Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

Bimabet
THE LUCKY BASTARD – PART 28

----------------------------------------

anne-h10.jpg

"Nggi?"
"Iya"
"Beneran ini elo"
"Siapa lagi emang"
"Pendek banget rambut elo?"
"Emang"
"Tumben"
"Ganti suasana" senyumnya jahil. Aku nyaris tidak mengenalinya. Mukanya sangat berbeda dengan rambut pendek. Senyumnya tampak sumringah melihat semua komentar orang di kantor.

"Rambutnya bagus Mbak.." komentar Nica. Aku melirik Nica ringan, seperti tanpa ekspresi. Nica hanya membalas tatapanku lalu membuang muka kembali. "Kalau aku sih gak berani potong kayak gitu" senyumnya kaku ke arah Anggia. Anggia cuma senyum-senyum mendengarnya.

"Nica...."
"Iya mas?"
"Nanti malem saya mau ngobrol"
"Oke" Nica menjawab dengan kaku. Dan segera berlalu masuk ke ruangan.

"Dingin amat" celetuk Anggia.
"Terpaksa"
"Terpaksa apaan"
"Terpaksa kalo engga ga beres-beres" jawabku dengan terpaksa.
"Gile, hari pertama"
"Abis? Mau kapan?"
"Iya sih....." Anggia lalu berlalu, menuju ruangannya, tempat dimana orang-orang yang belum datang ke kantor sehabis liburan akan kaget melihat rambutnya yang super pendek.

Dan belum apa-apa Rendy mendadak memberi pesan padaku.
"Gue udah liat IG nya Anggia"
"apaan sih ren?"
"rambutnya"
"kenapa rambutnya?"
"lucuuuuuuuuuu" aku hanya bisa meringis aneh melihat pesan singkat tersebut.

------------------------------------------

desain10.jpg

"Yakin malem ini lo mau ngomong ama Nica?" tanya Anggia yang menemaniku merokok di teras depan kantor.
"Harus" kataku yakin.
"Ga takut dia nyangka yang enggak-enggak?"
"Ga bisa disalahin kalo dia mikir gitu Nggi" jawabku.
"Yaudah"

"Keliatannya lo lagi seneng?"tegurku melihat raut muka Anggia yang senyum-senyum melihat handphonenya.
"Tebak" serunya
"Apaan"
"Tebak aja" mukanya mendadak jadi sok lucu.
"Nyerah" aku tersenyum kecil melihat tingkahnya.
"Adrian"
"Jadian?"
"Gila, belom lah, gue belom ketemu dia abis liburan"
"Terus apa?"
"Gue mau jalan ama dia jumat malem" giginya yang rapih terlihat semua di senyumannya.
"Ooo..."
"Cuma oo doang?"
"Habis mau komentar apa Nggi" senyumku. Aku membayangkan Anggia dan Adrian jalan bareng. Pasti cocok, ganteng dan cantik.

"Jadi kita gak bisa gituan lagi" bisik Anggia
"Jangan dibahas" jawabku ketus. Anggia cuma tertawa jahil.
"Pasti kangen ama gue"
"Biasa aja"
"Kangen kaaan" bisiknya nakal.
"Hus"
"Nanti gak bisa move on dari gueeeee"
"Berisik"
"Hahaha... lo gampang amat sih digodain" tawa Anggia. Aku hanya bisa tersenyum kecut

"Jadi ceritanya miara brewok itu buat narik perhatian gue?" tanya Anggia jahil.
"Ya masa...." jawabku
"Terus buat apa?"
"Alasannya sama kali kayak elo potong rambut"
"Ooooo ganti suasana?"
"Bisa..." jawabku cuek. "Lagian lo kok jadi agak girly gini sih pakaiannya?" aku bertanya.
"Kompensasi dong, potongan rambut dah boyish, dandanan jadi feminim dikit lah...."
"Bukan gara-gara mau narik perhatian Adrian?"
"Menurut lo gimana?" dia balik bertanya dengan muka sok lucu.

------------------------------------------

Hari pertama kali lalui dengan malas. Membereskan kantor, filing ulang, dan refresh otak, mereview kerjaan yang telah dilakukan tahun kemarin. Rasanya membosankan di hari pertama seperti ini. Ketika badan sudah terbiasa dengan liburan, lalu terpaksa harus bekerja lagi. Menghadapi permasalahan kantoran, menghadapi manusia, menghadapi Nica. Walaupun selama liburan dia aktif mengirim foto-foto tidak senonoh kepadaku, tapi kali ini di kantor dia bersikap seperti layaknya junior ke seniornya, bicara seperlunya, hanya dalam batasan pekerjaan. Pokoknya harus aku selesaikan masalah dengannya. Itu saja yang ada dalam pikiranku.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku sudah membereskan semua pekerjaanku hari itu, menunggu Nica keluar dari kantor. Aku memperhatikan ramainya jalan dengan rokok tersangkut di bibirku. Rasanya kurang nyaman, karena aku membayangkan akan melukai Nica lagi. Tapi mengobati selalu menyakitkan. Itu yang aku pelajari. Memikirkan hal-hal yang sudah lalu memang menyakitkan. Tapi kalau itu bisa menjadi obat untuk masa depanku, kenapa tidak? Kenapa harus berusaha dilupakan, yang kemudian akan menambah sakitnya lagi?

"Aku udah beres" suara Nica mengagetkanku dari belakang. "Mau ngobrol dimana?" tanyanya pelan, tanpa melihat mukaku sedikitpun.
"Mau sambil pulang?"
"Terserah, tapi gak akan bisa lama ngobrolnya kecuali muter-muter"
"Di kantor?"
"Terserah"
"Masih ada yang kerja....."

Akhirnya kami kembali berada di mobilku. Dalam hening. Nica di kursi penumpang, duduk rapih dan melihat ke arah jalan.

------------------------------------------

07631510.jpg

"Kemarin maksudnya apa?" aku membuka dengan pertanyaan, setelah hening cukup lama.
"Kamu tau maksudnya apa" jawabnya pelan
"Kamu tau kan itu gak bener"
"Kamu juga tau kan kalau mikirin orang yang udah ngelukain kamu terus-terusan itu gak bener?" serang Nica.
"Kedengerannya kayak kamu ngomongin diri kamu sendiri" jawabku dingin.

"Kalau kamu ngerasa berhak mikirin Dian ampe segitunya, aku juga berhak mikirin kamu sampe segitunya" jelasnya dengan suara tercekat.
"Kamu gak salah" balasku. Nica tampak bingung. Dan diam, dengan raut yang menyelidik. "Aku gak bisa ngatur apa yang kamu pikirin, terserah kamu. Kamu juga sama, pasti gak mungkin bisa bikin aku gak mikirin siapapun yang aku mau" lalu aku mengambil nafas panjang. "Kesalahanku adalah dengan bertindak bodoh" lanjutku.
"Maksudnya bodoh?"
"Mikirin orang lain sambil ngelukain kamu" jawabku tajam.

"Jadi intinya?" tanya Nica dengan nada yang tidak nyaman.
"Kamu bebas mau mikirin aku sampe kapanpun"
"Maksudnya?" Nica bingung. Tapi penasaran.
"Isi pikiran kamu kan kebebasan kamu. Ya masa aku atur-atur" Nica tampak bingung.

"Jadi kalau aku mikirin kamu terus itu gakpapa?" tanya Nica.
"Gakpapa" jawabku pelan.
"Ada tapinya"
"Apa tapinya"
"Sikap kamu yang harus diatur" Nica tampak terpukul mendengarnya. Tapi sejenak logika yang kujabarkan sepertinya bisa masuk ke kepalanya. Kami diam sejenak.

"Jadi terserah kamu mau mikirin aku sebanyak dan selama yang kamu mau. Tapi kamu gak bisa ganggu-ganggu aku dengan hal-hal atau omongan-omongan kayak kemaren. Soalnya itu nyangkut orang lain. Aku juga bakal gitu kedepannya"
"..." Nica berusaha keras berpikir.
"Dan yang kamu lakuin itu bahaya. Bukan apa-apa. Kita sekantor"
"Masuk akal.. tapi kamu tau gak kalo ngedengernya sakit banget" Nica menatap jalanan dengan kosong.
"Ngomongnya juga sakit. Namanya obat kan gak enak..."

Kami lalu diam lagi. Hening yang tak nyaman. Tapi setidaknya kuharap Nica berhenti dengan segala tindak tanduknya untuk menggodaku kembali.

"Jadi gimana?" Nica bertanya padaku.
"Aku masih mau kenal dan kerja sama kamu" dan aku terpaksa menatapnya tajam. "Tapi udah ketauan kalo hubungan kita sebagai pacar gak sehat. Jadi kita tetep jadi temen sekantor. Di luar kantor pun kita tetep temen kantor. Sampe batas itu aja" aku menarik nafas panjang. "Selain itu udah. Terserah sebenernya kalau kamu masih mau kayak gitu. Yang pasti aku bakal cuek".

"Di Bali ada apa? sampe kamu balik-balik bisa ngomong hal semenyakitkan tapi se masuk akal ini?" Nica tampak menahan emosinya. Bukan tangis. Tapi emosi galau dan bingung.
"Intinya kepalaku disana bisa dibikin kosong"
"Jadi aku harus ngapain?"
"Jangan kayak gitu lagi. Yang paling rugi nanti kamu. Belajar dari aku. Gak jelas sikapku gara-gara pikiranku. Yang paling rugi aku, nyakitin banyak orang...."
"..."
"Aku tau ini gak enak. Tapi aku harap kamu bisa ngerti. Dan kamu bebas mau mikirin siapapun di kepala kamu. Itu hak kamu" aku memaksakan untuk senyum kepadanya. Nica tampak awkward melihat senyumku. Dia tidak memaksa senyum, tapi mengangguk pelan.

"Aku masih mikirin kamu" jelasnya.
"Gak papa, hak kamu"
"Aku masih pengen kita bareng"
"Sebagai rekan kerja"
"Bukan itu maksudku...."
"Paham, tapi hubungan kita sekarang cuma itu. Kamu bebas mikirin aku karena gak ngelibatin orang lain. Tapi kalo udah masuk masalah hubungan, itu ngelibatin aku"
"...."
"Kamu gak bisa maksa aku untuk ngelakuin keinginan kamu" tegasku. "Dan aku gak pengen kamu mikirin aku lagi. Tapi aku gak bisa maksa, jadi silahkan aja...."
"Gak enak dengernya...."
"Tapi itu logis dan bikin kedepannya kita aman"

Nica hanya menelan ludah. Aku tak tahu bagaimana respon selanjutnya.

"Anterin aku pulang sekarang. Aku pusing... Butuh waktu untuk mencernanya..." keluh Nica.
"Oke"

------------------------------------------

pelet-10.jpg

Aku telah mengantarkan Nica ke rumahnya, dan berjalan pulang dengan pelan ke apartemen. Kata-kata tadi seperti tidak keluar dari mulutku. Rasanya pun aneh, sakit sekaligus lega. Lega karena Nica tidak menangis, tidak freak out, dan dia mau memikirkan kata-kataku. Sakit karena memang sakit rasanya, seperti menasihati diri sendiri. Tapi pengalamanku membuktikan, bahwa kalau aku bertindak tidak adil kepada orang lain, maka aku sendiri yang akan kena akibatnya, minimal perasaanku akan ikut terluka. Yang bisa kubayangkan sekarang hanyalah berhati-hati dalam bertindak. Membebaskan pikiranku, tidak memaksa untuk mengingat, melupakan, atau memikirkan hal di luar hal yang tidak ingin aku pikirkan.

Gedung apartemen terasa lebih jauh, tapi aku butuh waktu untuk merenungi malam ini. Sejenak aku mampir ke minimarket dalam perjalanan. Membeli makanan, kopi dan rokok untuk menemani malam itu. Lantas aku duduk di kursi di depan minimarket. Kubuka bungkus sandwich dingin itu. Sandwich yang selalu kutolak kalau ingin dipanaskan oleh kasir minimarket. Entah kenapa aku lebih menyukainya dalam suhu dingin. Setelah ritual makan selesai dan meminum kopi kalengan, aku mulai merayakan pertemuanku dengan sahabatku. Rokok. Benda yang kukenal sejak kecil. Selalu kulihat terselip di bibir atau tangan ayahku. Benda yang selalu kucoba-coba hisap sewaktu sd. Mulai sma sudah kuakrabi, dan dia sekarang menjadi teman terbaikku, mungkin lebih dekat daripada Rendy dan Anggia. Dan aku tersenyum mengingat mereka. Rendy yang selalu menyukai Anggia, Anggia yang selalu mau menang sendiri, dan aku yang selalu berada di tengah mereka.

Kutarik rokok itu dalam dalam. Memperhatikan semua bekas chat di handphoneku. Ada yang belum kuhapus. Bekas chat Nica sewaktu di Bali. Kuperhatikan kembali dengan enggan. Isinya hanya foto. Lalu kuhapus itu semua. Biarkanlah itu semua seakan tak ada. Karena yang terpenting adalah perasaanku, perasaan Nica agar tak terluka lagi, dan masa depanku. Di tahun yang baru ini pasti akan berbeda. Thanks to Val, yang mungkin sekarang sudah kembali ke Amerika Serikat. Terimakasih untuk Dian, karena sudah mengajarkan rasanya sakit dan menyakiti. Sejenak kubuka album foto di handphoneku. Aku menekan lama dua folder. Dan keduanya kuhapus. Folder foto-foto bersama Nica. Dan Foto-foto Dian, yang seharusnya sudah dari awal kuhapus.

"Are you sure you want to delete these folder(s)?"

YES

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
JOS JOS JOSSS ... Om RB emang jos! Ditunggu Part 29...Tengkyu
 
Yes..!!
Then deleted..
But memories still stuck in the brain..
Nambah update malam ini atau lanjut besok??
Malam ini aja Suhu...!!!
;):Peace:
 
Luar biasa suhu racebannon :thumbup
Walau saya pembaca baru cerbung ini. Tapi langsung terbawa ke dalam ceritanya :D
Ditunggu terus updatenya hu. Makasih :beer:
 
THE LUCKY BASTARD – PART 29

----------------------------------------

desain10.jpg

"Udah beres ya, besok dilanjutin lagi" persetujuanku atas konsep desain yang dibuat oleh anak-anak juniorku menutup rapat internal. "Nanti saya aja yang bikin presentasinya" lanjutku, tentunya dengan persetujuan dari mereka semua.

"Pulang ya Mas...." izin Nica setelah rapat ditutup. Aku mengangguk sambil membereskan laptop dan dokumen dokumen di hadapanku. Sudah sebulan sejak hari pertama masuk kantor di tahun ini. Sudah sebulan juga Nica tidak mengganggu. Kini memang dia masih berbicara seperlunya saja kepadaku, tapi setidaknya sudah tidak ada gangguan lagi. Hubungannya dengan Anggia juga menjadi normal, apalagi karena kini Anggia sudah berpacaran dengan Adrian. Berita baik mungkin untuk Nica. Tapi berita buruk buat Rendy. Dia kaget dan sedih mendengarnya. "Dia kan baru kenal sama tu cowooookkkkkk.... Gue udah 10 taun kenal ama Anggiaaaaa" keluhnya padaku saat dia tahu bahwa Anggia sudah bersama Adrian. "Kan agamanya beda juga men... " lanjutnya setelah mengeluh. "Ya gimana abisnya Ren..." ucapku tak menghibur.

Anggia dan Adrian benar benar serasi. Ganteng dan cantik. Dari segi dandanan pun serasi, enak dilihat. Instagram Anggia dipenuhi banyak sekali foto-foto mereka bersama, entah di restoran entahlah, atau di manapun apalah, atau hanya sekedar selfie dengan muka konyol Anggia memenuhi seisi foto. Entah ayahnya akan berkomentar apa lagi, karena lagi-lagi Anggia berpacaran dengan lelaki dari keluarga muslim. "Kamu harusnya cari pacar di gereja" begitu nasihat ayahnya tiap kali Anggia punya pacar, yang biasanya memang beda agama dengan dia.

"Gue paling gak suka anak gereja gue... Malesin..." selalu seperti itu alasannya ke diriku setiap kali kutanya kenapa tidak menyetujui usulan ayahnya dalam berhubungan dengan lelaki.

Sebelum pulang aku seperti biasa menatapi jalanan macet sambil merokok dari teras kantor.
"Ngedate lagi?" aku menegur Anggia yang tampak anxious di teras.
"Iya... Gue lagi nungguin dia..."
"So far gimana?" tanyaku
"Hehehe"
"Kok ketawa Nggi"
"Seneng banget gue... Orangnya royal banget..."
"Bagus deh"

"And the sex... Awesome..." seringainya
"Aduh. Gak perlu tau juga kali..."
"Mana rumahnya kan di Patal Senayan gitu yak... Ga serumah ama ortunya dia... Kan deket ama rumah gw di hang-hang an situ" senyumnya nakal.
"Emang orang tuanya dimana?" tanyaku
"Jagakarsa situ lah... Kan kantor bokapnya di simatupang"
"Kantor punya bokapnya kan?"
"Iya lah" seringai Anggia

"Jadi lo sering nginep tempat dia?"
"Kagak lah.."
"Tapi pulang malem?"
"Malem menuju pagi sih"
"Oh gitu"
"Tumben kepo"
"Nanya doang"
"Yakin gak jealous?" goda Anggia
"Ngomong apa sih...." jawabku ketus
"Eh tu dia"

Mobil fortuner hitam datang dan masuk ke parkiran kantorku. Seorang pria tinggi dengan kacamata dan brewoknya segera keluar dari mobil itu, masih dengan setelan kantor yang rapih, kontras dengan brewoknya yang acak-acakan.
"Sori, lama nunggu ya?"
"Gapapa kok" Anggia tersenyum manis menyambut Adrian.
"Daah..." Anggia langsung pamit dan naik ke mobil itu.

"Nica dah balik ya?" tanya Adrian.
"Iya"
"Oke deh jalan dulu... Kirain masih ada.." senyum Adrian kepadaku.
"Oke..." jawabku pelan sambil melihat Adrian kembali masuk mobil dan mereka berlalu. Saatnya untuk pulang juga.

------------------------------------------

Malam yang tenang, membuatku menyetir dengan ringan dan parkir dengan santai. Lucu membayangkan Anggia sekarang punya pacar. Dalam hati aku berharap mudah-mudahan Nica juga mendapatkan nasib yang serupa, mungkin aku juga, supaya makin sembuh hatiku yang sudah lumayan ringan ini.

38552010.jpg

"Lho Mbak" sapaku saat bertemu dengan Mbak Mayang di pintu lift.
"Eh kamu"
"Habis dari mana?"
"Belanja di depan..." Memang di dekat apartemenku ada satu departement store.
"Mau saya bantuin bawa?"
"Boleh" senyum manisnya menyambut tawaranku.

Pintu lift pun terbuka.

"Apa kabar kamu, makin hari keliatannya makin ceria"
"Nggak juga ah mbak" senyumku datar.
"Punya pacar baru?"
"Belum"
"Belum berarti bakal dong?"
"Haha.. bisa aja" jawabku ringan.

"Rendy ada?"
"Lagi ada kerjaan di luar dia"
"Oh" senyumnya manis, menatapku dengan tajam, seakan memberi tanda bahwa sudah lama kami tidak melakukannya.

------------------------------------------

kamar-10.jpg

Pukul 10 malam. Nafas dua orang manusia beradu di ruang tengah

Mbak Mayang beraksi di pangkuanku, dengan tubuhnya hanya ditutupi oleh t shirt putih tanpa dalaman. Siluet buah dadanya terlihat jelas. Aku telanjang bulat, memeluknya dengan satu tangan. Tanganku yang satu lagi meremas payudaranya dengan penuh nafsu. Penis tegangku tertancap dengan sempurna dalam lubang vaginanya, terjepit oleh dindingnya yang basah dan lembab.

Kami telah menghabiskan setengah jam sebelumnya saling melucuti pakaian, berciuman, dan adegan pertemuan mulut - alat kelamin. Entah darimana dorongan besar Mbak Mayang untuk memberikan oral seks. Dia selalu bersemangat melahap penisku dengan ganas.

Sudah lama aku tidak bersamanya, merasakan tubuh indahnya dan nafsunya yang tak terbatas.

Mbak Mayang dan aku sangat menikmati malam itu. Baru kali ini aku berhubungan seka dengannya dalam kondisi kepalaki tidak sedang berpikir keras atau berpikir macam-macam. Semuanya terasa lebih nimat, rasa ciumannya, rasa kulitnya dan rasa semuanya.

"Ahhh... Aaah...." desahan Mbak Mayang bergema di ruang tengah apartemenku. Bayangan kami yang sedang bersatu di atas sofa terlihat jelas di permukaan hitam televisi. Aku gemas ingin membuka t-shirtnya, melahap buah dada yang indah itu. "Mbak.. "bisikku pelan sambil membuka t shirtnya, menyingkap payudaranya terbuka.

Tak lama kemudian aku melahap kedua buah payudara tersebut. Aku sungguh menikmatinya, kuhabisi putingnya dengan lidahku, sambil tak lupa meremasnya dengan ganas. Tangan Mbak Mayang tak berdaya, hanya bisa pasrah meremas rambutku dengan tenaganya. Tenaga yang ia fokuskan untuk menggerakkan pantatnya dengan frekuensi yang kencang.

Tak tahan, aku jatuhkan dia kusamping. Kudesak dia dengan badanku, menekannya ke sudut sofa. Aku menggenggam pergelangan kakinya, memaksanya dalam posisi yang kurang nyaman. Dia hanya menerimanya, dengan tangan menahan tubuhnya di sofa. Tidak ada penghalang antara penisku dengan vaginanya, dan aku berganti memompanya dengan penuh nafsu, melihat dirinya tidak berdaya, terkulai di sofa dengen ekspresi nikmat di sekujur wajahnya.

"Uhhh.." serunya tak tertahan ketika aku menghunjaminya dengan tusukan penisku. Posisi seperti ini membuatku merasa dominan, merasa bisa memperdaya dirinya.

"Jangan berhenti... aku bentar lagi... ahhhh" Mbak Mayang berbisik ditengah suara nafasnya yang tampak kepayahan dengan seranganku. Aku terus mendorong tubuhnya, tidak memberinya kesempatan untuk melawan ataupun dengan leluasa bergerak.

"Ooohhh... Ahhh... Ahhh.... Ahhh...." dia lalu mengerang dan mengejang dengan luar biasa. Badannya seperti mau berontak, dan pada akhirnya dia berubah menjadi lemah.

"Gantian....." senyumnya nakal, berusaha mengembalikan kenikmatan yang sudah ia dapatkan dariku. Aku melepasnya dengan senang, dengan sukarela. Aku pun berdiri di hadapannya, dia duduk di sofa, dan dengan senang melihat penisku yang berdiri tegak di mukanya yang sumringah. Perlahan ia melepas kondom yang kupakai. Dia membuka mulutnya dengan perasaan bahagia.

Damn. Tidak ada yang seluar biasa ini. Perasaan geli merambat ketika dia mengulum penisku, dan lidahnya bermain di dalam mulutnya. Tangannya hanya terkulai di atas pahanya, berusaha memuaskanku hanya dengan mulutnya. Tanganku membantunya dengan memegang kepalanya, membuat stabil setiap kuluman dan hisapannya.

"Mmmhhh... Mmmmhhh......." desahnya terdengar walaupun penis memenuhi mulutnya. Wajahnya terlihat sangat menawan dengan penis terlingkari bibirnya. Aku semakin bernafsu, aku dengan naluriku menekan kepalanya dan membenamkan penisku semakin dalam di dalam mulutnya. "Ohhmmm... Uhhmmm... Mmmmhhh..." racauannya semakin tidak jelas terdengar olehku.

Air matanya sedikit keluar saat aku terus membenamkan penisku ke dalam mulutnya, tapi dia terus bertahan. Liurnya menetes, ikut membasahi buah dadanya.

"Mbak... Aku mau..." sudah tidak tertahan lagi. Tadinya aku ingin segera melepaskannya dan mengeluarkannya di mukanya. Tetapi dia malah menahan mulutnya tetap mengulum penisku. Matanya menatapku penuh gairah. "Uhh...." Penisku meledak. Dengan semua cairan putih keluar menetes dari mulutnya. Pemandangan yang sungguh indah. Dia menatapku tajam, dengan senyum manisnya yang menggoda.

"Kamu semangat banget malem ini..." bisiknya dengan nakal.

Benar. Semangat. Semangat melepas beban. Semangat untuk menjadi aku yang lebih ringan.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
pasti peler nya licin mengkilat itu. ngentut ngentut sana sini hahaha
 
Bimabet
THE LUCKY BASTARD – PART 30

----------------------------------------

kamar-10.jpg

"Hellooo" Anggia masuk dengan asal ke dalam apartemenku.
"Sore Nggi.." seringai Rendy saat dia masuk ke dalam.

"Tumben pake baju gitu......" sinisku melihat dia mengenakan dress casual dengan kerah off-shoulder.
"Kan udah gue bilang... kompensasi rambut gue pendek.."
"Bukan gara-gara udah punya pacar?"
"Ih sori... gue bukan tipe cewek begitu" ledek Anggia

"Cakep kok Nggi" celetuk Rendy dengan muka super sumringah.
"Elu mah gue mau berubah jadi monyet juga pasti masih bilang cakep" balas Anggia sekenanya. Aku duduk di sofa, melanjutkan acara TV yang dari tadi kutonton dengan Rendy.
"Gak ngedate?" tanyaku
"Enggak"
"Mau putus ya?" ledekku
"Asal"

"Bokap gimana soal Adrian?" tanyaku
"Yahhh biasa lah.... Kalo ketemu ama Adri baik, tapi kalo dia gak ada mah gw tetep dinyap-nyapin" jawabnya kesal. "Ada bir gak?" tanyanya sambil memeriksa kulkas. "Kayaknya kalo sama bokap gue harus santo atau anak pendeta yang boleh macarin gue. Kayak lakinya Asthia tuh, anak gereja banget..."
"Kakak lo juga orang saleh kan" ledekku ke Anggia.
"Yaaaaa.... gitu deh"

"BTW gue lagi kesel sama Adri" celetuk Anggia.
"Kenapa? Berantem?" tanya Rendy dengan muka senang, anehnya.
"Kagak... dari kemaren masih mules gue gara-gara ML sama dia"
"......" aku dan Rendy terdiam. "Sampe mules?"
"Ya abisnyaa..."
"?"
"Lewat situ...." Anggia memeragakan gerakan jari masuk ke lubang yang dibuat oleh tangannya.
"?"
"Ih... lewat situu... udah ah males"
"******. Gue gak mau tau" kesalku sambil menghisap rokok dalam-dalam.
"Ini sih gue kasih tau aja buat kalian para cowok, akibatnya apa kalo cewek di an..."
"STOP" Rendy dan aku malah jadi panik sendiri dibuatnya. Anggia hanya bersender dengan gaya asalnya dan menenggak bir banyak-banyak.

------------------------------------------

"Rendy kok gitu sih" celetuk Anggia yang sedang bersandar cuek di sofa. Aku masih menonton tv. Rendy tidur.
"Ya dia kalo lagi ga kerja gitu, kalo ga minum-minum atau party di luar, dia tidur" jawabku.
"Kan ada tamu"
"Tamunya cuma elu" Anggia hanya meringis mendengar jawabanku.

"Elu kapan sih punya pacar?" tanya Anggia kepadaku.
"Nanti dong, belom ketemu juga...." sinisku.
"Nungguin gue putus ya?"
"Ya kali"
"Ga berkarat itu gak dipake?" tunjuk Anggia ke bagian genitalku. "Eh lupa.. Kan ada janda sebelah"
"Jangan keras-keras ngomongnya"

Tak berapa lama Anggia malah asyik sendiri dengan handphonenya. Tampaknya dia berbalas pesan dengan Adrian. Aku hanya cuek, bersantai merokok sambil menonton tv.

"Lo kangen kan sama gue...." seringai Anggia tiba tiba
"Apa siiih"
"Mau?"
"Jangan ah"
"Gapapa kok"
"Lo dah punya cowok"
"Kalo gitu blowjob doang"
"Gak mau"
"Gw coliin mau?"
"Nggi"
"Kocak amat sih lo gampang amat digangguin" tawanya. Aku hanya kesal dan menghembuskan asap rokok ke arahnya. Usual Anggia.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

desain10.jpg

Jumat malam, jam 10. Kengantukanku sudah pada puncaknya. Tapi aku masih punya satu tugas lagi, menyetir ke rumah, walaupun agak enggan. Rendy memberiku pesan singkat siang tadi. "Mau ada beberapa temen gw ke apartemen ampe malem, gapapa ya?" tentunya tidak apa-apa. More than welcome. Tapi ngantukku parah sekali. Aku memutuskan untuk ke pantry dan membuat kopi untuk membantuku menyetir.

"Lho belom balik?" tanya Mas Akbar yang memergokiku membuat kopi.
"Baru mau Mas...." jawabku setengah menguap.
"Gak nyantai dulu aja, tar kenapa napa lho nyetir ngantuk"
"Pelan-pelan aja Mas... Ngopi dulu tapi" aku lalu berlalu ke teras, duduk, meminum kopi dan membakar rokok, melihat jalanan yang sudah agak sepi. Keramaian pasti sudah dimulai di sudut lain kota ini. Bukan keramaianku tapi. Yang kurindukan saat ini adalah tidur yang enak, dengan suasana dingin kamar dan selimut yang hangat.

------------------------------------------

38552010.jpg

Dengan malas aku merayap menuju lift, sambil memperhatikan sosial media. Obrolan dan komentar pada apapun setiap hari yang tak kunjung habis. Sejenak kulihat instagram Anggia yang banyak dokumentasi soal Bali. Aku melihat foto kami berlima. Aku, Anggia, Rendy, Val dan Lucas. Banyak komentar, terutama dari kaum hawa yang tampaknya sangat menggemari Lucas, entah ingin berkenalan atau apa. Aku hanya tersenyum saja, karena mereka tidak tahu kenyataannya.

"Gue balik..." ucapku saat membuka pintu
"Malem" sapa Rendy. Ada 4 orang asing lainnya di dalam. Dua orang perempuan dan dua orang lelaki.
"Kenalin ini yang punya apartemen"
"Halo" sapaku sambil mengajukan tangan untuk berjabat tangan.
"David"
"Syifa"
"Toni"
"Karen" satu persatu kusalami mereka. Aku lantas berjalan ke kulkas dan mengambil satu kaleng bir.

"Mau pada kemana atau abis dari mana?" tanyaku.
"Tadinya pada mau ke SCBD, cuman mendadak pada males. Jadi pada nongkrong disini" jelas Rendy.
"Ooo... Yowis... Gw tidur deh ya.. Ngantuk abis lembur" lalu aku menghabiskan bir tersebut dan jalan menuju kamar.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

kamar-10.jpg

Pagi-pagi aku terbangun, dan menjalani ritual pagi seperti biasa, buang air dan sebagainya, lalu berjalan keluar kamar. Sudah sepi. Tentunya mereka semua sudah pulang. Aku duduk di meja makan, menyalakan rokok dan memeriksa handphone.

"Eh... Minjem korek dong" seorang perempuan manis berambut pendek menegurku. Ini.. Yang semalam kan, tapi aku lupa yang mana, Syifa atau Karen.
"Sure" dan aku memberinya korekku. Dia duduk di sebelahku dan mulai menyalakan rokok.

"Makasih ya. Apartemennya enak" ucapnya
"Tadi malem nginep?" tanyaku.
"Iya"
"Tidur di... Tempat Rendy?" wah ini kemajuan, mungkin perempuan ini gebetannya.
"Mana mungkin hahaha... Rendy... Semalem di sofa, males abis soalnya balik"
"Oo... Emang tinggal dimana?"
"Bekasi... jauh makanya males balik" keluhnya.
"Oh... "

"Loh Karen udah bangun lagi?" mendadak Rendy keluar dari kamarnya, dengan muka super ngantuk.
"Udah bego..." jawab Karen sekenanya. Karen ternyata. Tunggu. Aku seperti familiar dengan wajahnya.

"Elo temen kuliahnya Rendy kan"
"Iya... Kalo situ?" tanyaku
"Temen main aja..." balas Karen.
"Ntar malem jadi kan?" tanya Rendy
"Jadiin aja" kata Karen.

"Mau ngapain?" tanyaku.
"Ngeganti yg kemaren malem... Ke SCBD, ikut yuk" ajak Karen.
"Ajak Anggia juga" seringai Rendy.
"Kalo ajak dia pasti ada Adrian Ren...."
"Yang penting bisa liat Anggia....."

"Gue ikut gak ya......" pikirku
"Ikut aja yuk" senyum Karen manis.
Aku mengangguk.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd