Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Menebas Prinsip Menebar Asa

Bimabet
Lanjutan


Melihat adiknya berbaring karena serangan tangannya, K'mana memposisikan dirinya berlutut diantara paha adiknya. Diangkatnya pinggul adiknya, ditahan dengan bahu, sehingga terpampanglah didepannya dua lubang sejajar nan seksi.

Dilahapnya lubang yang atas, sambil mempermainkan klitoris dengan tangannya.
Birahi K'mana memerintahkan tindakan yang ekstrim.

Hidungnya menciumi lubang yang bawah. Aroma yang khas menambah birahinya, Lidahnya mulai menelusuri lubang pembuangan itu.

" Jangan kak! Kotor disitu! "protes sang adik kepada kakaknya.

" Lubang ini adinda sayang, biarlah jadi kenangan untuk kakak" argumen K'mana

"Tapi kak.... " belum selesai K'mari memprotes, K'mana melanjutkan proses yang sempat tertunda.

Ditusuk-tusuknya lubang anus dengan lidahnya. K'mari semakin lepas kontrol, tegangan-tegangan kenitmatan dengan voltasi tingkat tinggi dilepaskan lidah kakaknya. Tegangan menghantam deras dirinya memuncakkan birahinya.

Tangan kiri K'mari semakin memeras seprei, giginya mengigit ujung bantal dibantu dengan tangan kanannya. Sensasi ini sungguh luar biasa, sehingga K'mari berusaha menahan erangannya takut terdengar kedua orang tuanya dikamar bawah. Birahi telah mengumpulkan segala rasa disekujur tubuhnya untuk berkumpul di selakangannya.

" Ampuuuuunnnn kak, stoooopppp kak, pipissss" lirih K'mari seiring badannya bergerak sendiri ke kiri dan ke kanan tak mampu ia kendalikan lagi.

Sang kakak tersenyum bangga, bukannya memghentikan tetapi lebih mempercepat gesekan tangan di vagina sang adik.

Sesekali gesekan itu, ditambah cumbuan lidah di gua kenitmatan itu. Bukan hanya jilatan, ciuman juga tak ingin ketinggalan untuk berpartisipasi. Gigitan ringan pun melengkapi gelombang penghantar menuju puncak kenitmatan itu

K'mari pasrah hanya mampu mengerang sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa ingin pipis yang semakin tinggi. Badan tolaknya menjauhi kakaknya namun pinggangnya semakin disodorkan bahkan digoyangkan vaginanya ke atas dan kebawah.

Tangan K'mana semakin liar. Dibukanya bibir vagina sehingga terlihat dengan jelas lubang yang dibungkus bibir itu, klitoris yang semakin keras. Ditekannya, digosoknya dengan kecepatan RPM yang tinggi, dan......


K'mari memejamkan mata, napasnya terengah-engah. Kenitmatan duniawi telah menjalar ke seluruh darahnya. Tulangnya serasa lepas dari perekat sendinya. Entah berapa banyak cairan yang dikeluarkan selakangannya akibat perbuatan kakaknya.

Direbahnya kepala K'mana disamping K'mari, melihat adiknya tidak mampu bangkit setelah pertarungan maha dasyat tadi.

Kecupan sayang dikening K'mari dibalas senyum kepuasan dari adik tersayangnya itu. Pelukan hangat diberikan sang kakak kepada adiknya yang kalah dalam pertempuran itu.

Ciuman panas diberikan K'mari ke sang kakak, lidahnya menyeruak masuk ke mulut sang kakak. Tak ada perlawanan sang kakak terhadapnya, membuat sang adik berusaha memancing birahi sang kakak lebih dasyat.

Didudukinya perut sang kakak, ini membuat pergerakan sang kakak menjadi terbatas. Tangannya dengan pelan mulai melepas kancing piyama tanpa disadari sang kakak.

"Jangan dinda!" larang K'mana.

Tangannya berusaha menutupi tubuhnya dengan pakaiannya. Ia berusaha melepaskan dirinya dari kuncian tubuh adiknya. Tapi, K'mari tampak kesal pada sikap kakaknya, berusaha menyingkirkan tangan kakaknya.


Terjadilah pemaksaan dan penolakkan dari kedua kakak beradik itu. Kakak menolak sang adik memaksa. Hingga suatu saat.

" breeeettttttt. "

kain pembungkus tubuh K'mana Terobekkan. Terpampanglah tubuh penuh dengan memar dengan bekas luka mengering.

Sontak berlinanglah air mata K'mari. " Apa yang terjadi, kak.?" seraya memeluk kakaknya yang telah mengalir air dari dua matanya.

"hiks... Hiks... Hiks.... Selama 6 bulan, inilah yang dia perbuat kepadaku" dibelainya rambut adiknya lalu ia melanjutkan " Aku tidak dapat berbuat apa-apa, walau bakatku mengatakan untuk lari, tapi dia mengancam akan membuat susah ayah dan yang lebih membuatku pasra Ia mengancam akan menjual ibu dan dinda ke rumah bordir." lirih K'mana

" Kakak, engkau rela sengsara demi aku. Kau memang pelindungku"

sambil memeluk dan larut dalam kepedihan nasib yang menimpa kakaknya. Dicumbunya, sang panutan dia. Dengan dialiri air mata di pipinya. Diciumnya, dijilatnya setiap bilur-bilur memar dan luka sang kakak. Dilihatnya luka yang mulai terbuka kembali di puting payudaranya akibat remasannya.

"maaf kak! Aku tidak tahu"

sang kakak tersenyum, mengelengkan kepalanya, dan membelai rambut adiknya. Sang kakak, dengan terpejam, merasakan setiap letupan rangsangan sang adik di payudaranya.

Tangan K'mari mulai bergerilya menuju medan pertempuran di selangkangan K'mana. Sesaat sampai ke medan tersebut, tangan kanan K'mari ditahan oleh sang kakak. Sang adik mencium bibir sensual kakaknya, perlahan dia melorotkan celana dalam pink.

Air mata K'mari semakin tak terbendung. Vagina yang penuh memar dan bekas luka yang baru mengering. Lubang anus yang terluka.

" Kak..... "

menangislah K'mari yang secara tidak sadar merasakan kepedihan sang kakak demi melindungi keluarganya. Dijilatnya dengan penuh kehati-hatian, air mata K'mari semakin deras seiring jilatannya di vagina dan anus sang kakak.

Malam semakin larut, bulan semakin menampakan keanggunannya. Bintang-bintang mengoda bulan dengan gemerlapannya. Awan menyembunyikan diri, malu akan keindahan bulan dan bintang.

Malam menjadi saksi 2 insan kakak beradik beradu birahi dalam kepedihan. Nasib tersindir oleh perbuatan mereka berdua. Birahi mereka menang walau takdir mengatakan tidak.

Kenitmatan demi kenitmatan telah merasuki mereka. Larut malam tidak dihiraukannya. Ketidak pastian esok telah menunggu. Tapi malam ini, kepedihan harus menyingkir


End chapter ini, selanjutnya chapter "satu solusi"
 
Bab I
Chapter 2 - Satu Solusi



POV K'MANA KU'CARI



Aku terbangun subuh ini, badanku serasa tak mampu bangun lagi. Aku harus bangun, teringat aku harus segera meninggalkan rumah ini, kala matahari menampakan dirinya. Aku harus keluar dari kampung ini, aku harus mencari cara membantu keluargaku setelah keluar dari kampung ini



Ku selimuti tubuh telanjang adikku, ku kecup keningnya. Entah berapa kali adikku berhasil membuatku mencapai puncak kenitmatan. Ia berhasil membuatku pingsan beberapa kali. Terima kasih adikku, kau memang terbaik.



Kubasahi tubuhku, berharap dapat mengusir kelelahan diri ini. Setelah bersalin, kupandangi kamar yang penuh kenangan yang harus kutinggalkan. Aku turun kebawah, ku dapati ibunda menungguku di dapur. Telah disiapkan ikan goreng mentega kesukaanku.



" Ku harap, apa yang kau lakukan bersama adikmu semalam menjadi terakhir! " ucap bunda memulai percakapan.



" akh... Bunda… bunda tau apa yang.... "sebelum selesai aku berbicara bunda memotong.



" Aku tahu nak, lagi pula aku adalah dari suku T'ori. Aku mempunyai bakat untuk membaca pikiranmu nak" bunda menjelaskan.



Ya, aku bukan murni suku Hanxsar. Ayahlah murni suku Hanxsar. Bunda dari suku T'ori yang mempunyai bakat. Setiap orang dari suku T'ori mempunyai bakat yang berbeda-beda.



Karena darah bunda, aku dan adikku juga mempunyai bakat. Aku diberi bakat mengetahui sesuatu yang buruk datang mendekat. Adikku dengan bakat menciptakan teknologi yang unik.



" Jangan kau bongkar rahasia ditubuhmu sebelum kau menemukan R0345. Hanya dia yang dapat menyelamatkan keluarga kita. " terang ibu kepadaku.



" bunda, bagaimana cara aku menemukan dia? " ku ungkapkan keraguan diriku padanya.



" pergunakan bakatmu, engkau akan tahu ketika bertemu dengannya" terang ibuku, mmmhhh kurang menjawab keraguanku namun menenangkanku.



Tak terasa makanan kesukaanku telah habis. Mungkin inilah makanan kesukaan masakan ibuku yang terakhir yang aku makan. Aku akan sangat merindukan ini.



Waktunya telah tiba, ibu memelukku. Tak kulihat ayahku, adikku mungkin masih merasakan indahnya kenitmatan semalam dalam mimpinya.



"Bila aku menemukan dia atau keturunannya, akan kuberi liontin ini padanya dan memintanya untuk menikahimu. Penuhilah pemintaan ibu yang ini" ucap ibuku sambil menunjukan liontin di dadanya.



Air mata perpisahan mengiringi perpisahan kami berdua. Udara subuh hari itu, menjadi saksi cinta abadi ibu dan anak terpisah oleh nasib. Aku akan kembali menyelamatkanmu bunda.



Kuarahkan kaki ini menuju stasiun. Kubelikan tiket menuju ke ibukota. Tiket ku beli dengan harga 495.500 slevian, cukup membuatku miskin menyisakan 500 slevian. 500 slevian cukup untuk membeli segelas air minum. Beruntung ibu membekaliku untuk siang hari, tapi kalo malam tiba.... Aku tidak tahu apa yang akan terjadi...



Oh... Dewa pelindungku... Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan setelah ini.... Bantulah aku...



Tepat jam 6 pagi, kereta memulai perjalanannya, pertualanganku dimulai ketika roda kereta itu berputar. Setiap gerbong hanya terdiri dari 4 kabin. Didalam kabin kereta, dapat ditempati empat penumpang. Kabinku terisi semua, 2 pria suku hanxsar dan 1 perempuan suku Byl.



Suku Byl merupakan suku yang unik karena merekalah satu-satunya suku yang memiliki 4 tangan. Mereka adalah suku yang terkenal akan tenaganya. Untuk perempuan terlemah sekalipun mampu mengangkat 1 dun sendirian (1 dun = ukuran berat negara itu, kira-kira 150 kg). Mereka dulu merupakan pejuang garis depan yang tidak mengenal kata takut.



Percakapan ringan terjadi antara kami berempat. Para pria Hanxsar, K'dapan berkacamata dengan tinggi kira-kira 170 cm dan K'temu rupawan dengan tinggi 165 cm, merupakan 2 sahabat yang bekerja di ibukota, sebagai salesman.Mereka duduk didepanku. Sedangkan perempuan disebelahku, C'ari Mu'ka, ingin mengunjungi abangnya yang tinggal di ibukota. Dari kampung C'ari, T'laga Birahi, ke stasiun membutuhkan 12 jam dengan berjalan kaki.



Bakatku mengatakan bahwa mereka berdua didepanku mempunyai niat yang buruk. Beberapa kali mereka menawarkan minuman yang tidak mereka minum sendiri. Sedangkan untuk C'ari, bakatku mengatakan kalau aku harus dekat dengannya.



C'ari sangat cantik, dengan mata yang sedikit sipit, hidung mancung dan bibir yang tipis. Sepasang tangan atasnya aktif bergerak ketika berbicara, sedangkan sepasang tangan bawah terlipat di dadanya yang tidak begitu besar tapi menarik untuk dilihat.



Aku menggunakan mataku memberikan kode kepada C'ari untuk menolak minuman pemberian K'dapan kala itu. C'ari memandangku penuh keheranan tapi bertanya dengan lirikan matanya.



" C'ari, temani aku ke toilet yuk " aku langsung menarik tangannya tanpa persetujuannya.



" Mereka mempunyai niat jahat terhadap kita dengan minumannya. Aku tidak mampu melawan mereka, aku butuh bantuanmu" ucapku padanya sesampainya ditoilet khusus perempuan itu.



"Bagaimana kau mengetahuinya? "



" Aku seorang Hanxsar tapi didalam darahku mengalir darah T'ori. "



" ah... Bakatmu membaca pikiran mereka? "



" itu bakat ibuku, aku memiliki bakat mengetahui sesuatu yang buruk didekatku" jawabku menerangkannya



"mmmhhh... Lalu bagaimana bisa kau tau mereka jahat atau tidak? "



" aku curiga dengan minuman mereka, mereka tidak meminumnya. Tapi selalu menawarkannya kepada kita, bahkan dengan sedikit memaksa. Aku takut kalo kau meminumnya aku akan sendiri, dan aku tidak ingin meninggalkan kau sendiri, setidaknya kita sampai ke ibukota. " dengan panjang lebar aku menceritakan padanya.



" mmmhhh... Kalau begitu, ada satu cara membuktikan ucapanmu... "kemudian ia membisikku rencananya.



Kami kembali ke kabin kami, bertegur sapa dengan kedua orang itu, seolah-olah tidak terjadi sesuatu.



" tadi aku beli minuman, nih untuk kalian " tawar K'temu kepada kami lagi.



" terima kasih" ucap C'ari mengambil minuman tersebut dengan tangan kanan bawahnya.



Dibukanya minuman tersebut, dan berpura-pura minum. Sepintas kulihat kedua pria itu tersenyum menang. Tiba-tiba, tangan atas C'ari menangkap kedua tangan K'temu dan tangan kiri bawah mencengkram rahang, tangan kanan menuangkan minuman itu ke mulut K'temu.



K'dapan sedikit terkejut, di berusaha memukul C'ari. Bakatku mengatakan bahwa aku harus menahan tangan kanannya. Kutahan dengan kedua tanganku sebelum K'dapan melajukan kepalannya ke C'ari.



Ya aku berhasil tapi tidak ku tahan tangan kirinya yang bebas. Kepalan kirinya mendarat tepat di kepalaku. Dunia sekejap menjadi gelap, sayup kudengar namaku dipangil oleh C'ari. Dan......
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ya aku berhasil tapi tidak ku tahan tangan kirinya yang bebas. Kepalan kirinya mendarat tepat di kepalaku. Dunia sekejap menjadi gelap, sayup kudengar namaku dipangil oleh C'ari. Dan......

------------------------------------------------------------------000----------------------------------------------------------


Perlahan kubuka mataku, sayup kulihat C'ari duduk disampingku. Senyum manis C'ari sambil membelai rambutku. Aku merasakan kehangatan kasih sayang yang luar biasa dari belaian lembut dia. Senyumannya memberikan oase dalam kekeringan akibat nasib sialku.


" Kemana mereka? Apakah kita selamat? "tanya aku, terkejut begitu sadar dari pingsanku.

Perlahan kuraih roh-roh kesadaranku yang tadi melayang karena hantaman dikepalaku. Mereka melayang entah kemana. Kepalaku sedikit merasa berat tetapi beransur mulai hilang seiring roh-rohku mulai kembali kepada tempatnya,

" Tidak usah kau kuatir, mereka telah ditangkap petugas, yang kamu lakukan itu sangat berani. " tenang C'ari." Aku harus turun di kota ‘B'lagu Ka'mu’ untuk memberikan keterangan kepada polisi"

"Aku ikut denganmu, aku tak ada tujuan di ibukota" aku mengajukan diri untuk menemaninya, memang aku tidak tahu kemana lagi setelah sampai di ibukota. Aku telah mendapatkan teman seperjalanan, setidaknya aku bersamanya.

"Jangan… kali ini aku akan melakukan sendiri saja. Jangan kuatir akan banyak suku Byl dikota itu akan melindungiku. Lagipula, mereka bekerja pasti tidak sendiri, pasti ada kelompoknya. Akan sulit bagiku untuk melindungimu bila bersamamu" jelasnya sambil tersenyum.

Aku sadar bila memaksa lagi, aku malah menjadi batu sandungan bagi dia. Menyesal aku tidak mengikuti pelajaran beladiri di sekolahku dulu. Kupikir tidak ada gunanya, karena perempuan hanxsar setelah menikah tidak diperkenankan keluar dari rumah. Penyesalan memang selalu datang terlambat, seandainya aku dapat memutar waktu kembali.

Kupeluk dirinya, aku merasakan kedekatan batin dengan dirinya. Tetapi, waktu akan memisahkan kami. Bakatku mengatakan aku harus dekat dengan dirinya, namun kewaspadaan harus memisahkan kami.

Percakapan ringan terjadi selama perjalanan ini. Aku mengetahui dia adalah anak perempuan satu-satunya dari kepala kampung. Aneh mereka, suku Byl, tidak memiliki kepala suku. Selama ini, mereka menunggu yang ‘terpilih’ menurut ramalan para tetua suku. ‘Akan ada seseorang yang bukan dari suku Byl namun menjadi Suku Byl murni yang akan membawa suku mereka menuju zaman keemasan’. Demikianlah isi ramalan para tetua suku, menurut Ca’ri.

Suku Byl adalah suku yang sangat menghargai perempuan. Pernikahan sangat ditentukan, dilamar, dilaksanakan oleh pihak perempuan, walau kepala keluarga tetap sang suami, sebab mas kawinnya dari pihak laki-laki. Suami harus bertanggung jawab terhadap Istri, memberi nafkah lahir dan batin. Tetapi, bagi suami dalam menentukan siapa istrinya, sang istri yang memiliki hak untuk menentukan. Ini yang membuat dalam suku Byl, para perempuan dapat memaksa seorang laki-laki suku Byl untuk menikah secara paksa. Untuk para lelakinya tidak dapat melakukan kawin paksa terhadap para perempuannya.

Entah kenapa, aku merasa dekat dengannya. Bahkan aku merasa dia adalah saudara dekatku selain Adinda. Kuceritakan semua dari keluargaku, pekerjaanku, perjodohanku hingga akhirnya aku diusir dari keluargaku. Tanpa kusadari, kuceritakan semua permasalahanku padanya.

Kisah sengsaraku dimulai dari selesai akad dan resepsi pernikahanku. Malam pengantin yang seharusnya surga bagiku, itu merupakan awal neraka selama 180 hari kemudian. Malam pertama sesudah resepsi. Aku langsung dipasung dalam posisi menunduk, kedua tangan dan leherku diikat dalam sebuah papan tiga lubang, kedua kakiku di ikat dengan posisi saling berjauhan.

Tanpa aba-aba, ia mulai memecutiku. Menciptakan bilur-bilur yang terasa sangat pedih. Segala permohonan maafku tak memadamkan pecutannya. Maafku adalah vitamin bagi nafsu monster penyiksaanya padaku.

Puas dia memecutiku, tiba-tiba, ia langsung memasuki batang kejantannya ke kelaminku yang kering. Gua yang kering tanpa pelumas. Mungkin sensasi baginya, tidak bagiku.

Sakitnya luar biasa, seakan jiwaku telah meninggalkan ragaku. Kakiku tak mampu menopang namun dipaksa oleh tangan kasarnya dipinggangku.

Kurasakan darah mengalir dipahaku, seiring tusukan-tusukan kasar tonggak kejantannya. Gerakan maju mundurnya memaksakan bahuku menabrak palang pengikat kedua tanganku dengan kepalaku. Air mata tidak dapat berhenti mengalir ditemani lolongan kesakitan dari selangkanganku.

Kakiku menjinjit karena kesakitan. Tak dapat kuhindari selangkanganku dari serangan torpedo karena tangan yang kasar memegang pinggangku dan kaki yang terikat.

Tak seberapa lama ia berhenti, aku dapat bernapas sejenak, tapi....

Kurasaan batang itu menempel di lubang yang tidak seharusnya. Lubang pembuanganku. Dan....

Aku berteriak dengan keras, sakitnya lebih hebat dari yang tadi. Ini lebih menyakitkan. Kakiku bergetar hebat, seperti gempa dasyat menerpa bumi ini. Jiwa ini seakan sudah lepas dari ragaku. Air mata yang tadi sempat terhenti kembali mengalir di pipiku. Lolongan kesakitan dan permohonan ampun tak berhenti

Aku berusaha mengigit lidahku, ingin segera mengakhiri penderitaan ini. Sepertinya dia mengetahuinya. Karena segera setelah teriakanku, ia memasukan sebuah benda seperti bola dan mengikatnya melewati tengukku.

Teriakanku semakin tak jelas. Air liurku mengalir tak dapat kutahan.

Beberapa kali ia menampar pantatku dengan sebuah benda mirip dengan papan, namun terbungkus dengan latex. Kedua putingku dijepit dengan semacap penjepit yang tajam sepertinya ada rantai yang menggabungkan kedua penjepit itu. Saat rasa sakit diputingku sudah mulai reda, ia menggantungkan sesuatu pada rantai tersebut.

Kesakitan pada putingku mulai menanjak lagi. Dicambukinya aku lagi, tapi sekarang menggunakkan, aku merasakan, seperti bandul berduri di ujungnya.

Kakiku merasa tidak mampu berdiri lagi, aku terjatuh. Tapi, palang yang terkunci diantara leher dan pergelangan tanganku menahan tubuhku. Aku berusaha untuk berdiri lagi. Palang itu terasa mencekik aku ketika aku jatuh

Ia mengabil sebuah alat, aku dapat mendengarkan derit roda mendekat. Ditaruhnya benda itu diperutku. Diikatnya kedua kakiku di kaki bendah itu, praktis aku tidak dapat membengkokkan lututku lagi

Aku mengoyangkan badanku tak terarah ketika dia mulai memasukan lagi torpedonya ke anusku. Sebelumnya, ia telah memasukan sesuatu yang begetar kedalam vaginaku. Rasa itu lebih menyakitkan lagi. Kedua benda tersebut serasa merobek kedua lubangku itu.

Dorongan maju mundurnya lebih kasar, perih sekali setiap kali ia mendorong dan memundurkan. Benda divaginaku tersasa lebih kuat getarannya. Pemberat diputingku mengayun semakin kuat. Setiap ayunannya serasa perih dipayudaraku. Kemudian...

Gelap... Ya, aku pingsan. Entah berapa lama ia mengenjot aku. Saat aku sadar ia masih memaju mundurkan batang merusak anus aku…..

Dan ia mengeluarkan seluruh spermanya di lubang itu. Sesaat ia mencabutnya... Berhamburlah isi dalam lubang itu, mengeluarkan bau yang tak sedap.

Ia kemudian memakiku dan mulai mencambuki aku lagi. Sakit dari cambukan itu sudah tak mampu menutupi sakit dari vagina dan anusku.

Aku dibiarkan tertidur dalam posisi bungkuk terikat sampai pagi. Ditemani aroma yang sangat tidak sedap yang berasal dari lubang anusku.


Pagi hari, siksaan itu lebih sadis. Ia memandikan aku dengan menyiramkan air tegangan tinggi. Badan yang kaku terasa sakit ditambah semprotan air untuk membersihkan diriku.

Setelah itu, ia mulai memaksakan batang itu masuk ke kerongkongku. Batang 25 cm berdiameter 4 cm dibenamkan di mulutku menyentuh kerongkonganku bahkan menembusinya.

Dibenamnya sampai aku hampir kehabisan napas. Dilepas sebentar, kemudian dimasukan kembali, diulangnya terus menerus.

Aku tidak dapat menahan air liurku sendiri. Air liurku mengalir tiada henti. Tak dapat dibedakan lagi antara air liur dengan air mataku.

Ia membuang seluruh spermanya di tenggorokanku. Aku tersedak karena spermanya. Lalu dengan kasar, ia menekan hidungku sehingga mau tidak mau, aku harus menelan cairan yang menjijikan itu.

Bahkan beberapa hari sekali, ia akan mengajak teman-temannya sekitar 20 orang, untuk memperkosaku. Kedua tangan dan kakiku diikat keatas. Mereka bergilir memasukan kebanggaan mereka di kelaminku, anusku dan dimulutku.

K'kuasaan memerintahkan mereka untuk tidak membuang sperma di kelaminku. Sehingga anusku dan mulutkulah menjadi pembuangan kelamin mereka.

Ikatan tali tidak lepas dari tubuhku, walau tidak sama posisinya. Tali itu tetap terikat dibadanku selama 180 hari. Dan selama 180 hari itu pula, aku tidak pernah tidur dalam keadaan terlentang diatas kasur. Tidak ada satu hari tanpa siksaan cambukan, pukulan, tamparan.

Bilur kesedihan terlihat dari mata C'ari. Perempuan berwajah oval itu memelukku. Ada kehangatan persaudaraan dari pelukan itu. Akupun terharu. Tak terasa air mata sudah berlari dipipiku.


"Dia tidak akan berhenti, ia akan melakukan hal yang sama kepada adik dan ibumu. " jelasnya.

" Setibanya di ibukota, segeralah meminta pertolongan dengan r0345. Hanya dia yang dapat membantumu. "

" Eh... Apakah kamu tahu siapa dia? "tanyaku terkejut dengan perkataannya yang sama dengan ibunda.

"Sayangnya aku tidak dapat membantumu, tapi saudara-saudaraku dapat membantumu" katanya sambil menyerahkan kalung berbentuk taring hewan dengan ukiran-ukiran khas suku Byl.

"bila kamu bertemu dengan kaumku, tunjukkan ini, katakan engkau adalah saudara dari C'ari Mu'ka anak dari C'ari Kpasti'an dari marga C'ari. Mereka akan membantumu. “

"saudara? Kau mau menjadi saudaraku, yang kotor dan hina ini? "

" yah! Kau adalah saudariku, entah mengapa aku merasa dekat denganmu, aku berharap kau mau bersaudara dengan aku yang bertangan 4 ini. "

Aku tersenyum. Didadaku sekarang seperti musim semi penuh dengan bunga. Bunga yang bermekaran di tanah tandus tersirami hujan kabar bahagia ini. Anggukan semangat mengalahkan mulutku untuk mengucapkan kata “Ya”.


“ Namamu sekarang adalah C’ari K’mana Ku’cari, dan panggil aku dengan Mu’ka. Bagaimana kakak?”


“eh…kok kakak” protesku merasa dituakan


“ya, karena kakak sudah menikah, hahaha” jawabnya dengan nada canda, namun aku merasakan kebenaran argumentasinya. Aku tak ingin berpanjang lebar dengan masalah ini, Aku sedang dalam keadaan bahagia.



Perasaan senang dan haru tak dapat kulukiskan. Saat aku diusir keluargaku, aku mendapatkan keluarga yang baru. Air mata kebahagiaan mengalir seiring aku memeluknya. Nasibku seolah mengalir ke arah lebih baik. Aku tidak sendiri lagi.



Selama perjalanan itu, kami saling bertukar cerita. Aku merasa dekat dengannya. Aku semakin mengetahui bahwa dia adalah putri tunggal. Tinggal didaerah yang dikucilkan pemerintah pusat karena korupsi pejabat pemerintahan. Listrik sudah 2 tahun tidak mengalir ke daerahnya, sejak tiang penyangga kabel yang mengalirkan tenaga listrik ke kampungnya, rubuh dampak serangan balasan dari kaum pemberontak.


Kaum pemberontak sudah dua tahun ini tidak menunjukan pergerakannya. Aku tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Aku tidak perduli, yang pasti aku bersyukur karena kami Negara “M’na Brungmu” dapat hidup dengan damai sejahtera. Pembangunan selama 2 tahun ini sangat mulai terasa, walau belum merata. Daerah pelosok mungkin beluim merasakan pembangunan itu, namun pergerakan pembangunan menuju kearah sana. Yang membuat pembangunan melambat adalah korupsi dan kritik tanpa solusi yang gila-gilaan dari para petinggi pemerintahan terutama dari pihak opposisi, dalam hal ini mayoritas adalah suku Hanxsar.


Suku Hanxsar merupakan pemegang kekuasaan Legistatif, sedangkan kekuasaan eksekutif dikendalikan oleh gabungan lima suku, Suku T’ori, Suku Byl, Suku Bilawa, Suku Seyifi, dan Suku K’esiti. Lembaga Yudikatif dipegang oleh para tetua suku dengan bantuan angkatan perang Negara ini. Kesemuanya itu, memerintah di Ibukota yang bernama “Ini Brungku”.


Tak terasa, kereta telah sampai di kota “B’lagu Kmu”. Sebuah kota dipinggiran ibukota berjarak 2 jam setengah, bila menggunakan kereta ini, munuju ke ibukota. Kota yang berpenduduk 150 ribu jiwa ini, bermata penghasilan sebagai para aparat pemerintah militer. Tak ada satupun yang tinggal dikota ini bermata pencaharian selain Aparat pemerintah Militer. Para tentara, para polisi memang sengaja ditempakan di kota yang mengelilingi ibukota, supaya apabila ada serangan mendadak, mereka akan cepat dikerahkan untuk melindunginya.


Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Namun setiap perpisahan belum tentu ada pertemuan kembali. Ini yang amat kusedihan. Baru saja bertemu dengan adik angkatku, beberapa saat kemudian harus berpisah. Yang lebih membuat aku sedih, aku tidak mempunyai cara untuk tetap berkomunikasi dengan adik baruku ini.


Kupeluk dia, kuucapkan perpisahan dengan dia. Dan berjanji apabila aku sudah mempunyai tempat untuk berteduh di ibukota, akan kucari cara untuk mengabarkan keberadaaanku kepadanya. Kembali, airmata menghiasi raut kesedihanku dan dirinya. Entah kapan lagi, kita akan berjumpa kembali.


Perjalanan dari kampungku menuju ibukota memakan waktu 15 jam. Masih ada 2 jam menuju ke ibukota. Aku teringat dengan alat komunikasi buatan K’Mari. Rasa penasaranku ingin mencobanya serta mengobati rasa rinduku kepadanya.

“Adinda K’mari, apakah kau disana ?” aku mulai mencoba alat yang dia berikan kepadaku.

“Kakak, sudah sampai dimana kak?” K’mari bertanya dengan ku tak seberapa lama kemudian.


“Sebentar lagi aku akan sampai di ibukota, adinda ….”


Kami bercerita, melepaskan kerinduan kami, padahal belum ada sehari kami bertemu. Tak lupa kuceritakan tentang Mu’ka adik baruku, kakak baru adinda. Ada kesan keceriaan pada K’mari, ketika ia mengetahui ada saudara angkat baru dan tak sabar ingin segera menemuinya. Keceriaanya adalah anugerah yang terindah yang diberikan kepadaku.


“Dalam waktu lima menit, kita akan sampai di Ibukota, “Ini Brungku”. Harap periksa kembali barang bawaan saudara. Terima kasih berperjalanan bersama kami.” Pengumuman yang menandakan dimulainya pertualangan ku dalam lima menit lagi. Kumasukan alat komunikasi dan kalung pemberian Mu’ka kedalam jaketku. Kuambil bagasiku, kuperiksa kembali bawaanku.


Saat kereta telah berhenti sempurna, aku masih terduduk dalam kabinku. Kutunggu penumpang lain untuk turun terlebih dahulu. Aku tidak begitu suka berdesakan tetapi ini semua dikarenakan aku tidak mempunyai tujuan setelah keluar dari kereta ini.


Kulihat stasiun telah sepi. Aku mulai melangkahkan kakiku keluar dari stasiun ini. Entah kemana arahku, kupercayakan kakiku ini akan melangkah.


Aku berhenti sejenak di sebuah papan yang terdapat gambar denah stasiun ini. Aku melihat 3 buah gerbang keluar. Yang terdekat gerbang B dari tempat aku berhenti. 18 toilet yang tersebar diseluruh penjuru terminal ini. Gerbang terjauh gerbang A, aku harus melalui beberapa ruangan untuk menuju kesana.


Perlahan kuberjalan ke gerbang keluar. Aku memilih gerbang B karena aku pikir yang terdekat dengan posisi aku berdiri saat ini.


Sambil berjalan, aku memperhatian sekelilingku. Terpampang billboard yang menawarkan produk unggulan perusahaan-perusahaan. Tetapi ada satu yang menarik perhatianku. Sebuah pariwara sederhana dengan gambar pemukiman menawarkan rumah-rumah didekat terminal ini. Harga ditawarkan cukup murah, hanya 1.000.000.000 slevian. Yang mencuri perhatianku, tulisan kecil dipojok kanan bawah. ‘dicari tenaga marketing untuk PT. Brakit Kehulu Mati Kmudian.


Yap…aku akan melamar kerja disana besok. Hari ini aku harus menemukan tempat untuk mengistirahatkan tubuh ini. Segala surat yang dibutuhkan ada dalam koper yang kutarik ini.


Suasana terminal tiba-tiba sangat mencekam. Tak kulihat, para security disekitar sini. Aku merasa ditinggalkan oleh keramaian. Yang seharusnya ada pada ibukota ini. Kemana ‘kota yang tak tidur’?


Bakatku menyuruh aku untuk secepatnya keluar dari tempat ini. Aku sendiri mulai merasakan aura kejahatan mengelilingku. Kian kupercepat langkah kakiku menuju pintu keluar.


Jantungku berdenyut semakin kencang ketika hampir menuju pintu luar. Aku melihat siluet manusia diujung gerbang itu. Aku merasa lega karena kulihat ada juga manusia yang masih disini. Tapi, tinggal beberapa langkah, aku melihat sekilas kilatan sinar pada tangannya. Aku tersadar yang dipegangnya adalah pisau.


Segera aku membalikkan arah langkahku, aku memfokuskan diriku untuk keluar dari gerbang A yang jaraknya terdekat dengan gerbang B. Dengan sedikit berlari, aku mempercepat langkah kakiku menuju ke gerbang itu. Kulewati deretan kursi tunggu yang terbuat dari besi itu. Dan tampaklah gerbang itu.


Kakiku mulai merasakan lelah, rasanya kakiku menolak untuk melangkah lagi. Kupaksakan kakiku melangkah dengan pelan-pelan. Tapi, ada sosok yang menghalangi gerbang. Tangan kanannya memegang sebuah pisau yang panjang, kira-kira sepanjang 4 kaki.


Bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Hawa ketakutanku mulai mengeliat menampakan diri. Aku mundur beberapa langkah. Dari belakangku, terdengar suara besi yang diadukan. Kemudian terdengar tawa yang seram dan berkata


“ Mau kemana manis, kami hanya ingin hartamu dan juga sedikit kesenangan, hahaha“


Hawa ketakutan semakin menguasai kesadaranku. Kenapa kesialan tak mau menjauh dariku. Segala nasib buruk selalu menghampiriku. Keputusasaan mulai semakin akrab denganku.


Sayup aku mendengar, ada sebuah kereta mendekat. Aku memutuskan untuk melepaskan jiwa ini dari ragaku daripada harus menyerahkan kehormatan yang tidak suci ini lagi.


Sambil berlari menghindari mereka, Aku menunggu waktu yang tepat untuk melompat. Mereka hanya berdua, tapi memegang senjata yang sama. Mereka memukul kursi tunggu dengan senjata itu. Mereka mendekati aku dengan berjalan dengan langkah yang cepat memperkecil jarak kami.


Suara deru kereta itu semakin dekat. Aku langsung melompat ke rel kereta. Mereka juga melompat pula. Jarak kami dengan rel hanya beberapa meter saja. Aku sengaja menuju tengah rel sambil berlari mendekati arah datangnya kereta itu.


Salah seorang dari mereka mengejarku. Aku semakin mempercepat lariku mendekati kereta itu. Senjata itu sengaja digesekan pada rel kereta sehingga menimbulkan derik yang menyerang psikologiku. Aku harus mengakui cara mereka berhasil. Keputusasaanku semakin memuncak, aku berharap kereta itu cepat datang.


“DAPAT!” teriak orang yang mengejarku ketika berhasil meraih koperku.


Reflex aku mempertahankannya dengan sekuat tenagaku. Tarik menarik koperpun terjadi. Aku berada disisi yang berpegangan, ia berada pada posisi beroda. Ayahanda pernah mengajariku memancing ikan dengan kail. Aku praktekan pada drama tarik menarik koper. Secara tiba-tiba, aku mendorong lalu sesaat kemudian aku tarik dengan kencang.


Berhasil! Tapi seorang lagi datang dan menangkap ujung koper lagi. Arrr, hampir saja aku berhasil. Bakatku mengatakan untuk mempertahankan koper itu. Aneh, padahal sesaat lalu aku sudah siap untuk menabrakan diri ke kereta yang laju ini. mengakhir nasib burukku segera. Tapi sekarang, bayangan surat-surat dan hasutan bakatku , aku harus mempertahankannya.


Tenaga 2 lelaki adalah bukan tandingan bagi seorang perempuan seperti aku. Aku menggunakan taktik memancing dari ayahanda. Saat salah satu dari mereka maju untuk meraih aku. Aku mendorong koperku kemudian menariknya sambil berlari. Memang terlepas dari pria yang menahan koper itu, tapi pria yang akan menangkapku mencoba untuk meraihnya kembali. Taktik sederhana, namun dapat mengecoh mereka.


Sampai suatu saat, bakatku menyuruhku untuk melepaskannya dan lompat keluar rel sebelah kiri. Aku mengikuti kata bakatku dan aku terjatuh di sebelah rel terluar, ternyata ada sebuah lubang disana cukup untuk satu tubuh bersembunyi (author: biasanya lubang ini digunakan untuk teknisi menghindari tabrakan rel, karena terminal dicerita ini merupakan terminal bawah tanah).


“BRAKKKK!”


Aku melihat cipratan darah sesaat bunyi itu. Setelah kereta itu berlalu. Aku melihat 3 buah tangan dan 4 buah kaki bertebaran tanpa terlihat kemana tubuh, kepala dan …. KOPERKU!


-

-

-


Aku melangkah lemah keluar dari terminal itu. Kubiarkan kakiku melangkah. Aku kehilangan 500 slevianku, bajuku dan surat-surat yang kuperlukan untuk mencari kerja besok.


Kakiku terus melangkah menjauhi terminal. Mataku kehilangan focus. Otakku berhenti berpikir. Cacing diperutku mulai melakukan demonstrasi. Karena makanan terakhir yang mereka nitmati sekitar 10 jam yang lalu.


Mataku mulai terasa 10 dun. Kakikupun mulai kehabisan bahan bakarnya. Aku melihat disekelilingku. Ada sebuah yang bercahaya disana, mungkin rumah makan atau café atau club malam, akh…aku tak bisa berpikir lagi…


Kududukan diriku di trotoar ini, menunduk dan menangis. Menangisi kemalangan nasibku. Menangisi nasib buruku diriku. Meratapi kerapuhanku saat ini.


“oh..dewa Hanxsar, Dewa T’ori, Dewa Byl, Dewa Bilawa, Dewa Seyifi, Dewa K’esiti…mengapa nasibku begini? Aku bersumpah siapapun yang membantuku saat ini, aku akan mengabdikan diriku sepenuhnya pada dirinya. Bila dia orang baik maka jadilah aku orang baik. Bila dia orang jahat jadilah aku orang yang jahat”


“Hiks…hiks…hiks…” sambil memeluk kedua kakiku aku membenamkan mukaku dan meratapi nasib ini….



….

……

……..

……….Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd