Ch.01
Sebenarnya aku malas datang ke night club ini, tapi mendadak aku meng-iya-kan ajakan Indra temanku karena aku tiba-tiba saja penasaran seperti apa sih tuh cewek yang dipuja-puja Indra setinggi langit?
"Dia luar biasa menawan. Tapi Ric, jangan sampai lo jatuh cinta sama dia ….bahaya."
Hah?! Kalimat macam apa itu? Apakah Indra hanya iseng menakuti aku saja agar ia tidak tertarik pada gadis itu? Jangan-jangan si Indra naksir tuh cewek dan gak mau bersaing dengan aku. …..Haiyah!!.
Maka... Here I am.. menjejakkan kaki, memasuki ruang Venus Heaven makin ke dalam, berharap diantara puluhan orang yang hiruk pikuk melakukan standing party, ada yang aku kenal. Sukur-sukur kalo aku cepat menemukan si Indra. Mataku melalang buana menyapu seisi night club dan masih saja ia tak menemukan Indra.
'Brengsek, apa tu anak gak dateng ya?' aku mengumpat dalam hati. Karena gak mau terus celingukan nyari Indra kaya orang aneh, maka aku pun memilih mendekati sebuah bar di situ.
"Dry gin, please." kataku pada bartender.
"Make it double, Master." Tiba-tiba ada suara di belakangku, dan aku amat sangat kenal suara konyol itu.
"Kampret lu baru dateng!" umpatku pada Indra yang cuma memberinya cengiran.
"Sori, bro. Tadi nganter Nyokap ke spa dulu." Indra lekas menghenyakkan pantatnya ke kursi di sebelahku.
"Anjrittt lu, masih sok pake alesan jadul, lagi! Udah gak jaman, woi. Ganti yang lebih elit, napa? Nganter Mama ke Paris, kek. Ato nganter Mama beli pulau, kek." umpatku.
"Hahah, tadinya mo pake alesan itu, tapi kupikir, lo pasti udah paham kalo itu cuman ngibul, jadi ya..."
"Lah! Bukannya alesan yang lo bawa tadi lebih keliatan ngibul tuh?!"
Indra hanya menimpali dengan tawa renyah. Seolah bangga sudah ketahuan dia ahli bohong. Hadeh, begitu kok dibanggakan, sih?! Setelah dry gin kami dihidangkan oleh bartenter, kami memutar duduk kami yang tadinya menghadap meja bar, kini menghadap ke Hall yang sudah penuh orang-orang berpakaian parlente dan terlihat sibuk ngobrol.
Entah apa yang mereka obrolkan hingga seasik itu. Jual beli pulau? Jual beli perusahaan? Jual beli anak perawan? Atau malah jual beli selir simpanan?
"Gue tadi dah rada males dateng ke sini. Tapi demi udah lama gak liat congor lo aja Dra." Aku menenggak gin.
"Yakin karena cuma itu? Yakin, nih?" pandangan sohib lamaku tak percaya.
"Sompret lu, emangnya apa lagi?"
"Gak tau, pfftt!" Indra hanya menggedikkan bahunya.
"Mereka kelihatan parlente banget yah."
"Ahh iyalah. Kaum sosialitas getoh. Kalau tidak begitu, mereka bisa jatuh pasaran."
"Lah memangnya mereka gak tajir beneran?"
"Sebagian dari mereka konglomerat beneran, kok. Tuh ada bos dari perusahaan retail, yang di sana ngobrol ama ibu-ibu gaun orenge. Trus di deketnya ada bos semen lagi ngobrol ama bos pabrik kelapa sawit"
"Lo kok hafal banget Dra,… bos ini …itu?!"
"Hahah, bokap gue nyuruh gue untuk nghafalin tampang-tampang mereka, bro. Kata bokap, ini berguna entar kalo doi udah percaya ke gue en kasi satu perusahaan doi ke gue nantinya." Indra memberi alasan.
Oh ya, sebagai informasi tambahan, Indra adalah anak bungsu dari bos properti terkenal. Sekarang, Indra hanya diberi tanggung jawab untuk mengelola sebuah kompleks perumahan kecil yang baru dibangun Papa nya. Kalau ia berhasil membuat kompleks itu laku semua dan bisa mengelolanya maka Papanya akan memberi tanggung jawab lainnya yang lebih besar. Aku, Rico hanyalah anak pejabat daerah yang berteman akrab dengan Indra sejak SMA.
Sedang asik-asiknya kami ngobrol ngalor-ngidul, seketika dari arah pintu masuk Hall, aku melihat sesosok wanita cantik luar biasa berjalan anggun dengan wajah datar, menatap lurus ke depan saja. Aura pesona wanita cantik itu seketika membuat hampir semua orang disana memandang ke arah wanita cantik itu, setidaknya melirik.
Para pria memandang penuh nafsu dan para wanita memandang sirik lalu mereka segera bisik-bisik dengan teman wanita di sebelahnya. Hahahaha.
Aku seketika juga ikut terpesona. Cantik sekali. Gaunnya berwarna maroon membelit tubuh semampai sempurnanya. Dia tidak montok dan juga tidak kurus, hanya ‘pas ‘ semua ukurannya.
Rambut ikalnya ditata kunciran elegan yang menyerupai sanggul kecil indah di dekat ubun-ubunnya, dengan sisa rambut kecoklatan ikalnya dibiarkan turun menyentuh hingga punggungnya yang terbuka lebar, menampilkan bagian tepi tengkuknya yang putih berkilau. Belum lagi area dadanya yang menggembung indah terekspos sangat sensual. Apalagi belahan gaunnya yang memperlihatkan paha ramping padatnya yang panjang.
"Ric!, woi bro, woi, awas tuh iler lo belepotan!"
Aku tersadar
"Hah? Apaan yang belepotan?"
"Jiaahh, yang lagi terhipnotis." Indra terkekeh melihat reaksi aku yang bagai anak abg saja.
"Ihh, apaan sih lo Dra. Tapi, bro. Itu siapa ya?"
"Yang mana? Yang pake item-item itu? Auk gak kenal gue. Kagak ada di dafftar list bokap yang kudu gue hafalin."
Ctak!! Sukseslah jidat kinclong Indra aku sentil.
"Lo pikir gue maho apa? Ngapain nanyain cowok. Itu laah, cewek yang pake gaun maroon " aku memperjelas objek yang aku tanyakan.
"Ohh itu. Bilang dari tadi, kek. Itu... yang gue iklanin ke lo telpon. Inget kagak?"
"Itu cewek inceran lo?!" Aku memicingkan mataku.
Bletakk!! Kali ini Indra berhasil balas dendam, bahkan lebih kejam. Aku mengelus jidatku sembari memberikan evil glare ke Indra yang cengar-cengir.
"Lu tega ma gue ya, dodol!"
"Lah lo salah sendiri lebay. Gue cuma bilang ada cewek cakep banget yang sering nongkrong disini. Bukan inceran gue?! Norak lu, ahh! Gini-gini gue setia sama Brenda"
"Namanya Aimee, cakep kan?” kata Indra
“Oh Amy”
Aimee! budeg!, Amy mah sekertaris bokap gue!"
“Ya eilah bro, beda dikit doang. Segitu sewotnya”
"Permisi Master, tolong cocktail-nya. Yang manis saja, ya."
Aku dan Indra langsung terlonjak kaget karena ternyata di sebelah kami sudah duduk Aimee dengan sikap elegan. Sejak kapan itu wanita ada di situ? Apa dia mendengar celotehan aku dan Indra tentang dirinya?
****
Mendadak aku menahan nafas ketika mengetahui Aimee yang belakangan kerap aku dengar didengungkan orang-orang kalangan menengah ke atas, kini duduk di sampingku. Di samping aku! Jantungku seketika terasa membesar dan menyesaki rongga dadaku.
Apa-apaan nih?? Gue yang biasa jadi ladykiller, kini tak berkutik di dekat seorang Aimee. Seolah, aura sang Lady mampu menyerap menelan habis karisma yang dipunya seorang Enrico Mahendra.
"Halo, Aimee. Good evening." Indra menyapa sang Lady dengan nada santai dan ramah, yang ditimpali Aimee oleh sebuah senyuman tipis ramah.
"Good evening gents." sahut Aimee mengalunkan suara lembut, empuk dan manis.
"Sendirian nih Aimee?" Indra masih yang bertanya.
Aku yang ada di tengah antara Indra dan Aimee hanya terdiam bingung dan sesekali menoleh ke Aimee.
"Gue lagi libur." jawabnya datar lalu mulai menyesap cocktail yang sudah dihidangkan bartender untuknya.
"Aimee, my sweetheart." tiba-tiba seorang pria gemuk hitam menghampiri kami yang duduk di meja bar.
Pria itu langsung memeluk pinggang Aimee tanpa menggubris aku dan Indra yang memandang risih.
"Hallo, Pak Suryo" sahut Aimee singkat.
"Ikut Om yuk,malam ini!"
"Malam ini saya sedang free, Om." Aimee tidak menoleh ke lelaki gendut dan lebih fokus menatap gelas cocktailnya.
"Free?"
"Ya, dan tolong tangan Om jangan disitu. Saya tidak nyaman." ujar Aimee masih bernada datar tanpa berpaling dari gelasnya.
"Hahah! Kamu tak suka tangan aku yang begini?" kini tangan itu bersikap lebih kurang ajar dengan seenaknya meremas pantat Aimee yang tengah duduk.
"Pak Suryo, tolong hentikan!" ujar Aimee tetap dengan nada lembut
"Humph! Kamu ini, cuma pelacur aja kok ribut d giniin. Biasanya juga kamu ngangkangin kakimu ke semua laki-laki."
PLAKK! Si Om gendut itu segera mengelus pipinya yang baru saja ditampar Aimee. Dan si Om mengangkat tangannya untuk balas memukul, namun dengan sigap aku tahan.
"Bos, udah Bos. Ini tempat umum. Gak asik kalo diliat temen-temen Bos, lah." ucapku sambil senyum menenangkan.
"Dia ini yang mulai dulu! Perek ini, nih!" katanya sembari nunjuk ke Aimee.
Aku lekas menggiring pelan si Om Bos gendut itui agak menyingkir dari bar.
"Makanya, Bos. Gak usah dilayani. Cewe kagak dia doank, Jangan sampe bikin harga diril Bos jatuh cuma gara-gara beginian. Ntar Bos gak keliatan elite." kata bujukanku tampaknya masuk ke Om Bos Suryo itu.
Akhirnya Om Bos Suryo mendengus dan beranjak dari situ. Aku kembali ke kursi bar.
"Makasih ya." Aimee mengucapkannya seraya memberikan senyum manis tulusnya kepadaku di sebelahnya.
Aku mennghirup minuman dry gin ku. Bagaimanapun aku tak mau kehilangan kendali ketauan grogi didepan cewek.
"Ohh, santai saja. Lelaki seperti itu memang harus diomongi lebih persuasif" Aku membalas senyum Aimee.
Aimee meneguk habis minuman cocktail nya.
Kemudian Aimee mengeluarkan i-phone nya dari tas mungil yang nampaknya branded asli. Dia speed dial satu tombol, lalu mulai berbicara.
"Pih, malam ini dan besok aku free, kan? …Ya aku tau. Anak buah Papih di club ini gak guna …waktu tadi aku diganggu bandot mereka gak ada yang muncul. …Aku mau pulang sama teman ya Pih. Bye dulu, Pih.mmuahh"
Aku dan Indra berlagak tak menguping, kami sok ngobrol sendiri tak mempedulikan Aimee.
"Mas." Aimee menyentuhkan jari lentiknya ke bahuku yang tengah memunggunginya. Akuh seketika menengok berputar.
"Bisa gak antarin aku pulang?"
"Hah?!!... Gimana??" ..Aku rasanya seperti salah dengar gak percaya.
"Tolong antarkan aku pulang" ulang Aimee padaku.
"Saya?" Aku menunjuk hidungku sendiri.
Aimee mengangguk. Aku menoleh ke sahabatku yang disahut sebuah kode anggukan 'udah sono gih buruan' oleh Indra.
***
Akhirnya, kami berdua, Aku dan Aimee, sudah berada di dalam Pajero hitamku.
"Sorry yah, cuma gini mobilnya, bukan BMWs ato Jaguar." aku memberikan cengiran canggung.
"Yang penting bisa jalan mulus gak pake mogok, kan?" balas Aimee menyamankan diri di tempat duduk sebelahku.
"Iya lah, gue rajin merawatnya. Tak mungkin mogok setidaknya dalam waktu dekat ini. Hehehe …Dijamin!"
"Bagus."
"Sekarang... kita kemana"
"Antarin gue ke apartemen gue. Di Golden Emerald." Aimee menyebutkan sebuah hunian apartemen eksklusif di pinggir kota.
Segera Pajero aku lajukan ke arah yang Aimee sebut tadi.
"Mee, Lo gak apa-apa kanl?" aku berbasa-basi
"Santai aja, gue udah biasa, kok." Aimee melandaikan sedikit jok kursi agar lebih nyaman bersandar.
Aku melirik beberapa kali ke arah si Aimee yang mulai memejamkan mata. Gundukan bukit kenyal membusung di dada Aimee kadang bergetar bergoyang kecil jika jalanan tidak begitu mulus. Tentu saja itu menimbulkan hasrat lelakiu tergolak. Tapi, tidak! Aku tak mau berfikir macam-macam. Sebenarnya Aku ingin sekali bertanya berbagai hal, namun demi melihat Aimee yang sepertinya kelelahan dan mengantuk, aku membiarkan saja gadis cantik itu tertidur sebentar disampingku yang sedang menyetir.
***
Bersambung.....