Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kisah ANDI ( bermula )

Mana nih katanya ada apdtan ... ditungguin dr siang jg ...
 
Next 2
"Tok tok tok" pintu kamar mandi di ketuk.
"Ya" jawabku. Aku keluar dari kamar mandi.
"Sukses bu" kata chacha. Senyumnya merekah mengiringi acungan dua jempolnya.
"Gila, pinter banget kamu berakting" pujiku
"Hahaha... Memang manusia kalo udah terpaksa suka pinter" jawab chacha.
"Hahaha.... Bener bener bener... Wah, banyak juga ya, pejuhnya jati"
"Siapa dulu dong yang ngerangsang"
"Hahaha... Iya deh. Cha cha emang juara. Nggak salah aku milih kamu"
"Berarti, chacha lulus dong, bu?"
"Iya, kamu lulus"
"Yeee... Terimakasih bu" responnya sambil mencium punggung tanganku.
"Segitu senangnya"
"Ya senenglah. Siapa tahu ini jalan chacha menuju sukses"
"Maksud kamu?"
"Ya meskipun dari jalan yang nggak bener, tapi semoga aja, dengan ketemu orang - orang hebat, chacha jadi ketularan hebat. Hehe... " Aku terkesiap mendengar jawabannya. Ternyata visinya lebih jauh daripada yang aku lihat.
"Bu, kok nangis?" Tanya cha cha bingung melihat air mataku jatuh.
"Good luck ya. Sukses bisa diraih dari jalan mana saja. Aku setuju kalo kamu punya pemikiran begitu. Kalo kamu ketemu orang orang sukses, sekalipun kamu disewa buat esek - esek, kamu gali pengetahuan sebanyak mungkin. Toh cowok kalo udah dikash enak biasanya royal. Apalagi yang kamu minta cuman ilmu. Lah, modal ngomong doang kan? Pasti dikasih" jawabku panjang lebar.
"Baik bu, chacha akan ingat pesan ibu" chacha ikut berlinang air mata. Dia memelukku, tangisnya pecah di pundakku. Sepertinya dia punya beban berat di pundaknya. Aku jadi tak enak hati. Kan aku tadi sewa dia buat kepentingan aku. Hmm sepertinya, boleh juga ngasih kado bapak sesuatu yang lain.
"Kamu perlu tambahan?" Tanyaku. Kuseka air matanya.
"Tidak bu, terimakasih. Ini sudah lebih dari cukup" jawabnya.
"Cukup? Tunggu, cukup?" Tanyaku bingung. Sekelas dia biasa dibayar lima kali lipat, sekalipun short time.
"Chacha bukan full psk bu. Chacha buruh pabrik, yang konveksi deket bendungan" jawabnya.
"Loh?" Responku.
Bukannya itu juga punya evie? Selain punya usaha distributor berbagai perangkat elektronik, dia juga punya pabrik konveksi, tinggalan mendiang suaminya yang pertama. Dan cuman itu satu - satunya konveksi di kota ini.
"Kenapa bu? Ada yang salah?"
"Oh, enggak... Nggak papa kok" jawabku sambil berusaha tersenyum.
"Bu, terimakasih sudah bantu chacha. Tolong, jangan bilang siapapun ya bu. Saya khawatir, bu evie tahu dan saya bisa dipecat"
"Enggak kok, aku nggak akan bilang siapa - siapa. Tapi kenapa kamu bisa masuk daftarnya tati?"
"Biasalah bu, urusan duit. Gaji konveksi kan nggak seberapa. Sedangkan saya, punya adek yang harus sekolah. Bapak sudah nggak ada. Ibu udah nggak mampu kerja"
"Aduh, kenapa jadi sendu begini sih, bukannya tadi ceria"
"Oh... Maaf maaf... Hahaha" sahut chacha barusaha tertawa.
"Cha, kamu jangan sungkan sama saya ya. Anggap aku tantemu, atau kakakmu gitu"
"Kakak? Hahaha... Tante kali ya"
"Emang aku setua itu?"
"Ya enggak, kalo chacha panggil ibu dengan sebutan kakak, wah, bisa digetok sama anak ibu" kawab chacha. Cerianya tampak sudah kembali.
"Hahaha... Iya ya. Ya udah tante aja. Kapan - kapan, main lah ke rumah. Sama - sama buruh ini"
"Sama bagaimana?"
"Ya sama, bedanya aku di pemasaran. Makanya aku butuh eemmm"
"Iya tant, kenapa sungkan. Lepas aja. Malah chacha seneng kalo punya temen atau sodara yang bisa diajak ngomong lepas. Yang nggak jaim gitu"
"Hahaha... Boleh. Kamu boleh ngomong lepas soal seks sama tante"
"Tante juga boleh ngomong lepas. Termasuk yang tadi"
"Eh, tapi kamu yakin, masih mau?"
"Ya yakin lah tant"
"Kalo ibumu tahu?"
"Ya jangan sampe tahu. Makanya cuman mbak tati yang tahu chacha begini"
"Oh, oke. Cowok kamu, gimana?"
"Chacha nggak punya cowok tant"
"Hahaha... Lah, cerita tadi?"
"Kan mantan"
"Oh, iya ya. Bego gue"
"Hahaha... Tante bisa aja"
"Hehe"
"Ngomong - ngomong, tante ngocokin jati, nggak sange, tant?"
"Hmm? Dikit sih. Kenapa? Mau ngerjain tante juga?" Godaku sambil tersenyum.
"Ya kalo mau, chacha sih nggak keberatan"
"Hahaha... Nggak salah aku pilih kamu"
"Maksud tante apa nih? Mau, dikerjain?"
"Bukan bukan, jangan sekarang ya. Aku mesti cabut"
"Loh kenapa? Kan belum uji nyali"
"Ya, ada bisnis"
"Oh, butuh chacha nggak?"
"Buat diplomasi sih, belum. Tapi kalo tante pengen dikerjain kamu, kamu siap ya"
"Boleh tant"
"Tapi tante cuman bisa ngasih segituan. Ya, aku masih sama kaya kamu"
"Tante ini merendah. Segitu juga udah banyak kali. Kalo sama tante sih, bisa diatur"
"Gratis gitu? Hahahaha"
"Bisa jadi. Hahaha"
"Eh, emang body tante masih menarik gitu?" Godaku.
"Masih lah tan. Chacha aja pengen punya body kaya tante"
"Hahaha... Tante kali yang pengen body kaya kamu"
"Ya kalo udah punya anak mana bisa tant. Segitu aja udah bagus lho"
"Ya udah, mandi gih, keringetan gitu abis dicolmek"
"Tante nggak mandi?"
"Duluan aja"
"Yah, oke" jawab chacha hilang semangat. Gemas aku melihat raut wajahnya.
"PLAK"
"Aah" chacha memekik kaget, saat dia hendak berlalu, aku tampar pantatnya.
"Pantes si jati sampe melongo. Bulet begini" komentarku. Chacha terdiam. Dia tak menolak saat aku meremas - remas bokongnya.
"Apalagi yang tersembunyi ini" lanjutku
"Aaahh" pekiknya lagi.
Kuselipkan jariku menyusuri belahan pantatnya. Kutemukan sunholenya. Kukilik beberapa saat hingga dia merem melek keenakan. Lalu kulanjutkan menyusuri belahannya.
"Taaaannn" dia melenguh keenakan. Kuselipkan jariku ke dalam liang vaginanya.
"Ssssttt... Eeemmmhh... Uuuhhh... Taaaanntt"
kugerakkan jariku perlahan, mengobok lubang yang paling dia jaga. Kuremas - remas payudara tanpa kutangnya. Masih sangat kenyal, beda dengan punyaku yang sudah sedikit kendur.
"Taaaanntt"
"Yaaa"
"Cuuppp"
"Eemmhh"
Tak aku duga dia berani mencium bibirku. Tapi ya sudah lah, aku nikmati saja. Sudah lama aku tidak berciuman dengan sesama jenis. Sekalipun evie adalah partnerku, tapi keadaan sedang tidak memungkinkan. Barubsekarang aku merasa bebanku sedikit berkurang.
"Cupp... Emmhh"
"Emh emh emh emh"
Suara kecupan dan lenguhanku beradu membentuk harmoni. Aku semakin keenakan karena payudaraku juga diremas - remas chacha. Gampang saja dia mengeksplorasi tubuhku, karena aku belum memakai pakaianku lagi. Dia juga semakin keenakan, merasakan vaginanya dikocok dua jari.
"Emm"
Alu terpekik kaget, tiba - tiba chacha mendorongku hingga terlentang di kasur. Lantas dia melepas dress hijau armynya. Dan tampaklah apa yang sedari tadi dia sembunyikan. Tubuh yang masih langsing, singset, mulus, dan montok.
"Ooohhh"
Aku melenguh pelan, bibir chacha mendarat di leherku. Dengan tengkurap di atas tubuhku, dia menjilati permukaan leherku. Rasa geli seketika menyerang. Berbarengan dengan rasa gatal karrna pentilku bergesekan dengan bongkahan payudaranya.
"Sssttt... Eemmh"
Jilatannya mulai beranjak turun. Dia sapukan lidahnya tanpa putus. Dia buat gerakan spiral mengelilingi payidara kiriku. Semakin lama semakin naik.
"AAAAHHH"
Pentilku dicaplok chacha bersamaan dengan remasan di payudara kananku. Rasanya seperti kesetrum. Rasa nikmat dan gatal seolah bergulat menuju satu titik.
"Ooohhh... Chaaa" lenguhku.
Dengan telaten dia memainkan lidahnya di ujung pentilku. Sesekali dia sedot dan dia kunyah pelan. Tangan kirinya juga tidak berhenti meremas dan memilin putingku.
"Sssttt... Semangat banget sih ngenyotnya?" Godaku.
"Abisnya toked tante masih bagus. Sange chacha liatnya"
"Masa? Kalo memek?"
"Bagus banget tant, kaya belum pernah ngelahirin tahu. Kok bisa sih?"
"Ya itu anugrah, cha. Tante nggak tahu, adanya begini"
"Masa sih tant, nggak perawatan?" Tanya chacha. Dia menggelosor turun. Kedua kakiku dia kangkangkan, dan dia telungkup di depan vaginaku.
"Enggak" jawabku singkat.
Kuberikan bantal padanya, lalu kuangkat bokongku. Dia paham, dia posisikan bantal itu di bawah bokongku. Jadilah bokongku terganjal agak tinggi.
"Tante anaknya berapa?" Tanya chacha.
"Satu. Kenapa?"
"Seumuran aku kah?"
"Iya"
"Chacha yakin tant, dia bakal sange kalo liat memek ini. Gaceng berat pasti"
"Hahaha, aduh, jangan sampe deh. Mending dia liat memek kamu aja"
"Hahaha... Iya deh, chacha kadih memek chacha, asal..."
"Asal apa?" Tanyaku
"AAAHH" aku memekik lagi.
Chacha mencaplok vaginaku. Dia masukkan seluruh permukaan bibir vaginaku ke dalam mulutnya. Dia jilatin seluruh permukaannya, dan dia pijat pijat dengan bibirnya. Kupegang kepalanya karena keenakan.
"Ah ah ah ah ah"
Jilatannya begitu nikmat, lebih nikmat dari jilatan mas beni. Lincah benar menggelitik ke sana ke mari. Aku sampai mengangkat bokongku, menggoyangkannya sambil menekan kepala chacha agar lebih menekan ke vaginaku.
"Loh, kok udahan?" Tanyaku bingung.
Tapi chacha tidak menjawab. Dia malah mengambil bantal di bawah bokongku, dan memiringkan tubuhku ke kiri.
"Uuuuhhhh... Yaaa... Hahaha"
Aku paham sekarang, ternyata dia juga sudah terangsang hebat. Mungkin dia sungkan untuk memintaku mengerjainya, makanya dia mengambil inisiatif win win solution.
"Aaahhh.... Taaanntt"
Chacha melenguh keenakan. Vaginanya bergerak teratur menggesek vaginaku. Ya, dia mengajakku bermain gunting. Kaki kami saling menyilang sepertibdua gunting yang akan saling memotong.
"Aahh... Ssstt... Aaahhh"
Aku juga ikut melenguh. Harus aku akui, aku terbuai juga dengan permainannya. Lendirku sudah banyak meleleh keluar, melumasi sepasang kemaluan sama jenis yang salinh beradu. Aku yakin lendir pelumasnya juga sudah banyak mengalir.
"Terus chaa... Enak banget goyanganmu... Ah ah ah ah ah" lenguhku
"Ssshh... Aaahhh... Uh uh uh uh... Memek ibu juga enak bu. Tebel... Kerasa banget digeseknya" sahut chacha.
Dia terus menggoyang tanpa kenal lelah. Lama kelamaan kaki kananku terasa pegal harus mengambang terus. Aku turunkan kakiku, posisiku sekarang mengangkang sempurna, aku tekuk kakiku sebagai akses chacha ke selangkanganku. Kaki kirinya di atas kaki kananku, dan kaki kiriku di atas kaki kanannya. Ku angkat sedikit punggungku, bertumpu pada siku. Dan chacha memundurkan punggungnya, bertumpu pada kedua tangannya.
"Eemh... Ah ah ah ah ah... "
"Yes yes... Terus chaaa"
Chacha masih memegang kendali. Dia gesekkan vaginanya seolah takau lepas. Aku hanya diam meikmati hasil gesekan itu. Sesekali dia membumbui goyangannya dengan berputar - putar. Terasa seksli gundukan vaginanya sudah menggembung tebal. Semakin lama gesekannnya semakin cepat. Raut wajahnya juga menggambarkan kenikmatan yang semakin meninggi.
"Tante tante tante... "
"Iya iya iya... Tante juga, chaa"
Dia sudak memberikan kode, bahwa tidak lama lagi dia akan sampai di puncak. Rasa - rasanya akupun demikian. Akupun memberikan semangat chacha dengan mengimbangi goyangannya.
"Tante tante tante..."
"Chacha chacha chacha..."
"Seeerrrr"
"AAAAAHH"
aku memekik kencang orgasmeku datang tak kalah nikmat ketimbang yang tadi.
"Taaaaaannntt"
Chacha memekik tak kalah kencangnya. Tubuhnya menegang. Kaki kami saling menjepit.
"Seeeeerrrr"
Kurasakan vaginaku terguyur cairan hangat. Meskipun mataku terpejam, aku bisa yakin kalau itu lendir orgasme chacha.
"Uuuuuuhhhh"
Lenguhanku terdengar lagi mengiringi rembesan ke dua. Yak kalah kuatnya aku menjepit kaki chacha. Rasanya tak ingin vagina chacha lepas dari vaginaku. Setidaknya sampai gelombang orgasme ini mereda. Aku ingin merasakan kenikmatan ini lebih lama lagi. Chacha melepaskan kaitan kakinya setelah beberapa menit. Mungkin dia sudah lelah bertahan di posisi itu. Tubuhnya ambruk ke belakang. Sekilas kulihat, dia menggeser tubuhnya ke sampingku. Mataku sudah terlalu berat untuk bisa bertahan. Tubuhku rasanya terbang ke awang - awang, melayang penuh kedamaian. Seolah beban hidupku tuntas tertumpahkan.
"Tante... Tan"
Sebuah suara mengusik telingaku. Rasanya aku seperti terjun dari atas langit dengan cepatnnya.
"Tante sandra"
Suara itu mengusik lagi. Rasanya semakin cepat aku terjun menuju bumi. Bagai dilempar badai.
"Tant"
"HAA"
Aku terkejut bukan kepalang. Rasanya aku baru saja menghantam bumi. Tanpa parasut atau apaun namanya. Menghujam begitu kencangnya.
"Tan, tante nggak papa?"
Suara itu menyapaku lagi. Itu si chacha. aku masih di kamar. Dan aku masih tidak memakai pakaian sehelai pun.
"Tan"
"Astaga" gumamku. Kupegangi kepalaku yang terasa pusing.
"Maaf tan, chacha ngagetin ya. Maaf tan" kata chacha sedikit panik.
"Nggak papa cha, kamu nggak salah kok. Tante abis mimpi, jadi kaya kaget gitu pas bangun"
"Tapi tante nggak papa?"
"Nggak papa kok. Tante baik - baik aja. Eh, udah mandi?"
"Udah tant, ini chacha mau pamit. Tadi adik chacha telepon, minta dibeliin obat buat ibu"
"Oh, oke. Udah lama dong tante tidur?"
"Belum sih, setengah jam lah" jawab chacha.
"Oh, oke deh. Perlu dianter?"
"Nggak usah tant, chacha bawa motor" tolaknya halus.
"Oh ya, bentar" tahanku.
Aku mengambil dompet di dalam tasku.
"Ini, buat beli bensin. Semoga cukup" lanjutku. Kuberikan lima lembar seratus ribuan.
"Ya ampun tant, nggak usah. Ini juga udah lebih kok. Chacha iklas ngasih yang tadi. Chacha juga nikmatin soalnya" tolak chacha sopan.
"Chacha iklas, tante juga iklas. Nggak baik nolak rejeki"
"Emm... Terimakasih tant, chacha bisa bantu apalagi nih tant? Baru ini chacha dihargai segini tingginya"
"Cukup jaga rahasia aja. Apapun yang terjadi, jangan bilang kalo kita ada deal, oke?"
"Siap kapten" jawab chacha.
Aku tersenyum melihatnya memberi hormat padaku. Aku mengambil jubah mandi, lalu aku antarkan chacha ke pintu keluar.
"Oh ya, ngomong - ngomong, kamu udah pernah di anal belum?" Tanyaku menjelang pintu
"Ha? Belum tan. Kenapa?"
"Nggak papa. Kalo bisa, jaga ya. Aku pengen kasih kado spesial buat anakku"
"Oh ya, kapan tant?" Tanya chacha semangat
"Nanti tante kabari"
"Baik tan, chacha pulang dulu ya, tan" pamitnya.
"Iya, hati - hati ya"
Chacha pergi dengan senyum riang. Semoga apa yang aku kasih bisa berguna buat dia. Dan semoga ritualku siang ini bisa diterima dan menjadi modal aku untuk merubah nasibku saat ini.
"Hmm, masih ada PR nih. Harus bersihin ranjang. Banyak juga lendir dia. Lendir aku juga, kok bisa ya masih banyak gitu. Itu yang ke empat lho" gumamku.
Kuangkar sprei yang basah oleh lendir hasil gulat kelamin tadi. Kuganti dengan yang baru dari lemari. Ya, meskipun itu pekerjaa karyawan di sini, tapi, malu juga meninggalkan kamar dalam keadaan kasur basah begitu.
"Kriiing"
ponselku berbunyi, evie yang memanggil.
"Halo" sapaku.
"San, kamu lagi dimana?" Tanyanya tanpa basa basi.
"Masih di kamar, kenapa ev?"
"Oh, aku jemput ya. Kita otw ke tempat kamu"
"Jemput?"
"Iya. Barusan ki sabdo nelpon bapak. Katanya ritual kamu sukses, dan diterima. Makanya udah boleh balik ke rumah ki sabdo"
"Ha? Syukurlah" sahutku.
Air mataku seketika mengalir tak bisa kubendung. Rasa haruku membuncah di dalam dada. Kakiku lemas, dan aku terduduk di pinggir ranjang.
"Ev, kamu kenapa?"
"Eeh... Enggak... Aku nggak papa. Ya udah, aku mandi dulu ya. Kita ketemu setengah jam lagi" jawabku.
"Oke. See you"
"Tuuuut"
Sambungan telepon terputus. Aku bergegas mandi, karena jarak evie dengan tpat ini tidaklah jauh. Segar rasanya tersiram air setelah pertempuran panas siang ini. Selesai mandi aku bersiap - siap check out.
"Sore bu sandra, mau kemana bu?" Sapa tati.
"Oh, inu, saya mau check out. Ada bisnis yang harus saya kejar"
"Loh, saya kira lagi liburan"
"Hehe, kesempatan nggak datang dua kali. Liburan bisa lain waktu kan"
"Ibu benar, perlu diantar kah bu? Biar saya panggilkan jati buat antar sampai pasar"
"Nggak perlu, makasih. Temen aku udah on the way ke sini"
"Oh, baik bu. Ini KTP ibu. Terimakasih sudah berkunjung, bu. Sampai jumpa lagi"
"Sama - sama. Mari"
"Silakan"
Aku keluar dari vila misteri ini. Beberapa pengunjung yang melihatku tampak merasa aneh. Tapi, bukan urusanku. Aku kirim pesan pada evie bahwa aku sudah siap. Dia membalas kalau jaraknya sekitar dua menit lagi. Aku berjalan menyusuri gerombolan bis tak terpakai itu lagi.
"Bu sandra, maaf tadi jati keluar lagi. Abisnya nggak enak cuman berduaan sama tamu ibu, tadi" sapa jati mengagetkanku. Dia muncul fari dalam pos satpam.
"Oh, iya nggak papa. Ibu malah yang minta maaf. Tadi kelamaan di kamar mandi. Niatnya cuman sebentar, eh, harus meeting dulu" jawabku.
"Meeting?"
"Hahaha... Aneh ya? Aku juga berasa aneh. Nggak papa juga kalo kamu mikirnya yang lain. Hahaha"
"Ya enggak lah bu. Lagian kamar itu kamar mandinya bagus. Kalau meetingnya cuman pake hp, nggak bakal ketahuan kalo lagi di toilet"
"Hahaha... Betul. Makanya aku nggak pake keluar"
"Terus tadi ibu ada perlu apa sama jati? Mau diantar ke pasar ya bu?"
"Enggak, tadinya aku pengen dibeliin nasi padang. Tapi, ya sudahlah. Jemputan udah otw kesini. Hahaha"
"TIN TIN"
suara klakson menyita perhatian kami. Kami berdua menoleh ke arah datangnya suara.
"Nah, itu. Aku udah dijemput" kataku.
"Oh iya"
"Makasih ya, aku pergi dulu" pamitku. Kujabat tangannya.
"Iya... Eeee?"
Jati bingung merasakan ada sesuatu diantara telapak tangan kami. Aku mengedipkan mata padanya.
"Iya... Terimakasih bu sandra. Hati - hati, sampai jumpa lagi" lanjutnya. Dia tersenyum senang mendapat tip dariku.
Aku langsung masuk ke dalam mobil, disambut bapak dan evie. Mereka langsung menyerbuku dengan berbagai macam pertanyaan. Satu per satu aku jawab pertanyaan mereka. Semakin aku jawab, semakin mereka penasaran. Aku bilang kalau aku lapar. Tanpa aku minta, evie langsung mengarahkan mobil ini ke rumah makan, meskipun bukan rumah makan padang. Kita makan sambil membahas ritualku tadi. Juga bagaimana kelanjutan ritual ini nanti malam. Tak terasa, hari sudah mulai gelap. Sinar Mentari sudah terhalang rimbunnya pepohonan. Kami melanjutkan perjalanan dengan tawa dan canda.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd