Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
Wah, jangan sampai ke banned nih, menu utamanya aja belum mulai.
Genre ginian memang bukan untuk semua orang sih, kalau memang bukan selera ya gak usah dilanjutkan baca. Ngikutin cerita ini karena suka ke bagian gore dan snuff nya, sedangkan bagian kanibalisme nya skip karena gak tertarik.
Kalau mau bebas bikin cerita ginian memang ada beberapa "tempat" yang khusus untuk fetish extreme.
Bisikin hu di mana tempaynya?
 
BAGIAN 19



Angela berdiri di samping ranjang, yaitu di sisi sebelah Timur dan berjarak sekitar 1 meter. Handuk putih dan berbahan lembut membalut tubuh padat dan berisi. Entah, kadar lemaknya lebih banyak atau lebih sedikit dari dagingnya. Dibandingkan dengan aku, tentu lebih berlemak aku. Tidak aku pungkiri, tubuhku lebih sintal daripada tubuh Angela. Sepasang buah dadanya hampir enam puluh persen tertutup oleh handuk dan sebagian besar bagian atas atasnya terbuka. Ikatan lilitan handuk yang membungkus dadanya tampak erat hingga membuat daging yang dipenuhi kelenjar mammary duct tersebut tertekan dan bagian atasnya mencuat dan sedikit menggembung. Ujung lipatan yang melingkari tubuhnya berada di samping kiri, sehingga membentuk belahan pada bagian bawah dan sedikit memperlihatkan kulit paha atas sampai pinggul Angela sebelah kiri.

Aku tidak tahu. Apakah Angela memilih handuk itu atau dipilihkan? Aku rasa di lemari pakaian banyak sekali model handuk seperti yang ada di lemari kamarku. Pak Borgan tidak mungkin menyediakan hanya satu handuk. Banyak koleksi pakaian yang ada di dalam lemari.

"Bentar ya dik, saya minum dulu" ucap mas Faris menuju ke meja bundar di depanku.

"Iya. Silakan, mas" ucap Angela yang masih berdiri.

Mas Faris melangkahkan kaki menuju ke arah Barat dan mendekatiku. Selagi dia mendekat, aku menuangkan teh hangat ke cangkir mas Faris.

"Ini mas. Diminum ya" ucapku sembari duduk menggeser cangkir teh ke arah Timur.

"Terima kasih" ucapnya.

Mas Faris meminum teh sambil berdiri. Tangan kanannya memegang gagang cangkir, sedangkan tangan kirinya memegang kamera DSLR. Saat sedang minum, jankunnya bergerak naik dan turun. Air teh sedang mengalir dari tenggorokan, menghilangkan rasa dahaga.

Arah hadap mas Faris menghadap ke arah Barat. Dari sudut pandangku yang duduk, Angela berdiri menatapku dari balik tubuh mas Faris. Ia angkat tangan kirinya, jemarinya melambai dan menunjuk ke pinggul kirinya. Ia lakukan sambil mulutnya bergerak seolah ingin memberikan isyarat agar aku melihatnya.

Pelan-pelan, tangan kanan Angela mengangkat handuk di ujung bawah sebelah kiri secara perlahan. Bagian dalam pangkal paha dalamnya terlihat. Ia naikkan lagi hingga tangan kanannya berada di bawah sepasang payudara dan di depan ulu hati.

Wooow. Selangkangannya terlihat jelas. Tidak ada sehelai bulu kemaluan yang tumbuh. Kaki kirinya ia jauhkan ke arah kiri, membuat jarak antar kaki melebar dan menunjukkan belahan kemaluannya. Sebagian labia minora tampak mengintip keluar dari himpitan sepasang labia mayoranya. Warna labia mayoranya juga bersih seperti milikku.

Ketika mas Faris menaruh cangkir teh, Angela melepas pegangan ujung kain handuk.

"Hihihihi" ucapku sambil menutup mulutku dengan telapak tangan kiri.

"Ada apa, Dik?" Tanya mas Faris kebingungan.

"Nggak ada kok, Mas" ucapku.

Mas Faris tersenyum, lalu balik badan dan melangkah menuju ke arah Timur ke hadapan Angela.

"Kita mulai ya? Ini saya hidupkan untuk merekam dan dijadikan video" Ucap mas Faris menghidupkan kamera tripod di sebelah Kiri dan di sebelah kanan di depan Angela.

"Iya mas"

"Silakan dik Angela kalau ingin pose apapun. Semua gerakan dik Angela akan terekam" ucap mas Faris.

Mas Faris mengangkat kamera DSLR, lalu mengarahkan ke Angela. Jaraknya sekitar 4 meter dari Angela. Tidak terlalu jauh. Mungkin sangat pas jika di foto dengan mode portrait. Dari ujung kaki sampai ujung rambut Angela dapat terambil dalam satu bingkai foto.

Angela mulai bergaya, dimulai dari bertolak pinggang dan meletakkan sepasang tangannya di pinggul. Sepasang kakinya sedikit melebar dan tidak ditekuk. Mungkin jarak mata kaki kiri dan kanan sekitar dua jengkal. Senyum manisnya terpampang di wajah. Seketika itu, kilatan cahaya lampu blitz dari kamera dan dua lampu flash di sisi kiri dan kanan mas Faris menyala terang.

Bukan main. Tampak di layar laptop di hadapanku yang awalnya masih menampilkan foto-foto dan video dari gazebo belakang mansion, sekarang menampilkan foto Angela dengan pose bertolak pinggang dan hanya mengenakan handuk. Bukan cuma satu buah foto, tapi langsung 3 foto. Foto tersebut berjajar dan langsung menampilkan tumbnail pose Angela.

Aku pun mencoba mengeklik salah satu foto. Belum sempat aku tekan tombol enter untuk membuka dan memperbesar foto, tiga buah foto langsung mengisi halaman pada folder Angela. Kulirik melihat Angela, ia sangat santai saat difoto oleh mas Faris. Terlihat ia sangat menikmati sesi foto-foto ini. Mungkin ini adalah foto-foto terakhirnya. Setelahnya, ia akan mati.

Angela bergaya dengan tangan kanan diletakkan di punggung kepala, sedangkan tangan kirinya menjulur ke arah mas Faris dengan telapak tangan membuka. Mas Faris tidak menyia-nyiakan. Ia langsung menekan shutter kamera.

Sekarang di layar laptop hanya menampilkan satu buah foto. Aku klik foto yang baru saja diambil dan kulihat keterangan pada foto ini. Tampak tanggal pemotretan serta waktu. Merk kamera yang digunakan juga ada. Tertulis Hasselblad. Hmmm, aku baru tahu merk ini. Biasanya aku mengenal merk Canon atau Nikon. Namun, dibawahnya aku sangat terkejut. Resolusinya sangat besar. Tertulis 11600 X 8700 pixels dan ukurannya sebesar 579 MB. Waaaaooow. Besar sekali!!! Aku pun menekan tombol enter. Layar pada laptop menampilkan satu buah foto penuh. Ini baru tiga persen. Bagaimana kalau 100 persen? Kucoba saja.

Aku geser ke arah kanan pada menu yang berlogo kaca pembesar untuk memperbesar dan ingin melihat resolusi asli. Tidak kusangka, pada 100 persen, layar dipenuhi oleh gambar handuk. Bukan cuma handuk, tapi lipatan benang kecil-kecil putih sebesar tali tambang sebesar ukuran ibu jari tangan kiriku. Aku geser ke bawah untuk melihat bagian atasnya. Baru satu geseran, sudah nampak kulit bagian dada Angela. Tepatnya pada kulit di antara buah dadanya. Kugeser sedikit ke kanan. Woow, detil banget. Pori-pori serta beberapa bulir air tampak jelas. Kurang puas, Aku geser lagi untuk melihat lehernya. Untuk bagian ini, sedikit buram. Mungkin karena fokusnya ke handuk, atau mungkin ke wajah. Aku coba geser untuk melihat wajahnya. Kali ini wajah Angela terlihat jelas, bahkan guratan dan lipatan pada bibir bawah yang membentuk garis vertikal tampak jelas. Panjang ukuran bibir bawahnya sajah tidak mampu termuat di layar ini. Namun, ketika aku zoom out ke 80 persen, barulah seluruh bibirnya terpampang di layar. Senyumnya manis. Beberapa gigi serinya yang berwarna putih juga terlihat. Aku geser ke atas untuk melihat mata kirinya. Kali ini juga terlihat jelas. Bola mata dan retina yang memantulkan bayangan di depannya juga tampak. Bola mata Angela seperti kristal yang basah. Bayangan mas Faris juga terpantulkan di bola matanya. Hihihi.

Aku menutup tampilan layar penuh. Tidak aku sangka, sudah belasan foto terambil. Posisi kursorku masih berada di foto Angela yang barusan aku perbesar. Sekarang, foto terakhir menampilkan pose Angela yang sudah melepaskan handuk yang membungkus rambut kepalanya. Aku pun melirik dan melihat ke Angela

“Coba rambutnya diurai ya, Dik?” ucap mas Faris.

“Iya, Mas.” Jawab Angela.

Angela mengurai rambutnya yang masih tampak basah, kemudian berpose kembali. Tangan kiri Angela bertolak Pinggang. Kaki kanan di geser ke arah kanan. Pinggul kirinya ia dorong sedikit kesamping. Tangan kanan berada di atas dari dengan beberapa ruas jari masuk ke dalam rambut seperti akan menyisir. Wajahnya menatap ke arah jendela yang ada di samping kanan, tidak melihat ke arah lensa kamera mas Faris.

Beberapa kilatan lampu flash dan lampu blitz menyala.

Angela menggeser tangan kanan yang ada di rambut menuju ke mata kanannya. Ia menutup mata kanan dan pipi kanan dengan telapak tangan kanannya tersebut. Menyisakan mata kiri, pipi, hidung, sebagian mulut yang tersungging manis. Kilatan lampu menyala terang.

Angela bukan hanya fotogenik, tapi memang benar-benar cantik. Orang beruntung yang bisa mendapatkan kulitnya yang dijadikan pakaian. Untuk dagingnya mungkin bisa aku makan untuk siang nanti. Aku tidak mungkin bisa menghabiskan keseluruhan dagingnya. Mungkin akan dimakan bersama pak Borgan atau anak buahnya. Hihihi.

Aku lihat Angela sekarang mengambil kursi kayu dengan dudukan berbentuk lingkaran, berkaki tiga, dan tanpa sandaran yang ada di samping kanan di dekat tembok di samping jendela. Kemudian, Angela pun duduk dengan kaki rapat dan badan tegap menghadap ke jendela.

Mas Fahmi mengarahkan kameranya lalu menekan shutter. Beberapa foto diambil saat Angela pose seperti itu. Mas Fahmi mengambil foto bukan cuma sekali, melainkan berkali-kali. Dari sudut depan, agak mendekat, dari sudut bawah, samping kiri, maupun samping kanan. Aku lihat di layar laptop sudah menampilkan puluhan foto. Padahal belum 15 menit, tapi sudah sebanyak ini.

Aku lihat lampu led dua kamera di sisi kiri dan kanan mas Faris menyala berkedip-kedip menandakan kamera sedang merekam Angela. Katanya sih kualitas videonya bagus, yaitu 60 frame per second dan 8K. TV di rumahku pun masih 4K, gimana hasilnya tuh kalau 8K? Pasti halus dan bening. Hihihi.

Angela masih duduk dan melakukan berbagai macam gaya. Kadang kepalanya ia kibas-kibas agar mendapatkan efek rambut tercerai-berai dan melayang di udara. Tampak di laptop rambutnya seolah-olah melayang. Kalau pakai ponselku, pasti hasilnya buram. Kecuali pakai ponsel terkini yang di dalamnya tersemat teknologi mutakhir.

"Aku buka ya, Mas?" tanya Angela.

"Silakan, dik. Terserah dik Angela mau ngapain. Saya hanya bertugas mengambil foto dengan sudut terbaik." Balas mas Faris.

Nah ini nih. Pasti Angela akan membuka handuknya.

Pandanganku masih tertuju ke Angela. Sambil menonton, tangan kananku mengambil cangkir berisi teh. Akan tetapi setelah aku dekatkan di depan mulut, tehnya sudah habis. Aku pun menuangkan teh kembali, kemudian meminumnya. Seketika dahaga yang bersemayam di tenggorokanku sirna. Aku meletakkan cangkir di atas meja, lalu melihat Angela.

Sepasang tangan Angela terlihat berada samping buah dadanya. Ia menyelipkan dua ruas jari tangan kiri dan kanan ke dalam handuk di antara buah dada dan ketiak. Mas Faris memotretnya. Gaya sepasang tangan Angela masih seputar dada. Sepasang tangannya ia taruh di bawah buah dada, menekan handuk hingga bentuk buah dadanya semakin timbul dan membulat. Senyum masih terpasang di raut wajahnya.

Foto di layar laptop sudah terkumpul banyak. Bahkan, saat Angela menggerakkan tangan ke dada, mas Faris mengambil gambar.

Angela berdiri di samping kanan dari kursi yang baru saja ia duduki. Yaitu di sebelah Timur dari kursi. Kaki kirinya ia naikkan dan pijakkan ke kursi yang tingginya sepinggul Angela. Belahan dari lipatan handuk di pinggul kirinya tampak terbelah dan menampakkan paha kiri yang kulitnya putih bersih. Tidak sampak memperlihatkan garis selangkangan sih, tapi nyaris.

Aku tidak bisa menyarankan sesuatu ke Angela maupun ke mas Faris. Aku di sini hanya menonton saja. Kalau aku bersuara, pasti suaraku akan terekam oleh dua kamera di samping mas Faris.

Sambil kaki kiri Angela memijak dudukan kursi, sepasang tangannya berganti pose. Wajahnya juga memasang berbagai macam mimik. Walaupun sering tersenyum, tapi sesekali ia memasang wajah cemberut. Kadang mulutnya ia buka, kadang pula menjulurkan lidah. Imut banget deh.

Tiba-tiba tangan kanan Angela meraih ujung handuk bawah dan mengangkatnya ke arah perut hingga memperlihatkan memek tembem tanpa bulu. Wooow, cukup frontal, tapi bagus. Di layar laptop langsung menampilkan foto Angela tersebut. Aku coba klik foto barusan, lalu aku tekan tombol enter. Foto Angela tampak besar memenuhi layar laptop. Aku dekatkan dengan menekan lambang kaca pembesar, aku geser hingga mencapai rasio seratus persen. Aku geser ke bawah untuk melihat memeknya tersebut. Aku kecewa, ternyata hasilnya buram. Fokus bidikan mas Faris ternyata tertuju pada wajah Angela. Aku menutupnya, lalu berganti ke foto selanjutnya. Nah, ini yang aku cari. Saat ini aku zoom in ke memeknya. Terlihat jelas rongga pori-pori pada labia mayora, juga labia minora yang sedikit mengintip keluar dari sela-sela lipatan dan himpitan labia mayora. Aku baru tau dari jarak sedekat ini, bahwa memek Angela bentuknya seperti ini. Aku tidak pernah memperhatikannya. Mungkin punyaku juga tidak jauh beda. Hanya guratan kulit dan bentuk labia minora sedikit berbeda.

Setelah cukup puas, aku menutupnya. Aku lihat Angela sekarang sudah telanjang bulat!!!.

Cepat sekali. Belum apa-apa sudah bugil. Handuk yang dikenakannya sudah ada di lantai. Tapi sepasang tangannya masih menutupi buah dadanya. Untuk kemaluannya ia biarkan bebas. Angela tampak santai. Sepasang tangannya mulai bergerak turun. Melepaskan hinggapan telapak tangan yang menutup buah dadanya. Mata kirinya menutup sebelah dan tersenyum. Beberapa detik kemudian, Angela menjepit sepasang putingnya. Ia menarik putingnya sedikit ke atas sambil memasang wajah senyum, kemudian melepaskannya. Payudaranya kembali menggantung bebas. Namun, Angela kembali meraih payudaranya dan meremasnya. Saat meremas, sepasang putingnya tampak menyeruak keluar di sela-sela jemarinya. Mas Faris dengan sigap mengambil foto. Kadang mas Faris berdiri, kadang juga jongkok. Bukan hanya dari depan, tapi dari sisi depan kiri dan kanan Angela. Kira-kira antara arah jam 10 sampai arah jam 2 dari sudut pandang Angela.

Angela duduk di kursi sembari melebarkan sepasang kakinya. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri dan kanannya ia letakkan di labia mayora, kemudian ditarik melebar hingga rongga diantara labia minora terlihat. Mas Faris segera mengambil gambar. Dari tempatku duduk, aku tidak bisa melihat jelas. Akan tetapi, aku bisa melihatnya dari hasil jepretan mas Faris yang ada di laptop. Aku buka foto barusan. Aku zoom in hingga vulva vestibule melebihi layar laptop. Aku kurangi rasionya menjadi 80 persen. Dengan begitu seluruh bagian kemaluan Angela penuh dan pas di layar.

Aku mulai mengamati tiap bagian-bagian vagina Angela. Dari yang paling atas disebut klistoris, lalu di bawahnya terdapat saluran kencing. Di bawah saluran kencing, rongga vagina Angela yang masih dihalangi oleh selaput dara tampak basah. Selaput daranya berbentuk cincin dengan lubang kecil di tengahnya sebagai saluran pembuangan darah kotor ketika menstruasi.

“Sudah, dik. Saya kira sudah cukup.” Ucap mas Faris.

“Baiklah mas kalau begitu. Padahal saya masih punya banyak gaya lho, mas.” Balas Angela.

“Maaf. Waktunya tidak cukup, dik.”

“Iya, mas. Terima kasih, mas Faris.”

“Lho, kok cuma sebentar ya?” tanyaku.

“Coba lihat kak, sekarang jam berapa?” ucap Angela menunjuk ke jam dinding di sebelah Barat atau di sebelah kiri atasku. Jam tersebut menunjukkan pukul 10:01.

“Eh, iya. Perasaan cepet banget deh.” Ucapku.

Seingatku tadi, sewaktu jalan melewati koridor menuju ke taman belakang mansion untuk syuting Angela, aku sempat melihat jam dinding menunjukkan pukul 07:51. Namun sekarang tanpa terasa sudah dua jam lebih berlalu.

Angela tampak mengenakan handuk yang jatuh di lantai. Akan tetapi untuk rambut, Angela tidak menutupinya dengan handuk.

“Yuk, kak. Kita langsung ke lokasi syuting selanjutnya.” Ucap Angela menghampiriku seraya menarik pergelangan tangan kiriku.

Aku berdiri. Saat itu juga Angela melepaskan pegangan tangan kiri dan beralih memegang pergelangan tangan kananku.

“Makasih ya, mas Faris. Aku tinggal dulu.” Ucap Angela.

“Iy, dik. Sama-sama.” Jawab mas Faris.

Kami berdua meninggalkan ruangan kamar dan mas Faris yang sedang sibuk mengemas peralatan syuting dan foto.

“Syuting selanjutnya apaan sih?” tanyaku.

“Mau, tahu?”

“Iya. Jangan-jangan… “

“Jangan-jangan apa hayoo?”

“Pembunuhan kamu”

“Yup. Seratus buat kak Siska. Bukan sekdar pembunuhan biasa, tapi..”

“Dikuliti hidup-hidup.” Ucapku memotong pembicaraannya.

“Seratus lagi buat kak Siska.”

“Wuiih. Jadi penasaran prosesnya bagaimana.”

“Aku juga penasaran. Apalagi saat aku dikuliti, syutingnya disiarkan melalui daring secara langsung.”

“Hihihi. Seberapa jauh kamu bisa bertahan saat proses taxidermy nanti.”

“Kita lihat saja nanti.” Ucap Angela kemudian melepaskan pegangan pada tangan kananku lalu berlari kecil mendahuluiku. Larinya semakin jauh. Ia tidak menoleh ke belakang. Sepertinya satu jam lagi, aku tidak akan bisa ngobrol maupun bercanda dengannya lagi.





Bersambung ke halaman 23​
 
Terakhir diubah:
Wah, dikentangin melulu :norose:...
Kalau boleh saran, alur ceritanya sedikit dipercepat suhu, bikin pembaca mati penasaran :p
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd