Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Menebas Prinsip Menebar Asa

Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
jancuk itu kok namanya kmana kmari
wkwkwk

semoga ada cara khusus untuk membedakan nama2 tokoh wanita atau tokoh pria

ga papa om...tapi emang agak ke belibet ngingetin nama namanya, semoga terbiasa
lanjut...

Nama2nya aneh2 ya hu
Lanjut deh

Menarik.. tapi nama nama nya agak aneh gitu sih jadi bacanya agak gimana gitu.. ok lancroootkan suhu....
Maaf para suhu semua, i akan coba memperbaikinya untuk kedepannya
 
Bab I
Chapter 3. Bad Habit

--- H – Tiga tahun yang lalu ----

Langit tengah menjadi ajang gemerlapnya bintang-bintang ditemani sang rembulan. Awan tidak mau menemani, seolah menyingkir dari kemegahan malam hari. Disebuah kota yang menjadi ibu. Penduduk menantang langit dengan menantang bintang dengan lampu yang berkelap kelip. Keindahan kota dengan beribu gedung bertingkat tinggi bercahaya menambah semaraknya malam.
Kehidupan malam selalu menarik kaum muda. Terutama eksekutif muda yang mempunyai penghasilan yang besar. Khususnya para penerus trah kerajaan bisnis yang memiliki keuangannya tak terbatas. Kota yang akan terdiam apabila uang yang berbicara.
Sebuah klub malam, kisah seorang manusia bermula. Pemuda tanpa kemampuan fisik namun mempunyai finansial yang luar biasa. Dengan uangnya, ia mampu membeli apapun yang ada dalam kota ini. Namun, semua itu berasal dari sang ayah yang terkenal sebagai pengusaha terkenal. Ayahnya masuk dalam 5 pengusaha terkaya dan termasuk dalam kelompok pendukung pemerintah yang loyal.
“Lanjut….kita Lanjutkan Pesta kita sampai besok pagi!” Sahut seorang pemuda yang sudah mabuk minuman beralkohol.
Meja itu sudah penuh dengan botol bekas minuman keras. Kawan-kawannya sudah banyak yang tumbang, tak mampu mengimbanginya dalam urusan minuman keras. Alkohol sudah menjadi santapan keseharian setiap malam bagi pemuda-pemudi ini.
“fus…sudahan yuk, besok kan kamu harus pergi liburan bersama dengan Ayahmu” kawannya mengajak pria itu untuk berhenti.
Pria itu tersenyum kepada kawannya, lalu tanpa pamit ia meninggalkan kawan-kawannya yang sudah terkapar.
Ia terhenti sebentar, kemudian ia kembali ke mejanya. Melemparkan beberapa lembar uang kertas sebanyak 1.000.000 slevian, dan menarik seorang wanita berbaju merah.
Wanita itu sangat cantik, menonjolkan sedikit aurat yang mengundang hasrat lelaki normal yang melihatnya. Dengan hidung macung, mata yang tajam, bibir yang tebal, lelaki mana yang menolak bila diajak ngamar dengannya. Dada yang mendapatkan kehormatan menyandang cup F, tak heran ia dipilih oleh pria itu.
Dipapahnya perempuan, yang telah kehilangan kesadaran karena kadar alcohol yang tinggi, itu ke mobilnya. Didudukkannya disebelah sopir yang akan bekerja. Dicium kening perempuan itu, kemudian menjalar ke mulut. Ciuman itu tak berbalas, gadis sudah dalam alam impian tingkat tinggi.
Malam yang dingin namun cerah. Kegelapan menyelimuti sang malam menghantarkan mimpi bagi mereka yang tidak berjaga. Kereta besi sang pria sedang membelah kegelapan itu. Tujuannya satu. Sebuah gedung dengan 100 lantai.
Gedung itu adalah gedung apartemen mewah miliknya. Lantai ke 100 adalah rumah pribadi dia. Dilantai itu merupakan kerajaannya, dari sanalah ia bertahta memerintah. Dia adalah Rufus Angkasa Murka.
Namun, kekayaannya bukan hasil kerja keras dia. Uangnya mengalir tak henti dari ayahnya. Tak heran prilaku dia buruk. Lelaki yang hanya menghamburkan kekayaan tak terbatas ayahnya.
Sesampainya dikamar, ditelanjanginya wanita itu. Dijilatnya dan diciumnya setiap inci tubuh wanita itu. Lenguhan kenitmatan dari perempuan tersebut, namun tidak membangunkan kesadaran perempuan itu.
Lidah Rufus sudah menyerang ke selangkangan wanita itu, erangan-erangan wanita itu belum mengembalikan diri wanita itu ke alam sadarnya…
Dengan segera, ia menancapkan tonggak penghasil benih manusia itu ke gua penghasil manusia. Digapainya kenitmatan duniawi dengan mengorbankan perempuan yang tidak sadar karena pengaruh alcohol yang luar biasa tinggi itu. Bukan hanya alcohol, tetapi bubuk penidur yang sengaja ditaburkan Rufus kala perempuan itu ke toilet. Tak ada teman-temannya yang sadar ketika Rufus melakukan hal itu. Kalaupun sadar, teman-temannya akan pura-pura tidak tersadar karena takut apa yang akan dilakukan Rufus kepada mereka bila mereka membocorkannya.
Dipompanya dengan seluruh birahinya, tanpa memperdulikan rasa yang dirasakan perempuan itu. Kecepatan genjotannya semakin lama semakin cepat. Terdengar erangan perempuan itu mulai ada pergerakan pada tangannya. Jemari yang lentik itu mulai meremas ujung bantal dan sesekali mengankat pinggangnya namun mata perempuan itu sangat berat untuk di buka.
Setelah sekian lama, dibenamkan seluruh tongkat birahi Rufus kedalam vagina perempuan itu. Disemprotkannya seluruh birahinya melepaskan puluhan miliar benih pembuahan kedalam Rahim perempuan tak berdaya itu.
Rufus turun dari ranjang yang berantakan itu, berjalan menuju beberapa kamera yang menjadi saksi perbuatan bejat dia. Kamera itu menyimpan perbuatan terkutuk dia terhadap perempuan itu. Rekaman itu disimpan sebagai jaminan masa depan dia untuk mengulangi perbuatannya kepada perempuan itu kembali.
Hal ini telah dia lakukan terhadap para perempuan yang ia kenal, baik yang sudah bersuami ataupun yang masih berstatus lajang. Ia melakukan dengan ukuran nafsu bukan cinta. Cinta baginya adalah omong kosong. Cinta baginya sesuatu yang ia bisa beli dengan uang. Nafsu baginya lebih penting daripada cinta.



Sinar matahari mulai mencoba menerobos pertahanan gedung-gedung tinggi kota. Dingin malam perlahan mulai terusir oleh panasnya siang. Pagi itu, aktivitas normal para penghuni kota itu dimulai lagi. Beberapa ritualitas warga terlihat bersemangat.
Perempuan perlahan tersadar dari pengaruh alcohol dan obat penidur. Perlahan dia kumpulkan segala roh yang bertebaran. Sampai dengan roh kesadaran itu berkumpul, ia merasakan bagian anusnya dalam keadaan perih. Vaginanya dalam keadaan basah dan penuh, ia merasakan goyangan-goyangan membangkitkan birahi.

“RUFUS…..APA YANG KAMU LAKUKAN?” teriak perempuan itu sambil menahan birahi yang mulai naik
“HEHEHE….Nitmati saja, kita sudah melakukannya semalamnya, kau yang meminta aku melakukan di anusmu….”ujar Rufus sambil nyegir melanjutkan olahraga paginya di anus perempuan itu.
“TIDAK….TIDAK….TIDAK…OHHHHHHHH”tolak perempuan itu disambut orgasme yang melanda tubuhnya.
“apa katamu? Tidak? Tapi kamu menitmatinya bukan…..” ejek Rufus.
Dilepasnya batang keperkasaannya dari anus perempuan itu. Ditariknya dildo yang menancap di liang sanggama kemudian dipindahkannya ke anus. Rufus memainkan dildo yang meliuk-liuk dan bergetar didalam anus itu.
Perempuan itu tak dapat berbuat apa-apa. Bagian tubuh bagian pinggang ke kepala serasa berat. Tak mampu ia gerakan walaupun sedikit. Hanya rasa nyeri dan kenitmatan yang sampai pada otaknya. Otaknya memerintahkan mulutnya untuk mendesah kenitmatan. Matanya terpejam karena malu yang teramat sangat. Tubuh sucinya yang seharusnya hanya untuk suaminya nitmati. Kini sedang dicicipi oleh teman suaminya tanpa sepengetahuan suami tercintanya.
Airmata perempuan itu tak terbendung lagi. Airmata karena rasa malu. Airmata karena penodaan. Airmata karena terhina. Airmata penyesalan.Airmata karena merasa tidak setia pada suaminya.
Gairah perempuan itu semakin meningkat ketika Rufus menaikan intensitas liukan dan getaran dildo di anusnya. Dimiringkan posisi dari terlentang oleh Rufus membuat Vagina itu terlihat semakin seksi. Paha kanan perempuan itu ditekan dengan perlahan menuju dada besar itu. Dimasukan perlahan tonggak keperkasaaannya menuju liang kenitmatan. Erangan kenitmatan semakin menjadi bak nyanyian multivitamin penambah gairah dipagi ini.
“AH…AH….AH….TIDAK…..AH…KU…AKAN KELUAAAAAAAAARRRRRRRRRRR” teriak perempuan itu mendapatkan orgasme kedua setelah ia sadar.
Orgasme yang tidak ia inginkan. Orgasme yang tidak ia dapati dari berhubungan dengan suaminya. Orgasme yang didapati dari pria yang bukan menjadi suaminya.
Hatinya kini dalam keadaan bimbang. Satu sisi hubungan ini tidak ia inginkan. Sisi lain ia sangat menitmatinya. Pikirannya menyuruh dia untuk tidak menitmatinya. Namun, nafsu seperti menemukan oase setelah menderita kehausan yang berkepanjangan.
Tangan kirinya mulai meremas ujung bantal yang ditiduri kepalanya. Tangan kanannya membantu dirinya meningkatkan birahinya dengan meremas buah dada kanannya. Pinggulnya mulai bergoyang mengiringi goyangan Rufus yang semakin bersemangat melihat perubahan dirinya. Pantat kanannya sesekali dipukul oleh Rufus menambah sensasi kenitmatan bertubi-tubi.
Gerakan maju-mundur Rufus meningkat. Ia tidak perduli berapa kali perempuan itu mencapai orgasmenya. Tangannya bergerilya sekitar payudara yang besar itu dan sesekali meremas dengan gemas. Sensasi persetubuhan semakin nitmat bagi Rufus, semakin panas karena penis terjepit dinding vagina setiap kali perempuan itu menegangkan tubuhnya kala mendapatkan klimaks yang bertubi-tubi.
“AKHHHHHHHHH……ENAK…….” Teriak Rufus yang telah mencapai klimaksnya.
Ditancapkan penis, berdiameter 5 cm dengan panjang 37 cm, itu sedalam-dalamnya di vagina yang basah karena cairan kenitmatan itu. Disemprotnya sel-sel sperma sehat beberapa kali ke Rahim perempuan tak beranak setelah pernikahannya setahun yang lalu. Ditahannya penis itu beberapa saat seiring perempuan yang berkelejotan efek dari klimaks yang hebat dari semprotan sperma Rufus dalam rahimnya.
“ Plop….” Suara yang terdengar seiring dengan berhamburan keluar campuran cairan nafsu dan cairan birahi dari selangkangan perempuan itu ketika Rufus mencabut penisnya. Rufus langsung menuju kamar mandinya meninggalkan perempuan itu berbaring lemah. Tampak raut kesedihan dari wajah perempuan itu, air mata mengalir seiring dengan perasaan hina dan tidak terhormat lagi serta penghianatannya kepada suaminya karena telah menitmati persetubuhan tadi.
“Kenapa kau tega terhadapku?” Tanya perempuan itu kepada Rufus yang baru saja menyelesaikan mandinya.
“Aku sudah bernafsu terhadapmu sejak kau dikenalkan K’tok, suamimu. Tubuhmu sangat seksi dihiasi payudara besarmu. Tutur katamu yang rendah diri telah menunjukan keeleganan dirimu. Membuatku semakin membayangkan melampiaskan napsuku denganmu, M’aya” jawab Rufus sambil tersenyum nakal kepada M’aya, perempuan yang baru saja ia nitmati.
“Sudah lama aku merencanakan ini. Aku lebih mematangkannya lagi setelah mengetahui K’tok mempunyai sperma yang lemah tidak mampu membuahimu. Aku hanya membantu kau mendapatkan momongan yang kau impikan” Lanjutnya.
“eh… kapan kamu mengetahuinya?” terkejut M’aya karena fakta yang seharusnya menjadi rahasia dirinya sendiri.
M’ya selama ini sudah curiga ketidak mampuan suaminya membuahi dirinya. Kemarin pagi, ia membawa sperma suaminya hasil pergumulannya diwaktu subuh ke Labotarium. Hasil cek labotarium menunjukan sperma suaminya lemah dan tidak dapat membuahi rahimnya. Itulah yang membuat ia mengiakan ajakan kawan-kawannya untuk dugem bersama.
Keputusan sederhana yang membuat ia kehilangan kehormatannya sebagai istri yang setia. Namun harus ia akui, keputusan itu juga yang membuat dia menitmati kenitmatan duniawi yang selama ini tidak ia dapatkan dari suaminya. Keputusan itu juga membuat ia kehilangan keperawanan Anusnya yang bahkan suaminya sendiri tidak akan ia berikan. Keputusan itu pula yang membuat dia kemungkinan akan mendapatkan momongan yang ia impikan walaupun bukan dari suaminya.
“hehehe….dalam keadaan mabuk, kau mengatakan hasil tes laboratorium itu kepadaku dan meminta tolong kepadaku, hehe, sebagai teman aku tentu membantumu tapi kamu juga harus membantuku, hahaha” ujar Rufus kian membuat perasaan M’aya tidak karuan.
“Aku harus bagaimana lagi, aku sudah hina terhadap suamiku…hiks….hiks….hiks…” menangislah M’aya melihat kenyataan buruk dihadapannya
“Engkau harus tetap dengan suamimu, soal malam ini tidak akan sampai pada suamimu. Namun, malam ini bukanlah yang terakhir” ujar Rufus sambil mengangkat dagu M’aya.
“Jangan….aku mohon biarlah malam ini menjadi pertama dan terakhir….atau aku adukan permasalahan ini kepada polisi” sanggah M’aya mencoba menghindari tindakan lanjutan Rufus dengan mengancamnya.
“Aku telah meminta K’tok untuk menelepon polisi dan mencariku apabila aku tidak pulang semalam, sekarang mungkin polisi sedang mencariku…tinggal menunggu waktu anda akan menghadapi hukum” ancam M’aya walaupun hanya bualannya saja mencoba menakuti Rufus.
“kau tahu? Hukum disini dapat ku beli. Lagi pula bagaimana mereka akan percaya kepadamu. Tadi malam dan tadi pagi kamu dengan sukarela menjadi pelacurku.” Rufus memperlihatkan rekaman persetubuhan dirinya dimana dia juga menitmatinya.
“Dan kau tahu, kenapa suamimu tidak dapat membuahi kamu? Karena ia akan segera mempunyai momongan” senyum sinis Rufus selesai dengan perkataan ini
“Tidak…tidak mungkin…tidak mungkin…” M’aya semakin runtuh pertahanan kepercayaannya terhadap suaminya.
“Ya…itulah yang terjadi….selama sebulan, berapa kali engkau melayani seks dari dia?” Rufus mencoba meyakinkan M’aya
“Sekali dalam sebulan, dan itupun dilakukan dengan cepat” jawab M’aya dalam batinnya.
“mau bukti lagi? Baiklah akan kuberikan” sambil mengambil teleponnya kemudian Rufus menghubungi K’tok
“Hallo…” suara K’tok dalam telepon gengam yang diseting loudspeaker sehingga M’aya dapat mendengarkannya.
“K’tok hari ini aku tidak dapat datang kekantor, nanti siang aku akan berangkat bersama ayahku berlibur. Kita bertemu seminggu depan” ujar Rufus berbasa-basi
“baik Fus, aku sudah standby selama seminggu menggantikan tugasmu”
“Oh ya, bagaimana istrimu? Sudah ada tanda-tanda?”
“Istriku sehat-sehat saja dirumah, mungkin belum bangun karena pergumulan kami semalam.” Jawaban yang langsung membuat M’aya menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara karena terkejut.
Lelehan air dari mata yang tidak percaya mulai turun. Lelehan air dari mata yang harapannya telah hancur. Lelehan air mata yang pasrah akan kekalahan dari pria yang sedang berbicara dengan suaminya. Lelehan airmata kehancuran dirinya.
“Hati-hati, jangan membiarkan Istrimu sendirian di rumah, takut ada yang mengambil madu disana”
“Biar…Aku sudah mempunyai calon anak berumur 3 bulan dari R’ni. Bila ia berani berbuat semakin kuat alasanku untuk menceraikannya. Disamping ketidakmampuannya memberikan keturunan kepadaku, juga berselingkuh dibelakangku. Apakah itu tidak cantik? Aku dapat menceraikannya tanpa bersalah” jelas K’tok yang tidak sadar M’aya mendengarkan dengan pandangan mata kosong kearah Rufus.
“Akh…Kamu hati-hati dalam berbicara, nanti ada yang mendengar…..sudah aku mau bersiap-siap menuju bandara untuk berangkat…..thanks K’tok…..kau memang teman yang bisa diandalkan.” Rufus menutup teleponnya
M’aya bersimpuh berlutut, meledaklah tangisan setelah mendengarkan kenyataan yang pahit teramat sangat. Suaminya tidak pulang kerumah semalam bahkan tidak tahu bahwa dia tidak pulang semalam. Yang lebih parahnya lagi, suaminya telah berselingkuh dan memiliki calon anak yang berumur 3 bulan. Hatinya hancur, harapannya telah pupus.
“kau tahu…aku memberikan suatu balas dendam yang indah darimu untuknya…Kandunglah Anakku…buatlah dia merasa bahwa itu adalah anaknya…bukankah itu indah?” Solusi menjebak dilontarkan Rufus dan segera membangkitkan semangat dari M’aya namun ada keraguan dalam diri M’aya.
“Aku harus bagaimana?” mencoba menetapkan hatinya dengan pertanyaan ini.
“Jadilah budak seksku. Engkau selain mendapatkan kenitmatan juga mendapatkan benih dari diriku” ucap Rufus.
Pertahanan yang kokoh sebagai istri yang setia runtuh setelah mendapatkan kenyataan hari itu. M’aya terdiam setelah mendengarkan tawaran dari Rufus. Ia tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan selain menerima nasibnya menjadi budak nafsu pria didepannya.
Rufus mendekati M’aya dengan senyum kemenangan. Dia telah memenangkan jiwa dan raga M’aya. Diambilnya dildo yang tadi terlepas dari anus M’aya. Segera ia tancapkan kedalam vagina yang mulai mengering.
“ukhhh…”lenguh M’aya sesaat dildo itu menembusi vaginanya. Rufus langsung menyetel dildo itu dalam posisi liukan full serta getaran full. Membuat M’aya terbakar birahi.
Birahi yang kali ini bukan karena keterpaksaan tetapi penyerahan total kepada tuan dari seeorang budak. Birahi yang kali ini lebih membara karena keterpurukan menghadapi kenyataan. Birahi yang bangkit karena keinginan untuk membalas dendam suaminya. Birahi yang kini lebih bebas dia ekspresikan kepada tuannya.
Rufus menyodorkan penisnya ke mulut M’aya yang membentuk huruf “O” besar karena kenitmatan diselangkangannya. Segera dijilatnya seperti menjilat eskrim. Kemudian dikulum sambil dihisap dengan kuat. Sesekali ditelannya penis yang besar itu sampai menyentuh kerongkonganya.
Kedua tangan Rufus, yang tadinya memegang kepalanya, dipegang dan diarahkan kebelakang pinggang tuannya. Seakan berkata “Tuan, nitmati saja biar hamba yang bekerja”.M’aya semakin bersemangat mengocok penis itu, ditambah ransangan dari dildo divaginanya. Sesekali ia berhenti menitmati gejolak orgasme diselangkangannya kemudian melanjutkan menjilat, mengulum dan menghisap kembali.
Rufus, dengan tangan dibelakang pinggangnya, menitmati setiap permainan mulut M’aya. Yang membuat ia semakin menitmati, M’aya yang terkenal sebagai istri yang setia telah ia buat menjadi budak seksnya. Ini kebanggaan dirinya dengan M’aya melengkapi trofi kemenangan atas Nafsu. M’aya merupakan satu dari sekian banyak trofi yang telah ia dapatkan.
Raut wajah M’aya tampak kelelahan, lelehan air liurnya tampak membasahi dadanya yang besar itu. Demi menutupi kelelahannya dan untuk memuaskan tuannya, ia menjepit penis tuanya diantara buah dadanya yang besar itu. Rufus sangat senang, dengan perlakuan budak barunya itu, sensasi yang unik diberikan tidak didapatinya dari budak-budak yang lain.
Telepon gengam Rufus bordering, tangan kanannya meraihnya dan melihat siapa yang berani mengganggu ritualnya itu. “Ayah” tulisan dalam telepon gengam itu. Tangan kirinya mengangkat dagu M’aya kemudian memberi kode untuk mengulum penisnya. Lalu tangan kanannya, mengangkat telepon dari ayahnya itu.
“Ayah, maaf aku lama menjawab. Aku sedang mandi..” sapa Rufus menjawab telepon itu. Pada saat berkata ‘sedang mandi’ matanya menatap ke M’aya. M’aya yang mendengar kata “sedang mandi” tersenyum dengan penis dimulutnya dan menatap tuanya dengan gembira.
“Kamu tahu hari apa ini?” Tanya Ayahnya
“Aku tahu ayah, sebentarlagi persiapanku selesai. Aku tinggal mengurus sedikit saja kerjaanku.”
“Ya, Ayah tahu, Ayah berharap engkau tidak terlambat dari jadwal yang telah kita rencanakan.”
“Siap komandan, setengah jam lagi aku sampai di bandara.” Ujar Rufus meyakinkan sang Ayah.
“kalau begitu sampai ketemu di bandara…” Tutup ayahnya.
“Kau dengar ayahku…?”Tanya Rufus kepada M’aya yang tampak melemah kocokan pada mulutnya.
Diraihnya kepala M’aya dengan kedua tangannya, kemudian digenjotlah mulut dengan kecepatan yang tinggi. M’aya berusaha mengimbanginya walaupun sesekali batuk namun tidak tidak mengeluh perlakuan tuannya.
Air liur kian deras mengalir dari sela bibi M’aya. Ia harus membuangnya agar tidak tersedak oleh liurnya. Tuannya, yang telah mengambil alih kendali, telah mengenjotnya selama 5 menit. Dan….
Disodoknya penis menyentuh tenggorokannya, disemprotnya 3 kali sperma dalam jumlah yang besar disana.
“Telan, jangan sampai ada yang tersisa” perintah Tuan yang baru melepaskan spermanya.
M’aya dengan sedikit rasa jijik menelan cairan putih yang asin itu. Sedikit rasa mual namun ia tahan agar menyenangkan tuannya. Sesaat cairan itu menembus kerongkongannya, ia merasakan hal yang aneh. Ia merasakan kesegaran, rasa yang tidak pernah dia dapatkan dari makanan apapun yang masuk dari mulutnya. Rasa yang membuat ia ketagihan. Tuannya tersenyum melihat tingkah budak barunya melaksanakan perintahnya. Dibelainya rambut perempuan itu dengan lembut.
“ Bagus, dengan menelan spermaku, engkau telah resmi menjadi budak nafsuku. Mulai saat ini, tidak ada yang boleh mengauli kamu kecuali aku. Untuk suamimu, aku beri konpensasi 1 kali setiap bulan untuk menghindari kecurigaan dia. Tapi untuk anusmu hanya untukku saja. Mengerti?”
M’aya mengangguk dan menjawab “Siap, Tuan!” lalu membersihkan penis tuannya dari sisa-sisa sperma yang melekat. Dihisapnya kuat-kuat lubang tempat keluar sperma itu, sampai benar-benar bersih.
….
….
……
Setelah selesai bersalin, Rufus mengulum bibir seksi M’aya. Rufus memberikan uang kepadanya.
“Tuan, aku ini budak tuan. Tidak perlu memperlakukanku seperti pelacur. Tidak perlu membayarku” tolak M’aya
“tidak, aku tidak membayarmu. Tapi kamu butuh ongkos untuk kembali kerumahmu sebelum suamimu pulang. Engkau akan berada dirumah suamimu sebelum aku pulang minggu depan” bisik Rufus lalu menjilat lubang telinga M’aya serta tak lupa meremas dada 36 F itu.
“baik tuan” ucap M’aya pasrah terhadap perlakuan tuannya yang membuatnya bahagia itu.
“aku pergi dahulu! kalau kau mau sarapan masaklah sendiri! Tutuplah pintu bila kau sudah ingin pulang!”perintah Rufus lalu meninggalkan M’aya sendiri.
M’aya terduduk, lemas memikirkan langkah selanjutnya untuk membalas dendam suaminya, serta memikirkan bagaimana membuat tuannya tidak meninggalkan dirinya.

….
…..
Siang itu, cuaca sangat luar biasa panas. Musim yang berkuasa saat itu adalah musim panas. Penduduk kota itu tak mau berkompromi dengan musim yang tak bersahabat ini. Kebanyakan, terutama yang mempunyai kekuatan keuangan, akan memilih berlibur ke luar daerah itu. Demikian pula Rufus dengan Ayahnya, Romeo Amarah Membara, telah merencanakan untuk menghabiskan musim ini berdua saja.
Sebenarnya ini merupakan keinginan sang Ayah yang menginginkan waktu bersama untuk membayar ketidakadaan figure sang Ayah dikala Rufus masih kecil. Pada mulanya, Rufus jelas menolak dengan tegas. Kehidupan malam Rufus akan terganggu. Nafsunya akan terhambat karena tidak dilayani oleh para koleksi “Budak-Budak”nya.
Bukanlah seorang ayah yang bijaksana apabila tidak dapat membujuk putranya untuk mengikuti rencananya. Entah bagaimana caranya, Romeo berhasil “memaksa” Rufus untuk ikut dengan rencana liburannya. Rencana itu disusun dengan matang oleh Romeo. Dalam rencana itu, mereka hanya berdua, Romeo dan Rufus tanpa pendamping hidup Romeo alias Ibu dari Rufus.
Bangunan Minimalis yang sangat luas. Berdinding terbuat dari kaca. Memperlihatkan pergerakan mahluk hidup didalamnya. Dibelakang bangunan itu, terlihat beberapa pesawat terbang, baik yang berukuran kecil maupun yang besar.
Sebuah mobil mewah masuk kehalaman belakang dengan menggunakan jalur khusus. Hanya orang-orang tertentu yang dapat melewati jalur itu. Jalur yang dikhususkan bagi penduduk yang memiliki pesawat pribadi.
Rufus keluar dari mobil itu, ia hanya mengenakan pakaian santai dengan bercelana pendek. Ia tak perlu membawa ransel untuk perbekalan, karena semuanya telah disiapka asisten pribadinya dalam bagasi pesawat tersebut.
Ditengah jalan menuju pesawat, berdirilah 2 orang perempuan. Yang satu sudah agak tua, namun tidak menipiskan kecantikan masa muda. Dia adalah Sr’I Dwi. Perempuan yang melahirkan dan membesarkan Rufus.
“Ibu, aku berangkat dulu” ucap Rufus sambil mencium pipi kanan dan kiri ibunya.
Sebelah ibu Rufus, berdiri seorang perempuan dengan rambut hitam yang panjang. Tidak cantik tetapi tidak juga jelek. Manis kata yang tepat untuk menggambarkan perempuan ini. Didukung onderdil di dadanya yang tidak besar namun jelas terpampang. Pakaiannya yang putih serta tertiup angin memberikan penampakan yang indah bagi siapa saja yang melihatnya, terutama bagi Rufus.
“Aku berangkat dulu” ucap Rufus mencium keningnya dengan penuh perasaan.
“Aku akan merindukanmu” ucap gadis itu kemudian memeluk Rufus.
“mmmhhh….aku merasakan pentilmu didadaku, M’eri P’ran Sang” bisik Rufus ditelingan M’eri
“Sudah layakkah aku menjadi kekasihmu?” bisik kembali M’eri sambil bibirnya diarahkan ke bibir Rufus.
“Kamu belum naik kelas, untuk menjadi budakku saja kamu masih belum pantas….engkau masih harus berusaha lagi agar bisa menjadi budakku dahulu baru menjadi kekasihku” bisik Rufus sambil menggigit daun telinga M’eri
Tampak berkaca-kacalah mata M’eri bukan karena kesedihan ditinggalkan namun kenyataan cinta yang masih bertepuk sebelah tangan. Pengorbanannya tidak berarti apa-apa. Telah ia berikan kesucian. Bahkan lubang mataharinya telah diterobos oleh Rufus namun untuk menjadi budaknyapun masih belum tercapai.
Rufus meninggalkan kedua perempuan itu. Tiba-tiba ia terdiam, kemudian berbalik dan memeluk M’eri kembali. Ia mencium bibir tipis M’eri kemudian berbisik kembali.
“setelah aku kembali, aku akan meresmikan kamu menjadi budakku. Berjuanglah setelahnya maka statusmu akan kunaikan menjadi istriku” bisik Rufus membuat M’eri memperoleh harapan yang sempat kandas tadi.
“Rufus….Pesawat siap untuk berangkat, kita jangan menunda skedul kita” Romeo menghampiri Rufus dari belakang.
Romeo mencium istrinya seperti yang dilakukan Rufus kepada M’eri. Tindakan romantisme pasangan tua ini membuat rona merah dipipi M’eri. Rufus hanya tersenyum melihat tingkah ayah-ibunya disamping M’eri yang merapat dibadannya. Tangan kanan Rufus pun jahil, ia meraba dan meremas bokong indah M’eri.
Kedua pria itu berjalan menuju pesawat pribadi mereka. Mereka masuk melalui pintu yang berada dibelakang kokpit. Romeo menaiki tangga terlebih dahulu, disusul Rufus dengan sesekali memandang ibunda dan calon budaknya.
Senyum manis 2 pramugari menyambut Rufus ketika memasuki pesawat sepanjang 29 meter itu dengan tinggi pesawar 7,5 meter. Dengan ditopang sayap selebar 28 meter, pesawat ini merupakan pesawat tercanggih saat itu. Pesawat ini diproduksi hanya 100 buah dan diperuntukan kepada mereka yang mampu membelinya dengan harga yang fantastis. Bukanlah Romeo bila ia tidak mampu membelinya.
Rufus disuguhkan rententan kulit yang berkesan elegan dengan venner kayu yang halus sebagai interior dalam pesawat itu. Kabin yang sepanjang 14 meter dengan tinggi mencapai 2 meter, pesawat ini mampu menampung 19 orang namun Romeo mendesain ulang interior pesawat itu sehingga hanya mampu menampung 10 orang saja sudah termasuk awak kapal.
Pesawat ini dirancang untuk penerbangan antar benua sehingga ada ruang khusus dibelakang kokpit untuk istirahat pilot dan kopilotnya disebelah kanan, disebelah kiri sebuah ruangan khusus untuk istirahat para pramugarinya. Dalam penerbangan ini, Romeo membawa pilot, copilot dan 2 orang pramugari.
Setelah kabin istirahat para awak kapal, ruangan selanjunya adalah ruang makan. Kalau untuk orang lain, maka ruangan ini dipergunakan untuk pemilik pesawat saja. Tetapi pemilik pesawat ini adalah Romeo, Ruangan ini dipergunakan untuk semua yang ada dalam pesawat ini. Bagi Romeo, “dalam makanan kita semua adalah sama-sama merasakan lapar”.
Ruang selanjutnya adalah ruang Hiburan sekaligus ruang kerja bagi Romeo. Layar televisi yang sangat besar terdapat didinding sebelah kanan. Didepannya, terdapat sebuah meja terbuat dari marmer ditemani kursi “singgasana” tempat ia duduk mengatur segala kegiatan bisnisnya apabila ia keluar kota menggunakan pesawat tersebut. Dari ruangan ini sampai ke belakang, lantai menggunakan bahan keramik. Tak lupa jaringan Wifi dengan kecepatan sangat tinggi melengkapi kemewahan pesawat ini.
Dibelakang ruang utama itu adalah ruang istirahat Romeo dan Rufus. Kamar Romeo sebelah kanan dan kamar Rufus ada di sebelah kiri. Masing-masing kamar berinterior yang sama dengan sebuah divan disetiap kamarnya dan sebuah layar televisi dengan ukuran disesuaikan dengan luas kamar tersebut.

n Tiga Jam stelah lepas landas –
Dikamar Rufus terdengar dessahan-desahan para pengejar kenitmatan. Ternyata, kedua pramugari tersebut merupakan koleksi budak nafsu Rufus. Romeo, ayahnya, hanya menggelengkan kepalanya pelihar perilaku anaknya itu. Ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tidak mampu menegurnya karena Romeo merasa bersalah kepada Rufus atas waktu yang tidak dapat diberikannya kepada anak tunggalnya itu kala Rufus masih kecil. Ia mengangap bahwa itu adalah hukuman seorang ayah karena mengabaikan anaknya semasa kecil.
Romeo masih sibuk mengurus beberapa urusan kecil bisnisnya sebelum ia memutuskan kontak dengan dunia Bisnisnya. Selain itu, ia memberikan kesempatan sebelum sampai ketempat tujuannya. Tempat liburannya kini adalah sebuah pulau yang ia beli tahun kemarin diperuntukan wisata para bojour dari seluruh dunia.
“Akh …. B@NGS@T.....” tiba-tiba teriakan Romeo terdengar
Rufus bergegas keluar dari kamar hanya menggunakan celana pendeknya. Pertarungan nafsu itu harus terhenti karena teriakan yang ayahanda.
Rufus melihat belati yang masih tertancap di perut ayahnya. Darah segar mengucur dengan deras. Pintu kokpit terbuka, ia melihat 2 orang bertopeng dan berpakaian hitam tengah membuka pintu pesawat. Dibelakang mereka, tampak mengengdong tas. Rufus berlari mengejar berharap bisa menahan mereka.
Mereka berhasil membukanya dan salah seorang telah melompat keluar dari pesawat. Pada saat orang kedua melompat. Tangan Rufus berhasil meraih tas orang tersebut. Dengan sekuat tenaga, ia menarik kembali orang itu.
Tanpa disangka, orang itu mengeluarkan belatinya dan mulai menyerang Rufus. Pergumulan ruang sempit antara mereka berdua. Tangan kanan Rufus berhasil melambungkan beberapa jab ke orang itu, sabetan belati beberapa kali hampir mendarat dileher Rufus. Sampai suatu saat, Rufus berhasil merebut belati itu dan menusuknya tepat didada sebelah kiri.
Orang itu mati seketika. Belati ini tepat menembusi pusat peredaran darah manusia. Secara otomatis, menghentikan denyut yang menghantarkan darah membawakan oksigen keseluruh tubuh.
Rufus menendang manusia tak bernyawa itu keluar dari pesawat. Kini seoggok daging terlempar dari pesawat itu terjun bebas menuju bumi dibawahnya.
Rufus tersentak, belum pernah ia membunuh. Kali ini dia telah menjadi pembunuh. Rufus berusaha mengembalikan dirinya dari pembunuhan yang dia lakukan. Ia melihat kedalam kokpit. Pilot dan copilot tergeletak dikursinya penuh dengan darah. Kepala mereka berdua telah terpisah dari tubuhnya.
Rasa mual akan pemandangan itu merasuki Rufus. Namun, pikirannya langsung tertuju kepada kondisi ayahnya. Rufus segera menghampiri ayahnya yang berbaring lemas. Sementara itu, kedua pramugari terlihat sudah berpakaian seadanya sedang melakukan tindakan pertama pada Romeo.
--- POV RUFUS ---
Aku berlari menuju ayahku, kulihat kedua budakku melakukan pertolongan pertama kepada ayah. Baru saja beberapa langkah, saat aku memasuki ruang makan terdengar suara ledakan. Aku melihat melalui jendela. Bekas ledakan berada di udara.
Tampaknya tas pada pelompat pertama merupakan bom bukan parasut. Mmmhhhh…. Mereka berusaha menghapus jejak. Akan sulit aku untuk menemukan dalangnya.
“Ayah bagaimana keadaanmu?” tanyaku sesampainya aku dekatnya sambil melihat keadaannya.
Mungkin keadaanya tidak akan tertolong kalo tidak segera dilarikan ke rumah sakit. Aku harus mengembalikan tujuan kapal ini. Tetapi, pilot dan copilot terbunuh. Sial…aku tidak hati-hati, seharusnya aku curiga ketika pilot dan copilot tidak menyambut kami. Mungkin pramugari mengetahui siapa dalang semuanya ini.
“V’ini, V’era siapa dalang semua ini?” tanyaku, kupasang raut menakutkan agar mereka membuka tabir rahasia ini.
“Sungguh tuan, kami tidak mengetahuinya. Daritadi pagi, kami tidak diperkenankan memasuki ruang kokpit oleh pilot”jawab V’ini dengan wajah ketakutan.
Kulihat dimatanya, tidak ada raut kebohongan. Aku telah mempelajari gerak-gerik orang berbohong. Pupil matanya akan berubah bila ia berbohong. Namun, pupil mata V’ini dan V’era tidak menunjukan pengecilan maupun pembesaran. Yang ada adalah ketakutan yang amat sangat.
“Ayah, kau mendengarku?” aku memcoba membangunkan ayah, aku harus membuat ayah tetap terbangun. V’era berlari menuju kamar dan mengambil sebuah selimut untuk menghangatkan tubuh ayah.
“Ayah, pilot dan copilot terbunuh. Apakah ayah tahu siapa dalang semua ini. Aku tidak mau mati penasaran tanpa mengetahui siapa dalangnya.” Aku tahu umurku tak panjang. Seiring pesawat ini terbang tanpa pemandu. Secanggih apapun pesawat ini pasti akan habis bahan bakarnya. Saat itulah umur kami semua disini.
“Nak, jangan memikirkan diri sendiri dulu. Itu ada dua buah parasut. Berikan kepada mereka berdua. Selamatkan mereka dulu” kata ayahku merujuk ke V’ini dan V’era.
Aku tersadar oleh ucapan ayah. Segera aku menuju kabin depan dan mengambil 2 parasut sisa untuk mereka. Sebenarnya ada 4 buah parasut. Namun, dua dalam keadaan hancur. Yang dua ini masih dalam keadaan masih bagus tersegel.
Dengan kode tangan, aku memanggil mereka berdua. Dan membantu mereka memakaikan parasut itu.
“Tuan, untuk tuan saja. Biar kami disini.”
“Ya tuan, Biar kami disini saja” ucap V’ini dan V’era hampir bersamaan.
Aku tersenyum lalu aku berkata
“Aku walaupun tak cinta kepada kalian, namun aku sayang kepada kalian. Mulai saat ini, kubebaskan kalian. Kalian bukan budak nafsuku lagi. Kalian memang setia tidak akan kulupakan. Bila kalian selamat, hubungilah pihak di ibukota untuk mencariku. Bila itu terjadi, akan kunikahi kalian berdua. Dan aku berjanji tidak ada lagi perempuan lain selain kalian berdua”
Mereka mengangguk tak bisa berkata apa-apa. Terlihat aliran airmata kini mulai mengaliri pipi mereka berdua. Kupeluk mereka berdua dan tiba-tiba aku mendorong mereka keluar dari pesawat ini.
Aku tidak mau kesedihan berlarut-larut sehingga membuat mereka membatalkan tujuan utama menggunakan parasut itu. Aku segera menuju ke tempat ayahku. Lagi-lagi sesampainya ruang makan terdengar 2 ledakan beruntun.
Aku terduduk di meja makan saat kulihat asap ledakan berjarak dekat. Kedua perempuanku meledak dihadapanku. Itu memang dipersiapkan untuk menghabisi nyawaku dan ayahku apabila rencana mereka gagal.
Aku segera kembali menuju ayahku, sambil menahan kesedihanku aku menceritakan apa yang terjadi pada ayahku.
“Ayah, parasut itu tinggal 2. Dan ternyata, parasut itu telah ditanamkan peledak. Kedua pramugari itu meledak bersamanya”
Ayah memejamkan mata sebentar. Mulutnya berkomat-kamit sebentar. Sambil menarik nafas sebentar ia berkata kepadaku
“Anakku. Aku tahu umurku tidak akan lama lagi. Untuk itu kamu harus selamat. Kamu harus membongkar kejahatan mereka. Mereka harus menerima balasan dari keluarga kita.”
“Aku tahu siapa saja yang bertanggung jawab….Masih ingat sebuah pabrik tua tempat kamu bermain semasa kecilmu?” Tanya ayahku
“Ya, ayah. Bagaimana aku bisa melupakan kenangan terindahku ketika ayah masih bisa bermain denganku”
“kini tempat itu tidak beroperasi lagi, namun semua rahasia ayah ada disana. Di kantor ayah lantai bawah, dibelakang lemari ada sebuah pintu rahasia. Kodenya adalah tanggal lahir kamu. Disana kamu akan mengetahui semua rahasia ayah termasuk siapa dalang semua ini.”
“Di kabin ayah, dibawah divan. Ada dua buah tas. Satu besar dan satu kecil. Bawalah kemari!”
Aku langsung berlari menuju kabin ayah, mencarinya dibawah divannya. Yang ada dua tas sesuai dengan yang ia deskripsikan. Aneh, Tas lebih kecil lebih berat daripada yang besar. Tapi aku tidak memperdulikan lagi. Aku ingin segera kembali ke ayahku.
“Pakailah, Tas besar dulu di punggung kemudian tas kecil di depan.” Aku langsung melaksanakan perintah ayahku.
“Ini adalah parasutku. Aku sengaja mempersiapkan sejak lama untuk menghadapi peristiwa ini” katanya sambil menunjuk tas besar selesai aku memngenakannya.
“tarik kedua tali ini bila kau sudah cukup jauh dari pesawat ini”
“baik ayah, mari kita keluar pesawat ini bersama-sama” ajak aku
Ayah membalas perkataanku dengan tersenyum kemudian ia membelai wajahku lalu melingkarkan tangannya di bahuku. Aku sigap membantunya untuk berdiri dan menitinya berjalan menuju ke pintu keluar.
Sesampainya dipintu luar. Tiba-tiba pesawat mengalami kehilangan kendali. Lampu darurat dan suara sirine berbunyi. Pesawat mulai kehilangan ketinggiannya. Mesinnya mulai berhenti. Pesawat ini terbang tanpa dibantu mesin. Atau dengan kata lain, pesawat ini melayang. Kapanpun akan jatuh.
“Rufus. Ingat kata-kata ayahmu. Dan satu lagi, Jangan mempercayai siapapun. Siapapun termasuk ibumu” selesai ia mengatakan petuah terakhirnya lalu ia mendorongku keluar pesawat.
“Ayah….Tidak…..Ayah….TiDAKKKKKKKK!” aku sempat melihat senyum terkahirnya. Senyum yang penuh kehangatan dan penuh kedamaian. Senyum yang memperlihatkan kebanggaan terhadapku. Senyum kelegaan karena tugasnya didunia akan segera berakhir.
Aku tidak percaya, dia mendorongku untuk menyelamatkan diriku. Kutarik tali untuk membuka parasut. Sesaat parasut terbuka sempurna. Aku melihat pesawat itu menungkik seperti elang yang akan menyambar mangsanya.
Air mataku mengalir deras secepat kecepatan pesawat yang menungkik menuju pegunungan suatu pulau tak berpenghuni. Ledakannya keras menutupi teriakan kehilangan ayahku. Figur ayah walau tidak mempunyai waktu menemaniku sewaktu kecil beranjak ke remaja. Namun, ia telah berusaha memberikan yang terbaik untuk aku.
“AKU BERSUMPAH AKAN SELAMAT DAN KEMBALI KE IBUKOTA. AKU MENUNTUT KEADILAN BAGIMU AYAH. KEADILAN BAGI KELUARGA KITA. “

--- Kembali ke POV Penulis ---
Parasut biru itu melayang perlahan tanpa arah. Menuju barisan pepohonan yang hijau di sebuah hutan yang sunyi. Rufus melihat bencana yang akan dihadapinya. Ia akan terjatuh di sebuah pohon yang tinggi. Tinggi pohon itu kira-kira 17 meter.
Dan benar saja, parasutnya tersangkut pada pucuk pohon itu. Badannya terhempas ke batang pohon akibat aksi parasut tersangkut pohon tersebut. Hentakan tersebut seperti tertabrak truk dengan kecepatan 40 km/jam
Tali-tali parasut terpotong dahan akibat aksi tersebut. Sempat menahan tubuh Rufus sebentar tetapi tali itu tidak mampu menahan beban Rufus. Tali itu kehilangan kekuatan sehingga melepaskan beban yang diikatnya.
Rufus terjatuh dari ketinggian 17 meter. Beberapa dahan berusaha menahan laju tubuh yang kian melemah akibat benturan-benturan yang diterimanya. Rona darah mulai terlihat akibat gesekan kecepatanya dengan kulit pohon yang kasar. Dan …
“Bugh.” Tubuh itu mendarat kasar di tanah. Beruntung tanah itu tidak keras. Sehingga, manusia itu tidak mengalami kematian. Namun kesakitan membuat manusia itu pingsan. Para penguasa alam semesta masih bermurah hati kepadanya. Masih diberikan kehidupan kepadanya karena tugasnya di bumi ini masih belum selesai.
Namun, penderitaannya belum berakhir. Ia baru saja mendarat dengan kasar disuatu pulau. Pulau yang paling dihindari oleh para penduduk Negara itu. Siapapun yang pernah ke pulau itu akan pulang hanya namanya saja. Konon menurut kabar yang beredar, pulau itu adalah tempat para mahluk yang menyeramkan.
Pulau itu merupakan tempat hidup para mahluk atau lebih tepatnya para monster yang dulu pernah menghabisi para penjajah yang mencoba menjadikan pulau itu sebagai basis kekuatan menyerang Negara itu.
Musuh para monster itu adalah manusia. Makanan favorit monster itu adalah manusia. Pulau dimana manusia tidak diperkenankan untuk hidup. Pulau adalah pulau pemberi kematian bagi manusia. Pulau itu bernama ….

PULAU KEMATIAN

---- Bersambung Chapter Selanjutnya ----
 
BAB I

Chapter IV. KEMBALI


--- H – 20 hari ---


Matahari kembali bersinar setelah tidurnya di sebelah barat. Langit memberikan pemandangan yang sangat indah dengan memberikan rona merah pada mega. Burung terbang dan bernyanyi ditemani awan putih mengusir rembulan yang telah berjaga ke peraduannya. Hari baru menyapa para mahluk di Negara M’na Brungku.

Begitu pula dengan di Ibukota. Berita bahagia membahana. Berita yang mengejutkan. Berita yang penuh dengan ketidak percayaan. Berita yang serasa tidak mungkin namun terjadi. Berita yang mengundang kekhawatiran yang sempat lenyap.

“Rufus Angkasa Murka kembali setelah 3 tahun menghilang” judul headlines beberapa surat kabar yang ada di Negara itu. Stasiun televise berlomba-lomba menyiarkan tapak tilas pemuda itu. Sesaat pemuda itu menjadi trending topic setiap hashtag dalam perduniaan internet.

Pemuda, yang dikabarkan hilang, itu diketemukan di kepulauan “Anidi Shiki” lebih tepatnya di pulau Dood. Pulau yang terletak 760 km selatan ibukota. Pemuda itu diketemukan secara tidak sengaja oleh Kapal perang yang sedang mengadakan patrol rutin bagian selatan.

Berita luar biasa bahagia ini dirasakan seorang perempuan yang bernama Sr’I Dwi, sang ibu yang tercinta. Kebahagiaannya membuat suasana rumah, yang seperti rumah hantu selama 3 tahun, itu menjadi lebih hidup. Para pelayan rumah itu diperintahkan untuk membersihkan, merapihkan dan menata kembali rumah tersebut.

Kharisma pemimpin yang baik terlihat dari diri seorang Sr’I Dwi. Dia mengarahkan para pelayan dengan tutur kata yang halus, bukan memerintah. Dirinya sendiri turut bersama dalam mengurus segala sesuatu. Ia lebih berkonsentrasi pada kamar tidur anaknya di lantai atas. Namun, ia mengawasi kerja dilantai bawah.

Untuk wilayah dapur, ia mempercayakan kepada M’eri. Benar, perempuan yang sangat berharap kepada Rufus. Bahkan ia rela menjadi budak nafsu Rufus, hanya demi cintanya kepada pemuda itu. Dalam hati kecilnya percaya Rufus pasti akan luluh dan memberikan cintanya kepada dirinya.

M’eri selama 3 tahun ini, setia menemani Sr’I sejak mendengar kecelakaan itu. M’eri bahkan telah tinggal bersama ibunda Rufus semenjak saat itu. Dirinya telah menemukan sosok ibu untuk menggantikan sosok ibu yang tidak pernah ia dapatkan. Ibu kandungnya telah lama meninggal pada saat melahirkan dirinya. Selama ini, kakaknya yang telah mengurus dia. Sang ayah telah terlebih dahulu meninggalkan mereka pada saat dirinya masih dalam kandungan.

Sr’I sejak pertama bertemu dengan M’er telah menyukainya. Ia sangat berharap M’eri dapat menjadi pendamping hidup Rufus. Walaupun nantinya, Rufus tidak memilih M’eri, Ia tetap akan menyayanginya sebagai anak. Kasih sayang ibu-anak sudah terjalin lebih dalam lagi selama tiga tahun ini. Mereka bersama-sama menangisi Romeo dan Rufus. Sama-sama telah berdoa demi keajaiban.

Karena kebersamaan itu, sedikit banyak telah mengubah kepribadian M’eri. M’eri kini lebih dekat dengan semua golongan seperti Sr’I. Kini M’eri pandai memasak. Ilmu yang diterima langsung dari sang maestro, menurut dia yang terbaik daripada terbaik, ibu angkatnya.

Ketika mendengarkan keajaiban itu datang. Kegembiraan tak terlukiskan. Ia ingin sekali menunjukan keahliannya itu kepada ‘calon tuan’nya. Yah benar, karena status dia kini bukan kekasih bukan juga budak. Ia teringat janji yang terucap oleh si dambaan hatinya 3 tahun lalu. Ia sangat berharap pujaannya membayar janjinya.

Benar-benar meriah suasana rumah itu. Walaupun kegiatan membersihkan rumah rutin dilaksanakan, namun kali ini sangat amat luar biasa karena kegiatan ini dilakukan dengan kegembiraan.

Layaknya sebuah koin. Ada kegembiraan ada pula keresahan. Keresahan ini tampak pada sebuah gedung perkantoran. Terutama lantai teratas perkantoran itu. Lantai paling atas terdapat satu ruangan. Akses masuk lantai itu harus mendapatkan persetujuan dari pemilik kantor itu. Kantor itu milik seorang yang sangat berkuasa baik secara ekonomi maupun politik. Memang di ibukota ekonomi dan politik merupakan satu jalinan rantai tak terpisahkan. Penguasa ekonomi pasti menjadi penguasa politik.

“Bagaimana hal ini bisa terjadi ?” Tanya pria yang duduk di belakang meja. Pria dengan badan yang sedikit gempal, bermuka kotak tampak raut charisma otoriter dimukanya.

“Bos, Aku sudah menyuruh T’om dan Ca’t merusak 2 parasut serta menanamkan peledak pada 2 parasut lainnya. Secara logika mereka tidak mungkin selamat apabila menggunakan parasut itu.” Ujar seorang dengan muka sangar berkaca-mata hitam duduk didepan “Bos”. Rambutnya panjang dikuncir kuda.

“Fuyung Hai telah melakukan rencana tambahan apabila T’om dan Ca’t gagal. Ia sendiri menanamkan peledak pada parasut mereka berdua. Sekaligus menjaga rahasia ini tetap bersemanyam dalam kegelapan” ujar si rambut kuncir menunjuk pemuda dibelakangnya. Pemuda yang bertampang lebih sangar itu ditambah bekas luka dipelipisnya. Tampaknya pemuda itu adalah tangan kanan si kuncir kuda.

“Bagaimana dengan pramugarinya ?” Tanya BOS yang kini pandangannya ke seorang pria berbrewok tipis dengan bekas luka sepanjang pipi kirinya.

“Pramugari gagal kita susupi karena menit-menit terakhir ‘pemuda berengsek’ itu mengantinya dengan para wanitanya.” Raut muka kekesalan tampak dari seisi ruangan itu setelah si brewok itu menjawab.

“Aku berusaha menghalanginya namun aku harus menyetujuinya. Kalau tidak, maka rencana ini akan tercium oleh Romeo. Ditambah, dengan adanya kedua wanita itu bukankah pemuda itu akan bersenang-senang. Ini merupakan pengalihan terbaik saat rencana kita eksekusikan.” Penjelasan si brewok kini mendapat anggukan semua yang ada dalam ruangan itu.

“mmmmhhhh….bagus K’bokan, kau telah membuat keputusan yang benar. Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana pemuda manja itu dapat selamat? Kalian kan tahu kalau Romeo mengatakan kepada pemuda itu maka organisasi kita akan hancur dan terkuak ke permukaan. Aku bisa menjamin apabila organisasi kita ini hancur dipastikan keluarga kita juga akan hancur.” Ancaman BOS berhasil. Beberapa mereka tampak beberapa kali menahan napas membanyangkan apa yang akan terjadi.

“Aku rasa juga tidak mungkin! Sistem dalam pesawat itu telah aku susupi virus, yang akan mematikan mesin secara otomatis setelah 3 jam terbang. Sehingga walaupun tidak memakai parasut yang telah disediakan, dia pasti mati karena pesawat jatuh. Kecuali…..” kini pria berkaca-mata dengan kulit yang putih tanpa rona merah, sehingga tampak seperti mayat hidup, itu berkata.

Perlahan ia maju mendekati K’bokan. Adu tatapan mata terjadi didepan meja BOS. Tampak sikaca mata tidak menyukai K’bokan.

“ Kecuali kamu tidak menanamkan peledak tambahan pada pesawat itu!” Serang si kaca mata.

Kini muka mereka bertemu dan mata mereka bertemu tajam. K’bokan mulai mengepalkan kedua tangannya.

“ Peledak yang kau berikan adalah peledak yang diaktifkan pada saat mesin menyala dan akan meledak setelah setengah jam mesin mati. Kau menyuruhku untuk meletakkan dekan mesin sehingga getaran mesin dapat terasa oleh peledak itu. Maksudmu alatmu tidak berfungsi dengan baik?” K’bokan mulai terpancing emosinya dan tiba-tiba ia mengeluarkan tangan yang selama ini ia sembunyikan dibalik pakaiannya.

Si kaca mata terkejut melihat tambahan tangan yang keluar seiring pakaian K’bokan yang koyak. Seluruh ruangan terkejut kecuali 2 orang yaitu BOS sendiri dan seorang yang tampak lebih senior dari mereka duduk dibelakang BOS di sudut ruangan yang agak gelap.

“Sebutkan Satu alas an aku tidak ingin kematian ROMEO!” Kemarahan K’bokan kian meninggi seiring nada suaranya yang kian tinggi. Ke empat tangannya terangkat, ini merupakan kuda-kuda standar suku Byl, siap untuk menyerang.

“Sudah….sudah….sudah….. Jangan saling mecari kambing hitam. Sebaiknya kita memikirkan langkah selanjutnya. K’bokan tugasmu mengorek informasi dari pemuda itu. Bagaimana dia dapat selamat.” BOS menengahi keributan agar tidak menjadi peperangan dikantornya.

“Menurutku, Kita lihat dahulu reaksi anak itu. Apakah ia akan menjadi ancaman kita ataukah kita membiarkan dia berkeliaran. Kalau memang dia adalah ancaman kita, maka setiap anggota kita mempunyai tugas untuk menghapus dia dengan segala cara!” kini pria dibelakang orang itu berbicara

‘Baik Sesepuh!” suara semua orang yang ada dalam ruangan itu dengan lantang. Kemudian “rapat” kembali berlanjut dengan agenda selanjutnya.



..

.

--- h – 19 hari ---

Sebuah kapal perang tengah di tarik untuk disandarkan ke port yang telah disediakan. Agak luar biasa kali ini, kapal tersebut disambut dengan luar biasa. Kapal perang itu sebenarnya kurang layak untuk di operasikan, namun ada penumpang istimewa dalam kapal tersebut.

Didalam kapal itu telah dilaksanakan cipika-cipiki pelepasan si penumpang istimewa itu. Kemuudian dengan berat langkah, pemuda itu menuju tangga kehormatan yang telah disediakan bagi dia.

Sesaat setelah turun dari tangga tersebut, pemuda itu dikerumuni oleh para pengejar berita. Segala pertanyaan diajukan kepadanya. Kilatan-kilatan lampu blitz menerpa wajah pemuda yang baru tiba setelah tiga tahun menghilang.

Rufus menanggapi para kuli tinta dengan senyuman, ia terus melangkah menuju seorang pria yang telah menunggunya di samping mobil. Para tentara tengah membuat pagar betis mengelilingi Rufus. Tiba-tiba ia berhenti, kemudian ia menatap para pekerja kuli itu dan berkata

“Maafkan saya, pikiran saya saat ini pada ibunda saya. Berikan privasi pada saya selama tiga harui untuk melepaskan rindu dengan rumah. Hari keempat nanti saya akan mengadakan konferensi pers untuk menjawab semua pertanyaan saudara semua, setuju?”

“Baik pak, kami akan menagih janji bapak.” Salah seorang dari wartawan itu menjawab diikuti anggukan para wartawan lainnya.

“Terima kasih atas perhatiannya, saya pasti tidak akan mengingkarinya.”

Kemudian Rufus berjalan menuju ke pria yang telah menunggunya itu, pagar betis para tentara tampak mulai mengendor seiring para wartawan yang tidak mengerumuninya lagi. Hanya beberapa kilatan blitz yang terlihat intensitasnya rendah. Tampaknya para wartawan mengerti apa yang Rufus inginkan saat ini.


--- POV Rufus ---


“Paman K’bokan, senang bertemu lagi dengan mu” kupeluk pria itu.

Pria itu adalah salah satu orang kepercayaan ayah. Dialah yang menggantikan tugas ayah apabila ayah berhalangan. Mereka adalah teman sepermainan waktu kecil. Paman K’bokan diketemukan oleh kakek.

Ayah dan ibu paman K’bokan telah meninggal lama sewaktu peperangan melawan pemberontak. Kakek menemukannya sewaktu paman berumur 3 tahun. Semenjak itu dia merupakan salah satu anggota keluarga kami.

“Bagaimana kabarmu?” tanyanya sesaat kami memasuki mobil

“saat ini baik-baik saja paman, bagaimana dengan keadaanmu paman?”

“Aku sangat baik, sementara ini aku yang mengurus semua perusahaan ayahmu.”

“Terima kasih paman, maaf telah merepotkan paman”

“Hei, Ayahmu sudah benar-benar saudara bagiku. Dan kamu sudah seperti anakku sendiri. Bagaimana aku bisa berdiam sendiri kalau ada anggota keluargaku sedang kesusahan”

“Terima kasih paman, oh ya…bagaimana kabar temanku K’tok?” tanyaku menanyakan nasib temanku.

“Ia telah meninggal bersama dengan kedua anaknya” jawab paman dengan raut wajah yang sedih.

Suasana senang berubah menjadi kesedihan yang amat sangat. Sabahat karibku mendahului aku.

“Bagaimana kejadiannya paman?” tanyaku kepadanya

“ehmmm…..setahun setelah berita kehilanganmu. K’tok mendapatkan masalah. Ternyata ia telah memiliki seorang simpanan dan telah memiliki anak darinya. Ia juga memiliki anak dari istrinya yang waktu itu berumur 2 bulan. K’tok hendak memutuskan hubungannya dengan simpanannya itu.

Ternyata, untuk memutuskan hubungan itu tidaklah mudah. Sang simpanan ternyata adalah seorang adik dari mantan pemberontak yang ingin melakukan pemberontakan lagi. Kepala pemberontak ingin menggunakan kesempatan ini untuk melakukan gerakan pemberontakkan ini. Istri dan anaknya ditawan kemudian dimintakan tebusan dengan harga yang tidak mungkin dipenuhi.

Pemerintah tidak menginginkan kompromi. Mereka langsung menyerbu ke markas mereka. Semuanya mati termasuk simpanan dan anak dari simpanan itu, sedangkan istri dan anak dari istri dapat diselamatkan. Dalam penyerangan itu, Bos pemberontak berhasil melarikan diri.

Bos pemberontak kemudian melakukan serangan balas dendam. Ia menanamkan peledak pada mobil K’tok. Saat K’tok beserta istri ingin pergi bertamasya. K’tok beserta anaknya terlebih dahulu naik ke mobil. Sedangkan istrinya kembali ke dapur untuk mengambil bekal. Pada saat itulah, mobil itulah meledak. Sang istri mengalami syok. Kini masih dirawat di rumah sakit jiwa.”

Aku terdiam, aku sungguh tidak menyangka rencanaku yang hanya untuk menitmati tubuh M’aya berakibat begini. Simpanan K’tok juga merupakan budakku. Diperutnya telah mengandung benihku. Sengaja kukorbankan temanku untuk menitmati istrinya. Aku kini dirudung rasa bersalah. Aku harus bisa memperbaiki keadaan M’aya. Mengembalikannya kejiwaan dia.

Aku tidak ingin melanjutkan percakapankan karena rasa bersalah akan kelakuanku diwaktu lalu. Memang harus kuakui. Pulau Kematian telah mematikan Rufus yang lama. Kini tugasku memperbaiki lubang-lubang yang telah kuperbuat diwaktu yang lampau.

Pamanpun terdiam ia tidak meneruskan pembicaraan. Mungkin dia berpikir kalau aku dirudung kesedihan karena meninggalnya sahabat karibku. Paman tidak sepenuhnya benar.

“Itu Kantor kita, kuharap engkau masih ingat. Kita akan membicarakan pengalihan kekuasaan dalam waktu dekat ini, ya” pamanku berujar memecah keheningan sesaat itu

“Baiklah paman bila paman memandang itu baik” tanggapku sekedarnya karena aku melihat banyak sekali pendemo depan kantor itu.

“Mereka kenapa paman?” tanyaku tertarik akan kejadian ini.

“Tanam mereka dijual rentenir kepada kita, sehingga mereka tidak mendapatkan tempat tinggal lagi. Mereka berharap kita mengembalikannya kepada mereka.” Jawab paman lalu pandangannya kearah mereka.

“Ingat Rufus, bila kita mengembalikan kepada mereka, maka tanah mereka akan kembali kepada Rentenir dan rentennir itu akan kembali menjual kepada kita. Yang terjadi kita akan mengalami kerugian terus menerus. Ayahmu telah melakukan sekali, kejadiannya terulang. Dengan tidak adanya ayahmu, kami bisa mencegah lingkaran ini. Ku harap engkau menghentikan lingkaran ini.” Paman menjelaskan hal yang dulu dilakukan ayah kepada mereka.

“mmmhhh…”pikiranku melayang bagaimana aku bisa membantu mereka. Beberapa scenario telah ada di kepalaku tinggal mengesekusinya.

“Oh ya, bagaimana bisa Cuma kau yang bisa selamat?” Tanya pamanku

Hatiku tidak percaya, kenapa paman menanyakan pertanyaan itu. Ayahku benar jangan mempercayai siapapun. Hati kecilku curiga dengan pamanku ini. Rasa penasaranya membuatku merasa ia ada keterkaitannya. Aku belum membentuk suatu scenario untuk cerita ini makanya tadi aku menunda jawaban untuk para wartawan.

“Paman, aku baru pulang. Untuk sementara aku ingin melupakan kejadian itu dulu. Nanti kesemuanya akan kuceritakan pada saat konferensi pers. Biarkan aku mengobati rasa rinduku disini dahulu.”

Paman sepertinya mengerti, aku melihat sedikit guratan kekecewaan pada matanya. Tapi, aku membiarkanya. Aku berpura-pura melihat keluar jendela. Kupandangi perubaha ibukota selama tiga tahun ini.

---POV TS ---

Sebuah mobil mewah melewati pagar yang lebar dan tinggi, memasuki sebuah halaman yang luas menuju sebuah rumah mewah atau lebih tepanya sebuah mansion. Rumah peninggalan leluhur Rufus.

Rufus turun dari mobil hendak menuju ke pintu utama. Tapi tiba-tiba, pintu itu terbuka dan seorang perempuan muda berlari mendapati dirinya. Dipeluknya Rufus, serta merta airmata yang keluar dari mata yang indah itu

“ini sungguh kamu. Aku sangat rindu padamu” perempuan itu menangis dalam pelukannya dan tak mau melepaskannya.

“M’eri jangan menangis, biarkan aku menemui ibuku dulu. Nanti malam kita akan bercerita banyak” bujuk Rufus yang mendapatkan anggukan M’eri.

Tangan M’eri lalu mengapit lengan kanan Rufus. Kemudian sedikit terseret karena Rufus agaknya tergesa-gesa ingin menemui ibunya. Gejolak kerinduan akan ibunya tampaknya sudah mencapai puncaknya.

Begitu melihat ibunya, Rufus melepaskan tangan M’eri. Kemudian menekukkan kedua kakinya dan bersujud bersimpuh dikaki ibunya.

“Ibu, ananda pulang. Maafkan ananda selama ini tidak berbakti pada ibu. Maafkan ananda yang selama ini telah menyakiti hati ibunda”

Sang ibu terkejut melihat perubahan Rufus anaknya, seolah-olah yang sedang bersujud adalah orang lain. Selama ini Rufus pantang meminta maaf apalagi bersujud didepan dia. Hal ini membuat dia juga ikut berlutut memeluk tubuh anaknya yang menjadi kurus.

“Sudahlah nak, aku sudah bahagia anakku sudah kembali padaku.” Peluknya dan diciuminya rambut anaknya yang panjang tak terurus. Kemudian berkata “sudahlah, makanlah dahulu. M’eri telah memasak makanan kesukaanmu. Ayam goreng mentega.”

“eh…Bagaimana …” belum sempat Rufus bertanya ibunya sudah memotong dahulu, sambil melirik ke M’eri

“Kamu rasakan dulu, masakan dia tidak kalah dengan ibu loh” ibu mempromosikan masakan M’eri dengan semangat.

M’eri membantu kedua orang yang sangat dihormati ini untuk berdiri. Kemudian mereka bersama-sama menuju ke ruang makan untuk makan bersama.

“Aku mohon ijin dulu. Aku tidak dapat ikut dengan kalian makan bersama. Ada urusan kantor yang harus kuselesaikan” pamit K’bokan kepada penghuni rumah.

“Baiklah paman, maaf untuk beberapa hari ini aku tidak dapat mengurus masalah perusahaan dulu. Aku ingin menenangkan pikiran ku dahulu.” Ujar Rufus memberikan alasan

Diruang makan itu. Terdapat sebuah meja dengan panjang 2 meter dan berjejer 10 kursi. Biasanya para pelayan rumah itu akan bersama makan dengan keluarga inti. Ini adalah kebiasaan Romeo yang menginginkan makan bersama. Baik kepada tamu maupun kepada para pelayannya.

Tetapi kali ini, para pelayan seolah memberikan privasi kepada mereka. Mereka seakan ikut dalam kegembiraan tersebut. Beberapa kali Rufus mencoba mengajak mereka untuk duduk bersama. Tetapi jawaban mereka kompak. Kami belum lapar.

Terlihat keceriaan seisi ruang makan itu. Senyum dan tawa silih berganti . memang seharusnya demikianlah suasana dalam ruang makan. Segala persoalan, permasalahan, beban kerja dan beban pikiran tidak boleh menjadi lauk ketika makan.

“Apakah semua makanan ini kau yang masak, M’eri?” Tanya Rufus sambil mengambil beberapa lauk yang ada dimeja.

“Iya, kenapa tidak enakkah? Ada yang kurang?” tampak raut muka keraguan ketika menjawab pertanyaan Rufus.

“mmmhhh….Ada yang kurang….apa ya?.....oh ya….kurang banyak!” candaan Rufus sontak membuat seluruh isi ruangan tertawa. M’eri pun tersenyum tersipu-sipu.

Suasana Sarapan saat itu sangat menyenangkan***fus yang kehilangan kebersamaan ini sedikit terobati. Penghuni rumah itu adalah Orangtua Rufus, minus ayah Rufus, Rufus dan para pelayan serta kini bertambah M’eri. Para pelayan rumah itu sebenarnya bukan tenaga kerja yang direkrut. Mereka adalah orang-orang yang diselamatkan ayah Rufus namun tidak mau kembali ke tempat asalnya. Mereka memilih mengabdi kepada keluarga ini. Romeo tidak pernah mengangap mereka sebagai pelayan. Romeo memperlakukan mereka sebagai salah satu anggota rumah ini, atau dengan kata lain mereka adalah saudara bagi Romeo.

Para pelayan menolak gaji yang diberikan kepada mereka. Bagi mereka, sudah dapat tempat tinggal, sudah mendapatkan makanan sudah cukup bagi mereka. Mereka dengan tanpa paksaan melaksanakan tugas rumah tangga dengan baik.

Pernah suatu kali, Romeo memberikan mereka bonus berupa jutaan Slevia. Namun dengan keras, mereka menolak hadiah itu. “selama ini tuan mengangap kami sebagai saudara, bila tuan memberikan uang itu maka tuan telah menghina kami.” Kata mereka.

Rufus dengan tersenyum menjawab mereka “bukan maksud hati ini untuk menghina, tapi kerja kalian perlu diberi hadiah.”

“tidak perlu hadiah, cukup pujian atas kerja kami sudah sangat berate bagi kami” jawab mereka.

“kalau begitu, jangan panggil aku tuan lagi” ujar Romeo menatap mereka

“Dengan apa lagi kami memanggil, tuan?” ucap salah satu pelayan yang tertua diantara mereka

“Terserah kalian, tapi aku tidak mau kalian memanggil tuan lagi.”

Terhening sebentar kemudian senior yang lain menjawab “ bagaimana dengan papi?”

“mmmhhh….boleh juga. Aku menjadi papi kalian, tapi bagaimana dengan Handa, kalian tau dia lebih tua daripada aku?” Romeo menjawab sekaligus menunjuk seorang yang paling tua tadi.

“Tuan…eh papi, bagiku papi disini merupaka panggilan hormatku padamu, bukan panggilan seorang anak kepada ayahnya. Tetapi bagi mereka-mereka adalah panggilan anak ke ayahnya.” Handa sang senior diantara mereka memberikan solusi.

Semenjak itu, panggilan untuk Romeo adalah Papi, istrinya adalah Mami, tetapi untuk Rufus adalah Tuan. Karena Rufus yang lama adalah seorang yang arogan, brutal dan menggangap mereka sebagai Budak.

Namun kini Rufus dimeja makan bukanlah Rufus yang lama. Rufus kini adalah Rufus yang telah tertempa pribadinya menjadi penghormat kemanusiaan. Rufus kini menganggap mereka yang didalam rumah itu adalah saudaranya.

“Aku ingin membuat peraturan baru dalam rumah ini” Rufus tiba-tiba membuat ruangan makan menjadi mencekam.

Para pelayan pernah merasakan bagaimana peraturan yang dibuat Rufus membuat mereka serba salah. Karena peraturan baru yang diciptakan Rufus selalu saja menyusahkan mereka, terutama pihak hawa. Memang selama ini, mereka tidak pernah direngut kehormatannya seperti para budak nafsu Rufus. Namun, pelecehan seksual sudah sering mereka terima dari Rufus. Contoh peraturan yang dibuat Rufus tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya : para pelayan wanita tidak diperbolehkan memakai pakaian dalam, sehingga ia dengan mudah mengrepe payudara dan vagina para pelayan tersebut.Apabila melanggar, mereka akan ditelanjangi oleh Rufus dan digantung didalam kamarnya.

“ Pertama peraturan lama yang telah kubuat tidak berlaku lagi. Kedua tidak boleh memanggilku tuan lagi. Ketiga bila aku berbuat salah kalian boleh memperingatiku. Keempat aku Rufus meminta maaf sedalam-dalamnya atas kesalahanku yang lama!” Rufus kemudian berdiri dan menghadap para pelayan, yang sedari tadi berkumpul di salah satu sudut ruangan, kemudian bersujud bersimpuh mencium lantai.

Sontak perbuatan ini membuat kaget para pelayan. Mereka serentak memegang tubuh Rufus dan berusaha untuk mendirikan Rufus

“Nak, Kami juga mohon maaf bila kami bersalah kepadamu.” Ujar handa dan berusaha untuk berlutut. Namun belum sempat membengkokkan lututnya dengan sempurna. Rufus menahan tubuh senior itu dan memeluknya.

“Mari kita memulai yang baru. Kita saling menjaga. Kita saling mengingatkan bila ada yang dari kita berbuat salah. Jangan menyimpan dendam” pidato singkat Rufus yang mendapatkan anggukkan semua yang ada diruangan itu

“nah sekarang, mari kita lakukan apa yang telah menjadi tradisi di keluarga ini. Kita makan di satu meja. Aku tau kalian sungkan makan dimeja ini karena aku. Kalau kalian tidak makan, kalian tidak mau memaafkanku!”Rufus menawarkan sesuatu yang harus mereka terima.

Keceriaan semakin meninggi seiring satu per satu mulai menempati kursi di sini meja yang panjang itu. Dimulai Handa yang segera duduk disamping Rufus kemudian yang lainnya. Senyum ketulusan tanpan pada raut mereka. Candaan serta gurauan semakin seru. Mereka menceritakan kecerian yang sempat hilang semenjak kehilangan kedua orang inti dalam keluarga itu.

Selesai acara sarapan yang tak terlupakan oleh seluruh anggota keluarga itu. Para pelayan langsung melaksanakan tugasnya masing-masing dikomandoi oleh M’eri. Inilah salah satu perubahan yang baru bagi Rufus. Selama ini, ibunyalah yang menjadi pusat komando. Sekarang, M’eri yang notabene bukan siapa bagi Rufus maupun ibunya sebagai koordinatornya. Ibunya sendiri, setelah didesak Rufus, segera ke kantor untuk menyelesaikan permasalahan kantor. Walaupun sebenarnya, sang ibu ingin berlama-lama melepas rindu dengan anaknya.

Rufus menggunakan waktunya untuk mengelilingi seluruh sudut rumah. Hal ini tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Kini ia baru mengetahui, dirumah itu memiliki segala fasilitas. Baik studio bioskop mini, ruang kebugaran, perpustakaan bahkan dapur yang sangat luas.

Kini Rufus ada di lantai atas dari rumah itu. Dia naik melalui tangga yang sudah terlihat ketika masuk ke rumah. Tangga itu berbentuk seperti kedua tangan yang hendak masuk kerumah itu.dilantai atas tempat semua kamar berada. Baik kamar untuk pemilik rumah maupun para pelayan.

Rufus menuju langsung kekamarnya yang terletas di ujung ruangan itu. Dekorasi kamar itu masih seperti 3 tahun yang lalu. Kenangan bahagia dan buruk di ruangan itu langsung memasuki alam pikirannya. Rufus berjalan pelan menuju tempat tidurnya. Diraba sebentar kemudian langsung merebahkan dirinya di ranjang itu.

Kelembutan dan kenyamanan yang tidak pernah dia rasakan selama 3 tahun ditambah perut yang terisi penuh membuat dirinya cepat terlelap. Bukan keletihan yang membuat ia tertidur tetapi rasa rindu akan rumah yang membuat mimpi cepat memanggil dirinya.

“Tok….Tok…..Tok….”

“Ya…masuk saja tidak terkunci..” Rufus menyahut setelah terjaga karena ketukan di pintu kamarnya.

“Eh…M’eri… Ada apa? Apa yang bisa kubantu?” Rufus menyapa setelah melihat seorang perempuan memasuki kamarnya dan segera menutup pintu kamarnya.

Tanpa banyak kata, M’eri langsung melangkahkan kakinya menuju tempat tidur Rufus. Setiap langkahnya ia membuka satu per satu penutup yang membungkus tubuhnya. Kemudian dengan gerakan yang erotis, M’eri mulai merangkak menuju ke tempat sang Arjunanya berada.

Rufus mulai terbakar birahinya. Ia mulai mencium bibir M’eri dan memeluknya. Dicumbunya leher perempuan polos didepannya. Tangan nakalnya mulai memilin pentil pada buah dada yang menantang itu.tangan yang satu mulai meremasi bukit tanpa tanaman diselangkangan.

M’eri tak mau kalah. Lidahnya dijulurkan didalam mulut sang Arjuna. Tangan kirinya mengelus dada pria yang perkasa. Tangan kanannya mulai mengelus dan memijat batang yang telah merobek keperawanannya. Api birahi mulai terbakar dalam kamar tidur itu.

Tiba-tiba, Rufus tersadar. Ia segera mengambil selimut dan menutupi tubuh wanita itu. Kemudian memeluknya dari belakang sambil mencium rambut perempuan itu. Rufus langsung berlutut didepan M’eri kemudian menumpahkan tangannya di paha perempuan itu.

Perempuan itu terkejut atas perlakuan Rufus. Rufus yang lama tentu akan melanjutkan ke sesi pemanasan berikutnya, kemudian akan memaksakan orgasme-orgasme pada dirinya tanpa henti. Tetapi sekarang, apa yang dikepala Rufus tidak dapat di tebak oleh M’eri.

“M’eri, engkau sangat cantik. Engkau sangat baik. Maafkan aku, karena aku telah mengambil keperawananmu. Maafkan aku yang menjadikanmu budak nafsuku. Maafkan aku akan segala kejahatanku padamu.”

“Rufus, pertama kali kau mengambil kehormatanku. Aku sangat menyesal, sedih dan putus asa. Kemudian aku berkenalan dengan keluargamu. Keluargamu menerima aku apa adanya.Aku ini yatim piatu. Sejak kecil aku dirawat oleh kakakku. Semenjak kakakku menikah aku menjadi sendiri. Sekarang aku bertemu dengan keluarga besarmu. Disini, aku bahagia karena aku menemukan keluarga walaupun itu bukan sedarah. Aku tidak perduli lagi dengan segala hal. Yang aku inginkan adalah memperjuangkan cintaku padamu. Aku berusaha untuk menjadi pendampingmu. Aku mempelajarinya dengan harapan hatimu akan luluh dengan mu. Aku berusaha belajar memasak dari ibumu yang telah kuanggap sebagai ibuku juga. Ijinkan aku melayanimu Rufus seperti janjimu padaku 3 tahun yang lalu.”

Rufus menggelengkan kepala lalu berkata

“Tidak M’eri. Kau adalah kau. Aku ini tidak seperti malaikat yang kau kira. Aku ini iblis yang akan selalu menyakitimu dan tidak dapat membahagiakanmu”

“Rufus cintaku. Aku telah hidup sensara dari kecil. Aku menemukan sedikit kebahagiaan selesai kau memperkosaku. Aku tidak meminta banyak darimu. Biarkan aku mencintaimu dan melayaniku walau kau tidak mencintaiku. Aku sudah tetapkan diriku. Biar aku menjadi budak nafsumu, tidak akan ada penyesalan dariku.”

“Kau tidak sepenuhnya tau tentang diriku M’eri. Banyak sisi kelamku yang akan menyakitimu bila aku membiarkan cintaku bersemi dihatimu.”

“Aku tahu kamu pasti banyak memiliki budak nafsu, walau aku tidak mengenal mereka. Aku tidak akan marah atau bahkan cemburu bila mereka kamu bawa didepanku. Atau kau ingin aku menyaksikan perbuatanmu dengan mereka, akan kulakukan.” Kini mata M’eri menatap mata Rufus yang berwarna hitam itu.

“Terima kasih M’eri atas kesungguhan hatimu. Aku akui memang aku mencintaimu..”

Hati M’eri berbunga ketika mendengarkan kata-kata itu, tanpa dikomando otaknya ia meraih kepala Rufus dan memajukan bibirnya hendak mencium.

“Dengar sampai selesai dulu M’eri…” Rufus menahan bibir perempuan yang telah mabuk asmara itu.

“Aku harus memperbaiki apa yang telah aku rusak terhadap para budakku. Aku harus meminta maaf dan menerima hukuman yang mereka turunkan kepadaku. Apa kau mengerti konsekuensinya?”

“Hari ini aku bahagia, Cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Aku akan ada disampingmu saat senang maupun susah. Melayanimu dengan penuh cinta.”

“Bahkan apabila diantara banyak budakku menginginkan aku untuk menjadi suaminya?”

“ya, aku rela dimadu, selama itu adalah bekas budakmu. Aku akan cemburu apabila perempuan itu bukanlah budakmu”

“bahkan apabila mereka menginginkan nyawaku?”

“oh sayang, jangan berkata begitu. Aku telah mendapatkan cintamu. Masakah aku harus kehilanganmu. Tentu aku sebagai kekasihmu akan melindungi dengan nyawaku.”

“oh sebagai kekasih?”Rufus kini dengan tampang yang tidak suka

“Tidak … tidak … sebagai pelayan” M’eri berusaha meralatnya

“oh sebagai pelayan?”Rufus memasang tampang lebih tidak suka

“tidak … tidak …. sebagai bu …. dak …” Tampak raut ketakutan, karena ini telah ketiga kali jawabannya

Rufus menghela napas, kemudian menggelengkan kepala. Ia segera meninggalkan M’eri menuju mini bar yang terletak di sudut didepan tempat tidurnya.ketika ia menuangkan minuman yang sedikit beralkohol, M’eri berlari mendekatinya dan berlutut lalu dengan lirih ia berkata

“Tuuaaannnn, a … ku … min … ta ma.. aff … kau …. boleh … menganggap … aku … a... pa… saja …. tapi …. jangan …. marah … dan …. ting … galkan …. aku”

“Kau mau tahu apa yang aku inginkan darimu?” Tanya Rufus dijawab dengan anggukan M’eri

“Aku inginkan kamu sebagai istriku. Tetapi kamu tidak menginginkan aku sebagai suamimu” Rufus sedikit tersenyum melihat perubahan raut muka perempuan didepannya.

Tubuh bugil itu langsung memeluk Rufus setelah menyadari, Rufus sedang bercanda dengannya. Tangannya memeluk erat Rufus, Kakinya lemas karena kebahagiaan. Rufus agak terhuyun namun ia membimbing perempuan itu ke tempat tidur.

Rufus kemudian meninggalkan M’eri yang masih dialam bahagia. Ia memunguti pakaian M’eri yang berserakan sambil membetulkan posisi setiap helai yang terbalik. Lalu berbalik kemudian menyodorkan kepada M’eri kemudian berkata

“Pakailah pakaianmu, dan temani aku tidur. Untuk saat ini, aku tidak akan melakukan sex denganmu setidaknya sebelum aku meresmikanmu sebagai istriku, apa kau mau, sayang?”

Kata ‘Sayang’ terucap, memuat M’eri bagai tersengat ribuan volt cinta. Harapannya menjadi kenyataan. Tanpa kata-kata, ia langsung mengambil pakaian yang diberikan Rufus, dan memakainya. Selesai memakai, ia langsung masuk kedalam selimut dan mengulurkan tangannya mengajak Rufus untuk bergabung masuk dalam selimut.

Rufus masuk kedalam selimut itu langsung memeluk M’eri dengan penuh rasa cinta. Didalam selimut itu, M’eri tanpa sengaja memegang senjata andalan milik Rufus. Ia merasakan tongkat perkasa yang kini bertambah panjang dan keras. Lebih panjang daripada waktu itu, dan lebih keras. Rufus tersenyum melihat tingkah M’eri yang terpukau dengan batang kenitmatan itu. Namun, Rufus sekarang sudah berubah. Rasa cinta yang dulu ia gantikan dengan nafsu. Sekarang nafsu yang digantikan dengan cinta.

Rufus cepat terlelap meneruskan tidur yang sempat tertunda itu. Kedua tanganya memeluk perempuan yang tidak tidur. Mata M’eri memandang “sayangnya” yang sudah pergi ke alam mimpi. Perasaannya bahagianya tidak terlukiskan dengan kata-kata. Hatinya berbunga seiring janji akan bersama disamping Rufus sampai maut memisahkan mereka.

Dalam lelap itu, Rufus teringat saat itu ….


--- H-3 tahun ---


--- POV RUFUS ----


Akh … kepalaku berat sekali. Badanku terasa remuk. Aku teringat aku baru jatuh dari pohon yang tertinggi itu.

Errrggghhh … aku mencoba untuk mengerakkan tanganku kemudian kakiku. Yah bisa walaupun berat. Aku merasakan perih yang disekujur tubuhku.

Aku mulai membuka mataku … gelap … hanya terlihat bintang dilangit … mungkin aku pingsan untuk beberapa sesiangan. Rasa dingin mulai merasuki belulangku

Instingku berkata untuk tetap bergerak menghangatkan badanku. Aku tidak mau menderita hipothermia. Aku harus bertahan untuk hidup. Demi membalaskan api dendam ini.

Kupaksakan badan ini untuk berdiri. Kemudian melangkahkan kaki. Entah kemana kaki ini akan membawaku. Aku percayakan instingku untuk berjalan dihutan yang gelap ini.

Teringat pesan kakek kala berjalan di kegelapan. Hindari yang sangat hitam dan mengkilat. Sangat hitam itu adalah lubang, mengkilat itu genangan air. Mataku berangsur beradaptasi dengan kegelapan ini. Aku mulai bisa melihat setapak jalan alami yang belum dilalui apapun. Dalam kegelapan ini, akupun memaksa pendengaranku untuk memeriksa sekeliling.

Setelah beberapa langkah aku berjalan. Aku mendengar bunyi patahan ranting dan dentuman sesuatu di tanah. Suara itu semakin dekat menuju aku dengan cepat.

Tanpa membuang waktu lagi, aku segera melancarkan jurus langkah seribu menghindari asal suara itu. Namun, suara itu semakin dekat saja.

“syuuuuuttttttt. Jeb” sebuah panah mendarat di pepohonan hampir saja mengenaiku. Aku kaget segera saja aku berlari kekanan menghindari arah panah itu datang. Aku berlari zigzag menghindari serangan panah yang lurus.

Anak panah kini menjadi semakin banyak. Aku mengira pelakunya lebih dari satu orang karena intensitas anak panah itu mendarat sangatlah cepat.

Beberapa kali aku harus bersembunyi dibelakang pohon untuk menarik panah. Saat itu juga, aku mendengar 5 sampai 6 panah menancap dipohon itu.

Perkiraanku ada 6 orang yang memanahiku. Aku merasa akan ada lebih dari 6 orang.

Setelah beristirahat beberapa detik aku bernapas, aku kembali berlari. Semangat untuk tidak matilah yang memompa tenagaku untuk berlari. Kini strategiku untuk beristirahat beberapa detik dibelakang pohon kemudian berlari lagi mencapai pohon berikutnya.

Setelah sekian lama aku berlari, aku mendengar ada suara air didepan. Ada harapan bila mencapai air tersebut. Aku akan memanfaatkan sungai didepan untuk lepas dari panah mereka dan menggunakan arusnya untuk membawaku pergi menghindari mereka.

Gambling walau kemungkinan lolos kecil, namun prosentasinya lebih besar daripada berlari dengan tenaga yang semakin melemah.

Yes…. aku mencapai sesuatu yang mengkilat dan panjang… ini adalah sungai… airnya tenang … dan ….

“jleeb” aku terkena panah di dada kananku. Tidak terlalu dalam aku masih bisa mencabutnya. Tapi sepertinya anah panah itu beracun. Kepalaku semakin berat

Aku terus melangkahkan kaki. Walau semakin melemah. Telinga ku masih mendengar deru suara air. Ehh..air tenang tidak mungkin mengeluarkan suara deru.

Aku berhenti ketika melihat hamparan luas warna gelap didepan. Didepan itulah asal suara itu. Tidak ini adalah air terjun… aku harus menghindarinya… kalau tidak remuk badanku

Tapi kepalaku semakin berat, mataku tidak dapat diajak kompromi lagi. Tiba-tiba pandanganku menjadi kabur. Aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh di puncak air terjun itu



,…

,..

….

(Bersambung ke Chapter selanjutnya)
 
Bimabet
Cerita dg alur yg menarik, tapi penggunaan nama nama yg tidak nyaman buat dieja membuat cerita ini kurang bisa dinikmati.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd