Mulustrasi....
DOKTER DEBBY
NOVIA TAMARA
IBU PUTRA
DEANDRA HATORANGAN
Lanjutan lagi gan...
"Ternyata tiga orang anak yang itu, aku jadi tau bahwa mereka selalu biang onar waktu di sekolah nya Stevan dan Novi, mereka memukuli ke empat teman dekat nya Stevan itu. Alasan nya aku belum tau pak. Tapi tenyata, ke tiga anak kaya itu juga babak belur sampai pingsan- pingsan. Aku jadi bingung. Secara logika, Putra itu sudah selesai melihat luka dan kondisi nya harus nya. Tapi ternyata, ketiga pengeroyok nya juga habis. Salut aku pah."
"
Wah, menarik. Apa ada sesuatu energi di tubuh anak itu?"
"Sepertinya iya pah. Aku perhatikan dari nafas nya dan luapan energi nya, kalau anak itu juga punya energi pah. Tapi jenis nya aku liat berbeda pah, dan anak itu tidak menyadari kekuatan yang dia punya. Karena itu aku jadi perlu mengawasi nya pah agar terpantau dan tidak salah pergaulan."
"
Tidak sembarang orang yang punya bakat seperti kita, juga mempunyai energi pelindung seperti anak itu.."
"Iya pah, selain bakat dia juga mendapat anugerah yang lain sebagai takdir atau destiny nya pah. Kesimpulan aku saat ini yaitu pah, kalau Putra membela diri akibat sudah pada batas akhir daya tahan tubuh nya, maka energi pelindung itu keluar melalui tarikan nafas nya"
"
Hmm.. iya iya... oke lah.. ayo kita istirahat lagi. Sudah mau jam 3 subuh ini.."
"Baik pah. Bye pah, good night.."
"
Good night Julian..."
Aku masuk kamar, aku yang belum mandi sama sekali, segera bebersih di kamar mandi yang ada di kamar.
Aku terbangun terlambat, sudah jam 7 lewat. Aku jarang sekali seperti ini, apa tidur ku terlalu nyenyak, akibat ada beberapa hal yang jadi bebanku, ternyata bisa di bagi ke pihak lain jadi aku bisa sedikit lega di pikiran ku?
Aku lihat sebelahku sudah kosong, Aiko sudah pergi, pasti sayang ku tidak tega membangun kan aku. "Hoaaammm.. " aku masih menguap.. ah malas sekali.. tidak.. tidak.. aku harus segera bangkit.
Aku segera sambar handuk, dan mata ku sempat menangkap tumpukan pakaian terlipat rapih di meja dalam kamar. Aku senyum, istriku sudah menyiapkan baju ganti buat ku..
10 menit kemudian aku sudah selesai mandi, dengan hanya menggunakan pakaian dalam, aku men chek hape ku. Ada sms masuk dari Wahyu, salah satu yang aku minta cari keberadaan teh Yeti.
Aku malas membaca utuh, langsung aku hubungi..
tuuuuutt... tuuuuttt... tuuuuutt..
"
Hallo, siap ndan... lapor ndan.."
"Iya bagaimana? saya belom baca full sms kamu, saya mau dengar langsung saja.."
"
Siap.. saya sudah menyelidiki jejak dari ibu Yeti Kusumawati. Jaringan saya di wilayah Jakarta Barat melapor tadi malam, bahwa ibu Yeti posisi saat ini tinggal di daerah Jakarta Barat, Meruya Selatan. Mempunyai seorang anak lelaki baru lulus SMP **. Nama anak nya..."
Ya Allah... aku sudah tidak mendengar lagi, kepala ku pusing. Mungkin kalau saat itu ada yang lihat aku, muka ku terlihat putih pucat seperti kertas. Nama itu.. nama itu...
"
Komandan.. komandan.. masih disana?"
"Ah.. iya.. cukup.. terima kasih.. tolong update terus.. terima kasih.." aku tutup telpon nya
Aku termenung, sungguh.. seakan tidak percaya. Tidak pernah ku sangka.. dia ada di sekitar ku, ada di lingkungan ku. Bahkan tadi malam ada di depan ku...
Oh.. iya aku harus ke sana sekarang.. aku kabari ke dua istri ku. Aku ke rumah sakit ada perkembangan terbaru.. tapi aku tidak menjelaskan, aku mau memastikan sesuatu sesegera mungkin..
Andai itu benar, posisi nya dalam bahaya. Dia jadi incaran banyak pihak. Belum lagi kalau musuh-musuhku mengetahui hal ini. Ya itu resiko seorang aparat yang menjadi agen, selain mengintai orang, juga harus siap di intai musuh dan menjadi sasaran tembak. Beruntung tadi malam aku sudah menurunkan anggota ku mengamankan mereka.
Istri dan anak-anak sudah sibuk dengan urusan nya masing-masing.
Satu jam kemudian aku tiba di rumah sakit. 20 menit sebelum jam 10 pagi. Mataku menangkap sesuatu. Ini jelas mobil rush putih nya Stevan. Kucari supir nya, ternyata sedang menunggu di ruang driver.
"Wan.. kamu disini? Stevan disini juga?"
"
Iya pak sama non Novi. Dari jam 8 udah disini." jawab Iwan supir dari anak ku
Aku berpikir, oh iya aku ingat, saat ini mereka masih masa liburan sekolah.
"Ya udah Wan, saya naik dulu yah.."
"
Pak, bu Debby juga barusan sampai. Tadi belum lama pak."
"Oh.. baik lah.. terima kasih yah.." Aku langsung menuju ruang perawat.
Diatas di ruang perawat, aku segera menemui dua orang lelaki memakai kemeja lengan panjang dan satunya lengan pendek. Sama menakai jeans biru.
"
Selamat pagi pak, ada yang bisa dibantu?" tanya seorang perawat jaga
"Maaf sus, dokter Debby ada? Dokter tamu yang tadi malam memeriksa pasien anak remaja itu sus, yang di ICU?"
"
Dokter Debby Martauli? Lagi di ruang perawatan, bersama dokter Michelle dari rumah sakit ini.."
"Baik, dok saya kesana saja yah. Ada hal penting.."
"
Sebentar pak. Bapak siapa nya? ini belum jam besuk pak. Ada baik nya bapak hubungi dokter Debby dulu mungkin pak.."
"Saya Julian.. saya kakak dokter Debby. Saya juga penjamin dari empat anak remaja yang terluka kemarin.." sengaja aku bicara jelas.
Aku tau, kedua orang lelaki ini pasti dari kepolisian, yang ingin memeriksa Putra. Mulai saat ini, Putra masuk tanggung jawab ku. Siapa mencoba mengganggu dia apalagi dengan kondisi seperti ini, aku sikat. Aku Janji.. Aku Janji..
"
Oh.. bapak orang nya. Maaf saya tidak tau. Kalau bapak mau ke atas, silahkan pak, anak yang di ICU sudah sadar dan tadi ditunggui oleh ibu dan dua orang teman nya. Kalau anak yang lain sudah jauh lebih baik. Mungkin kalau di lihat bisa rawat jalan, akan dipulangkan sore ini pak.."
"Terima kasih suster, saya permisi.."
"
Tunggu.. jangan pergi dulu.. kami dari kepolisian.."
"Kalau mau ada perlu dengan saya, diluar ini kantor perawat. Di luar dekat musholla ada bangku panjang, saya tunggu disana.' kataku tanpa melihat wajah mereka. Aku sudah jengkel dari tadi, mereka memeperhatikan pembicaraan ku dengan suster jaga tadi dengan muka sinis.
Aku tetap langkahkan kakiku ke tujuan yang aku katakan tadi. Aku tiba di bangku panjang itu. Aku duduk di tengah sambil kedua tapak tangan di lutut wajah menunduk. Aku sebenarnya sudah tidak sabar menemui orang yang aku cari selama ini. Tapi karena ini juga kewajiban dari warga negara mengikuti prosedur hukum atau penegak hukum, aku hanya menekan rasa itu.
Kedua orang polisi reserse ini menghampiri aku. Si lengan pendek duduk di sisi kiri, si lengan panjang mengambil sebuah kursi plastik tanpa senderan yang biasa di pakai di warung tenda.
Ku angkat wajah ku melihat ke dua nya. Wajah nya tanpa senyum. Ternyata si lengan pendek rambut nya cukup panjang menutupi leher. Memang seorang reserse biasa nya menyamar, dan sebisa mungkin tidak kentara. Tapi banyak oknum reserse yang petantang petenteng menyamar, tapi menunjukkan senjata. Aihh.. mau nyamar tapi takut ama penjahat. Kadang kalau aku ketemu oknum yang kaya gini ingin ketawa, tapi tidak enak disangka melecehkan dan tidak menghargai. Hahah, sudah lah..
"
Ehemm.. pak, saya berhadapan dengan bapak Anto atau Julian?"
"Pertanyaan bapak aneh. Bapak mau ketemu dengan siapa pak? Anto atau Julian? mohon segera pak ada yang masih ingin saya kerjakan "
"
Saya ingin bertemu dengan yang menjamin dari empat orang anak yang kemarin terlibat pengeroyokan itu pak. Tadi saya dengar bapak sebagai penjamin? jelas nya menjamin siapa saja, saya mau memastikan."
"Saya menjamin Putra, Roni, Joko dan Andi. Baik dana, dan kasus ini. Sebab mereka mengalami ini setelah kembali dari acara di rumah saya."
"
Kenapa bapak mau menjamin mereka? jelas sekarang pengacara dari tiga anak lainnya yang ternyata merasa di rugikan dalam hal ini di keroyok, tadi pagi jam 7 pagi telah membuat laporan ke polisi atas kejadian tadi malam."
"Silahkan saja, saya tidak takut. Saya siap menjadi tembok untuk empat anak itu, karena mereka tidak salah."
"
Kenapa bapak yakin mereka tidak salah?"
"Ya, saya yakin. Mereka tidak akan mulai yang memukul. Mereka pasti diserang. Dan mereka membela diri, terutama Putra. Anda harus juga meminta keterangan kedua belah pihak. Dan saat anda akan periksa, meminta keterangan, pengacara saya akan mendampingi. Saya tegaskan pada anda berdua, dari manapun kesatuan anda, jika anda atau siapapun mencoba menjadikan Putra korban atau di korbankan pada masalah ini, mereka berhadapan dengan saya langsung."
Kedua polisi ini terkesiap, seakan tidak percaya.
"Anda dari mana, anda belum mengenalkan diri.. juga surat tugas anda?"
"
Saya Sudirman, Kompol. Wakapolsek Maruya. Ini anggota saya Hadi." seakan mengenalkan diri dengan pongah nya
"Hmmmhh.. terimakasih pak. Apa ada lagi pak, kalau tidak saya mau ke atas. Ada yang saya harus selesaikan."
"
Pak Julian, maaf atas sikap anak buah saya tadi malam. Ka sudah bicara sama saya, dan siapa di belakang anda. Ternyata AKBP Surya dari Polres Barat, se angkatan dengan Ka."
"Tidak.. tidak.. saya tidak ada yang di belakang saya. Saya hanya berharap personil pemeriksa yang berlaku objektif, hanya itu. Tidak penting siapa nya. Kalau begini dan pak Waka yang datang, saya pikir jadi merepotkan."
"
Tidak pak, tidak merepotkan. Ini tugas kami. Saya hanya berharap pak Julian bisa kooperatif dengan kami."
"Dengan senang hati pak. Itu tugas warga negara yang baik untuk ikut prosedur penegakan hukum.."
"
Terima kasih pak. Saya bisa lanjutkan pertanyaan saya pak."
"Silahkan pak.."
"
Apa benar kalau keempat anak muda yang bapak jamin itu dari keluarga sederhana?"
"Betul, sangat sederhana.."
"
Kenapa bapak mau bersusah menjamin mereka pak, sedang bapak seorang miliyuner dan bapak tidak ada hubungan keluarga dengan keluarga anak muda itu? Hanya karena teman anak anda satu sekolah waktu SMP. Ini sangat tidak lazim soalnya pak."
"Baik, saya jawab ya pak. Maaf ini pendapat subjektif saya. Keempat anak yang saya jamin itu, sangat toleran dan sangat mengerti arti dari persahabatan. Mereka tidak melupakan bantuan dari orang lain yang pernah menolong mereka. Mereka sampai merendahkan diri, menyempatkan waktu hanya sekedar membuat acara ucapan terima kasih yang sangat sederhana." aku mulai menjelaskan
"Hal ini membuat saya terlonjak takjub. Dan mereka mengucapkan terima kasih kepada putra dan putri saya. Dan saya bangga anak saya bergaul tidak pilih kelas. Jadi saya pun merasa mereka wajib saya bantu saat mereka kesusahan. Kenapa tiga anak lain saya tidak jamin, karena mereka mempunyai sifat sangat bertolak belakang dengan ke empat anak muda ini. Mereka dari keluarga kaya, borju, terpandang. Sehingga mereka sering semena-mena terhadap siswa lain. Anak saya pun sudah cerita. Dan saya liat sendiri, salah satu dari ketiga anak orang kaya itu, yang menjadi ketua mereka, menghina ke empat anak sederhana tadi dengan hinaan yang cukup membuat telinga panas dan hati geram. Tapi saya tidak bisa menghakimi."
"Saat acara itu hampir selesai, ketiga anak orang kaya itu pulang, tanpa izin sedikit pun pada saya atau orang tua lain yang ada di rumah. Dia hanya izin pada kedua anak saya yang jadi teman mereka. Karena apa? karena mereka marah bahwa pesta itu didatangi oleh orang dari golongan rendah, dan malah membuat suatu acara ucapan terima kasih dan perpisahan, yang mana justru mendapat perhatian, tepuk tangan dan dukungan dari semua tamu dan keluarga disana. Kecuali tentu mereka bertiga. Mereka marah dan meninggalkan rumah saya, sambil mengancam Putra salah satu dari keempat anak sederhana itu nanti kalau pulang. Dari sini saja, bapak sudah pasti tau, ini sudah masuk pasal pengancaman, betul pak?"
"
Iya pak, betul. Bapak lihat sendiri atau diceritakan?"
"Saya disana pak, hanya berjarak sekitar 6.- 7 langkah. Saya dengar kok.. mulai dari sana, rasa respek saya pada mereka hilang."
"
Tapi kejadian yang terjadi di lapangan itu, apa anda tau pak?"
"Kalau itu saya sama sekali tidak tau pak. Tapi ada dugaan saya, bahwa terjadi perkelahian pak. Dan ada yang terjadi antara Putra dan tiga anak orang kaya itu. Saya yakin ke tiga anak orang kaya itu seperti nya lihai berkelahi. Tapi saya belum pasti, ada baik nya di tanyakan pada mereka saja pak."
"
Baik, sementara cukup pak Julian. Kalau nanti saya perlu keterangan tambahan saya akan hubungi bapak lagi."
"Baik pak, terima kasih. Saya permisi dulu"
Aku pergi langsung ke atas ke ruang ICU.
Diatas aku bertemu dengan Novi. Dia sedang menunggu di ruang tunggu. Seorang diri.
"Novi.. kamu sendirian?"
"
Eh papah. Iya pah, Stevan sedang keluar cari makanan."
"Bagaimana kabar teman-teman kamu?"
"
Roni, Joko dan Andi sudah jauh lebih baik. Mungkin sore ini bisa pulang. Putra masih dirawat. Sudah jauh lebih baik, tadi sudah sadar. Sudah bicara ama aku, Stevan dan ibu nya. Sekarang sedang tidur."
"Ooh.. ii..bu nya Putra kemana?"
"
Sedang pulang ke rumah sebentar katanya. Mau beberes rumah sebentar dan ada yang mau di ambil. Kasihan tadi malam ibu nya tidur di serambi, mungkin mau ambil alas dan sejenis nya.."
"Kamu hati-hati ya nak. Kamu belum biasa diluar sendiri seperti ini. Bisa antar papa ke kamar Putra? atau kamu disini saja?"
"
Eh.. ada apa pah, kelihatannya papah gugup?"
"Itu.. ada hal yang perlu papa ketahui. Nanti kamu akan tau pasti nak.."
"
Papah gapapa kalau kesana sendiri kan? Aku nunggu Stevan, takut nanti dia datang dan ini juga ada tas nya ibu Putra disini."
"Ya oke lah, papa kesana dulu nak.."
Aku keluar menuju ke arah ruang ICU. Ruangan itu di kelilingi kaca tembus pandang. Aku hanya bisa melihat dari luar. Aku pandangi anak itu. Kabar yang aku terima dari Wahyu tadi pagi, sungguh merubah pikiran ku. Apa benar ia anak ku? Apa kah ia darah daging ku..??
Tiba-tiba aku lihat Putra terbangun, memalingkan wajah nya dan melihat aku. Kami saling berpandangan beberapa saat. Dan Putra tersenyum dan mengangguk halus tanda hormat. Aku jawab juga dengan anggukan mantap. Dan ia kembali menejamkan mata nya.
Pov 3rd
Tanpa Anto sadari sepasang mata memperhatikan gerak-gerik nya mulai sejak ia tiba di RS tadi. Sosok ini memperhatikan dari jarak tertentu yang tidak kentara.
Saat Anto bicara dengan Novi, ia juga melihat dan menempelkan pendengaran nya pada pembicaraan ayah - anak itu, sebab posisi nya tepat disisi luar tembok ruang tunggu itu. Sebuah senyum seringai muncul di wajah nya.
"
Hmmmhh.. I musti dapat lah. Harus pun.. walau harus pule dengan merebut anak nya. You harus menyerahkan nye Julian." kata sosok itu pelan pada diri nya sendiri.
Saat Anto diruang ICU, sosok itu sudah undur diri.
Anto tetap memandangi Putra, dan sampai seseorang perempuan menemuinya.
"
Bang, udah lama disini?"
"Eh, kamu dik... iya ada setengah jam an. Gimana dik, ada info kabar dari anak-anak ini? katanya sudah bisa pulang?"
"
Iya bang, Roni, Joko dan Andi bisa pulang. Putra bisa keluar ICU. Kondisinya sudah sangat stabil. Amazing.. aku sendiri saja sangat surprise bang. Belum pernah aku hadapi yang seperti ini. Seakan dia mempunyai second spirit, dan sangat kuat untuk segera sembuh. Kemungkinan nanti siang Putra sudah bisa masuk ruang perawatan."
"Oh.. dek.. tolong tempatkan di minimal kelas 1, kalau bisa diatas nya. Kalau perlu nanti harus deposit, abang akan kasih."
"
Hmmm.. gitu yah.."
Debby sejenak berpikir, ada apa dengan abang nya ini. Dia seperti sangat memperhatikan Putra. Tapi hal itu masih disimpan saja dalam hati nya.
~~~©©©~~~
Tak terasa hari sudah siang. Sementara itu diruang tunggu ICU.
.
"Nak Novi, nak.. eh.. bangun nak.."
"Ehh... maaf tante, saya ketiduran. Maaf.. tante sudah lama?"
"Baru saja tiba, tante liat nak Novi ketiduran dengan menelungkup begini.. aduh.. maaf.. tante sangat merepotkan nak Novi.."
Ibu putra baru saja tiba lagi ke rumah sakit. Dengan penampilan yang jauh lebih fresh. Habis mandi, ganti baju dan sedikit polesan agar tidak kelihatan lelah nya habis semalaman tidur di rumah sakit ini. Terlihat ibu ini masih menyisakan banyak dari kecantikan masa mudanya. Sungguh terlihat berbeda dari tadi malam. Novi sampai tercengang melihat nya.
"Tidak kok tante, sungguhan... Tante, tante ternyata cantik yah.."
"Aih.. nak Novi bisa aja. Cuma mandi, ganti baju dan sedikit berdandan agar tidak kelihatan kusut kok, dibilang cantik. Hadeh.. perawatan saja tidak pernah neng.. sudah ah.. Ini tante bawakan nasi bungkus, mungkin nak Novi doyan. Kalau pun tidak, tante bisa terima kok. Maklum, masakan sangat sederhana. Tante masak dulu tadi untuk makan siang dan malam."
"Asyik.. makasih tante. Aku memang laper. Bang Stevan belum balik ini, mungkin dia mampir ke bakal sekolah kami dulu, mengembalikan formulir pendaftaran."
"Ooh.. kasian kamu nak. Ayo dimakan dulu. Tante mau keatas dulu liat Putra gak apa-apa yah. Nanti kamu nyusul aja ya nak kalau sudah selesai makan nya. Kasian Putra sendiri tidak ada yang liatin."
"Eh, ada papa aku kok tante. Udah satu jam lebih diatas (sambil melirik jam tangan nya). Belom balik ini.."
"Oh.. kebetulan, tante mau ketemu ayah kamu nak, tante mau ucapin terima kasih pada beliau atas kebaikan hatinya sama Putra."
"He em.. (sambil tersenyum dan mengangguk)."
Lalu ibu Putra mengeluarkan bungkusan makanan juga sendok dan minuman air mineral dan angsurkan ke Novi. Novi menerima dan mulai membuka bungkusan itu. Sementara ibu Putra, pamit dan pergi keluar ruangan.
Selang tak begitu lama, masuk seseorang ke dalam ruangan perawat itu. Mata nya segera menemukan Novi yang sedang makan.
"Adududuhh... enak sekali anak mamah makan nya, sampai nggak liat mamah nya datang..."
"Uggghh... huk.. hukk... (Novi tersedak, segera minum air mineral) Ah.. mamah bikin aku kaget ajah.. kok gak ngabarin mah mau datang?"
"Hehehe.. sengaja. Jam istirahat mama main kesini. Habis, suami dan dua anak mama disini semua. Mama nya di suruh ngantor. Ah, mamah mau kesini juga lah.."
"Ah, makan mah.. ini nasi dibawain sama ibu nya Putra mah. Tadi ibu nya Putra pulang dulu, trus katanya masak buat makan siang dan malam nanti. Aku dibawain juga.."
"Cie.. cie.. wah ada yang di bawain makanan nih ama ibu ehem nya.. hihihi.."
"Iiihh.. mamah.. godain ajah..." (muka Novi memerah mendapat godaan dari mamah nya, mukanya langsung menunduk)
"Coba mama lihat, masak apa sih.. wuiihh... makanan kampung mamah ini.. nasi liwet, sayur asem, ikan lele goreng, sambal terasi dadak, kerupuk sama lalapan kemangi dan terong hijau. Ih, hebat pisan si ibu salera na. Ih, mamah jadi keluar nih bahasa cibadak nya.. hihihi.."
"Ayo, sama-sama makan mah ama aku.."
"Gak ah.. itu kan buat kamu, sudah spesial dimasakin sama... itu tuh..."
"Aaaahh...iiihhh.. mama mah, Novi malu kan..."
"Udah, ayo makan lagi. Mamah keatas dulu. Papah kamu masih diatas kan?"
"Iya mah, masih. Belum balik kesini. Kalau papa mau pergi pasti kasih tau aku dulu, ini belom kok.."
"Ya oke.. eh abang mu Stevan belom kembali dari sekolah SMU nya kalian?"
"Belum mah, macet paling mah. Aku juga dari tadi nunggu abang, tapi gak datang- datang aku udah laper. Eh, tante ibu nya Putra datang bawa nasi aku di kasih, syukur banget lah.."
"Ya sudah mamah naik dulu. Hati-hati yah."
"Iya mah, pasti.."
Dea naik ke lantai tiga ruang ICU.
Sementara itu, di lantai tiga ruang ICU, ibu Putra sudah sampai, ia melihat anak nya dari luar kaca. Masih tertidur. Kemudian ibu itu mencar-cari seseorang sosok yang ingin sekali ia temui.
Dia memutari ruang beranda ICU, tetapi yang dicari tidak dia temukan. Akhir nya ibu kembali ke kaca tempat melihat pasien didalam. Selang semenit kemudian... seseorang melihat nya.. memperhatikan.. mengamati... dan tersenyum..
"Teteh...."
Bersambung ya gan...
Mohon kritik dan saran nya suhu..
Maaf halaman dua nya telat, jaringan lagi gak stabil udah upload lebih setengah eh hilang. Terpaksa dari awal lagi..
Semoga suhu semua terhibur...
ke hal. 21