sejati yang saling terbuka satu sama lain.

Cuma ada sedikit kesalahan pemberian nama pada salah satu dialog. Pada PoV Eno: "Koq lama banget sih anunya mas Isal tegang? Apa ini sudah ronde kedua ya?"
Seharusnya itu Ben kan? soalnya Isal masih di kamar mandi.
 
@fragrance Terima kasih updatenya.

Penuturan ceritanya bagus banget, transisi dari PoV Lina ke PoV Eno smooth banget, dialog percakapan antar karakter juga mengalir, casual, dan apa adanya tidak terkesan dibuat-buat dipaksakan, benar-benar seperti layaknya sahabat sejati yang saling terbuka satu sama lain.

Cuma ada sedikit kesalahan pemberian nama pada salah satu dialog. Pada PoV Eno: "Koq lama banget sih anunya mas Isal tegang? Apa ini sudah ronde kedua ya?"
Seharusnya itu Ben kan? soalnya Isal masih di kamar mandi.
Wah. Senang banget tulisan nubi diperhatiin. Siap, suhu. Jangan bosen-bosen kasi catatan ya. Sangat membantu.
 

Part III: Perangkap Kenikmatan (bag 2)


Masih lanjutan flashback empat bulan lalu

POV Lina
Ting tooooong... bunyi bel rumahku membangunkanku dari tidur. Aku tersentak.
Lebih kaget lagi ternyata aku tidur tanpa sehelai benang pun. Aku tak ingat kapan aku tertidur.
Aku bingung ini rasa lemes kecapekan atau segar keenakan sehabis meladeni Isal dan Ben semalam.
Tanpa sadar aku pun senyum-senyum sendiri.

Jam segini Isal jelas sudah berangkat kerja. Enaknya punya suami yang tak minta dilayani seperti Isal.
Dia bisa menyiapkan pakaian sendiri. Menyiapkan sarapan sendiri.
Sepertinya semua hal bisa dia lakukan sendiri. Hanya onani yang harus meminta bantuanku atau Katy. Hehehehee.

Aku segera menyambar daster mini dan bathrobe-ku. Belum tahu siapa yang bertamu sepagi ini. Kuintip dari jendela ruang tamuku.
“Ooo... Mba Eno.” ujarku. Rupanya tetanggaku ini sudah pulang dari menjenguk anaknya.
Kubuka pintu rumahku sambil berteriak kecil: “Mba Eno. Langsung masuk saja. Aku masih pakai baju tidur nih,” kataku.
Aku duduk di sofa. Kutunggu Mba Eno, tamuku. Bathrobe kuletakkan. Cukup daster mini saja yang kupakai. Toh ketemu Mba Eno ini.

“Mba Lina. Assalamualaikum,” Mba Eno nyelonong masuk ke ruang tamuku dan langsung duduk.
Meski tersenyum, raut wajahnya menggambarkan kepanikan.
Aku pun membatin dalam hati, semoga anaknya baik-baik saja.

“Waalaikumsalam, Mba Eno. Gimana keadaan Geri, Mba?” Tanyaku.
Ooo. Eh. Geri ya. Enngggg. Geri.. Geri gapapa kok. Gejala tipes doank. Kalo hasil labnya hari ini membaik, boleh segera pulang kok.
Ini aku mau bergantian dengan Mas Soni di Rumah Sakit,” jawabnya sedikit bingung.

“Mba Eno mau cerita soal Geri kan?” “Tapi, syukurlah, kalo Geri gapapa.
Aku dengar cerita dari Isal kalo Geri dibawa ke Rumah Sakit, Mba Eno” ujarku.
“Mau aku temanin ke Rumah Sakit? Kali aja bisa keluar hari ini. Aku kosong kok hari ini,” ujarku menawarkan bantuan.

“Anu. Gak usah kok, Mba. Santai aja. Aku ke sini bukan mau ngobrol soal Geri sih. Ada yang lain,” jawab Mba Eno.

Aku sempat membatin Mba Eno mau pinjam uang mau buat pengobatan Geri. Huuuuffff.
Habisnya tampang Mba Eno kayak mau pinjam duit sih. Aku memang memanggilnya 'mba' karena usianya yang nyaris 40 tahun.
Menghormatinya orang yang lebih tua meskipun Mba Eno ini orangnya sangat ramah dan santai.

“Anu, Mba. Aku mau tanya. Menurut Mba Lina. Hubunganku sama Mas Soni seperti apa sih, Mba? Tanya dia.
Sebaliknya Mba Eno memanggilku “mba” karena memang dia aja yang sopan. Tahu kan orang mana yang begitu?

“Kok tiba-tiba Mba Eno tanya begitu? Mba ada masalah sama Mas Soni? Mas Soni selingkuh, Mba? Tanyaku penasaran.

“Eh. Eh. Eh. Mas Soni gak selingkuh kok...” jawabnya.

“Lalu Mba Eno yang selingkuh atau mau selingkuh,” tembakku.

“Ealah. Mba Lina kok makin ke mana-mana sih nanyanya?
Aku sama Mas Soni gak ada yang selingkuh, Mba. Kami baik-baik kok,” terangnya.

“Hehehehe. Ya maaf, Mba Eno. Abisnya aku kaget kok tiba-tiba ada pertanyaan begitu dari Mba Eno,” ujarku memberi penjelasan.
“Memangnya ada apa sih, Mba? Setahuku Mba Eno dan Mas Soni ya baik-baik aja.”
Eh bener kan lagi baik-baik aja?” tanyaku penuh selidik.

“Aku sama Mas Soni. gak ada apa-apa, Mba. Alhamdulillah semua baik kok,” ungkapnya.
Ia tertunduk dan tiba-tiba berkata: “Jadi aku tuh semalam lihat Mba Lina, Mas Isal, dan Mas Ben.
Aku lihat semuanya, Mba,” kata dia masih tertunduk.

DeEeEeEeEegggggHHHHHH!
Sekarang gantian aku yang terkejut. Seketika aku tak bisa merasakan wajahku.
Aku yakin pasti sudah pucat. Detak jantungku meningkat.
Terakhir kali aku merasa jantungan seperti ini waktu Ibuku memergokiku mencium pacarku di teras rumah.

“Ennnngggg. Li... Lihat apa?” “Lihat apa, Mba?” Mba bukannya ada di Rumah Sakit terus baru pulang pagi ini? Tanyaku gugup.

“Maaf, Mba Lina. Aku gak bermaksud apa-apa. Gak bermaksud bikin Mba Lina jadi gak enak.
Aku memang pulang semalam biar istirahat. Aku lihat Mba Eno main bertiga sama Mas Isal dan Mas Ben.
Mulai dari kalian berduaan, terus Mas Isal keluar kamar mandi dengan handuk,” tutur Mba Eno dengan rinci.

“Aku gak akan cerita ke siapa pun kok, Mba. Beneran,” kata Mba Eno lagi.

Perasaaanku mulai agak tenang. Nafasku mulai kembali teratur. Jantungku pun mulai stabil.
Pikirku kalau Mba Eno lihat semuanya, lalu malah bertanya tentang hubungan dia dan suaminya, artinya aman sih.
Aku berpikir justru ada peluang lain yang bisa diulik nih.

Sambil kujelaskan limited open relationship-ku bersama Katy dan Ben, aku perlu menggali kehidupan seksual Mba Eno dan Mas Soni.
“Lalu apa hubungannya yang semalam dengan hubungan Mba Eno dan Mas Soni?” Tanyaku menggodanya.

“Anu, Mba. Ada hubungannya gak ya? Sebenarnya kok bisa Mba Lina main bertiga sama Mas Isal dan Mas Ben?
Memangnya Mas Isal gak marah? Terus Mba Katy gak marah? Kok bisa sih, Mba? Tanyanya begitu panjang.

“Mba Eno kan bisa liat sendiri gimana Mas Isal semalam. Marah gak?
Aku yakin Mas Isal nikmatin banget tuh semalam. Katy juga tahu soal ini kok.
Mba Eno kan tahu Katy kalau pagi suka ke rumah. Itu minta dientot sama Mas Isal tuh.
Ya kadang-kadang juga aku ikutan, jadinya main bertiga gitu,” jelasku sambil tersenyum-senyum.

“Ladalaaah... Beneran ada tho yang begini? Tak kirain itu cuma fantasi di film porno lho, Mba Lina.
Aku sama Mas Soni kadang ya dapet film yang main bertiga atau berempat gitu.
Terus ya suami-istri gitu,” katanya dengan raut wajah tersipu malu.

“Tapi aku gak kebayang bisa ngeliat langsung lho, Mba Lina.
Tetanggaku sendiri. Temanku sendiri. Terus dikasi lihat secara langsung begini.
Aku masih gak habis pikir kok kalian bisa segitunya, Mba,” kata dia lagi.

“Pastinya penjelasannya panjang, Mba Eno. Kapan-kapan aku dan Katy ceritain lengkap asal mulanya ya.
Tapi singkatnya gini deh. Daripada selingkuh di belakang, daripada bohong kan lebih baik begini.
Tahu sama tahu. Iya gak? Tanyaku.

“Seks bareng suami dapet puasnya. Variasi seks yang lain dapet.
Teman juga dapet. Kontol suami teman juga dapet. Xixixixxixi,” lanjutku memancing Mba Eno.

“Eeeeeh. Ngomongnya kok saru tho, Mba Lina.
Tapi Mba Lina-Mas Isal hubungannya baik-baik saja kan?
Mba Katy sama Mas Ben juga baik-baik kan?” Tanya dia.

“Ya kalo kami gak baik-baik, masa bisa tuker-tukeran pasangan begini?
Terus Mba Eno pernah lihat aku sama Mas Isal berantem gak? Setahuku Lina sama Ben juga gak pernah ribut tuh.
Oooo. Jadi ini maksud pertanyaan Mba Eno?
Mba Eno mikirin apa hubungan Mba Eno dan Mas Soni bisa baik-baik saja kalau tukar pasangan seperti kami?” tanyaku langsung.

“Eh anu, Mba. Anuuuu. Kok anu sih? Kok gitu nanyanya, Mba Lina?”
Aku ya gak berani dianu Mas Isal atau Mas Ben,” jawabnya gugup.

"Gak berani aja kan? Bukan gak mau donk? Eh iya. Kemaren kan udah lihat kontol Isal sama Ben, Mba.
Yang satu gemuk, yang satu panjang dan bengkok tuh, Mba. Mba Eno suka yang gimana?
Memang kontol Mas Soni gimana? Tanyaku bertubi-tubi.

“Iiiihhhh Mba Lina. Kok ngomongin kontol suamiku siiiiih? Eeeeh!” ujarnya keceplosan.

“Gak tahu ah, Mba. Masa iya aku dianu sama laki-laki yang bukan suamiku?”
Aku selingkuh donk, Mba? Gimana kalau sampai Mas Soni tahu?
Gimana kalau sampai orang lain tahu? Takut ah! kata dia mencoba menjelaskan.

Kubiarkan Mba Eno menjelaskan. Aku berpikir ada peluang Mba Eno bisa jadi kayak aku dan Katy nih.
Dia cuma terlalu banyak pertimbangan sih. Tinggal diyakinkan aja.
“Kalau Mas Soni mengizinkan bagaimana? Kalau suami sudah oke, ketahuan pun bisa dibantah sama suami kan?
Siapa yang percaya kalau suami sendiri membantah?” jelasku.

“Iya sih, Mba. Apa Mas Soni boleh ya kalau aku anu sama Mas Isal ya, Mba Lina?”

“Lho. Kok sama suamiku? Tanyaku mematahkan pembicaraannya sambil pura-pura marah.

“Eh. Maaf, Mba Lina. Anu. Gak bermaksud. Ya aku mikir apa Mas Soni ngizinin aku sama orang lain gitu, Mba.
Maksudku bulan langsung sama Mas Isal kok. Beneran. Anu, Mba. Cuma contoh lho,” jawab Mba Eno gugup.

“Hahahaha. Santai, Mba Eno. Aku boleh kok kalau Mba Eno ngentot sama Isal. Malam ini mau?” tanyaku menyudutkannya.
“Ntar Mas Soni gampang deh. Aku yang atur.
Lagian lebih gampang minta maaf daripada minta izin kan? Hehehehehe,” tambahku sambil tertawa.

“Mas Soni gampang gimana, Mba? Aku takut dia marah,” jawabnya lirih.

Wah. Mba Eno akhirnya masuk perangkap nih. Tinggal meyakinkan dia, lalu menjebak Mas Soni juga.
Isal pasti mau lah dengan Mba Eno yang manis dan singset begini. Keibuan banget lagi.
Kalau aku sih yakin dengan kemampuan Mas Soni.
Kerja dia aja emang mengutamakan fisik. Biar kugali dulu kehidupan seks mereka berdua.

“Ya kalau Mba Eno mau dientot Isal. Mba Eno harus rela Mas Soni ngentotin aku doooonk.
Kalau Mas Soni udah ngentotin aku, jamin deh Mba Eno bebas ngentot sama Isal juga,” jelasku.

Ploook.. Suara tepokan Mba Eno di jidatnya. “O iya ya. Mba Lina berarti anu juga sama suamiku ya? Tanyanya penuh keheranan.

"Ngentot, Mba Eno. Ngentoooot. Apaan sih anu anu terus dari tadi.
Kita udah gede-gede ini. Mba Eno anaknya aja udah remaja gitu.
Lagian cuma ada aku sama Mba Eno kok. Biar jelas gitu lho. Kalau anu anu aja kan aku bingung,” godaku.

“Nih ya. Seperti aku dan Katy kan adil. Aku bebas ngentotin suaminya. Katy juga bebas ngentotin suamiku.
Simpel kan, Mba? Gini deh. Emang selama ini hubungan seks Mba Eno sama Mas Soni gimana?
Masih rutin ngentot kan? Mas Soni masih nafsu sama Mba Eno kan? Tanyaku lagi.

“Malu ngomong saru, Mba. Masa ngomong ‘ngentot’?
Biasanya aku sama suamiku ya ngomongnya ‘bercinta’,” Mba Eno coba berdalih.

“Mba Lina jangan ngecilin donk. Gini-gini aku masih sanggup ngelayani permintaan Mas Soni.
Setiap dia ngajak bercinta, aku selalu siap,” jelasnya.

“Tapi Mba Eno puas gak dientot Mas Soni? Mba Eno sampe orgasme gak?
Terus Mas Soni puas ngentotin Mba Eno gak? Mba Eno ngisap kontolnya gak?
Boleh nyemprot pejunya ke muka Mba Eno?
Boleh nyemprot peju dalam mulut Mba Eno gak? Tanyaku tanpa tedeng aling-aling.

“Anu, Mba. Semuanya aku mau kok, Mba. Aku turutin semua permintaannya.
Soalnya aku takut nanti Mas Soni malah cari kepuasan sama yang lain.
Aku juga puas kok. Makanya aku menikmati. Itunya Mas Soni juga enak kok, Mba Lina.

“Kontol Mas Soni, Mba Enooooo. Kontooool,” potongku.
Wah. Keren juga nih Mba Eno sama Mas Soni. Jauh juga pengalamannya.
Kayaknya malah ngelewatin si Katy nih. Pikiranku menerawang membayangkan kalau kita main berenam ya.
Apa si Katy mau kuajak nambah pasangan baru ya?

“Mas Soni itu rajin beliin aku baju yang seksi-seksi, Mba. Yang renda-renda lah. Yang mini-mini lah.
Malah ada baju suster yang seksi, baju karyawan yang seksi, sama baju tahanan yang seksi.
Mas Soni beliin waktu dia ke luar negeri dulu,” rinci Mba Eno.

“Aku tuh cuma gak mau waktu Mas Soni tawarin mainan itu lho, Mba. Yang kayak anunya Mas Soni,” katanya pelan.

“Kontol-kontolan? Dildo? Vibrator?” Tanyaku.

“Iya, itu, Mba. Aku risih. Kan masih ada itunya Mas Soni ya.
Kalaupun Mas Soni berangkat, aku ya nunggu Mas Soni pulang.
Pokoknya anuku ini ya tempat anunya Mas Soni. Gitu. Titik,” tegas Mba Eno.

“Aku kira Mas Soni dan Mba Eno cupu. Padahal ternyata suhu. Hehehehee,” balasku.

“Mas Soni juga sering muterin film porno. Film Blue itu, Mba.
Kadang yang bule. Kadang yang Jepang. Ada juga lho yang kayak Mba Lina. Eh. Anu.
Maksudku yang main bertiga atau berempat.
Terus ada yang suami-istri anu bareng kayak cerita Mba Lina gitu.” Cerita Mba Eno.

“Terus Mas Soni gak ngajakin Mba Eno seperti di film-film yang kalian tonton?”
Main bertiga gitu? Main berempat gitu? Atau tuker-tukeran sekalian deh? Tanyaku penasaran.

“Belum pernah tuh, Mba Lina. Mas Soni Cuma ngejelasin kalau itu ya cuma fantasi, cuma skenario film.
Biar dramatis gitu. Tapi nganu, Mba. Kalau habis nonton yang main rame-rame itu, Mas Soni jadi tambah ganas tuh,” ungkapnya.

“Aku gak kebayang kalau ternyata ada beneran.
Malah bisa dilihat langsung lagi. Hehehehe.
Eh. Aku juga gitu sih, Mba Lina. Tapi... Tapi... hmmmmm,” katanya terbata-bata.

“Tapi apaaan, Mba?” Tanyaku memotongnya.

“Aku kok ya ngerasa beda pas lihat ada yang main bertiga. Tapi bukan di film, Mba,” jawabnya lirih.

“Mba Eno terangsang waktu lihat aku ngentot bertiga semalam kaaaaaaan? Tanyaku tegas.
Fix ini. Mas Soni dan Mba Eno ada bakat tukar pasangan juga. Bakal ada petualangan baru dengan mereka berdua deh.

“Iya, Mba Lina,” jawabnya pelan sambil tertunduk.

“Mba Eno lihat aku sampai selesai gak sih?” tanyaku.

“Lihat, Mba. Sampai Mba Lina disemprotin Mas Ben terus dilapin sama Mas Isal.
Terus gordennya ditutup kan? Kata Mba Eno.

“Selama Mba Eno ngeliat aku, rasanya Mba Eno gimana tuh?” Tanyaku lagi.

“Maaf, Mba. Malu......
Semalam aku... Semalam aku ngeremes-remes susuku.
Sama anu juga. Mainin kacangku, Mba,” jawab Mba Eno polos.

“Ahahahaa, Mba Eno. Aduuuh, Maaaf. Bukan mau ketawain Mba Eno lho ya.
Ini ketawa bahagia, Mba. Aku senang Mba bisa lebih aktif dalam hal seks begini. Asliii!
Tapi ya gak usah sebut kacang juga kali. Klitoriiiis! Terus sampai orgasme gak itu?” aku bertanya penuh selidik.

“Anu, Mba. Cuma dua kali kok,” Jawabnya kembali tertunduk.

“Tuh kan. Baru nonton aja udah dua kali dapet itu, Mba. Hahahaha.
Apa lagi Mba Eno dikeroyok dua cowok sekaligus?
Minat gak? Biar kutanyain Ben sama Isal nih.
Main sama dua kontol sekaligus. Kontol beneran, bukan kontol-kontolan,” pancingku.

“Piye ya, Mba Lina? Aku sih penasaran rasanya.
Tapi bukan berarti aku ngajakin Mas Isal sama Mas Ben lho, Mba.
Aku ya penasaran aja. Apa lagi semalam ngeliat Mba Lina kok nikmatin banget.
Emang seenak itu ya, Mba? Mba berapa kali orgasme sih?” tanyanya balik.

Sekalian saja kugoda nih Mba Lina.
“Sama salah satu dari mereka aku tuh paling gak dapet tiga kali.
Jadi kalau main bertiga ya paling gak enam kali dapet setiap kali main.
Sayang banget Mba Eno gak liat kelanjutannya semalam. Aku tuh kayaknya sampe pingsan keenakan lho.
Tahu-tahu tidur aja,” jelasku sambil tanpa sadar mengelus-elus memekku di depan Mba Eno.

“Enak poool donk, Mba? Tuh sampe Mba Lina gak sadar megang-megang anunya sendiri. Xixixixi.
Mas Soni sih masih sanggup bikin aku dua kali orgasme, Mba. Uenaaak banget.
Gimana rasanya kalau sampai enam kali ya, Mba Lina? Tanya dia.

“Ya tiga kali lipat lebih enak doooooonk. Jadi minat main bertiga gak nih?
Mau sekalian sama Isal sama Ben? Atau Sama Mas Isal-Mas Soni dulu aja?
Ntar aku kondisikan deh. Yang penting Mba Eno niat aja dulu,” saranku padanya.

“Baiknya sih diskusi dulu sama Mas Soni.
Apa Mas Soni mau mewujudkan fantasi seksual yang cuma dilihat di film-film?
Apa Mas Soni ikhlas lihat istrinya dientot laki-laki lain?
Begitu juga Mba Eno, ikhlas gak Mas Soni ngentotin perempuan lain? Kontolnya diisep perempuan lain?” Tanyaku.

“Aku ga ikhlas, Mba! Wis jelas gak ikhlas!
Hmmmmmm. Tapi kalau Mas Soni main sama Mba Lina gapapa kali ya? Ia menjawab.
Kepalanya mendongak kecil. Lirikan matanya naik ke kiri atas. Keningnya pun berkerut.

“Gini deh. Mba Eno coba diskusikan dengan Mas Soni.
Gak perlu buru-buru. Minggu depan ya gapapa. Bulan depan juga oke. Tahun depan ya gak masalah.
Eh tapi jangan tahun depan juga. Keburu kontol Ben sama Isal dapat memek yang lain lho. Xixixixi,” kataku sambil tertawa.

“Iiiiih. Kok gitu sih ngomongnya, Mba Lina?
Iya, Mba. Aku yo mikir-mikir dulu. Aku juga mikir gimana cara ngomong ke Mas Soni.
Hmmmmm. Bisa lah. Yo gak mungkin Mas Soni gak mau sama Mba Lina yang semlohai gini? Hehehehe,” Mba Eno ikut tertawa.

“Oke. Aku obrolin juga pelan-pelan sama Katy ya?
Soalnya kan Mba Eno mau ngentot sama kontol bengkok suaminya.
Dia juga perlu tahu donk? Tuturku jujur.

“Malu aku sama Mba Katy, Mba. Ntar dia mikir aku gimana-gimana, mau ngerebut suaminya atau suamimu, Mba,” dia khawatir.

“Pakai malu-malu segala. Ntar juga kalo dah ngerasain kontol suamiku sama suami si Katy, gak bakal tau malu lagi lho,” godaku.

“Bentar, Mba Lina. Berarti Mas Soni juga bebas ngentotin Mba Katy donk ya?” Tanya Mba Eno.

*bersambung*

Part IV: Perangkap Kenikmatan (bag 3)
 
Terakhir diubah:
Langsung update Part 3 hari ini soalnya besok libur panjang. Waktunya bersama keluarga dulu. Bersama keluarganya Katy dan Lina. Ahahahaha.
Jadi update setelah liburan ya, suhu-suhu...
Tapi kalau bisa update, tetap diupayakan secepatnya. Mumpung ada ide dan kesempatan.
 
Wah mantep langsung diupdate lagi. Terimakasih suhu updatenya, semoga di RL lancar supaya bisa segera update kembali. Penasaran sama lanjutannya
 
Bimabet
Seru nih, ada pasangan baru mau join, lebih bagus lagi kalau masih benar-benar lugu.
Melihat reaksi pasangan yang lugu saat merasakan pengalaman baru yang selama ini cuma hanya sebatas fantasi, pasti sangat seru.

Setelah dibaca ulang, entah kenapa pasangan baru ini relatable, masih malu dan menahan diri dengan alasan tabu. Mungkin cerita ini bisa jadi referensi untuk mereka yang ingin memulai membuka diri.

Happy holiday @fragrance ! Selesai liburan update secepatnya ya 🤭
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd