THE LUCKY BASTARD – PART 31
----------------------------------------
"Anggia Anggia ini siapa sih..." tanya Karen dari bangku belakang, saat aku menyetir, mengantarkan mereka ke area SCBD. Entah mau apa, mau minum, nongkrong, terserah.
"Pokoknya cakep banget lho.... Asli. Parah" jawab Rendy.
"Mana liat"
"Ini" Rendy memberikan handphonenya yang sudah membuka laman instagram Anggia, sedangkan aku masih fokus menyetir ke tempat tujuan kami.
"Parah ini mah. Badannya bagus banget, anak yoga gini ya" selidik Karen
"Ho oh" jawab Rendy
"Kacau.. Jadi model ini sih laku... Pantesan lu omongin terus Ren..."
"Kalo Rendy sih, udah dari 10 taun yang lalu ngomongin Anggia" celetukku usil. Rendy hanya meringis tanpa membantah.
----------------------------------------
"Sini, duduk sini" teriak orang-orang lain yang tak kukenal, namun pernah kulihat di apartemenku kemarin. Kami menghampiri mereka dan langsung duduk.
Open bottle. Salah satu dari mereka memang punya tab, simpanan botol si bar itu. Tinggal duduk di salah satu meja, dan minta dibawakan botolnya. Jack Daniels. Aku bukan penikmat whisky, seperti biasanya aku hanya doyan wine dan bir. Tapi tak apalah kuteguk segelas untuk menghormati mereka.
"Cheers!" rasa panas dan pedas whisky memenuhi tenggorokanku. Aku tersenyum tertahan, pura-pura menikmatinya. Aku langsung menyalakan rokok untuk membuang rasa pedas tersebut.
"Hallo..." Anggia dan Adrian datang. Suaranya tertelan hentakan musik yang kuanggap aneh itu, yang memekakkan telinga dan tanpa melodi. Aku menahannya dengan cara membayangkan Thom Yorke, Jarvis Cocker, Robert Smith dan Morrisey menyanyi di telingaku. Anggia terlihat sangat mempesona, dengan high heels dan jeans belelnya. Kemeja ketat berwarna hitam dengan kancing atas yang seperti tak ada fungsinya itu terlihat sangat cocok dengan rambut pendeknya. Adrian mengenakan jogger pants dan t shirt hitam polos. Sederhana. Tetapi tidak dengan apple watch dan sneakers y3 nya yang terlihat mencolok.
"Gue boleh buka botol gw disini?" tanya Adrian. Mereka pun mengangguk setuju, tapi selanjutnya mereka kaget. Lebih dari sekedar jack daniels. Green label, bacardi, bols, atau apa, silakan pilih. Aku yang tidak sanggup menikmatinya hanya terus membakar rokok sambil menyesap sedikit bir dari gelasku. Anggia tampak sangat sumringah, bergelayut di lengan Adrian sambil bingung memilih mana yang akan dia minum terlebih dahulu. Dasar pemabuk. Kuperhatikan Rendy yang sesekali melirik ke arah Anggia dengan pasrah.
Rokokku habis. Kesempatan.
"Gue beli rokok dulu ya" teriakku yang tertahan dentuman musik.
"Minta waiter aja bro" celetuk Adrian.
"Sekalian cari angin" balasku.
------------------------------------------
Lega. Aku tak suka suasana seperti itu. Kupikir hanya minum di bar biasa, seperti beer garden. Tak tahunya hingar bingar gak karuan. Minumannya pun asing untuk selera lidahku. Aku segera berjalan menuju warung terdekat, yang memang jaraknya lumayan jauh.
"Tunggu" suara perempuan terdengar memanggilku. Aku berputar ke belakang. Karen.
"Ikut beli rokok" senyumnya. Hoodie yang ia kenakan menutupi rambut pendeknya yang menggemaskan. Aku melirik ke sepatunya. Red wing. Cool.
"Ayo" seruku. Kami berdua berjalan dalam hening, sampai ke warung tersebut. Kira-kira 200 meter. "Marlboro putih dua ya pak" seruku ke dalam. Bapak-bapak penjaga warung lalu menukar uangku dengan dua bungkus rokok.
"Berapa?" tanya Karen.
"Gak usah" jawabku santai sambil duduk dan membakar rokok itu di depan warung. Tanganku lalu meraih teh botol dari dalam kotak pendingin, membukanya dan meminumnya sampai habis.
"Gak suka ya suasana kayak tadi?" tanya Karen.
"Iya, padahal gak kenapa napa juga kan ya" jawabku.
"Gue juga ga suka"
"Oh ya?"
"Karena temenan ama mereka mereka aja jadi ngikut" senyumnya manis, dengan sedikit aura kenakalan. Aku mendadak melirik billboard iklan rokok di sebrang kami. Aku bingung dan berkerut.
"Err... Itu.. Ceweknya... Elo?" tunjukku ke billboard itu. Ada sepasang lelaki dan perempuan di billboard rokok itu, dengan setelan kantoran dan slogan sok keren ala iklan rokok.
"Siapa lagi?" senyum Karen malu. "Tapi iklan gitu bikin menejer gue bete" tawanya.
Pantas. Pantas aku sangat familiar dengan wajahnya. Karenina Natamiharja. Atau Karen Natamiharja. Dia dulu sering membintangi FTV dan sempat main beberapa sinetron. Tapi lantas sempat menghilang. Sekarang dia muncul lagi. Tapi lebih sering membintangi iklan dan beberapa video klip, kabarnya juga akan muncul perdana di salah satu film layar lebar, walau bukan peran utama.
"Oh...." balasku melongo.
"Yah... Gitu lah" Karen ikut mengambil teh botol dan duduk di sebelahku. Rasa penasaran menghantui diriku. Rasa ingin bertanya, terutama soal karirnya. Tapi pasti ada waktu lainnya untuk bicara.
Dua batang rokok sudah kuhabiskan dalam diam bersama Karen, sambil aku berbincang dengan Nayla di sosial media. Katanya akhir bulan bakal ada job fair di Jakarta sekaligus interview-interview, jadi dia akan menginap seminggu di apartemen.
"Balik yuk, udah kelamaan" senyum Karen membuyarkan fokusku.
"Oke" kami pun bangkit dari duduk dan berjalan kembali.
----------------------------------------
----------------------------------------
----------------------------------------
"Your lips are so soft" bisik Val saat kami berpelukan telanjang di Bali. Aku menimpa tubuhnya dengan penuh nafsu, melumat bibirnya dan menjelajahi lehernya. Rambut panjang coklatnya kini tergerai dengan indah di atas bantal, menjadi latar belakang persetubuhan kami.
Setelah melakukannya beberapa saat yang lalu di pinggir kolam renang, kami melanjutkannya di kamar, saling menyentuh, saling mencium dan saling meraba. Tubuhnya sangat halus, lembut, dengan bentuk yang luar biasa indah dari seorang perempuan kaukasian cantik di pertengahan umur 20annya. Dia membalas semua perlakuan lembutku padanya dengan hal yang serupa. Ciumannya, rabaannya, bahkan dia dengan tepatnya menempelkan anggota badan yang seharusnya ke tubuhku. Semuanya terasa begitu pas dan nyaman. Aura pengalaman yang luar biasa terpancar dari dirinya.
Dia menggenggam tanganku erat, dengan ekpresi muka yang kalem namun terbius, ketika aku menciumi lehernya sampai habis. Kami bergumul tanpa malu dan tanpa menahan suara apapun yang mungkin keluar dan terdengar. Kami tak peduli apa-apa lagi. Buatku bersama Val meringankan pikiranku. Dan dia tampak senang untuk membuat orang lain senang.
Aku berusaha menyetubuhinya dalam posisi yang paling konvensional, misionaris. Aku bertumpu pada tanganku, dan kakinya pasrah terbuka ke samping, mengizinkanku melakukan apapun yang mungkin. Aku memompa dengan pelan dan pasti.
"Oh God... Yes... Like that... Ahhh..." desahnya dengan mata tertutup dan ekspresi kenikmatan yang sulit untuk kujelaskan. Tangannya terkulai ke belakang, membuat buah dadanya seperti menyembul, yang bisa dengan mudah kunikmati dengan mataku. Cukup lama kami bertahan di posisi ini. Posisi yang stabil, posisi yang menguntungkan untuk lelaki. Mendadak ia menjepit pinggangku dan membantingku ke samping. Berganti posisi. Berganti pemimpin.
"Gotcha" bisiknya nakal. Dia tampil diatas tubuhku dengan menawan. Tangannya menggenggam tanganku erat sebagai tumpuannya. Dia tidak hanya bergerak keatas dan kebawah dengan pantatnya. Namun tubuhnya meliuk, seperti kepanasan, yang memberikan sensasi yang luar biasa nikmat untuk penisku. Kepalaku kabur. Val dengan muka puas melihat ekspresiku yang tak terkontrol. Dinding vaginanya terasa berputar-putar, menjepit dengan kencang dan membuatku tanpa pertahanan. Dalam hati aku sedikit malu karena membuka hubungan seks ini dengan pelan dan penuh hati-hati.
"You're naughty" bisikku. Lalu aku dengan setengah mengejutkan bangkit, dan meremas dadanya dengan kasar. Dia tersenyum nakal. Ternyata dia menyukai sesuatu yang spontan dan tak terduga. Aku memegangi kedua buah dadanya dengan ganas, lalu menjilati seluruh permukaannya sambil meremasnya dengan kencang. Akupun tak kalah, menyerang vaginannya dengan tusukan penisku, sengaja kubuat tanpa ritme dan agak asal-asalan. Senyumnya mendadak terkembang.
Plak. "You're making me feel sexy" Val menampar pantatku. Aku mendorongnya, memaksanya tidur telentang kembali, menarik kakinya, dan menahan tangannya. Aku memiringkan tubuhnya, dan fokus untuk menyerang vaginanya dengan penisku. "Oh yeahh... Harder.." rintih Val.
Lama aku menyerangnya, dan Val kembali bangkit ingin menerkamku dengan senyum ganasnya. Aku menahannya, tersenyum dan malah memposisikannya menungging di depanku. Aku raih pantatnya dan menyerangnya. Aku menusuk vaginanya dengan brutal. dalam posisi doggystyle. Memegang pinggangnya dan menampar pantatnya yang bulat sempurna.
"Ahh.." Tamparan pertama "Ahhh..." Tamparan kedua. "Ahhh...." Tamparan ketiga. Aku meraih tangannya, menariknya kebelakang, memaksanya untuk menekan badanku. Tubuhnya melenting sempurna, buah dadanya berguncang saat aku menghajar vaginanya dengan ganas.
"Ooohh... Yes... Ahhh... Jesus....." teriaknya tak tertahan. Ledakanku juga tidak tertahan. "Val... I'm about to come..."
"Do it inside"
"What?"
"Inside"
"What?"
"Inside. Now"
FUCK
Aku terbangun dari tidurku. Campuran ingatan antara aku dan Val serta ingatan palsu memenuhi tidurku malam itu. Aku tertidur terduduk di sofa. Di sebelahku ada Karen yang tampak cool dalam tidurnya. Tenang, seperti adegan di film-film. Dia meringkuk dan melipat kakinya di sebelahku.
Kaget. Kaget karena endingku dan Val tidak begitu. Mendadak aku senyum sendiri, mengingat kekonyolan mimpiku tadi. Kepalaku agak pusing karena terlalu banyak minum bir. Entah bagaimana nasib Anggia yang berjalanpun susah. Tapi Adrian tampak memapahnya dengan tenang. Entah bagaimana kisah mereka berdua malam ini. Kepalaku pening.
Aku menyalakan rokok, mengambil handphoneku. Beberapa pesan masuk.
Rendy:
- gue tinggal tidur dulu, lo di luar tepar ama si karen. temen gue jangan diapa-apain ya.
Anggia:
- aduh gelaaa
- gue kok tau-tau dah bugil
- mana pacar gueeee
- aduh deg2an pacar gue seksi banget
Nayla:
- sampe ketemu ya kak (^_^)
Setelah membacanya semua. Aku termenung, lalu mengetik pesan mengabari ke Val.
"Hey, what's you've been up to? : )"
----------------------------------------
Setelah agak tenang, aku lalu menyalakan rokok, dan bersandar malas, membaca berita online. Berita gosip. "Setelah lama meninggalkan sinetron, Karen Natamiharja akan muncul di film layar lebar" lama ? sepertinya baru tahun lalu. "Alasan Karen lebih banyak membintangi iklan"
"Karen Natamiharja menolak tawaran Sinetron Ramadhan"
"Abis skripnya sampah sih" bisik suara di sebelahku. Aku kaget. Mukanya ada tepat di sebelah kepalaku. "Sori, ngagetin, abisnya bau rokok, jadi pengen kan" dia lalu meraba-raba saku hoodienya. "Abis kayaknya" kesalnya.
"Ini" aku menyerahkannya sebungkus rokok.
"Makasih"
"Bukannya sinetron gitu duitnya gede ya?" tanyaku sedikit lancang.
"Gede. Tapi sampah. Manajer gue aja sampe ngamuk ke gue karena gak ambil job itu"
"Wah"
"Makanya gue sekarang buat ngejar banyak duit jadinya banyak ke iklan. Lumayan lah. Tapi manajer gue gak suka" senyumnya tipis sambil menghisap rokok dalam-dalam.
"Ini juga dia gak suka. Katanya gak baik kalo diliat orang.. Bullshit lah" gerutunya sendiri.
"Padahal cuma rokok ya"
"Iya. Itu resiko pernah main di sinetron dan pasar lo ada di anak ABG" jelasnya pelan.
Kami berdua diam dan membisu. Aku tak enak melanjutkan perbincangan seserius ini dengan dirinya. "Sorry ngomongin yang gak enak" maafku.
"Gapapa" jawabnya pelan. "By the way.. Tadinya gue pikir lo gak enak diajak ngobrol" senyumnya. "Abis pertama ketemu lo langsung ninggal kita tidur"
"Sori, capek banget soalnya abis lembur" senyumku melempar puntung ke asbak.
"Lo gak banyak omong soalnya, tapi ngomong yang bener-bener perlu dan penting doang" bisiknya. Aku menyalakan rokok baru. Karen mengambil sebatang lagi dari kotak milikku. Aku langsung menyalakan korek, membantunya membakar rokok.
"Tenkyu. Eh, kata temen gue, kalo cowok nyalain rokok cewek, artinya si cewek ada utang budi ke cowok itu" bisiknya dengan senyum yang manis.
"Utang apaan?" tanyaku dengan santai.
"Pura-pura gak tau"
"Serius"
"Haha"
"Serius nih"
"Katanya sih utang tidur bareng...." senyumnya lebar.
----------------------------------------
BERSAMBUNG