Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Taiyou no Uta ~Sebuah Lagu untuk Matahari~

Bimabet
GREGET !

Lanjutkan :)

Sex scene tidak selalu penting, (bagi saya)
Tapi karena ini forum cerpan ya sebaiknya di kasih, (walau cuma dikit ) :-p

Tapi usahakan jangan dipaksa banget untuk masukin adegan ss :D

Untuk masalah update, memang enak 2 X seminggu , :D


Biasanya silent rider , x_x
 
salut gan cerita ente detil n rapi..
klo mau belajar SS yg ga terkesan murahan,empu ajay ahlinya.
klo mau jd master cerbung semprot,pantengin trus kripik dari showa n flawed(ga ane kasih suhu takut yg pnya nama marah)hehehe

Makasih gan, ane masih newbie masih belajar dan belajar lagi. Thanksss
 
GREGET !

Lanjutkan :)

Sex scene tidak selalu penting, (bagi saya)
Tapi karena ini forum cerpan ya sebaiknya di kasih, (walau cuma dikit ) :-p

Tapi usahakan jangan dipaksa banget untuk masukin adegan ss :D

Untuk masalah update, memang enak 2 X seminggu , :D


Biasanya silent rider , x_x

Makasih, nanti akan saya lbh berusaha mengeksplore lagi thanks.
 
salut gan cerita ente detil n rapi..
klo mau belajar SS yg ga terkesan murahan,empu ajay ahlinya.
klo mau jd master cerbung semprot,pantengin trus kripik dari showa n flawed(ga ane kasih suhu takut yg pnya nama marah)hehehe

hidung ane mendadak gatal :ngupil: napa ane disebut2? :ngupil:
 
shoso@ente khan salah satu editor handal disini gan...hahaha
 
Ane nggak bisa nulis nggak bisa apa2 :ngupil:
please... please... please... jgn sebut kayak gitu... ane cm bisa comment :sendirian:
kata org jawa mah "wong ndelok, kendel alok" (penonton, cm berani protes)
ane mohon jgn kayak gini :ampun:
 
Ane nggak bisa nulis nggak bisa apa2 :ngupil:
please... please... please... jgn sebut kayak gitu... ane cm bisa comment :sendirian:
kata org jawa mah "wong ndelok, kendel alok" (penonton, cm berani protes)
ane mohon jgn kayak gini :ampun:

kalau suhu yang sudah mendewa saja merendah bgini , saya makin kagum, :jempol:
 
cukup zack! ane entar jadi bahan bully :hua:
panggil showa aja :tendang: ane enak, ente juga enak :Peace:
 
cukup zack! ane entar jadi bahan bully :hua:
panggil showa aja :tendang: ane enak, ente juga enak :Peace:

Emank ada yaw disni tukang bully wkwkwkwk. oke dech suhu, ups salah Suhu Showa :bata:
 
Emang beli dalam bentuk vcd yaw apa download? Aku aja nyarinya bingung, hahahaha
Ubek" internet 2 jam aja nda ktmu".


ane dulu donlot suhu, di web yg ada indo bagian depane... tapi kalo ente orang jogja, ente tinggal ke warnet Mer*pi atau saudara2nya, disana series n film2 tinggal comot tanpa donlot...
:D

ane tdk bermaksud promo, skdr berbagi pngalaman, :D
 
Download dimana itu, skrang daku lagi surabaya jauh ke jogja cuma buat dorama saja.
 
Ane baru tahu ada penyakit itu... Gak bisa bayangin gimana nasib org yang kena penyakit itu? Ane tunggu aja updatenya... Nice story...
 
Taiyou no Uta~Sebuah Lagu untuk Matahari: Bab 5
“Aku Tidak Akan Menemuinya Lagi...”


Otousan dan Okaasan sepertinya tidak ingin mengambil risiko setelah apa yang terjadi padaku. Setelah Misaki memberi tahu keduanya kalau aku sudah berada di rumah (dan berdasar yang kudengar, ia sempat membentak-bentak Kouji dan membeberkan tentang keadaanku yang sebenarnya), mereka langsung mengantarkanku ke rumah sakit hari itu juga. Kali ini, aku harus mengesampingkan rasa benciku terhadap rumah sakit. Aku masih ingin hidup, dan aku tidak keberatan meskipun harus pergi ke tempat yang sangat tidak kusukai.

Setibanya di rumah sakit, aku langsung mendapatkan pemeriksaan segera dari dokterku. Ia memperhatikan kulit lenganku yang sedikit terkena matahari sambil bertanya berbagai macam hal, meskipun Otousan yang lebih banyak menjawabnya. Akhirnya, setelah memeriksa bagian-bagian tubuhku yang lain, ia sampai pada satu kesimpulan.

“Dia akan baik-baik saja.”

Mendengar dokterku berkata seperti itu, aku langsung merasa lega. Syukurlah kalau begitu. “Dia akan baik-baik saja, Dok?” tanya Otousan tak percaya.

“Kalau tereskpos segini saja, seharusnya tidak jadi masalah,” jawab dokterku.

“Syukurlah kalau begitu,” Okaasan menimpali.

Setelah berbicara dengan kedua orang tuaku, dokter itu lalu beralih kepadaku. “Seharusnya tidak ada efek samping pada wajah dan tubuhmu,” ujar dokterku, “tapi kalau ada, segera beri tahu aku.”

Saat itu, aku hanya bisa mengangguk perlahan menanggapinya. Dibilang baik-baik saja oleh dokterku sudah merupakan suatu hal yang bagus, dan aku tidak berpikir tentang hal lain selain itu.

Setelah selesai dengan pemeriksaanku, Otousan memutuskan untuk menunggu di rumah sakit hingga matahari terbenam sehingga aku dapat pulang dengan aman. Kami banyak terdiam selama perjalanan, sampai aku memecah kesunyian yang tak nyaman ini dengan satu kata. "Apa?"

“Jangan bilang ‘apa’ kepadaku,’” jawab Otousan sambil terus menyetir. “Lagipula, siapa cowok itu? Kenapa kamu tidak pernah bilang-bilang?”

“Aku tidak ingin membicarakan ini,” jawabku singkat.

“Apakah dia orang yang Kaoru sukai?” kali ini Okaasan bertanya kepadaku.

Pertanyaan Okaasan itu langsung menggamparku dengan telak. Jawabanku tentu saja sama dengan pertanyaan Okaasan, hanya saja berupa kalimat pernyataan. Namun, aku tidak menyuarakannya dan tetap memilih menyimpan jawaban itu di pikiranku. Sebagai gantinya, aku justru memalingkan wajahku untuk menatap ke luar jendela.

“Pasti begitu, kan?” tanya Okaasan sekali lagi, berusaha meminta ketegasanku.

“Begitu?” Otousan jadi ikut-ikutan bertanya.

“Memangnya kenapa kalau iya?” balasku dengan ogah-ogahan. Memikirkan kenyataan bahwa Kouji adalah orang yang kusukai sekaligus orang yang hampir saja membunuhku membuat hatiku perih. Namun yang lebih penting lagi, menyadari bahwa hubungan kami yang singkat itu sudah berakhirlah yang paling menyesakkan dadaku. “Tapi semuanya sudah selesai,” tambahku.
“Hah?” sambung Okaasan.

“Meskipun aku berusaha untuk berpikir penyakitku in tidak ada hubungannya dengan aku dan dia,” jawabku tanpa memandang Okaasan, “pada akhirnya, merupakan suatu hal yang mustahil bagiku untuk menyukai seseorang.”

Sepi. Okaasan tidak menanggapi kata-kataku barusan. Lebih-lebih Otousan. Ia tetap melihat ke depan sambil menyetir, seolah-olah aku tidak mengatakan apa pun.

“Jangan khawatir,” lanjutku, “aku tidak akan menemuinya lagi.” Aku menahan kalimatku sejenak.“Kurasa, dia juga tidak ingin punya pacar yang sakit.”

“Jangan bilang seperti itu,” ujar Okaasan menimpali setelah aku selesai dengan kata-kataku.

“Ini bukan tentang penyakit, ini hanya tentang kepribadianmu saja,” Otousan turut menambahkan.

“Tapi dia punya masa depan,” balasku.

“Kamu juga punya masa depan.”

“Benarkah?” kataku dengan nada ketus yang, meskipun begitu, dibalas dengan ucapan mengiyakan dari Otousan. “Cuma kata-kata manis saja,” gumamku.

“Apa kamu bilang?”

“Meskipun aku tidak bisa sembuh?” aku menjawab kata-kata Otousan dengan nada meninggi. Sudah cukup. Mereka sudah banyak menghiburku dengan kata-kata penyemangat; ini saatnya keduanya membiarkan aku menghadapi kepahitan hidup.

“Itu tidak benar,” Otousan buru-buru menanggapi.
“Kalau begitu, lihat mataku ketika mengatakannya!” Untuk kedua kalinya, aku menyentak Otousan. “Aku tidak akan tertipu lagi,” sambungku sambil mengalihkan pandangan ke luar. “Aku tidak akan menjadi anak kecil selamanya.”

Dan begitulah pembicaraan kami dalam mobil malam itu berakhir. Sudah terlalu lama Otousan dan Okaasan selalu mengatakan bahwa penyakitku dapat disembuhkan. Namun, yang mereka lakukan sebenarnya hanyalah memberikan sebuah harapan palsu. Dulu, aku percaya begitu saja kalau suatu hari kelak aku akan sembuh dan dapat hidup seperti orang normal. Tapi itu dulu, sepuluh tahun yang lalu. Aku sekarang sudah enam belas tahun, dan aku sudah cukup mengerti bahwa hidupku tidak akan pernah sama seperti orang lain. Aku tidak akan dapat menjalani hidup seperti Otousan dan Okaasan. Aku tidak mungkin hidup seperti Misaki. Dan yang lebih penting lagi, kehidupanku ini jelas berbeda dengan kehidupan Kouji. Itulah sebabnya, meskipun berat, aku harus merelakan untuk tidak lagi bertemu Kouji. Menemuinya hanya akan mengingatkanku kalau aku bukanlah “orang yang tepat”. Ia adalah cowok normal yang memiliki masa depan, sedangkan aku? Aku hanyalah seorang cewek sakit! Karena itu, Kaoru, mulai sekarang jangan temui Kouji lagi.

***

Keesokan malamnya, aku tidak pergi ke luar seperti malam-malam biasanya. Aku tahu kalau aku keluar, Kouji pasti akan mendatangiku di depan stasiun. Itulah sebabnya aku lebih memilih untuk langsung naik ke kamarku dan tidur lebih awal saja seusai makan malam.

Pada saat aku masih terlelap di atas kasur, samar-samar aku mendengar bunyi bel pintu rumah yang membuatku terjaga. Selarut ini? Siapa yang kira-kira datang? Aku tidak ingin membangunkan Okaasan dan Otousan, jadi aku bangkit dari tempat tidur dan lalu berjalan turun. “Siapa itu?” seruku kepada seseorang di balik pintu.

“Ini aku.”

Suara itu... suara Kouji! Darahku serasa berhenti mengalir ketika tahu Kouji-lah yang membunyikan bel. Untuk apa dia malam-malam begini datang ke rumah?

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Kouji, yang membuatku kembali tersadar dari lamunanku. Namun, aku mendiamkannya. Aku tidak ingin melangkah lebih dari ini. Aku sudah tidak ingin lagi bertemu dengannya meski hanya sekali saja! “Kenapa?” Kouji kembali bertanya setelah ia tidak mendengar suara apa pun dari balik pintu. “Aku tidak melihatmu di stasiun. Kau tidak ingin bernyanyi lagi?” ia melanjutkan.

“Aku sudah bosan,” jawabku memberikan alasan.

“Bohong. Nyanyianmu bagus, kok,” balas Kouji. “Kalau kamu tidak bernyanyi sekarang, mungkin kamu tidak bisa bernyanyi lagi. Aku ingin mendengarmu bernyanyi sekali saja.”

Hentikan! Berhentilah memuji nyanyianku, Kouji! Sejak pulang dari rumah sakit kemarin; sejak pembicaraanku dengan Otousan di dalam mobil itu, aku telah memutuskan untuk berhenti bernyanyi. Buat apa? Bukankah itu adalah suatu hal yang sia-sia? Aku salah kalau dulu pernah bermimpi merilis lagu ciptaanku dalam bentuk album. Kini, aku sadar kalau aku adalah Amane Kaoru, cewek berumur enam belas tahun penderita XP yang menulis lagu hanya sekadar untuk mengisi malam-malamnya yang sepi. Dan pujian-pujianmu barusan, Kouji, mengingatkanku kalau aku jelas-jelas tidak mungkin mewujudkan mimpiku!
Aku telah membuang keinginanku. Impianku. Masa depanku.

“Aku...,” ujarku tertahan kepada Kouji, “kuharap aku dapat hidup sepeti cewek biasa.” Ya, cewek biasa. Hidup seperti ratusan cewek normal lain yang memiliki cita-cita sama denganku untuk menjadi penyanyi, hanya saja mereka memiliki peluang jauh lebih besar untuk mewujudkannya. Hidup sebagaimana cewek biasa yang dapat menyukai seseorang tanpa harus dihantui sejenis penyakit mematikan. “Hanya itu yang kuinginkan.” lamjutku.

Kouji terdiam. Ia tidak membalas kata-kataku.

“Jangan ke sini lagi,” lanjutku tegas. “Kalau kamu terlibat lebih jauh denganku, tidak akan ada gunanya,” ujarku sambil berbalik. Setelah itu, aku berlari ke atas menuju kamarku dengan masih meninggalkan Kouji berdiri di luar sana. Meskipun hatiku terasa sakit, tapi aku harus melakukan ini! Kalau tidak, aku hanya akan menaruh harapan palsu kepada cowok itu, sama seperti saat Otousan mengatakan aku akan tumbuh seperti gadis normal bertahun-tahum silam.

***



Cerita Sebelumnya Cerita Selanjutnya

Budayakan Untuk Memberikan Komentar Anda untuk mengapresiasi penulis. Semakin banyak anda komentar mendukung penulis untuk menciptakan karya yang lebih sempura.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
ikut menyimak ya, gan Zak..
sy lebih seneng ada drama sepertinya ini, pelan2 namun pasti...
kepengen juga mau cari film nya...
lanjutkan gan, sy setia menunggu,... sampai tamat yach...
semoga gan zak sehat selalu, sehingga bisa update terus... trims..
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd