Part 2 Dinner Danish
Suatu malam Istri ku Iv, pulang dengan muka pucat. Hari itu aku tidak bisa menjemputnya seperti biasa karena harus bertemu dengan calon klien. Aku tidak lagi bekerja sebagai karyawan tetap dan hanya menjadi agen untuk perusahaan leasing, penghasilanku tak tentu dan selama ini Iv yang menanggung sebagian besar pengeluaran kami. Sekalipun dengan penghasilannya sebagai staff biasa.
Selama ini pun aku menganggap kemampuannya mengelola anggaran rumah tangga memang luar biasa.
"Mam, kenapa?"
Tanyaku lembut sambil memeluk dan mencium pipinya.
Iv terdiam dan hanya menghela nafasnya.
"Hhhhhh....
Kamu kapan dapat uang sih Pap?"
Tanya Iv lirih.
Aku terkejut mendengar pertanyaannya, karena Iv bukanlah istri yang penuntut.
Pikiranku menerawang, selama ini usahaku sebagai mediator memang tidak banyak menghasilkan. Bahkan aku mengeluarkan banyak uang untuk transport dan entertain.
Beberapa aplikasi yang sedang aku proses mungkin bisa menghasilkan fee 3-4 juta rupiah. Yah, dengan asumsi semuanya lancar.
"Mam butuh berapa? Untuk apa?"
Tanyaku pelan.
"Hhhhh....
Biaya operasi mama kemaren habis 15juta. Aku pinjam orang, tadinya aku kira dia baik. Tapi dia tiba2 minta uangnya dikembalikan. Atau..."
"Pap... Aku ga mau pergi sama dia, tapi dia maksa."
Darahku seakan mendidih mendengarnya.
"Sayang, ceritain dulu semua dari awal. Dia itu siapa? Kenapa Mam bisa berhubungan sama dia? Kenapa sampai pinjam uang?"
"Hhhhhh...
Makanya Pap kerjaaaaa.....
Aku sudah minta, Pap bilang ga ada.
Aku masih ada hutang sama Iie, sama Cece..."
"Aku sudah ga tahan Pap, kaya gini."
"Koq, orang itu bisa kasih pinjam kamu Mam?
Tanyaku dengan nada curiga.
"Hhhhhhh.." Iv kembali menghela nafasnya.
"Pap, jangan marah dulu, aku ga mau, tapi terpaksa, aku bingung dan ga ada jalan lain."
...