Bab 4 Jaket Kulit Cokelat
Kamis, 2 April 2020
Jam 20.30
Hotel Z Kota Bonjormo
Hari kedua aku berada di Kota Bonjormo. Kota ini kurasakan lebih dingin saja dari hari ke hari. Bukan Kota yang nyaman buatku karena udaranya yang dingin membuatku seperti menjadi seorang Pembunuh berdarah dingin. Bukan julukan yang menyenangkan bagiku. Sebab Aku membunuh karena diperintahkan bukan karena keinginan pribadiku atau nafsuku semata. Sama sekali aku tidak ingin menjadi seorang pembunuh apalagi yang berdarah dingin.
Aku hanyalah seorang pengamal ilmu kebatinan yang disebut Ilmu kepekaan Rasa. Ilmu ini membawaku kemana aku harus melangkah dan merasakan harus hadir di mana. Sekarang di hari kedua ini Ilmuku lembut menyatakan aku harus hadir malam hari di Hotel Z Kota Bonjormo karena ada serah terima jabatan seorang Pimpinan Kantor Detektif.
Sama sekali bukan Sang Suara yang menyuruhku kesini tapi ilmu kebatinanku.
Jadi begitulah malam ini Aku hadir begitu saja berdandan rapih dan hadir tidak membawa undangan dan hanya mengendarai motor matic Varioku yang terparkir diantara deretan mobil-mobil mewah para tamu undangan. Aku tidak minder bersanding bersama mobil Mercy atau BMW, toh aku datang hanya mengikuti firsasat ilmu kebatinanku saja tidak lebih, tidak kurang.
Sehabis memarkir motor di basement aku masuk ke lokasi acara Hotel Z Kota Bonjormo mendapati suasana sudah sangat ramai. Ruang pertemuan Hotel ini penuh. Tidak seperti biasanya, para peserta undangan sekarang kebanyakan berbadan tegap, tegas, dan garang. Laki-lakinya begitu. Wanitanya tidak jauh beda.
Aku yakin tidak banyak orang mau berurusan dengan orang-orang ini karena mereka tidak ramah. Berkat ketidak ramahan mereka terhadap orang luar sepertiku sepanjang acara aku hanya setia menunggu di luar, tidak mau bergerak masuk ke dalam ruang utama karena mata mereka merendahkan sekali kepadaku.
Jadi Aku menunggu saja di ruang depan sampai akhirnya merasa sangat bosan. Barangkali aku bosan karena berada di tengah acara penuh seremonial yang kaku. Sangat kaku malah sampai sampai banyak sekali among tamu, peserta, dan undangan acara ini menjadi seperti robot yang hanya bergerak bila diperintah.
Aku berupaya membunuh kebosanan itu sebagai layaknya laki-laki yaitu berupaya berkenalan dengan wanita yang ada di acara tapi sayangnya kebanyakan mereka sangat sombong. Dagu mereka terangkat. Mimik wajahnya songong. Gerak gerik tubuhnya arogan.
Kecuali, satu wanita ini : Seorang wanita berambut pendek berkulit putih berwajah seperti Sally Marcelina yang gerak gerik tubuhnya sama sekali tidak arogan.
“ Halo, selamat malam.” Sapaku kepadanya.
“ Selamat malam.” Jawabnya ramah.
“ Boleh berkenalan,” kataku mengajak bersalaman. “ Namaku, Lukman.”
“ Namaku, Nikita.” Dia menjabat tanganku dan tersenyum indah.
“ Nikita, seperti lagunya Elton John. Kamu cantik seperti wanita di lagu itu.”
“ Siapa??”
“ Nikita di lagunya Elton John.”
“ Aku tidak kenal. Banyak orang bilang aku seperti Nikita Mirzani tapi lebih buntet. Ha Ha Ha.” Wanita ini tertawa lepas begitu saja.
Tangan kami tetap bersentuhan dan aku langsung bisa membaca seperti apa wanita ini dari dalam dirinya. Seorang wanita “idamanku”. Jujur. Apa adanya. Keras hati. Belum menikah. Tapi sangat pilih-pilih dalam hal asmara.
“ Sedang menunggu Pacarmu, ya?” Tanyaku tanpa melepas jabatan tangan. Sedikit aku bisa membacanya yang tampak gelisah karena menunggu seseorang.
“ Iya.” Jawabnya jujur. “ Cuma gak tau dimana Pacarku.”
“ Kalo Pacarmu gak datang, Kamu mau tidak bercinta sama aku?” Tanyaku.
“ Kamu ini gila, ya?”
“ Barangkali.”
“ KAMU KURANG AJAR?”Tanyanya keras membentak.
“ Bisa jadi,” Aku tidak melepas jabat tangannya. “ Mau dengar sebuah bait lagu?” Tanyaku.
“ Apa?”
“ Aku bisa nyanyi.”
“ Coba nyanyi.”
Aku mendehem mempersiapkan suaraku dan mulai bernyanyi, “
Oh Nikita you will never know. Anything about my home. I’ll never know how good if feels to hold you. Nikita I need you so…”
“ Lagunya bagus.”
“ Terima kasih.”
“ Suaramu juga bagus.”
“ Wow…”
“ Apa arti lagu tadi?”
“ Lebih kurang artinya : Aku tidak tau bagaimana rasanya memeluk tubuhmu yang indah ini…”
Nikita mendelik lagi lalu berkata, “kamu gila, ya?? Kamu tau berurusan sama siapa, kan?”
“ Sama, Nikita,” Jawabku.
“ Kamu tau Nikita itu siapa?”
“
The human heart a captive in the snow.”
“ Apa???”
“ Itu kata lagunya. Kamu hati yang murni terkurung di dinginnya peradaban manusia.”
Nikita menatapku serius lalu berbisik, “ Kamu serius sama ajakanmu tadi?”
“ Kalo tidak serius aku tidak akan terus memegang tanganmu??”
Aku bisa merasakan aura kenakalan yang hebat dari gadis ini. Aku bisa membaca kejutan apa yang sudah dipersiapkan olehnya untuk sang pacar.
“ Kalo pacarmu tidak datang Bercinta sama aku saja, yuk!” Ajakku lagi. “ Nanti segera kubooking kamar di Hotel Z ini.
Nikita menggeleng dan berkata, “ Kamu Gila! Tapi Aku suka sama laki-laki yang gila!”
Disaat seperti inilah aku gembira punya ilmu kepekaan rasa, yang bukan hanya bisa merasakan apa yang ada di dalam hati tapi juga bisa mengarahkan orang lain agar mengikuti kemauanku.
Detektif Nikita
***
Kamis, 2 April 2020
Jam 21.30
Kamar 511 Hotel Z Kota Bonjormo
Kamar 511 aku masuki sambil menggaet lengan Nikita.
Nikita mengenakan gaun terusan sexy berwarna merah yang belahan pahanya sampai 5 Cm di atas lutut. Gaun ini sopan tapi sexy. Bukan gaun “you can see” tapi memiliki lengan yang pendek sekali dan memamerkan lengan putih mulusnya.
Sesampai di kamar kututup pintu lalu kucumbu Nikita mesra. Bibir kami saling bertemu tanpa ada penghalang apa pun. Bahkan bukan hanya bibir, kedua tangan Nikita aktif merangkul tubuhku berusaha menyalurkan gairah syahwat yang terpendam di dalam tubuhnya.
“ Kenapa kamu terima tawaranku untuk bercinta malam ini, Nikita?” Tanyaku penasaran saat cumbuan kami terlepas.
“ Karena kepalaku pusing.” Jawabnya.
“ Pusing kenapa??”
“ Sudah lama aku gak orgasme. Kepalaku pusing jadinya.”
“ Jadi kamu ingin merasakan orgasme malam ini?”
“ Sangat. Dan Kamu harus bisa membuatku orgasme malam ini, Mas!”
Nikita setelahnya benar-benar mendidhku. Dia bagaikan Betina yang masuk masa kawin dan minta disetubuhi. Tanpa ampun Dia menelantangkanku di ranjang dan menaiku seperti joki kuda.
Bahkan sama sekali no foreplay. Gadis ini sudah sangat basah tampaknya dan Dia hanya perlu melolosi gaunnya lalu telanjang bulat dan menaikiku dalam posisi woman on top.
Aku menggunakan ilmu kepekaan rasa guna merasakan ledakan-ledakan gairah yang datang silih berganti dalam tubuhnya. Gairah itu mencapai titik tertinggi ketika Gadis ini naik turun mengendarai batang penisku begitu liar.
Tapi sayangnya orgasme itu tidak kunjung datang. Padahal Dia sudah naik turun begitu cepat sampai kulit penisku terasa lecet dibuatnya. Padahal juga kedua tanganku telah berupaya memeras payudaranya disela-sela genjotan liarnya tapi itu tidak juga membantu.
Nikita adalah Gadis bernafsu besar tapi tidak bisa orgasme. Aku rasakan rasa frustasi mulai bangkit dalam dirinya.
“ Anjing…” Makinya kesal….” Babi…” Makinya lagi sambil terus menaik turunkan tubuhnya di atasku
“ ANJINGGG…………” Teriaknya. “ Brengseeeekkkkkkk.”
“ Cukup!”Aku menahan pinggulnya agar tidak naik turun lagi.
“ Kenapa, Mas?? Kok cukup? Aku belum orgasme….”
Kulit penisku terasa lecet. Ereksiku mulai melemah.
“ Aku tidak bisa orgasme, Mas.”
Aku mengelus pinggangnya berupaya menenangkannya lalu memeluknya.
“ Orgasme itu tidak usah dipikirin. Berhenti memaki! Tenanglah!”
“ Tapi kepalaku pusing….” Keluhnya dipelukanku.
“ Gak usah dipikirin! Kamu suka olah raga, kan?” Tanyaku.
Nikita mengangguk. Kepalanya masih menyimpan kekesalan besar.
“ Olah raga apa?” Tanyaku sambil berusaha mempertahankan ereksiku yang semakin lemah seiring gairah partner seksual yang semakin turun.
“ Berenang.”
“ Kamu perenang?”
“ Iya?”
“ Jago?”
“ Aku juara.”
“ O ya. Kamu jago gaya apa?”
“ Kupu-kupu.”
Aku membayangkan gaya kupu-kupu dan lupa gaya itu seperti apa.
“ Seperti apa gaya itu?”
“ Seperti ini.”
Nikita mempraktekan gaya itu. Kedua tangannya mengayun dari satu titik di depan wajahnya kemudian melebar ke punggung dan seperti membelah air. Seketika Aku memahami gaya ini.
“ Kamu selalu pusing kalo gak orgasme?”
“ Selalu, Mas, Aku gak bisa orgasme.”
“ Bisa saja.”
“ Gimana caranya?”
“Kita robah posisi.”
“ Posisi gimana maksudnya?”
“ Missionary. Standart. Kamu di bawah aku di atas.”
“ Tapi di atas saja aku tidak bisa orgasme apalagi di bawah….”
“ Kita coba saja. Orgasme itu gak usah dipikirin. Nanti pusing kalo gak dapat. Dijalani aja pelan-pelan nanti juga orgasme sendiri.”
Masalahnya ereksiku tinggal setengah. Demikian pula gairahnya Nikita. Namun aku memaksa penisku tetap menembus liang kewanitannya meskipun ereksi tinggal setengah. Saat ereksiku bisa masuk. Aku sedikit mengurut Nikita di dua titik utama yang berjarak dua tiga senti liang kewanitannya atau sejengkal dibawah pusarnya
Kugunakan ilmu kepekaan rasaku untuk mengurut dua titik itu dan tiga menit kemudian ereksiku kembali.
Demikian pula Nikita. Gairahnya kembali membuncah.
“ Angkat ketiakmu, Sayang!”
“ Kenapa?”
“ Angkat saja! Gak usah banyak tanya!”
Gadis ini menurut. Kedua tangannya diangkat ke atas memamerkan ketiaknya yang putih mulus. Aku mengambil sebotol kecil minyak zaitun pijat yang selalu kusimpan di dalam tas kecilku lalu kutetesi ketiaknya agar terlumasi oleh minyak zaitun.
“ Uuuhhh kenapa di… diminyakin ketekku?” tanyanya.
“ Biar bisa dipijat.”
“ Kenapa keteknya yang dipijat?”
“ Kamu selalu banyak tanya gini?”
“ Ehemm.”
“ Karena gaya kupu-kupu kan selain melibatkan bahu juga menggunakan kekuatan ketiak jadi ketiakmulah yang harus diurut secara perlahan sampai lancar semua aliran darahmu.”
Sambil berkata seperti itu aku memijat kedua ketiak Nikita bersamaan. Penetrasiku berlangsung pelan tanpa melepaskan pijatanku di ketiak Nikita yang mulus tak berbulu.
Pijatanku pelan namun pasti mengolah lembah lembut ketiak Gadis ini dan membebaskan aliran darah tidak lancar yang bertumpuk disana. Aku memastikan Dia menikmati pijatanku dan betapa perlahan lahan mulai menikmati ketiaknya dipijat begitu lembut.
“ Aaaaahhhhhhh…. Kenapa dijilaaattttttttt? .”
Tak lama aku semakin semangat memijat. Aku celupkan lidahku ke lembah ketiak Nikita yang kiri dan kanan secara bergantian. Ketiak yang telah basah dilumuri minyak zaitun itu menjadi konduktor pengantar rangsangan yang luar biasa dan ketika kuiringi penetrasi bertempo cepat dalam waktu dua menit saja bisa membuatnya….
“ Aaaaaaggggggghhhhhhhh…….. Fuuuuucccccccckkkkkkkk.”
Berkat metode non konvensional Nikita berhasil meraih orgasme pertamanya berkat kombinasi tusukan penetrasi cepat di bawah dan jilatan membabi buta di ketiak membuat vaginanya muncrat menyemburkan orgasme yang diimpikan.
“ fuuuuuuuccccccck………. aaaaaaaaaaaggggggghhhhhhhhhhh.”
“ Crrrrrrrrrittttttttt……Criiiiiiiiittttttt……….Criiiiiiiiiiiiittttttttttttt………..”
Pegangan Nikita di sprei kuat tergenggam. Ketiaknya pasrah terus dijilati agar mendorong semua cairan nikmat yang tersumbat di bawah untuk keluar lagi lagi dan lagi……..
“ Fuuuuuuuuuuuccccccccccccckkkkkkkkkkkkkkkk……………… “
***
Aku berada di tengah pemukiman warga. Seorang warga tersenyum kepadaku. Merunduk hormat dan berjalan mendekat. Dia laki-laki. Masih muda. Pakaiannya Jaket Kulit warna cokelat. Tubuhnya wangi kemenyan. Hidungku sampai merinding mencium aroma tubuhnya.
“ Permisi,” kata si bau kemeyan.
“ Siapa kamu?” Tanyaku.
“ Kenapa hanya aku sendiri?”
“ Maksudmu?” tanyaku lagi sambil terheran.
“ Kenapa hanya aku yang diambil ? Bawa jugalah temanku ini. Si gondrong. Si gundul. Si tato.” Si Bau kemenyan menunjuk ke belakangnya sambil menujukkan tiga orang laki-laki lain persis seperti yang digambarkannya.
“ Kenapa Aku harus membawa mereka bertiga?”
“ Lho, Itukan tugas anda?”
“ Tugas apa?”
Mereka semua tiba-tiba tertawa terbahak bahak dan menuding ke arahku.
Wajah mereka tidak ada yang senang kepadaku. Semuanya tampak kesal dan benci.
Aku terbangun.
Sial sebuah mimpi aneh lain setelah pergulatan panasku bersama Nikita.
***
Jum’at, 3 April 2020
Jam 2.20
Taman Kota, Kota Bonjormo
“ Kenapa aku harus ke taman Kota dini hari begini?” Tanyaku pada Sang Suara sambil duduk di salah satu bangku taman.
“ Karena Corona sedang merebak.” Jawabnya singkat.
“ Apa maksudnya itu?”
“ Kenapa kamu tidak tanya pada ilmu kepekaan rasamu?” Sang Suara balik bertanya.
“ Ilmu kepekaan rasaku untuk mempelajari karakter manusia bukan ngurusin Corona.”
“ Corona melibatkan masker dan hand sanitizer. Kamu akan menghadapi Pimpinan Gank Motor yang menjadi alat dari mafia buat menimbun Masker dan sanitizer.”
“ Apa?? Karena alasan itu aku harus membunuhnya?? Kamu sudah gila, ya??”
“ Bukan hanya itu, ada orang yang akan dianiyaya didepanmu sebentar lagi. Orang yang tidak berdaya. Orang yang tidak bersalah apa apa.” jawab Sang Suara.
“ Kapan datangnya Pimpinan Gank motor ini?”
“ Lima menit lagi.”
“ Kamu yakin?”
“ Sangat yakin.”
Entah bagaimana cara Sang Suara menemukan informasi tapi waktu informasinya sangatlah tepat. Di jam 2.25 empat orang anggota Gank motor yang sedang menganiyaya seorang laki-laki tiba di Taman Kota.
Laki-laki yang dianiyaya masih sangat muda. Dia berlari terhuyung huyung dan tiba di depanku yang sedang duduk di bangku Taman, lalu memelas di kakiku. “ Tolong, Pak… Selamatkan saya…. selamatkan saya.”
“ Eh jangan ikut campur loe monyet!” Kata Suara yang kuyakin anggota gank motor yang dikatakan Sang Suara tadi.
Aku belum memperhatikan Pimpinan Gank motor. Aku lebih memperhatikan anak laki-laki berumur 20 tahunan ini yang wajahnya berlumuran darah karena habis dipukuli.
“ Tolong saya, Pak! Tolong,” rengeknya di pelukanku.
“ Tenanglah!” Jawabku sambil mengelus kepalanya lalu bangkit berdiri.
“ Hentikan!” Teriakku pada satu dua tiga empat orang yang ada di depanku..
“ Apa?? Hentikan?? Emangnya siapa loe??” Kata seorang anggota Gank motor yang berjaket kulit cokelat.
“ Kamu yang buat Dia jadi begini?” Tanyaku.
“ Ya.. Mau apa loe??” tanya Laki-laki yang berjaket kulit.
“ Kenapa kamu menganiyaya Dia?”
“ Emang apa urusan, Loe?”
“ Itu juga pertanyaanku : Kenapa kamu menimbun Masker? Kamu gak kasian sama orang banyak? Kenapa kamu jadi anteknya Mafia?”
“ Bangsat, loe. Mau ikut campur aja, Loe” Laki-laki berjaket kulit itu terlihat sangat marah.
“ Kalian habisi babi ini!” Sekali teriakannya menyuruh ketiga temannya maju menyerangku. Ketiganya memegang senjata tajam. Ada Samurai. Ada Parang dan lainnya.
“ Serang!!!!” Pekik ketiganya membabi buta sambil menghunus senjata.
Aku diam di tempatku. Sarung tangan berwana hijau kukenakan di kedua tangan saat ketiga anak buah gank motor menyerang beringas.
Satu diantara mereka. Kepalanya botak. Licin tidak berambut maju paling depan. Emosinya paling terbakar, bawaanya parang. Si Botak ingin memutuskan leherku dari badan. Bukan pilihan yang salah. Malah pilihan yang paling tepat dalam duel jalanan. Ditambah ayunan parangnya penuh kemarahan. Menambah peluang bisa menebas leherku semakin besar.
Aku menghadapi tebasannya dengan tenang. Saat tangan kanannya berjarak dekat sekali dengan leherku, aku mengelak mundur ke belakang satu langkah. Membuatnya menghantam angin dan menggenggam tangan kanan penuh amarah itu erat erat. Tangan kanan si Botak ini penuh angkara murka. Aku senang memanfaatkan tenaga yang masih membara ini untuk sedikit merubah arahnya : bukan menyabet leherku tapi menyabet lehernya sendiri dengan sedikit bantuan tanganku.
Si Botak terkejut. Sama sekali tidak menyangka. Sabetannya yang berniat memisahkan kepala dari badanku tidak kena dan malah menyayat lehernya sendiri. Untuk satu dua detik dia tidak sadar apa yang terjadi. Namun, saat Dia merasakan sayatan lebar menganga di lehernya Si Botak langsung roboh ke tanah dengan darah tumpah mengalir ke tanah.
Melihat si botak jatuh. Satu orang lagi maju ke arahku membawa samurai tajam. Ukurannya panjang. Si penyerang punya tato di tangannya. Dia ingin menghabisiku dengan mengincar perut : tujuannya membelah perut, mengeluarkan isi perutku agar memburai tak karuan. Lagi-lagi bukan pilihan yang salah. Malah, sebuah pilihan yang mematikan. Maka aku bergeser menyamping sedikit saat kurasakan samurai itu menyerempet bajuku. Sebuah rasa nyeri kurasakan menandakan kualitas samurai ini sangat tajam. Namun sayangnya samurai itu hanya menyerempet bersamaan tangan si tato yang luput dari tujuannya. Aku menggenggam tangan itu. Kurasakan semangat ingin memburaikan isi perutku, lalu kubantu mengarahkan samurai itu untuk menusuk, bukan diriku, tapi teman begundal di sampingnya yang memegang parang dan gondrong rambutnya.
Akibat kecepatan tanganku, Si Gondrong tidak siap saat samurai itu berubah arah seketika menembus kulit perutnya, lalu mengiris isi perutnya kemudian memutar sedikit di dalam dengan rasa nyeri yang mematikan. Saat aku tarik samurai itu Si Botak syok. Alih alih ingin menghukumku dengan parangnya, si Botak malah melukai si Gondrong, temannya sendiri.
Yakinlah Samurai itu benar-benar tajam. Si Gondrong terjatuh sambil menjerit nyaring menimbulkan kengerian di dalam diri si Botak yang memegang samurai itu lantas membuatnya melepaskan pegangannya di samurai, dan memberiku kesempatan untuk menebas lehernya yang tanpa perlawanan.
Hanya dalam hitungan detik si Botak juga roboh.
Tinggal si Pimpinan Gank berjaket kulit cokelat yang tersisa dan dia adalah seorang penimbun masker di tengah wabah yang mematikan manusia. Spesies manusia yang terkutuk.
Tapi si jaket kulit itu sudah jatuh mentalnya. Melihat tiga temannya tewas Dia untuk pertama kali dalam hidupnya merasakan rasa takut. Dia ingin kabur sejauh jauhnya dengan langkah seribu tapi tidak bisa. Aku sudah membidik jantungnya dan tanpa menunda waktu kulemparkan samurai itu tepat ke arah dadanya dan menancap dengan pasti.
***
Jum’at, 3 April 2020
Jam 3.30
Hotel Z, Kota Bonjormo
“ Kok sudah bangun, Nikita, kenapa?”
Tanyaku pada Nikita saat kembali ke Hotel menjelang Subuh.
“ Terima kasih ya, Mas,” Jawabnya.
“ Buat apa?”
“ Kamu pasti tidak percaya apa yang terjadi?”
“ Apa yang terjadi?” Tanyaku.
“ Barusan temanku telpon, katanya teman teman satu Bus yang mengantarkan kami ke acara Pergantian Pimpinan semalam… Mereka dikarantina semua.”
Aku kaget mendengar berita itu. “Apa??”
“ Satu diantara mereka tiba-tiba jatuh pingsan kesulitan bernafas di dalam Bus. Pimpinan mencurigai temanku yang jatuh itu kena Virus Corona.. Jadi.. Kami semua.. Maksudku teman temanku satu Bus semua dikarantina…”
Aku melongo kaget mendengar kabar itu. Apakah maksud ini semua??