Tubuh dan hatiku kini menyatu melawan segala ajaran yang tertanam di benakku.
Aku tahu ini zina, aku sadar ini dosa. Terus kenapa kalau malam ini berzina toh enam bulan ini aku juga berbuat zina. Biar biarlah dosa, biar ini jadi dosa yang terindah dalam hidupku.
Tubuhku merinding, bergetar ingin menghabiskan sisa malam ini dengan bercumbu. Menuntaskan hasrat dengan laki laki muda yang telah mencuri hatiku.
Enam bulan bersama dr. Raffi entah berapa belas kali aku dicumbui. Tetapi rasanya tidak seperti ini. Bersamanya semua adalah sandiwara.
Entah berapa banyak pelumas yang telah dihabiskan agar aku tidak merintih kesakitan. Entah berapa kali aku meleguh kenikmatan padahal itu hanya kepurapuraan.
Seperti seorang perawan yang penasaran apa arti sebuah kenikmatan. Aku terus mengejar, memburu bibir Raka.
Slurp..smuuchrp...
Kedua telapak tanganku nengunci pipi Raka agar tidak pergi dari bibirku ini. Kuhisap terus kuhisap bibirnya yang kaku.
Please Raka..... sambut bibirku.
Slurp..smuuchrp...
Bibir Raka mulai terbuka hingga lidahku bisa bercumbu dengan lidahnya. Tubuhku semakin menghangat menyambut balasan ciuman Raka yang dasyat.
Memang berbeda, sensasi ciuman bersama Raka terasa menggelora. Seperti gelombang tinggi, menggulung bertubi tubi pecah di pantai.
Lentik jariku pun sudah tak terkendali, kancing babydoll lepas satu persatu hingga hanya tersisa bra di bagian atas tubuhku.
Slurp..smuuchrp...
Aku terus aktif mencumbu agar bibirnya dan bibirku terus menyatu.
Tangan Raka tiba tiba mengunci pipiku, menjauhkan bibirnya dengan bibirku.
Jangan sayang.. please jangan hentikan itu.. ah..
" Kenapa... "
Tanyaku lemah, pelan diantara nafasku yang terengah engah.
Sorot keraguan menyapu setengah tubuh telanjangku kemudian berhenti menatap sayu mataku.
Tiba tiba aku merasa malu. Telapak tanganku cepat cepat menangkup dadaku yang masih terbungkus bra biru.