Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

Mirip cewek tomboy berambut panjang yang cantik banget. Terus rambutnya jadi dipotong pendek banget dan dandanannya jadi agak girly tapi tetep casual. Keturunan chinese yg pasti sih dan cantik banget, bikin org nengok kalo dia lewat.

:D

duh susah bener bayanginnya XP
 
THE LUCKY BASTARD – PART 33

----------------------------------------
the-wy10.jpg

"Mau cari apartemen di Jakarta?" tanyaku ke Karen.
"Iya... Tapi bingung mau cari dimana, buat sewa sih. Soalnya kerjaan dah mulai banyak lagi, manajer gw senewen kalo gw musti bolak balik bekasi mulu...."
"Ide bagus. Mau di apartemen gue?"
"Sewanya lumayan tapi..."
"Coba aja googling dulu, tar gue bantuin"

Perbicangan malam itu di coffee shop bilangan Senopati. Muka Karen terlihat lelah. Karen habis syuting beberapa scene untuk film layar lebarnya. Untung lokasinya hanya di sekitaran Jakarta, dan yang dilakukan ini reshoot ulang, hanya beberapa scene yang dirasa harus diulang oleh sutradaranya sebelum masuk post production.

"Pegel badan gw...."
"Kalo abis ini harus nyetir lagi ke bekasi sih males.." balasku.
"Nyokap juga marahin nih... Katanya cari kos lagi kek di Jakarta"
"Emang pernah dulu?" tanyaku.
"Pernah di Setiabudi. Cuman sejak ga maen sinetron lagi kan gw balik ke bekasi.... Eh sekarang ganti ngiklan dan film, malah banyak lagi tawaran lainnya.... Kan ribet bolak balik Bekasi Jakarta melulu" mukanya tampak kuyu.

Suara dering handphone. Handphone Karen...

"Ya Mbak Janice..." sapanya. "Loh.... Kan katanya lusa... Masa jadi besok?". "Aku belom pulang ini...." "Kok mendadak sih?" "Yaudah"

"Kenapa?" tanyaku.
"Besok pagi.... Musti ke dharmawangsa, photoshoot buat majalahnya digeser jadi besok siang"
"Sekarang dah jam 10, balik gih" nasihatku.
"Males! Duh... Nginep lagi boleh gak?" tanyanya dengan muka memelas. Aku mengiyakan saja.

----------------------------------------
kamar-10.jpg

Aku merokok sambil membaca majalah yang ditinggalkan Rendy di meja. Rendy sedang masak mi instan untuk makan malamnya yang terlambat. Karen tertidur di atas sofa, dengan selimut tipis pinjaman dariku. Saat aku tanyakan soal baju besok, katanya santai saja, wardrobe pemotretan sudah disediakan di tempat. Mandi gimana besok. Kalo males jalan aja. Bodo amat, kayak mereka sadar kalau sudah mandi atau belum.

"Kasian temen lu tuh" tunjukku ke Karen
"Udah gue bilangin buat tinggal di jakarta aja lho" balas Rendy.
"Iya, weekend ini mau minta temenin gue nyari apartemen yang bisa sewa per bulan gitu"
"Haha sukurin"
"Kok sukurin, harusnya elo bantu juga dong Ren..." kesalku.
"Abis lo berdua akhir akhir ini lengket banget sih"
"Ya gimana..."
"Anggia ama Adrian. Elo lengket sama Karen.. Lah gua..."
"Gue ama dia sama posisinya sama elo ren, temen" jawabku agak kesal. "Btw minggu ini Nayla nginep sini" infoku ke Rendy.

"Nayla.... Sepupu lo itu?"
"Iya"
"Si bocah itu?"
"Udah gak bocah dia sekarang. Dah lulus kuliah" senyumku.
"Pasti masih anak-anak banget"
"Seumur Nica"
"Nica aja kayak anak-anak gitu" seloroh Rendy sambil mulai memakan mi instan.

Aku melirik makanannya. "Lo harusnya ikutin pola makannya Anggia Ren, biar ga sebuncit itu..." celetukku.
"Apaan? Tadi ngomong apa?" tanya Rendy dengan muka bingung.
"Ga jadi" dan aku hanya tersenyum simpul.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------
desain10.jpg

Aku duduk di mejaku, pagi hari itu dan menguap sekencang-kencangnya. Anggia mendadak masuk ke ruangan timku dan duduk di depanku.

"Ngantuk amat muka lu fuckboy"
"Jangan panggil gue itu lagi dong...." aku tak memperhatikannya.
"Masih bete ya ama gue" godanya. "Abis di bioskop diem gitu pas nonton. Terus pas di mobil gue becandain lagi malah sinis" mukanya terlihat sangat jahil.
"Kagak bete. Ngantuk"
"Kok kemaren gak ajak obrol akuu" mukanya jadi sok lucu.
"Senen itu sibuk gilaaa..... Lo pikir lo hansip gue mesti laporan ke elu tiap saat?" keluhku.

"Katanya Karen nginep lagi semalem?" tanyanya
"Ho oh"
"Ngewe dong?"
"Sopan dikit dong bahasanya Nggi"
"Haha. Bersetubuh dong?"
"Bandel banget sih ni anak... Gue sumpahin kawin ama Rendy lho..." kesalku.
"Ogah"
"Makanya jangan bandel"

"Gemes soalnya... Orang juga bisa liat kalo sedeket apa lo ama Karen sekarang. Dan tatapan lo ke dia kata Rendy udah kayak tatapan sayang gitu"
"Pagi..." suara Nica mendadak memecah percakapan kami berdua. Aku dan Anggia tampak bingung membalas sapaan Nica yang memasuki ruangan dengan senyum yang kaku.
"Pagi......." balas kami pelan.

Nica hanya tersenyum, dan mulai menyalakan komputernya, seakan tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar percakapan tadi.

----------------------------------------
kamar-10.jpg

"Mbak... saya capek banget beberapa hari ini" jelasku ke Mbak Mayang di sofa depan TV ku. Mbak Mayang ada di sana. Rendy tidak ada. Entah main, entah kerja, entah apapun. Aku mengeluh, karena memang rasanya tidak rileks. Entah karena load kerjaan yang banyak, atau aku jadi sering menemani Karen sampai malam.

"Kerjaan?" senyum Mbak Mayang dengan teh hangatnya di tangan.
"Bisa jadi" Aku menghela nafas dan membuang punggungku ke belakang.
"Kamu gak rileks sih. Tegang pasti"
"Kayaknya...."

Mbak Mayang menyimpan gelasnya, lalu perlahan beringsut ke arahku. Tubuhnya yang dibalut t-shirt dan celana pendek tampak siap untuk menghiburku, seperti malam-malam sebelumnya. Dia mulai berusaha memelukku seperti biasa. Sementara aku berusaha melakukannya, tetapi agak enggan. Mungkin karena lelah. Aku mencoba meraih bibirnya dengan lemah.

"Kenapa?" tanya Mbak Mayang, mungkin dia merasakan gerakanku yang ragu-ragu.
"Gak tau... kecapekan kali Mbak... Rasanya kok gak semangat..." keluhku dengan muka agak kuyu.
"Yaudah kalo gitu... Kamu diem aja ya..." Mbak Mayang lalu tersenyum simpul ke arahku. Dia perlahan membuka celanaku, dan sepertinya hanya menyuruhku untuk pasrah menerimanya.

Penisku berdiri menyembul dengan tegak. Mbak Mayang melihatnya dengan berbinar. "Kamu rileks.... Gak mesti tiap-tiap aku juga puas, sekali-kali kamu butuh dihibur" bisiknya menenangkan. Dia membuka mulutnya perlahan, dan mulai mengulum kepala penisku dengan tenang. Tangannya mengocok pelan penisku dengan lembut. Matanya dengan penuh perhatian seperti tertuju kepada penisku.

Dia melakukannya dengan telaten, sampai aku hanya bisa pasrah, terbenam di sofa dalam rayuan mulutnya. Tanganku terkulai ke samping, pasrah, melihat seorang perempuan yang teduh dan penuh kelembutan sedang mengulum penisku perlahan. Tampak sabar dan tepat.

Mbak Mayang mengurut penisku dengan tangannya dalam tempo yang sangat pelan. Lidahnya menyapu perlahan kepala penisku, menjelajahinya ke seluruh penjuru batangnya. Aku tak berdaya. Suara penis beradu dengan bibir dan lidah terngiang-ngiang di kepalaku. Suara yang sungguh indah. Pelan, pelan, pelan dia memasukkan penisku kedalam mulutnya sepenuhnya, untuk mengeluarkannya lagi, begitu terus sampai bosan. Dan aku tidak akan pernah bosan.

Dengan penuh gairah ia menempelkan penisku di mukanya, lalu tersenyum kepadaku. "Kamu lagi mikirin perempuan kan?" senyumnya manis. "Mbak..." selaku kaget. "Aku udah liat, cantik anaknya, yang suka kesini kan?"
"Itu Anggia" rintihku.
"Anggia aku tau... Ini lain" Dia lalu kembali memasukkan penisku ke dalam mulutnya, mencekiknya dengan bibirnya, dan menggerakkan kepalanya maju mundur untuk meredakan keteganganku.

Penisku tampak mengkilat, basah oleh air liurnya. Tapi itu tidak menghentikan dia untuk terus mengulumnya, perlahan. Ada satu yang paling membuatku penasaran dengannya. Tentang kemahiran dan kesukaannya pada oral seks. Dia sangat terampil melakukannya, dan tampak sangat menyukainya. Dia melahap penisku seperti anak kecil melihat permen. Bersemangat dan penuh kehati-hatian, agar permen yang ada di tangan tidak cepat habis.

"Mmmm...." desahnya saat terus mengulum dan menjilati penisku. Tak jarang dia memainkan lidah dan bibirnya untuk memberi stimulasi tambahan. Suara becek itu bergema terus di telingaku.

"Suka?" tanyanya menggoda. Aku hanya sanggup mengangguk lemah, memberikannya persetujuan. Dia terus mengulumnya tanpa memberiku kesempatan berpikir. Berpikir tentang apapun. Semakin lama semakin gila rangsangannya. Penisku semakin tersedot kedalam. Hingga kulihat bibir Mbak Mayang menyentuh pangkalnya. "Hmmmpph..." Bunyi nafas memburu terdengar. Liur menetes dari sela bibirnya. Mukanya memerah. Amblas. Masuk. Deepthroat yang luar biasa. Perasaan hangat memenuhi seluruh permukaan penisku.

Gila.

Mbak Mayang melepasnya. Mukanya tampak puas. Penisku berdiri tegak, licin berlumur liur. Dia tampak berdenyut, menahan ledakan yang pasti memuaskanku.

Mbak Mayang membuka bajunya, dan bh nya. Dia telanjang dada. "Mbak..." kupikir dia akan telanjang dan mulai bersetubuh denganku. Ternyata tidak. Dia menjepit penisku diantara payudaranya. Dia meremas dan menekan payudaranya untuk menjepit penisku. Penisku sudah licin oleh liurnya. Dia lalu menguncangkan payudaranya dengan muka penuh nafsu. Rangsangan yang gila. Aku tidak pernah ada di situasi seperti ini.

"Eeenngggh... Uhhh...." Mbak Mayang mendesah, melihat ke arahku. Penisku tetap terjepit di payudaranya. Aku tak tahan lagi. Aku berdiri, melepas penisku dari jepitannya. Aku mengarahkan penisku ke mukanya. Dia telah siap dengan pasrah.

Damn. Cairan sperma hangat dan kental menyelimuti mukanya. Mukanya yang cantik. Mukanya tampak pasrah dan bersedia. Sperma menetes netes ke tubuhnya. Pemandangan yang gila. Wajahnya bermandi spermaku. Aku menyentuh rambutnya, mengelusnya dengan perasaan hangat.

Gila.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------
62234_10.jpg


"Ini dua kamar, cocok lho untuk pasangan yang lagi nunggu bayi" senyum broker apartemen itu ke Aku dan Karen. Kami berdua hanya meringis. Dari beberapa lokasi yang kami datangi dan kami lihat-lihat dari sabtu kemarin, kebanyakan broker akan ramah dan siap menerima semua jawaban dan pertanyaan kami jika berasumsi kami pasangan. Terlebih lagi karena Karen. Mereka seperti sumringah karena bisa punya bahan gosip ke teman-temannya. "Karen mau nyewa apartemen yang gue brokerin, bawa calon lakinya!" itu yang sepertinya ada dalam kepala mereka. Padahal, pacaran saja bukan.

"So far sih ada tiga ya yang oke, Rasuna dua dan Casablanca satu" ujar Karen sambil berpikir keras. "Nar gue bilang ke Mbak Janice deh, nanya dia dari tiga itu mana yang cocok. Duit operasional gue buat nyewa dia yang megang soalnya" Mbak Janice. Nama yang sering kudengar. Managernya. Belum pernah bertemu aku dengannya. Mungkin nanti. Kami bergegas berjalan menuju apartemenku, bersiap menyambut Nayla yang katanya sudah di taksi dari travel. Kuhitung jaraknya, sepertinya kami sudah bisa datang lebih dahulu.

"Sepupu lo dateng ya hari ini?"
"Ho oh"
"Nyetirnya jangan buru-buru" senyumnya memperingatkanku. Hoodie tetap menutupi rambut pendek lucunya itu. Jarang dibuka kalau dia bersamaku berdua. Mungkin tidak ingin jadi perhatian publik.

----------------------------------------
kamar-10.jpg

"Halo Kaaaak" Nayla tampak sumringah melihatku membuka pintu. Dia memelukku dengan erat dan spontan. Erat. Sampai badanku mau patah dibuatnya. "Lho" dia melongo melihat Karen. Kami memang hanya berdua di apartemen itu, tanpa Rendy. Nayla bingung berkali-kali menunjuk aku dan Karen. Tentunya dia pasti kenal Karen.

"Cantik! Cantikan diliat langsung!" seru Nayla.
"Nay..." aku kesal padanya.
"Maaf Mbak... kenalin, saya Nayla... sepupunya... Aduh" kujitak Nayla sebelum dia bisa menyebut namaku dengan lengkap. Dasar anak ini. Tampangnya saja yang sudah seperti dewasa. Kelakuan sama saja dari kecil. Karen hanya tersenyum dan menjabat tangannya pelan. "Karen".

"Lo jangan kebanyakan ngomong ih" sentilku ke Nayla.
"Biarin.... Kan lama gak ketemu kakak juga sedari lebaran, sekalinya ketemu, eh malah..." ledeknya. Karen hanya tersenyum, lalu menyembunyikan dalam-dalam kotak rokok yang ada di saku hoodienya. Dia sepertinya takut orang di luar lingkaran pertemanannya mengetahui kalau dia merokok.

"Seminggu disini mau ngapain aja ?"
"Ya dua itu kak, gue mau ke job fair sama rebo ada interview, jumat juga" dia menjawab pertanyaanku dengan masih melihat Karen dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kelamaan nginepnya"
"Sebentar kali" balasnya jahil. Nayla menyimpan tas-tas dan barang bawaannya di kamarku. Aku menyalakan sebatang rokok. Dan menyodorkannya ke Karen. Dia menggeleng pelan dengan muka serius. Baiklah, aku mengerti.

"Ngomong-ngomong... Kakak... ama Mbak... pacaran ya?" mukanya sumringah sambil bertanya.

----------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Hu,cerita anggia ama rendy di terusin donk penasaran ane.
 
Terakhir diubah:
Saya penasaran apa yg dilakukan Dian ketika belum balik dengan si "Aku"

Si "Aku" benar2 lucky bastard!
 
THE LUCKY BASTARD – PART 34

----------------------------------------
kamar-10.jpg

"Ngomong-ngomong... Kakak... ama Mbak... pacaran ya?"
"Nggak kok. Kita temenan aja" jawab Karen pelan. Dengan senyum yang terlihat sangat manis.
"Kirain" senyum Nayla.

Nayla tampak terpaku melihat Karen di depan matanya. Mungkin itu yang akan kulakukan jika melihat Thom Yorke atau Morrisey di depan mataku. Aku tersenyum dalam hati. Nayla dengan malu-malu duduk di sofa dan memainkan Handphonenya. Tangannya mengetik dengan cepat.

"Jangan nulis yang aneh-aneh" seruku.
"Apaan sih. Gue update status aja ga boleh"

----------------------------------------

"Ngapain sih pake selfie bareng segala" protesku kepada Nayla, setelah Karen pulang.
"Itu Karen kaaak... Ya ampun"
"Gue juga tau itu dia"
"Makanya...." Senyumnya sambil membuka sweaternya. Dia mengacak-ngacak travel bag yang ditaruh di kamarku. Aku tiduran dengan malas di kasurku, sambil melihat laman instagram Nayla yang berisi foto selfie dengan Karen. Nayla mengambil t shirt dan celana pendek untuk bersantai.

Tanpa malu dia membuka pakaiannya di depanku. Buah dadanya yang ranum dan pantatnya yang merekah menghiasi mataku sore itu.
"Gak malu apa elo?" tegurku.
"Lah cuma sama kakak ini" jawabnya, masih hanya memakan satu stel pakaian dalam yang berwarna senada. Tak lama kemudian dia memakai pakaian lengkap kembali. Dia melempar badannya ke sebelahku.

"Kakak suka ama Karen?"
"Kan udah dibilang, cuma temen"
"Siapa juga ya yang gak suka sama dia, cantik, artis, ramah lagi orangnya" Nayla sepertinya terpukau dan tidak mengindahkan kata-kataku. Aku melirik ke arahnya. Tubuh dewasanya terlihat jelas di mata orang-orang. Entah bagaimana reaksi Rendy melihat "anak kecil" ini.

"Ntar ada temen gue lho"
"Kenal kan si Rendy itu..."
"Udah lama ga ketemu kan elo. Pake bajunya jangan yang gitu dong"
"Lah ini kan sama aja ama rumah"
"Kan ada orang lain"
"Lho emang salahnya dimana... gue kan gak telanjang kak..."
"Yaudah terserah... Ntar tidur dimana?"
"Bebas, di sofa juga boleh"
"Di kamar aja, gue yang di sofa"
"Atau kita bareng aja di sini, waktu kecil juga bobo bareng kok...." senyum Nayla innocent.
"Ngaco...."

----------------------------------------

Mata Rendy menatap tidak karuan sore menjelang malam itu.
"Kaaak ayo jangan dirumah aja" Nayla bergelayutan kepadaku yang sedang malas menonton TV.
"Emang mau kemana?"
"Apa kek, jalan-jalan nonton. Besok udah jobfair, butuh hiburan dulu"
"Jobfair bukannya hiburan juga?" tanyaku. Nayla menekuk mukanya. Dia lantas bersender kepadaku dengan muka kesal.

Rendy geleng-geleng kepala. Dia masuk ke kamar. Aku iseng memeriksa handphoneku.
"serius itu nayla?" sebuah pesan singkat dari Rendy
"lah emang siapa lagi?"
"kok jadi beda banget?"
"kan udah gede sekarang"
"pusing liatnya"
"minum paramex kalo gitu"
"gemes banget... coba gue elo"
"apaan sih...."

Nayla masih bersender kepadaku. Dia tampak memainkan handphonenya dengan ramai. "Bentar lagi makan malem" infoku.
"Tau. Udah laper dari tadi"
"Makan aja yuk di luar"
"Ayok" semangatnya.

----------------------------------------

articl10.jpg

"Gak salah itu?" Rendy bertanya pada diriku.
"Emang gitu anaknya"
"Pantesan cepet gede"
"Hus"
"Serius, kebanyakan junk food bisa bikin organ sekunder jadi gede..." lanjut Rendy sambil tetap heran.

Kami berdua menunggu Nayla yang sedang mengantri di kasir swalayan, dengan belanjaan yang super asing buat kami berdua. Cemilan. Soda. Biskuit. Apapun. Pikirkan apapun yang ada di rak makanan ringan di department store. Itu semua tampaknya ada di keranjang belanjaannya.

"Udah" senyumnya menghampiri kami.
"Abis ngerampok dimana?" jahilku. Nayla hanya menjulurkan lidah ke diriku. Inilah yang terjadi kalau anak umur 15 tahun terperangkap di tubuh perempuan umur 23 tahun.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

kamar-10.jpg

"Serius lo, jangan tinggalin gue sendiri disini" mohon Rendy berbisik pagi itu.
"Kenapa sih... gue mau ngantor nih" jawabku kesal.
"Gak kuat men... gue...."
"Apaan sih, ngomongnya kayak om-om mesum gitu?"
"Lo gak liat tadi pagi sih..."
"Tadi pagi ada apaan?"
"Posisi tidur dia di sofa gak bener gitu... Tumpah kemana-mana, gak kuat gue sumpah"
"......" Aku tak peduli dan segera berpikir untuk buang air kecil.

"Ya ampun!" kagetku. Nayla sedang duduk di kloset, dalam pakaian tidurnya, menyikat giginya dengan malas dan menonton sesuatu di handphone.
"Ngapain sih..." tegurku.
"Inmli egnaien tuyb blltbra" jawabnya dengan sikat gigi tertancap di mulutnya.
"Yang jelas dong kalo ngomong"
"Sshyusah aksn langau gsoak gaigie"
"Buang dulu itu" dia bangkit dan meludahkan pasta gigi dari mulutnya ke wastafel.
"Lagi sikat gigi, sambil nonton ini" jawabnya dengan muka jahil.
"Udah tau, mbok ya satu-satu dikerjain dong..."
"Mbaksda asbblrb brasgaaaeoeih" Jawabnya lagi dengan sikat gigi kembali terpasang di mulutnya.
"Keluar ah. Gue mau pipis!" dan Nayla pun kabur.

----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------

eco-dr10.jpg

"Sepupu lo kapan ada di Jakarta lagi?" tanya Karen dari balik setir.
"Ga tau, tapi bakal sering ke Jakarta dia, masih nyari kerjaan"
"Rendy jadi norak ya"
"Dia mah kalo ada Anggia juga gitu. Cuma gue heran, kalo sama elo kok gak norak" bingungku.
"Jadi maksudnya gue ga secakep mereka gitu?" tanya Karen jahil.
"Bukan gitu maksudnya..." aku menghindar dari pertanyaan itu.
"Tapi Anggia aduh... Gue kalo jadi cowok pasti senorak itu sama dia"
"Kenapa emang?"
"Cantik gilaaaa... Kalah tuh model-model yang suka seliweran di catwalk"
"Oh.." jawabku biasa saja
"Nah malah elo yang bisa-bisanya gak norak sama Anggia"
"Namanya juga temen..." jawabku ringan.

Kami sedang menuju ke apartemen baru yang disewa Karen. Di belakang kami ada satu mobil pengangkut barang yang mengangkut barang-barangnya dari Bekasi. Tadi setelah dari Bekasi, Karen menjemputku di apartemen. Harusnya Rendy ikut juga. Tapi dia terlalu sibuk tidur setelah begadang kerja semalaman.

Sudah dua minggu sejak pertemuan Karen dan Nayla yang membuatku memikirkan soal hubunganku dengan Karen. Dibilang teman ada jarak, dibilang pacaran juga kami tidak melakukan apa-apa.

"Makasih ya sebelumnya"
"Gapapa"

Setibanya di Casablanca kami bergegas memandori tukang angkut untuk menurunkan barang. Ternyata banyak juga barangnya. Banyak sekali pakaian yang ia bawa. Aku curiga semua proses ini akan memakan waktu sangat lama. Hari sabtu ini akan sangat panjang. Dimulai dari pagi ini.

------------------------------------------

62234_10.jpg

Aku kecapaian. Pukul 9 malam. Aku duduk di karpet, bersandar di sofa, dengan rokok menyala dan dengan malas kuhisap. Karen keluar dari kamar, sudah berganti kostum. Celana jeans belel dengan t shirt print, dan jaket kulit membalut tubuhnya.

"Yuk makan"
"Males...."
"Kecapean?" aku hanya mengangguk untuk mematikan rokokku di asbak.

Karen lalu duduk disebelahku. Dia menyodorkan rokok kepadaku. Aku mengambilnya. Sebelum aku menyalakannya, dia menyodorkan api kepadaku dari koreknya.

"Bales yang kemaren" senyumnya manis. Kami lantas duduk berdua, selonjoran dengan latar belakang apartemen yang baru ditata. Bahunya menempel pada bahuku.

"Coba ada Rendy" celetukku.
"Iya, jadi kita gak tepar kayak gini"
"Tepar dan laper"
"Ke Kokas makanya"
"Udah jam 9... Apa kek gojek aja atau delivery" balasku.
"Boleh..." Karen lalu membuka aplikasi di handphonenya.
"Terserah deh pesenin apa aja..." bisikku lemas.

Sekitar lima menit Karen mencari-cari inspirasi untuk memesan makanan.
"Jujur.."
"Apaan?"
"Gue gak ada ide"
"Apaan dong yang harus kita makan" Aku menengok ke arahnya. Karen juga menengok ke arahku. Dari dekat mukanya memang terlihat makin manis dan menggemaskan. Dia tersenyum kecil saat melihat wajahku.

"Lucu" bisiknya. "Dari gak kenal sama sekali lo bisa bantuin gue pindahan sekarang"
"Nasib itu namanya.." bisikku juga.
Mendadak dia bersandar ke badanku. Dan melanjutkan ritual memainkan handphonenya.

"Kasih gue ide dong..." Karen meminta inspirasi untuk memesan makanan.
"Ide apaan?" Tanganku meraih ke arah kotak rokoknya, karena rokokku habis.

"Eh" Karen kaget. Karena tanganku malah menyentuh tangannya yang sedang beristirahat di arah pahanya. Aku pun kaget, karena tadi di sana ada kotak rokok. "Colongan!" senyumnya jahil.
"Engga kok, lagian rokoknya lo taro mana?"
"Nih" tangan satunya memegang kotak rokok. Aku harus meregangkan badan meraihnya. Karen dengan jahil menjauhkan kotak itu dariku. Dia tertawa saat aku bersusah payah mengambilnya. Aku berhasil menangkapnya. Tapi tenagaku berlebihan. Karena sekarang posisi kami sangat awkward. Karen seperti ada di dalam pelukanku. Karen hanya membuka mulutnya dengan aneh, dan melihat mataku dalam-dalam. Aku tak tahu harus berbuat seperti apa. Kami terdiam.

Nafas kami bertemu. Dan terjadilah ciuman itu.

--------------------------------

BERSAMBUNG
 
Wah kayaknya kejadian deh Aku vs Karen.....
Udah lupa deh laper urusan perut hahahaha...l
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd