Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Lonely Adventure story 3 - I Promise

Om Balak pintar dalam hal potong memotong bikin kita penasaran, salut Om thank's updatenya
 
Mulustrasi...


DOKTER DEBBY



AIKO HATORANGAN



DEANDRA HATORANGAN



NOVIA TAMARA



IBU PUTRA





Lanjutan nya ya gan suhu...



"Sudah.. ibu minum dulu.. (sambil menyerahkan segelas air mineral yang sudah dibantu di buka oleh Debby), untuk biaya ibu tidak usah pikirkan. Kakak saya ada menjamin kok. Yang penting saat ini Putra pulih dulu bu.."

"Makasih dok.. "

Saat bersamaan, Anto kembali ke ruang perawat ingin mencari Debby, bertemu perawat jaga..

"Suster, maaf tadi dokter Debby, adik saya sudah dimana yah? sudah keluar?"

"oh.. belum pak. Masih menemui orang tua pasien yang bernama Putra pak." jawab perawat..


•••©©©•••


"Ooh.. sudah ada orang tua nya Putra? Ee.. saya mau ketemu juga.."

"Mohon di tunggu saja pak, mungkin sebentar lagi selesai pak."

"Oke.. saya tunggu di depan ya sus.."

Anto menunggu di luar. Sementara itu, Debby dan ibu Putra sudah selesai bicara. Dan mau beranjak keluar ruangan dalam itu.


~~~©©©~~~

Sementara itu, di ruang perawatan VIP lainnya. Doni, Robi dan Riki dirawat khusus juga. Robi dan Riki mengalami patah tulang dan trauma benturan di dada dan rusuk. Doni paling parah, selain patah tulang, juga luka di muka dan trauma benturan yang lumayan parah. Doni masih belum siuman, memang juga di bius agar istirahat. Tampak 3 orang ini sudah di jaga i oleh orang tua masing masing.

Riki yang sudah siuman juga cerita hal yang terjadi versi mereka. Ada hal yang di ceritakan real, tapi ada yang di sembunyikan, karena bagaimanapun, mereka tau kalau mereka salah. Hal ini makin membuat orang tua mereka makin marah dan murka. Tentunya di tujukan pada Putra dan kawan-kawan. Mereka yang tadinya sudah marah karena anak mereka begini, makin marah sekali setelah di laporkan kejadian oleh anak mereka. Mereka memastikan akan melaporkan kasus ini ke polisi. Khusus nya pada Putra. Karena mereka tau nya Putra yang pukuli anak mereka.


~~~©©©~~~


Di depan ruang perawat, Anto masih menunggu sambil memainkan hape nya sambil seperti memikirkan sesuatu. Sementara itu, dari arah kiri sebelah ruang suster, berjalan seorang menuju ke arah ruang perawat. Saat ia melihat Anto, dia segera berhenti, dan langsung sembunyi di balik tembok. Anto tidak tau kehadirannya. Ia mangintip Anto, dan mengawasi nya.


Pov Mr. X

Kenape Mr. Julian ade pula di sini? apa pula yang di kerjakan? seperti menunggu seseorang.. ah, untung saja awak tidak ter nampak. Master plan die besok jadilah sample alat tu. Sabar-sabar lah dulu. Kalau sudah jadi, barulah awak balas penghinaan nye.. awak akan produksi massal dan akan awak buatkan patent nya. Hahaha.. semua bank akan awak bobol lah.. bukan cume bank, logam mulie pun bisa.. hahaha...

Ah.. tapi ini Doni bikin masalah saje.. kalau saje dia tak lahir, awak tidak perlu nikah i itu awek indon. Kenape pula tidak mati die.. bikin awak repot saje..

Lalu orang itu mengurungkan niat ke ruang perawat, diam-diam mundur dan menghilang


Pov 3rd

Anto tiba-tiba menerima telepon dari istri nya. Dan ia berjalan menepi menjauh ke arah kanan pintu ruang perawat. Disitu ada sebuah pilar besar. Anto berjalan ke balik pilar itu dan bersender sambil menelpon dengan istri nya.

"Iya mah, sebentar papa ke sana. Mama tolong tenangin Novi dulu ya mah. Ada yang papa mau bicara kan sebentar dengan Debby, tapi dia lagi di dalam bicara sama orang tua dari Putra. Papa sedang tunggu di luar ini." Anto berbicara sambil menghadap ke kanan dan agak tertutup pilar.

Andai ia menghadap pintu ruang perawat, pasti ia melihat, seorang ibu keluar dari ruangan itu. Membawa sebuah tas lumayan besar, mata basah menangis, langkah gontai melangkah ke arah depan dan berbelok ke sebuah lorong yang menuju ke tempat lain. Selang semenit kemudian Debby menyusul keluar. Dan bersamaan Anto menutup hape nya dan balik badan nya

"Bang.. eh.. udah lama? maaf, tadi suster bilang abang cari aku?"

"Iya dek. Kamu sudah bicara nya dengan orang tua nya Putra? dimana bapak atau ibu itu? abang juga mau ketemu."

"Udah keluar barusan bang. Cuma ibu nya aja. Bapak nya gak ada. Emang abang gak liat ada ibu keluar dari pintu ini tadi barusan?"

"Ah.. nggak dek. Mungkin waktu abang telp Dea barusan. Karena Novi masih nangis terus gak mau pulang.."

"Oh mungkin.. ibu nya nama nya Wati. Jualan sayur dia bang di pasar sawah, sekalian keliling kalau udah siang katanya. Orang daerah juga bang, tapi aku lupa tanya dari mana nya. Kasian, Putra cuma putra tunggal ibu itu.."

Aku menarik nafas

"Tapi, si Putra itu punya fisik bagus sekali bang. Kalau anak lain, kaya nya udah hampir pasti gak kuat kalau dapat luka seperti yang dia alamin. Ini tadi malah udah stabil kondisi nya. Hebat dia.. pasti ini sih memang kondisi bawaan nya dia. Eh, abang ini cari aku ada apa bang?"

"Abang cuma mau minta tolong kamu dek, kalau kamu lagi gak sibuk, tolong juga di bantu pantau perkembangan dari anak-anak ini, terutama Putra. Abang kok merasa ada sesuatu yang besar yang dia punya. Abang pikir, dia harus tau. Dan jangan sampai dia salah memperlakukan kondisi nya itu. Bahaya kalau salah jalan."

"Sama kaya kondisi abang ama kak Riska gitu?"

"Iya.. tapi sepertinya ini sedikit berbeda dan... jauh lebih besar dek.. kamu lihat, abang yakin.. dia yang menyebabkan ke tiga anak musuh nya itu seperti sekarang. Walau dia udah hancur, tapi masih bisa melawan. Pasti karena potensi Putra yang muncul tanpa dia sadari. Itu yang abang lihat. Tapi kalo menjelaskan ke orang awam, mana mau percaya kan?"

"Bener juga bang. Oke lah, besok aku akan sempat kan kesini bang."

"Makasih ya dek.. abang jalan dulu.. eh.. kapan kamu kenalkan satria kamu itu..?"

"Ah.. abang.. masih sempet aja. Masih sibuk dia bang. Mau pindah ke Tebet"

"
Wah.. abang gak tau nih cerita asmara nya adik ku ini. Kalau gak dari Jessi, abang belum tau nih.."

"Iya bang, baru jalan 6 bulan. Aku belum bawa ketemu bapak, mama juga abang, karena yah tau lah abang, aku ama yang udah-udah, aku udah serius dan kenalin, eh ternyata gagal lagi. Yang ini aku pikir nanti aku pastiin dulu lah, kalau udah yakin banget baru aku kenalin ke semua."

"
Oh gitu.. oke lah. Abang dukung yang terbaik buat kamu yah. Eh, kemana tadi ibu itu yah?"

"Palingan ke atas bang, ruang tunggu pasien ICU lantai tiga.."

"
Hmmh.. abang cari dulu yah.."

"Bang, tumben kok ngotot amat mau ketemu?"

"
Nggak tau, abang penasaran aja dek."

"Besok kan bisa bang. Udah malam kali ini. Kaya nya ibu itu juga pasti nungguin anak nya. Gak di tinggal-tinggal kayanya."

"
Iya juga.. ya deh. Ayo sekalian ke lobby. Kakak mu Dea, Aiko juga Novi dan Stevan udah disana kaya nya."

Kedua kakak-adik itu berjalan bersama menuju lobby. Melewati lorong menuju pintu masuk menuju lobby. Beberapa langkah lewat lorong, bersamaan, ibu Putra keluar dari lorong menuju arah yang berlawanan dengan Anto dan Debby. Ibu Putra sempat melihat dokter Debby dari belakang, hendak menegur, tapi diurungkan, saat melihat dokter Debby sedang asyik bicara sambil jalan dengan seorang lelaki. Ibu Putra tidak mengenali lelaki itu karena tidak terlihat wajah nya, tapi ia mengenali dokter Debby. Ibu ini berpikir, pasti si lelaki pasangan dokter Debby, jadi ia lalu mengurungkan niat nya menegur dokter Debby. Takut mengganggu pikir ibu Putra.


Tak lama Anto dan Debby sudah sampai lobby, dan bertemu dengan anggota keluarga yang lain.

"Pah, gimana dengan anak-anak itu? Deb?" tanya Aiko

"Yah, yang masih belum sadar itu Putra dan Doni. Yang lain udah sadar. Putra paling parah, luka luar dan luka dalam akibat di tikam belati. Kasian anak itu, malah dari keluarga tidak mampu pula." jawab Anto

"Iya kak, tapi Putra itu kuat fisik nya. Mungkin hatinya juga. Tidak mudah menyerah dengan luka nya. Tapi saat ini sedang di bius agar istirahat. Mungkin besok pagi dilihat lagi kondisi nya."

"Pah, hik.. hik.. tolong Putra pah.. Putra sudah sangat baik ama Novi. Bantu ya pah.. kasihan pah.."

"
Iya.. iya.. tenang nak. Kita sama usahakan bantu sahabat kalian. Walau tiga orang lainnya juga bukan sahabat kalian, paling tidak mereka juga teman satu sekolah kalian."

"Pah, Stevan sempat mikir pah. Golongan darah papah dan aku bisa sama ya pah dengan golongan darah si Putra. Ini kebetulan yang luar biasa ya pah. Coba kalau nggak sama, kasian Putra. Dia bisa saja harus menunggu lama. Memang Tuhan masih sayang sama dia ya pah. Nanti kalau dia sudah sembuh, kalau dia sudah sembuh, Stevan mau ajak dia ke rumah kaya nya Stevan kok rasa nya dekat ama dia ya pah.."

"
Ya bisa juga. Papah juga perlu bicara nanti sama dia. Kaya nya ada sesuatu di diri dia yang papa perlu tau. Asal kalian tau, Putra ini juga punya bakat bawaan sama kaya kita. Cuma sifat nya beda sekali. Jangan sampai dia dimanfaatkan pihak-pihak yang salah. Bisa bahaya nantinya."

Tiba-tiba dari belakang datang dua orang lelaki berjaket hitam dan bercelana jeans mendatangi mereka.

"Selamat malam bapak ibu. Maaf mengganggu. Bisa bicara dengan bapak Julian?" seorang yang berjaket dan celana jeans biru menegur

"Iya, saya pak. Bapak dari mana?"

"Kami dari polsek Maruya pak. Bisa bicara sebentar?"

"
Sebentar ya pak, saya bicara.dengan keluarga sebentar.." kata Anto

"Iya silahkan pak.. kami tunggu.."

"Mah, dek sama kamu bang (panggilan Anto ke Stevan) dan Novi, kalian pulang duluan yah. Papa masih harus ketemu pak Polisi ini dulu."


"Nanti kamu gimana pah?" tanya Aiko

"Nanti papa pulang sendiri gak apa-apa. Bisa naik ojek online banyak."

"Ya sudah, kami jalan pulang ya pah.." jawab Dea.

"Aku juga ya bang.." jawab Debby

"Iya.. hati-hati sudah lewat tengah malam ini."

Lalu semua anggota keluarga salim Anto dan bergerak menuju keluar ke parkir mobil.

Anto segera kembali ke dua orang anggota polisi ini.

"Maaf pak, menunggu.. oke bagaimana pak?" Anto duduk di hadapan ke dua orang polisi ini, duduk di sofa satu an yang ada di lobby itu.

"Kami ingin berkenalan dengan bapak dan meminta keterangan atas kejadian yang menimpa 7 orang remaja lelaki ini."

Polisi ini melihat pada Anto, ingin memastikan mimik muka nya. Apa ada raut takut, dusta, atau panik di wajah itu. Tapi yang didapat sebuah raut wajah tenang dan tegas.


Pov Anto

"Ya gimana bisa saya bantu pak?" tanya ku

"Saya bicara dengan bapak siapa?" tanya polisi yang bercelana jeans biru

"Saya Julian pak. Bapak?" tanya ku balik

"Saya Rahman, reskrim polsek maruya. Ini kanit nya komandan saya Suparman, IPDA."

"Kami ingin minta keterangan pak, apa benar anak remaja ini tadi bersama dirumah bapak saat ada acara pesta ulang tahun. Apa yang terjadi kemudian pak?" tanya polisi Rahman

"Iya betul. Saya ada pesta ulang tahun anak perempuan bungsu saya tadi. Dan ke tujuh anak remaja itu juga hadir disana walau tidak berbarengan datang nya. Mereka semua teman satu sekolah putra putri saya saat masih di bangku SMP kemarin. Saat ini mereka sudah lulus dan berencana melanjutkan sekolah tapi sudah berpisah satu sama lain. Putra datang bersama tiga teman nya, yah biasa anak segede itu umumnya nge geng pak. Dan Doni juga dengan dua orang teman nya yang lain, juga satu geng. Mungkin terjadi gesekan diantara mereka, saya tidak tau persis nya." aku jelaskan yang aku tau

"Bapak tau anak siapa atau orang tua dari tiga anak remaja kaya itu?" tanya Suparman kanit reskrim nya

"Tidak, bertemu dengan mereka anak remaja kaya itu saja baru tadi." Kata ku

"Ooo.. jadi anda tidak tahu siapa orang tua dari Doni, Riki dan Robi?" tanya Suparman lagi

"Tidak sama sekali. Tapi apa hubungan nya pertanyaan ini pak?" tanya ku

"Karena orang tua dari Riki dan Robi mau melaporkan penganiayaan yang di dapat putra mereka yang dilakukan oleh anak yang bernama Putra. Mereka mengaku di buat cedera parah oleh Putra. Kalau orang tua Doni belum ada rencana yang saya dengar. Tapi bapak harus tau, orang tua dari tiga anak ini adalah orang berada semua. Ayah Robi adalah anggota dewan, ayah nya Riki seorang anggota kepolisian dan ayah nya Doni seorang pengusaha sukses besar, WNA malaysia. Ini artinya bapak tau kan.. Putra dan teman-teman nya pada posisi sangat sulit saat ini. Kenapa saya ajak bapak Julian bicara, sebab ada kabar, bapak yang melindungi ke empat anak ini, Putra dan teman nya. Saya hanya berpendapat, lebih baik bapak mundur tidak perlu melindungi anak-anak itu, nanti bapak dalam kesulitan." bujuk Suparman

"Maaf, kenapa anda seakan bisa berkesimpulan bahwa yang bersalah itu Putra, sedang kondisi dia paling parah? dari mana datang nya kemungkinan itu? apa bapak sudah tau kejadian yang sebenarnya?"

"Robi dan Riki siap bersaksi. Doni sementara masih belum bisa diajak komunikasi." jelas Rahman menyela

"Maaf, prosedur nya polisi harus memeriksa dua belah pihak, mana bisa hanya satu pihak? apa sudah dilakukan? pasti belum, sebab Putra saja masih belum sadar. Saya tegaskan pak, saya memang sudah menetapkan diri menjadi pelindung dan pendukung empat anak. Putra, Roni, Joko dan Andi. Dan sampai detik ini, saya berkeyakinan Putra dan tiga teman nya tidak salah. Jangan kan menyakiti, mereka itu sangat menjunjung tinggi yang nama nya pertemanan dan rasa terima kasih. Jadi saya akan tetap mendukung Putra, Roni, Joko dan Andi. Siapapun yang melaporkan mereka, saya siap pasang badan menghadapi. Catat itu pak" kata ku tegas.

Putra dan teman-teman nya bukan pihak yang salah, kenapa harus di korbankan? tidak, aku tidak rela. Apalagi mereka adalah sahabat dari anak-anak ku. Aku sebagai bapak, harus bisa memberikan contoh hidup buat mereka.

"Bapak tidak menyesal? saya menyarankan agar bapak mundur, hukum akan di tegakkan. Kalau salah harus dihukum. Lagian apa untung nya bapak bantu mereka, mereka juga dari kelompok masyarakat yang sangat berbeda kelas dengan bapak. Yang ada bapak akan habis banyak pak. Saya hanya mengingatkan pak, pengacara keluarga mereka akan segera membuat LP besok, biar langsung dilakukan pemeriksaan lusa nya."

"Hmmhh.. kenapa di buru-buru seperti ini? memang anda tidak bisa lihat kondisi nya bagaimana?"

"Ya harus segera pak.. biar kasus segera selesai dan disidang kan jika terbukti bersalah. Dari pada mereka melarikan diri. Mungkin geng preman mereka banyak berkeliaran di luar.."

Aku geram sekali dengan kanit ini. Jelas dia berdiri disisi mana saat ini. Entah apa yang dia dapat kan. Kalau dibiarkan, Putra dan teman-teman nya sangat jelas dalam posisi berbahaya.

"Pak, kata-kata anda ini jelas mengindikasikan anda berada di pihak mana. Anda tidak netral. Bahaya anda ini."

"Hati-hati pak, anda jangan menuduh sembarangan, bisa saya tahan anda. Saya ini petugas. Saya gak perduli bapak siapa, biar menteri, miliuner, anggota parpol, bahkan anggota dewan rakyat akan saya sikat kalo salah." jawab nya pongah dan congkak

"Oke.. pegang omongan anda, akan saya tuntut itu pada waktunya. Begitu keempat anak muda ini resmi di laporkan, saya akan tunjuk pengacara saya membela mereka. Kita lihat saja siapa yang tertawa di akhir. Dan ingat, selama anak-anak ini dirawat dan masih dalam proses, keselamatan nya adalah tanggung jawab kepolisian. Saya tidak akan mentolerir jika ada yang terjadi pada mereka." kataku tegas

"Sebenarnya anda siapa berani mengancam petugas?"

"Saya tidak mengancam, tapi akan konsisten melakukannya. Silahkan cari tau sendiri siapa saya."

"Baik.. anda dalam pengawasan kepolisian... hati-hati anda.."

"Silahkan, saya malah senang. Anda harus lihat siapa yang benar dan siapa yang salah. Sampaikan pada para pelapor anak-anak itu, saya ada di belakang mereka anak-anak itu."

"Oke.. anda boleh pergi.."

Genderang perang sudah aku tabuh. Aku sudah berjanji pada anak-anak muda itu dan disaksikan anak ku sendiri.

Aku segera bangkit tanpa permisi. Aku merasa geram, sangat geram. Tapi aku merasa ada konspirasi untuk menjadikan Putra menjadi pelaku penganiayaan tanpa melihat kondisi dia yang lebih parah dari yang lain. Aku wajib melindungi anak muda ini. Dia sudah menderita, kesakitan, ditambah lagi akan di rusak masa depan nya.

Aku hubungi seseorang..

"Turunkan anggota secepat nya ke RS. Istana Indah. Awasi dan jaga 4 orang yang akan saya info ke kamu. Pastikan dia aman jangan ada yang menyentuh. Laporkan secara berkala.."

Aku segera keluar dari RS menuju ke jalan. Aku coba hubungi seseorang lain. Walau ini sudah lewat tengah malam aku merasa perlu menelpon nya.

"Hallo mas.. koe wes turu?"

"Belum lae.. baru pun aku sampai rumah ini. Belum apa-apa ini.. hehehe.. ada apa lae ku.. pasti penting ku rasa ini.."

"Mas e, jenengan kenal pora karo kapolsek maruya? jenengan sik ning polres barat toh?"

"Betul lae ku. Masih lah.. iya kenal nya aku lae.. se letting ku itu.. AKBP M. Pardomuan. Orang kita itu lae.. apa yang bisa ku bantu rupanya..?"

Lalu aku ceritakan apa yang baru saja aku alami dengan Suparman dan Rahman. Bahwa teman baik anak ku yang terlibat perkelahian, di sasar untuk di jadikan target untuk di korbankan padahal ia paling menderita, hanya karena dari keluarga miskin dan tidak berdaya. Aku bilang, kalau aku yakin anak itu tidak bersalah tapi memang belum bisa aku buktikan karena saat ini dia masih pingsan. Yang ingin aku minta tolong adalah agar si mas ini hubungin teman nya itu agar bisa mengatur anak buah nya agar objektif. Cara nya bicara atau menyampaikan seperti apa, aku pasrahkan saja ke si mas nya..

Mas ku ini paham. Dan si mas juga ternyata paham kalo aku lagi pusing dan marah.

"Oke lae, paham aku sekarang. Pasrah kan sama aku lae. Kalo perlu ku turunkan nanti personil dari polres, biar dia ditarik mundur. Kalo memang tidak bisa mereka atasi, biar aku dan tim ku yang atasi. Kalau kau lae, sabar lah kau yah.. jangan kau emosi.. hancur nanti kau bikin rata itu. Paham betul nya aku lae apa yang bisa kau bikin. Apalagi di bantu adikku dan si Aiko. Rata itu sebentar... jadi sabar sabar kau dah.. besok pagi ku telpon pasti si Pardo. Baik nya dia itu lae.. lurus kok dia itu.." si mas menjelaskan

"Matur nuwun saget yo mas.. jenengan wes ambil beban ku sebagian. Aku rodo lego.. iso turu nyenyak.. "

"Sama-sama lae. Kau pun sudah lebih dulu bantu aku. Kalo bukan karena kau lae, tidak kurasa akan seperti ini aku sekarang lae. Istirahat lah lae.. salam sama keluarga yah. Juga sama Aiko dan adikku yang geulis itu.. "

"Mesti mas, ta salam ke.. selamat malam mas.."

Aku pun berangkat jalan pulang. Jam dua pagi saya tiba di rumah. Ternyata di rumah, masih bangun papa Takeshi..

"Belum tidur pah?"

"Papa baru terbangun. Tadi Aiko sempat bicara sama papa, katanya Julian cari papa."

"Eh.. iya pah. Aku mau tanya sih pah soal alat kita yang master plan nya di curi itu ya pak. Apa sudah ada perkembangan nya belum ya pah..?"

"Oh, belum nak.. seperti nya memang sudah tidak ada di Jepang dokumen itu. Tapi ada juga berita baik nya, si pencuri itu lupa satu file data yang tidak tercuri. Yaitu rangkaian alat untuk meredam alat itu agar tidak menyerang si pemakainya. Jadi tanpa alat peredam itu, alat komunikasi nya akan menyerang si pemakai. Sehingga si pemakai saat terkena dari gelombang infrasonic yang sudah di setting pada frekwensi itu, malah membuat si pemakai pikiran nya kosong dan seolah hilang kesadaran. Tentu akan tidak mungkin menjalan kan instruksi. Ini suatu yang akan fatal tentu nya untuk si pemakai."

"Oh.. itu justru vital pah.. wah, kita masih di lindungi dari niat jahat ya pah. Kita amankan saja file itu pah."

"Iya sudah, bahkan sudah papa bawa kok ke sini sejak papa tiba 2 hari lalu. Papa belum kasih tau kamu nak, karena nak Julian papa lihat sibuk sekali.."

"Sip.. makasih pah. Papah pegang saja dulu. Aku akan beresin mereka secepatnya. Mereka pasti akan muncul beberapa saat lagi. Baru kita hajar pah. Biar gimana juga tetap dia musti tanggung jawab kan perbuatan nya.. harus.."

"Bagaimana kabar di rumah sakit tadi nak? apa ada yang serius?"

"Iya pah, sangat serius. Jadi teman baik nya Stevan dan Novi mereka berempat terlibat perkelahian dengan teman satu angkatan nya Stevan dan Novi juga waktu di SMP. Ada 2 luka parah. Tapi yang paling parah itu Putra, teman baik nya Stevan dan Novi. Dia dipukuli sampai berdarah-darah dan lebam, dan terakhir di tikam pisau belati perutnya. Kritis dia. Tapi untung nya saat dia perlu tambahan darah, ternyata golongan darah nya sama dengan aku dan Stevan. Kita berdua donor tadi pah"
 
Terakhir diubah:
Mulustrasi....


DOKTER DEBBY

27dc35681544233.jpg



NOVIA TAMARA



IBU PUTRA



DEANDRA HATORANGAN





Lanjutan lagi gan...




"Ternyata tiga orang anak yang itu, aku jadi tau bahwa mereka selalu biang onar waktu di sekolah nya Stevan dan Novi, mereka memukuli ke empat teman dekat nya Stevan itu. Alasan nya aku belum tau pak. Tapi tenyata, ke tiga anak kaya itu juga babak belur sampai pingsan- pingsan. Aku jadi bingung. Secara logika, Putra itu sudah selesai melihat luka dan kondisi nya harus nya. Tapi ternyata, ketiga pengeroyok nya juga habis. Salut aku pah."

"Wah, menarik. Apa ada sesuatu energi di tubuh anak itu?"

"Sepertinya iya pah. Aku perhatikan dari nafas nya dan luapan energi nya, kalau anak itu juga punya energi pah. Tapi jenis nya aku liat berbeda pah, dan anak itu tidak menyadari kekuatan yang dia punya. Karena itu aku jadi perlu mengawasi nya pah agar terpantau dan tidak salah pergaulan."

"Tidak sembarang orang yang punya bakat seperti kita, juga mempunyai energi pelindung seperti anak itu.."

"Iya pah, selain bakat dia juga mendapat anugerah yang lain sebagai takdir atau destiny nya pah. Kesimpulan aku saat ini yaitu pah, kalau Putra membela diri akibat sudah pada batas akhir daya tahan tubuh nya, maka energi pelindung itu keluar melalui tarikan nafas nya"

"Hmm.. iya iya... oke lah.. ayo kita istirahat lagi. Sudah mau jam 3 subuh ini.."

"Baik pah. Bye pah, good night.."

"Good night Julian..."

Aku masuk kamar, aku yang belum mandi sama sekali, segera bebersih di kamar mandi yang ada di kamar.

Aku terbangun terlambat, sudah jam 7 lewat. Aku jarang sekali seperti ini, apa tidur ku terlalu nyenyak, akibat ada beberapa hal yang jadi bebanku, ternyata bisa di bagi ke pihak lain jadi aku bisa sedikit lega di pikiran ku?

Aku lihat sebelahku sudah kosong, Aiko sudah pergi, pasti sayang ku tidak tega membangun kan aku. "Hoaaammm.. " aku masih menguap.. ah malas sekali.. tidak.. tidak.. aku harus segera bangkit.

Aku segera sambar handuk, dan mata ku sempat menangkap tumpukan pakaian terlipat rapih di meja dalam kamar. Aku senyum, istriku sudah menyiapkan baju ganti buat ku..

10 menit kemudian aku sudah selesai mandi, dengan hanya menggunakan pakaian dalam, aku men chek hape ku. Ada sms masuk dari Wahyu, salah satu yang aku minta cari keberadaan teh Yeti.
Aku malas membaca utuh, langsung aku hubungi..

tuuuuutt... tuuuuttt... tuuuuutt..

"Hallo, siap ndan... lapor ndan.."

"Iya bagaimana? saya belom baca full sms kamu, saya mau dengar langsung saja.."

"Siap.. saya sudah menyelidiki jejak dari ibu Yeti Kusumawati. Jaringan saya di wilayah Jakarta Barat melapor tadi malam, bahwa ibu Yeti posisi saat ini tinggal di daerah Jakarta Barat, Meruya Selatan. Mempunyai seorang anak lelaki baru lulus SMP **. Nama anak nya..."

Ya Allah... aku sudah tidak mendengar lagi, kepala ku pusing. Mungkin kalau saat itu ada yang lihat aku, muka ku terlihat putih pucat seperti kertas. Nama itu.. nama itu...

"Komandan.. komandan.. masih disana?"

"Ah.. iya.. cukup.. terima kasih.. tolong update terus.. terima kasih.." aku tutup telpon nya

Aku termenung, sungguh.. seakan tidak percaya. Tidak pernah ku sangka.. dia ada di sekitar ku, ada di lingkungan ku. Bahkan tadi malam ada di depan ku...

Oh.. iya aku harus ke sana sekarang.. aku kabari ke dua istri ku. Aku ke rumah sakit ada perkembangan terbaru.. tapi aku tidak menjelaskan, aku mau memastikan sesuatu sesegera mungkin..

Andai itu benar, posisi nya dalam bahaya. Dia jadi incaran banyak pihak. Belum lagi kalau musuh-musuhku mengetahui hal ini. Ya itu resiko seorang aparat yang menjadi agen, selain mengintai orang, juga harus siap di intai musuh dan menjadi sasaran tembak. Beruntung tadi malam aku sudah menurunkan anggota ku mengamankan mereka.

Istri dan anak-anak sudah sibuk dengan urusan nya masing-masing.

Satu jam kemudian aku tiba di rumah sakit. 20 menit sebelum jam 10 pagi. Mataku menangkap sesuatu. Ini jelas mobil rush putih nya Stevan. Kucari supir nya, ternyata sedang menunggu di ruang driver.

"Wan.. kamu disini? Stevan disini juga?"

"Iya pak sama non Novi. Dari jam 8 udah disini." jawab Iwan supir dari anak ku

Aku berpikir, oh iya aku ingat, saat ini mereka masih masa liburan sekolah.

"Ya udah Wan, saya naik dulu yah.."

"Pak, bu Debby juga barusan sampai. Tadi belum lama pak."

"Oh.. baik lah.. terima kasih yah.." Aku langsung menuju ruang perawat.

Diatas di ruang perawat, aku segera menemui dua orang lelaki memakai kemeja lengan panjang dan satunya lengan pendek. Sama menakai jeans biru.

"Selamat pagi pak, ada yang bisa dibantu?" tanya seorang perawat jaga

"Maaf sus, dokter Debby ada? Dokter tamu yang tadi malam memeriksa pasien anak remaja itu sus, yang di ICU?"

"Dokter Debby Martauli? Lagi di ruang perawatan, bersama dokter Michelle dari rumah sakit ini.."

"Baik, dok saya kesana saja yah. Ada hal penting.."

"Sebentar pak. Bapak siapa nya? ini belum jam besuk pak. Ada baik nya bapak hubungi dokter Debby dulu mungkin pak.."

"Saya Julian.. saya kakak dokter Debby. Saya juga penjamin dari empat anak remaja yang terluka kemarin.." sengaja aku bicara jelas.


Aku tau, kedua orang lelaki ini pasti dari kepolisian, yang ingin memeriksa Putra. Mulai saat ini, Putra masuk tanggung jawab ku. Siapa mencoba mengganggu dia apalagi dengan kondisi seperti ini, aku sikat. Aku Janji.. Aku Janji..

"Oh.. bapak orang nya. Maaf saya tidak tau. Kalau bapak mau ke atas, silahkan pak, anak yang di ICU sudah sadar dan tadi ditunggui oleh ibu dan dua orang teman nya. Kalau anak yang lain sudah jauh lebih baik. Mungkin kalau di lihat bisa rawat jalan, akan dipulangkan sore ini pak.."

"Terima kasih suster, saya permisi.."

"Tunggu.. jangan pergi dulu.. kami dari kepolisian.."

"Kalau mau ada perlu dengan saya, diluar ini kantor perawat. Di luar dekat musholla ada bangku panjang, saya tunggu disana.' kataku tanpa melihat wajah mereka. Aku sudah jengkel dari tadi, mereka memeperhatikan pembicaraan ku dengan suster jaga tadi dengan muka sinis.

Aku tetap langkahkan kakiku ke tujuan yang aku katakan tadi. Aku tiba di bangku panjang itu. Aku duduk di tengah sambil kedua tapak tangan di lutut wajah menunduk. Aku sebenarnya sudah tidak sabar menemui orang yang aku cari selama ini. Tapi karena ini juga kewajiban dari warga negara mengikuti prosedur hukum atau penegak hukum, aku hanya menekan rasa itu.

Kedua orang polisi reserse ini menghampiri aku. Si lengan pendek duduk di sisi kiri, si lengan panjang mengambil sebuah kursi plastik tanpa senderan yang biasa di pakai di warung tenda.

Ku angkat wajah ku melihat ke dua nya. Wajah nya tanpa senyum. Ternyata si lengan pendek rambut nya cukup panjang menutupi leher. Memang seorang reserse biasa nya menyamar, dan sebisa mungkin tidak kentara. Tapi banyak oknum reserse yang petantang petenteng menyamar, tapi menunjukkan senjata. Aihh.. mau nyamar tapi takut ama penjahat. Kadang kalau aku ketemu oknum yang kaya gini ingin ketawa, tapi tidak enak disangka melecehkan dan tidak menghargai. Hahah, sudah lah..

"Ehemm.. pak, saya berhadapan dengan bapak Anto atau Julian?"

"Pertanyaan bapak aneh. Bapak mau ketemu dengan siapa pak? Anto atau Julian? mohon segera pak ada yang masih ingin saya kerjakan "

"Saya ingin bertemu dengan yang menjamin dari empat orang anak yang kemarin terlibat pengeroyokan itu pak. Tadi saya dengar bapak sebagai penjamin? jelas nya menjamin siapa saja, saya mau memastikan."

"Saya menjamin Putra, Roni, Joko dan Andi. Baik dana, dan kasus ini. Sebab mereka mengalami ini setelah kembali dari acara di rumah saya."

"Kenapa bapak mau menjamin mereka? jelas sekarang pengacara dari tiga anak lainnya yang ternyata merasa di rugikan dalam hal ini di keroyok, tadi pagi jam 7 pagi telah membuat laporan ke polisi atas kejadian tadi malam."

"Silahkan saja, saya tidak takut. Saya siap menjadi tembok untuk empat anak itu, karena mereka tidak salah."

"Kenapa bapak yakin mereka tidak salah?"

"Ya, saya yakin. Mereka tidak akan mulai yang memukul. Mereka pasti diserang. Dan mereka membela diri, terutama Putra. Anda harus juga meminta keterangan kedua belah pihak. Dan saat anda akan periksa, meminta keterangan, pengacara saya akan mendampingi. Saya tegaskan pada anda berdua, dari manapun kesatuan anda, jika anda atau siapapun mencoba menjadikan Putra korban atau di korbankan pada masalah ini, mereka berhadapan dengan saya langsung."

Kedua polisi ini terkesiap, seakan tidak percaya.

"Anda dari mana, anda belum mengenalkan diri.. juga surat tugas anda?"

"Saya Sudirman, Kompol. Wakapolsek Maruya. Ini anggota saya Hadi." seakan mengenalkan diri dengan pongah nya

"Hmmmhh.. terimakasih pak. Apa ada lagi pak, kalau tidak saya mau ke atas. Ada yang saya harus selesaikan."

"Pak Julian, maaf atas sikap anak buah saya tadi malam. Ka sudah bicara sama saya, dan siapa di belakang anda. Ternyata AKBP Surya dari Polres Barat, se angkatan dengan Ka."

"Tidak.. tidak.. saya tidak ada yang di belakang saya. Saya hanya berharap personil pemeriksa yang berlaku objektif, hanya itu. Tidak penting siapa nya. Kalau begini dan pak Waka yang datang, saya pikir jadi merepotkan."

"Tidak pak, tidak merepotkan. Ini tugas kami. Saya hanya berharap pak Julian bisa kooperatif dengan kami."

"Dengan senang hati pak. Itu tugas warga negara yang baik untuk ikut prosedur penegakan hukum.."

"Terima kasih pak. Saya bisa lanjutkan pertanyaan saya pak."

"Silahkan pak.."

"Apa benar kalau keempat anak muda yang bapak jamin itu dari keluarga sederhana?"

"Betul, sangat sederhana.."

"Kenapa bapak mau bersusah menjamin mereka pak, sedang bapak seorang miliyuner dan bapak tidak ada hubungan keluarga dengan keluarga anak muda itu? Hanya karena teman anak anda satu sekolah waktu SMP. Ini sangat tidak lazim soalnya pak."

"Baik, saya jawab ya pak. Maaf ini pendapat subjektif saya. Keempat anak yang saya jamin itu, sangat toleran dan sangat mengerti arti dari persahabatan. Mereka tidak melupakan bantuan dari orang lain yang pernah menolong mereka. Mereka sampai merendahkan diri, menyempatkan waktu hanya sekedar membuat acara ucapan terima kasih yang sangat sederhana." aku mulai menjelaskan

"Hal ini membuat saya terlonjak takjub. Dan mereka mengucapkan terima kasih kepada putra dan putri saya. Dan saya bangga anak saya bergaul tidak pilih kelas. Jadi saya pun merasa mereka wajib saya bantu saat mereka kesusahan. Kenapa tiga anak lain saya tidak jamin, karena mereka mempunyai sifat sangat bertolak belakang dengan ke empat anak muda ini. Mereka dari keluarga kaya, borju, terpandang. Sehingga mereka sering semena-mena terhadap siswa lain. Anak saya pun sudah cerita. Dan saya liat sendiri, salah satu dari ketiga anak orang kaya itu, yang menjadi ketua mereka, menghina ke empat anak sederhana tadi dengan hinaan yang cukup membuat telinga panas dan hati geram. Tapi saya tidak bisa menghakimi."

"Saat acara itu hampir selesai, ketiga anak orang kaya itu pulang, tanpa izin sedikit pun pada saya atau orang tua lain yang ada di rumah. Dia hanya izin pada kedua anak saya yang jadi teman mereka. Karena apa? karena mereka marah bahwa pesta itu didatangi oleh orang dari golongan rendah, dan malah membuat suatu acara ucapan terima kasih dan perpisahan, yang mana justru mendapat perhatian, tepuk tangan dan dukungan dari semua tamu dan keluarga disana. Kecuali tentu mereka bertiga. Mereka marah dan meninggalkan rumah saya, sambil mengancam Putra salah satu dari keempat anak sederhana itu nanti kalau pulang. Dari sini saja, bapak sudah pasti tau, ini sudah masuk pasal pengancaman, betul pak?"

"Iya pak, betul. Bapak lihat sendiri atau diceritakan?"

"Saya disana pak, hanya berjarak sekitar 6.- 7 langkah. Saya dengar kok.. mulai dari sana, rasa respek saya pada mereka hilang."

"Tapi kejadian yang terjadi di lapangan itu, apa anda tau pak?"

"Kalau itu saya sama sekali tidak tau pak. Tapi ada dugaan saya, bahwa terjadi perkelahian pak. Dan ada yang terjadi antara Putra dan tiga anak orang kaya itu. Saya yakin ke tiga anak orang kaya itu seperti nya lihai berkelahi. Tapi saya belum pasti, ada baik nya di tanyakan pada mereka saja pak."

"Baik, sementara cukup pak Julian. Kalau nanti saya perlu keterangan tambahan saya akan hubungi bapak lagi."

"Baik pak, terima kasih. Saya permisi dulu"

Aku pergi langsung ke atas ke ruang ICU.
Diatas aku bertemu dengan Novi. Dia sedang menunggu di ruang tunggu. Seorang diri.

"Novi.. kamu sendirian?"

"Eh papah. Iya pah, Stevan sedang keluar cari makanan."

"Bagaimana kabar teman-teman kamu?"

"Roni, Joko dan Andi sudah jauh lebih baik. Mungkin sore ini bisa pulang. Putra masih dirawat. Sudah jauh lebih baik, tadi sudah sadar. Sudah bicara ama aku, Stevan dan ibu nya. Sekarang sedang tidur."

"Ooh.. ii..bu nya Putra kemana?"

"Sedang pulang ke rumah sebentar katanya. Mau beberes rumah sebentar dan ada yang mau di ambil. Kasihan tadi malam ibu nya tidur di serambi, mungkin mau ambil alas dan sejenis nya.."

"Kamu hati-hati ya nak. Kamu belum biasa diluar sendiri seperti ini. Bisa antar papa ke kamar Putra? atau kamu disini saja?"

"Eh.. ada apa pah, kelihatannya papah gugup?"

"Itu.. ada hal yang perlu papa ketahui. Nanti kamu akan tau pasti nak.."

"Papah gapapa kalau kesana sendiri kan? Aku nunggu Stevan, takut nanti dia datang dan ini juga ada tas nya ibu Putra disini."

"Ya oke lah, papa kesana dulu nak.."

Aku keluar menuju ke arah ruang ICU. Ruangan itu di kelilingi kaca tembus pandang. Aku hanya bisa melihat dari luar. Aku pandangi anak itu. Kabar yang aku terima dari Wahyu tadi pagi, sungguh merubah pikiran ku. Apa benar ia anak ku? Apa kah ia darah daging ku..??

Tiba-tiba aku lihat Putra terbangun, memalingkan wajah nya dan melihat aku. Kami saling berpandangan beberapa saat. Dan Putra tersenyum dan mengangguk halus tanda hormat. Aku jawab juga dengan anggukan mantap. Dan ia kembali menejamkan mata nya.


Pov 3rd

Tanpa Anto sadari sepasang mata memperhatikan gerak-gerik nya mulai sejak ia tiba di RS tadi. Sosok ini memperhatikan dari jarak tertentu yang tidak kentara.

Saat Anto bicara dengan Novi, ia juga melihat dan menempelkan pendengaran nya pada pembicaraan ayah - anak itu, sebab posisi nya tepat disisi luar tembok ruang tunggu itu. Sebuah senyum seringai muncul di wajah nya.

"Hmmmhh.. I musti dapat lah. Harus pun.. walau harus pule dengan merebut anak nya. You harus menyerahkan nye Julian." kata sosok itu pelan pada diri nya sendiri.

Saat Anto diruang ICU, sosok itu sudah undur diri.

Anto tetap memandangi Putra, dan sampai seseorang perempuan menemuinya.

"Bang, udah lama disini?"

"Eh, kamu dik... iya ada setengah jam an. Gimana dik, ada info kabar dari anak-anak ini? katanya sudah bisa pulang?"

"Iya bang, Roni, Joko dan Andi bisa pulang. Putra bisa keluar ICU. Kondisinya sudah sangat stabil. Amazing.. aku sendiri saja sangat surprise bang. Belum pernah aku hadapi yang seperti ini. Seakan dia mempunyai second spirit, dan sangat kuat untuk segera sembuh. Kemungkinan nanti siang Putra sudah bisa masuk ruang perawatan."

"Oh.. dek.. tolong tempatkan di minimal kelas 1, kalau bisa diatas nya. Kalau perlu nanti harus deposit, abang akan kasih."

"Hmmm.. gitu yah.."

Debby sejenak berpikir, ada apa dengan abang nya ini. Dia seperti sangat memperhatikan Putra. Tapi hal itu masih disimpan saja dalam hati nya.


~~~©©©~~~

Tak terasa hari sudah siang. Sementara itu diruang tunggu ICU..

"Nak Novi, nak.. eh.. bangun nak.."

"Ehh... maaf tante, saya ketiduran. Maaf.. tante sudah lama?"

"Baru saja tiba, tante liat nak Novi ketiduran dengan menelungkup begini.. aduh.. maaf.. tante sangat merepotkan nak Novi.."


Ibu putra baru saja tiba lagi ke rumah sakit. Dengan penampilan yang jauh lebih fresh. Habis mandi, ganti baju dan sedikit polesan agar tidak kelihatan lelah nya habis semalaman tidur di rumah sakit ini. Terlihat ibu ini masih menyisakan banyak dari kecantikan masa mudanya. Sungguh terlihat berbeda dari tadi malam. Novi sampai tercengang melihat nya.

"Tidak kok tante, sungguhan... Tante, tante ternyata cantik yah.."

"Aih.. nak Novi bisa aja. Cuma mandi, ganti baju dan sedikit berdandan agar tidak kelihatan kusut kok, dibilang cantik. Hadeh.. perawatan saja tidak pernah neng.. sudah ah.. Ini tante bawakan nasi bungkus, mungkin nak Novi doyan. Kalau pun tidak, tante bisa terima kok. Maklum, masakan sangat sederhana. Tante masak dulu tadi untuk makan siang dan malam."

"Asyik.. makasih tante. Aku memang laper. Bang Stevan belum balik ini, mungkin dia mampir ke bakal sekolah kami dulu, mengembalikan formulir pendaftaran."

"Ooh.. kasian kamu nak. Ayo dimakan dulu. Tante mau keatas dulu liat Putra gak apa-apa yah. Nanti kamu nyusul aja ya nak kalau sudah selesai makan nya. Kasian Putra sendiri tidak ada yang liatin."

"Eh, ada papa aku kok tante. Udah satu jam lebih diatas (sambil melirik jam tangan nya). Belom balik ini.."

"Oh.. kebetulan, tante mau ketemu ayah kamu nak, tante mau ucapin terima kasih pada beliau atas kebaikan hatinya sama Putra."

"He em.. (sambil tersenyum dan mengangguk)."


Lalu ibu Putra mengeluarkan bungkusan makanan juga sendok dan minuman air mineral dan angsurkan ke Novi. Novi menerima dan mulai membuka bungkusan itu. Sementara ibu Putra, pamit dan pergi keluar ruangan.

Selang tak begitu lama, masuk seseorang ke dalam ruangan perawat itu. Mata nya segera menemukan Novi yang sedang makan.

"Adududuhh... enak sekali anak mamah makan nya, sampai nggak liat mamah nya datang..."

"Uggghh... huk.. hukk... (Novi tersedak, segera minum air mineral) Ah.. mamah bikin aku kaget ajah.. kok gak ngabarin mah mau datang?"

"Hehehe.. sengaja. Jam istirahat mama main kesini. Habis, suami dan dua anak mama disini semua. Mama nya di suruh ngantor. Ah, mamah mau kesini juga lah.."

"Ah, makan mah.. ini nasi dibawain sama ibu nya Putra mah. Tadi ibu nya Putra pulang dulu, trus katanya masak buat makan siang dan malam nanti. Aku dibawain juga.."

"Cie.. cie.. wah ada yang di bawain makanan nih ama ibu ehem nya.. hihihi.."

"Iiihh.. mamah.. godain ajah..." (muka Novi memerah mendapat godaan dari mamah nya, mukanya langsung menunduk)

"Coba mama lihat, masak apa sih.. wuiihh... makanan kampung mamah ini.. nasi liwet, sayur asem, ikan lele goreng, sambal terasi dadak, kerupuk sama lalapan kemangi dan terong hijau. Ih, hebat pisan si ibu salera na. Ih, mamah jadi keluar nih bahasa cibadak nya.. hihihi.."

"Ayo, sama-sama makan mah ama aku.."

"Gak ah.. itu kan buat kamu, sudah spesial dimasakin sama... itu tuh..."

"Aaaahh...iiihhh.. mama mah, Novi malu kan..."

"Udah, ayo makan lagi. Mamah keatas dulu. Papah kamu masih diatas kan?"

"Iya mah, masih. Belum balik kesini. Kalau papa mau pergi pasti kasih tau aku dulu, ini belom kok.."

"Ya oke.. eh abang mu Stevan belom kembali dari sekolah SMU nya kalian?"

"Belum mah, macet paling mah. Aku juga dari tadi nunggu abang, tapi gak datang- datang aku udah laper. Eh, tante ibu nya Putra datang bawa nasi aku di kasih, syukur banget lah.."

"Ya sudah mamah naik dulu. Hati-hati yah."

"Iya mah, pasti.."


Dea naik ke lantai tiga ruang ICU.

Sementara itu, di lantai tiga ruang ICU, ibu Putra sudah sampai, ia melihat anak nya dari luar kaca. Masih tertidur. Kemudian ibu itu mencar-cari seseorang sosok yang ingin sekali ia temui.

Dia memutari ruang beranda ICU, tetapi yang dicari tidak dia temukan. Akhir nya ibu kembali ke kaca tempat melihat pasien didalam. Selang semenit kemudian... seseorang melihat nya.. memperhatikan.. mengamati... dan tersenyum..

"Teteh...."



Bersambung ya gan...
Mohon kritik dan saran nya suhu..

Maaf halaman dua nya telat, jaringan lagi gak stabil udah upload lebih setengah eh hilang. Terpaksa dari awal lagi..

Semoga suhu semua terhibur...

ke hal. 21
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd