Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mengabulkan permintaan kharinka di thread baru?

  • Iya

    Votes: 127 60,2%
  • Nggak usah.

    Votes: 84 39,8%

  • Total voters
    211
Ngebut semalaman... Baru aja nyampe di mari ... Anyway, thanks berat Hu, atas ceritanya... Tetap berkarya dan selalu sehat...

Supaya lancar updatenya...


:mantap::beer:
 
Part 18a; The Rebellion and A Heartbreaks

Dering notifikasi pesan masuk terdengar, balasan dari Nina. Aku mengklik foto yang dikirimnya dan 100% yakin, yang duduk sendiri disana itu Sherin. Pertemuan pertama dan satu - satunya dengan Sherin itu saat Om Anton menikah dengan Tante Sekar, sekelebat saja karna tak lama seorang laki - laki entah siapa menjemputnya dan dia diam - diam pergi dari resepsi pernikahan Om Anton dan Tante Sekar.

Dan gadis itu disini saat ini. Sherin memang cantik dari saat aku pertama kali melihat dia. Badannya seksi, ya sebelas dua belas lah sama nina


"Heh fokus. Ini ada pesenan, V60. Bisa kan?" suara Mbak Rista ngagetin aku yang dari tadi fokus ngamatin wajah Sherin dan fotonya yang di kirim Nina.

"E-eh, iya Mbak, bisa kok."

"Yaudah bikin sana, Mbak mau buat Browncream dulu."

Browncream adalah brownies yang bertopping sebongkah ice cream. Pengunjung bisa memilih rasa ice creamnya, vanila, strawberry atau coklat. Kecuali Ice Cream yang dibeli di supermarket, Browniesnya asli buatan Mbak Farista, ketika brownies sudah jadi, brownies bakal di masukin ke pendingin, kalau - kalau ada pesanan, bakal dipanasin di dalem microwave. Simpel sih, tapi entah kenapa, menu selain kopi, adalah Browncream ala Mbak Farista ini yang sering di pesan disini.

Ketika hari sedikit menggelap, cewek yang kuyakin adalah Sherin itu beranjak dari tempat duduknya setelah menerima panggilan telfon dari entah siapa.

Dan karna meja cashier ini tersambung dengan meja Bar, aku memiliki satu lagi pekerjaan tambahan, yaitu melayani transaksi antar pengunjung dan 'penjual.'

"1 Vanilla Coldbrew, 1 french fries, jadi 75ribu, Ka." kataku menyebut nominal pembayaran pesanan si Sherin ini.

Dan wanita itu ngasih selembar uang berwarna merah,

"Kembaliannya masukin sini aja." ucapnya menunjuk sebuah toples yang bertuliskan "Thanks For The Coins!" yang memang ditujukan untuk uang tips dari pengunjung yang semoga saja puas dengan pelayanan coffeeshop ini.

"Eh, terimakasih Ka Sherin." balasku. Nggak keceplosan, emang sengaja. Buat mastiin dia beneran Sherin atau bukan. Dan seketika dia berbalik arah, menatapku.

"Kok tau nama gue?" katanya dengan ekpresi agak terkejut

"Anaknya Tante Sekar, kan?" tanyaku lagi

"Lah, kok tau nyokap gue?" makin kaget ekspresinya.

"Kenal Rere? Renita Febrianti?" tanyaku

"Lah? Kok tau Rere?"

Ini cewek gak punya kosakata lain apa?

"Gue Sakti, adeknya Rere." ucapku sambil tersenyum

"Anaknya Tante Bella? Yang cupu abis itu?"

Sempak.

Senyumku memudar. Emang aku cupu banget apa?

"Nggg... Iya, mungkin? Tapi masa sih gue cupu?"

"Hahaha, iyalah, dandanan lo katro banget dulu. Baju dimasukin, rambut belah samping, planga - plongo nggak jelas di nikahan nyokap gue."

Shit, dia merhatiin aku?

"itu kan dulu... Sekarang udah enggak." balasku singkat, seketika aku nyesel udah nyapa cewek ini. Sial.

"Hahaha iya deh iya. Eh adek gue tinggal sama lo kan ya? Sehat kan tuh anak?"

Dia yang awalnya mau cabut, malah duduk lagi di bangku Bar.

"Baik kok dia. Kuliahnya juga lancar."

"Hmm bagus deh, perutnya gimana?," pertanyaan ini agak ngagetin. Dia tau kalo Nina hamil? Mungkin yang dia gak tau adalah perut Nina yang sekarang. Yang isinya udah luntur entah kenapa.

"Ha? Maksutnya?" tanyaku pura - pura bego."

"Hmm, gak. Gapapa. Rere gimana kabarnya? Udah lama gak ketemu gue sama itu jablay." sialan, asal - asalan banget ini orang. Tapi emang sih, dia dulu deket banget sama Ka Rere sebelum Ka Rere kerja di butik.

"Baik kok dia, sibuk sama Butik sekarang."

"Hoo, gitu. Yaudah, gue cabut ya, siapa nama lo... Sakti, iya, gue cabut ya, Sak... Eh btw, nomer lo dong, siapa tau gue mau mampir nengokin si Nina..."

Kemudian aku menyebutkan nomerku yang langsung di chat lewat whatsapp sama dia.

"Okedeh, gue cabut yak. Bye , Sakti."

"Bye, Sherin."

Eh tapi, itu anak ngapain ya di Jakarta? Bukannya harusnya dia di bogor?

Kuliah? Masa sih? Kerja?

*****

Esoknya, hari Sabtu, rutinitasku di coffeeshop sebelum opening ya seperti biasa. Beres - beres dan lain - lain.

Bedanya, hari ini Mbak Farista punya jatah libur, jadi bisa di bilang hari ini aku hampir harus sendiri menjaga coffeeshop ini, iya hampir, karna hari ini Kenken punya jadwal part time disini. Dia masuk jam lima sore sampai jam 11 malam nanti.

Sekitar pukul satu siang, Mbak Debby datang, pertemuan kedua ku dengan Mbak Debby.

"Hai, Sakti..." sapanya

"Eh, hai Mbak Deb." balasku

"Rista libur ya?" tanya dia yang kujawab dengan anggukan.

"Mau pesen apa, Mbak?" tanyaku

"Gayo nya udah ada, kan?"

"Ada kok, Mbak. Baru aja dateng tadi."

"Yaudah, espresso aja, agak strong ya."

"Oke, Mbak... Nunggu anaknya lagi ya?" tanyaku setelah mentemping bubuk kopi yang sudah kugrind tadi.

"Ini kan Sabtu, anak saya ya libur lah..." jawabnya lalu ngerogoh tas jinjingnya,

"Hmm gitu..." balasku lalu menaruh cangkir kecil khusus espresso berwarna putih di hadapannya.

"Mau ngerokok doang sih saya disini, abis kalau dirumah suami saya suka bawel. Gak suka bau rokok dia."

"Terus anaknya mana Mbak?" tanyaku bersikap ramah, seperti kepada pengunjung yang lain.

"Dirumah neneknya." jawabnya singkat

"Btw ini kurang kerasa deh. Kamu pake suhu berapa, Sak?"

"75-80an, Mbak..."

"80-85 sih kalo bisa. Biar lebih kerasa aja. Aroma nya juga lebih keluar. Tapi kalo kelebihan bisa gosong nanti."

Gila, ini cewek lebih fahim soal kopi daripada aku kayaknya.

"Nah itu, saya malah takut malah jadi gosong kalo pake diatas 80an, Mbak." balasku

"Asal tempingannya nggak ngaco, gak bakalan gosong sih. Coba sini, saya yang buat," kata nya lalu beranjak dari bangku dan masuk ke dalam bar

"Saya udah biasa bikin sendiri kalo disini sebenernya, malah si Rista kadang nyuruh saya bikin sendiri dan kalo dia sibuk, saya yang bikin pesenan kopi dari pengunjung, hahaha." ucapnya setelah masuk Bar.

"Eh tapi maaf loh, saya bukan maksut mau ngajarin atau ngeguruin kamu. Saya emang suka bikin kopi aja. Ga jauh beda lah sama si Rista, sama - sama pecinta kopi, hehehe." kemudian jemari lentiknya bergerak ke arah grinder

"Saya kalibrasi ulang ya?"

Aku mengangguk.

Kini di hadapanku, seorang perempuan cantik dengan body yang lumayan wah, walau nggak se-wah Ka Rere, sedang dengan cekatan berkutat dengan mesin grinder, mesin espresso dan lain sebagainya.

"Nah, sini deh, Sak..." suruhnya, akupun berjalan mendekat, karna celah yang ada di dalam Bar agak sempit, maka aku hanya mendekat ke belakang tubuh Mbak Debby, benar - benar mendekat, hingga mungkin jarak antara badanku dan Mbak Debby tinggal satu atau dua senti saja. Hidungku dimanjain sama aroma parfum dan wanginya badan Mbak Debby. Karena posisiku yang dibelakangnya, maka aku cuma bisa ngelongok di atas pundaknya biar bisa ngeliat apa yang mau dia kasih tau.

"Hmm, kalo bisa segini aja dikalibrasinya, nggak kasar dan nggak terlalu smooth. Biar bisa imbang dan ngeluarin taste dan aroma yang sama." aku manggut - manggut, dan panggutan kepalaku, membuat daguku sedikit menyentuh pundaknya, aku juga ngerasa Sakti Jr bisa ngerasain pantat Mbak Debby ini walau sedikit - sedikit.

"Dan kalo bisa oz nya segini aja," kata dia lalu nunjukin angka digital yang tertera di timbangan

"Ehmm, tapi kalo bisa... ngg... Kamu agak mundur dikit deh... Soalnya itu... Enggg... Nyentuh pantat saya... Itu... Hmm..." lirih Mbak Debby

tapi emang dasar kurang ajar, aku malah makin mepet ke badannya, kedua lenganku melingkari perutnya..

"Eh... Sa-sakti? Jangan, Sak..." tolaknya tapi nggak berusaha berbalik badan, yang dia lakuin cuma nyoba minggirin lenganku yang melingkari perutnya

Aku yang udah kalap, malah nyiumin tengkuknya yang terekspos bebas karna rambut Mbak Debby yang terikat diatas kepalanya. Meresapi bulu - bulu halus yang tumbuh unyu di tengkuknya itu.

"Ngh... Sakti... Nanti diliat orang... Jangan..." lirihnya, alih - alih mencegah, Mbak Debby malah sedikit menunggingkan badannya sehingga dengan jelas Sakti Jr bisa merasakan bulatan empuk pantat Mbak Debby yang masih dibalut jeans ketat yang dia pakai.

Karena konak bin nafsu yang udah tinggi, lenganku yang memeluk perutnya, merambat naik menuju bulatan payudaranya, dan meremas gunduk itu dari luar kaus ketat yang dia pakai.

Layaknya predator yang mendapati mangsanya udah tunduk dibawahnya, perlakuan senonohku makin kurang ajar.

Rontaan Mbak Debby udah nggak aku rasain lagi, malah kini dua tangan Mbak Debby bertumpu di atas meja Bar.

"Ngh..." lenguhnya pas aku jilati telinganya, lidahku bergerak anarkis di area tengkuk dan telinganya dari belakang.

Sementara tangan kiriku terjulur kedepan meremasi payudaranya, tangan kananku bergerak menuju pengait celana jeans ketatnya. Setelah kacing celana jeansnya terlepas, perlahan aku berusaha menurunkan celananya itu. Mbak Debby yang sadar aku bakal nurunin celananya, mencoba menahan tanganku, menahan celana jeansnya agar tidak tertarik turin olehku dengan satu tangannya, sedang tangannya yang lain masih bertumpu di atas meja.

Kalah tenaga, akhirnya jeans itu turun hingga ke lututnya, menyisakan satu lapisan kain terakhir di selangkangannya. Tangan kananku langsung menuju ke selangkangannya, menerobos masuk ke dalam celana dalam hitam yang kontras dengan kulit pinggul dan paha Mbak Debby yang putih. Setelah berhasil masuk, jemariku segera mencari daging unyu yang biasa disebut klitoris dan mengusap benda itu dengan jari telunjukku sementa ibu jari dan jari tengahku menguak gelambir mini yang menutupi klitorisnya.

"Aaah... Stop... Stop, Sakti..." desahnya menyuruhku berhenti, namun beda bibir beda selangkangan.

Akupun menurunkan celana jeans dan celana dalam ku sampai ke lututku

Tangan kirinya yang saat ini memegang lenganku yang ada diselangkanannya, kutarik ke belakang dan ia memekik pelan ketika sadar apa yang saat ini menyentuh lengannya.

Awalnya Mbak Debby nolak, dan narik tangannya ke depan, tapi dengan sedikit paksaan, akhirnya telapak tangannya kini menggenggam Sakti Jr. Hanya mencengkram tanpa memgocoknya.

Saat ini udah nggak ada lagi penolakan yang dia lakukan, dan menyadari itu, aku langsung dengan cepat narik turun celana dalamnya ke bawah dengan mudah.

Dan karna sewaktu - waktu bisa saja ada pengunjung yang datang dan aku gagal bersenggama, aku langsung memposisikan penisku di vaginanya yang sudah basah itu.

"Eh, Sakti... Jangan.. Saya nggak mau... Nanti dilihat orang, jangan..." tolaknya, tangannya mendorong perutku dengan posisinya yang masih menungging, tapi nggak kurasain ada tenaga di dorongan itu yang alias hanya mendorong perutku setengah hati.

Sekali lagi, beda bibir beda selangkangan.

Setelah kurasa kepala penisku pas di depan lubang vaginanya, perlahan dengan bertenaga kudorong pinggangku, pelan tapi pasti, sedikit demi sedikit, kepala Sakti Jr menyeruak masuk ke vaginanya.

"Ngh...." lenguhku

"Shhh.... Saktiii..." desahnya

"Stop... Stoop... Jangan di dorong lagi, sumpah... Ini udah mentok... Serius... ahh... Gede, Sakti... Gede..."

Dengan tempo yang perlahan, aku menarik penisku sanpe tinggal kepalanya, lalu kudorong lagi sampai mentok, terus menerus kulakukan.

Seiring gerakanku yang semakin lama semakin cepat, membuat Mbak Debby sebentar lagi orgasme, desahannya mengeras, pinggulnya digerakan beradu dengan dorongan pinggulku.

'Plak! Plak!'

Bunyi pertumbukan antara selangkanganku dan dua bongkah pipi pantat sekal Mbak Debby

"Ahh... Saktiiii!" pekiknya pelan disertai semburan orgasmenya yang semakin membasahi batang penisku.

Akupun tetap fokus mengejar orgasmeku, tanpa memberikan jeda agar Mbak Debby bisa menikmati orgasmenya.

Mendadak suara lonceng terdengar dari pintu yang terbuka. Shit.

Aku langsung menarik cabut penisku dari vagina Mbak Debby, dan menaikan celanaku.

Mbak Debby yang juga terkejut langsung menaikan kembali celananya.

Kemudian Mbak Debby justru berjongkok agar nggak keliahatan oleh pengunjung yang datang.

Dengan isyarat mata, Mbak Debby menyuruhku agar meladeni dulu pengunjung itu.

Dan dengan membawa Tab, aku menghampiri pengunjung yang duduk di bangku bulat tanpa sandaran diujung sana.

"Browncream sama Latte ya, Mas."

"Ada tambahan lagi?"

laki laki itu hanya menggeleng. Akupun langsung kembali masuk ke dalam Bar, dan berjongkok di depan Mbak Debby.

"Mbak nggak ke kamar mandi?"

Dia ngegelengin kepala.

"Terus?" tanyaku

"Kamu belum keluar kan?"

"Iya sih, tapi kan..."

"Dia pesen Latte? Bikin aja. Jangan buru - buru, santai aja bikin Latte nya." ucapnya lalu Mbak Debby bertumpu dengan kedua lututnya, dan kembali membuka kancing celana jeansku

"Eh? Mbak?" tanyaku dengan suara pelan

"Sst! Udah bikin sana. Ga usah bawel."

Hap!

Seketika penisku tersembul keluar, mulut Mbak Debby dengan biadabnya mencaplok Sakti Jr yang kembali menegang.

Lalu suara musik yang ada di speaker yang tersambung dengan hapeku, sedikit kubesarkan volume suaranya.

Kemudian sejenak aku tertahan dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja. Menikmati lidah dan bibir Mbak Debby yang membombardir penisku dengan kenikmatan.

Sampe akhirnya aku tersadar pengunjung laki - laki itu bangkit dan berjalan menuju ke arah Bar, aduh, siaaaal.

Akupun menahan kepala Mbak Debby agar tidak bergerak, selain suara liurnya dan penisku yang berkecipak, juga agar wajahku tidak terlihat aneh karna merem melek keenakan. Tapi dengan anjritnya, kepala Mbak Debby malah bergerak semakin cepat, dan jemarinya meremas gemas biji zakarku.

Oh tidak.

Pengunjung itu kini tepat di depanku, jarak kita hanya dipisahkan meja bar yang agak lebar, namun jika dia berjinjit sedikit saja, dia bakal ngeliat sebuah kepala yang bergerak maju mundur di selangkanganku.

"Maaf, toiletnya dimana ya, mas?" tanya laki - laki itu.

"Ehmm... itu... Dibalik situ, Mas... Apa namanya... Tembok... Nah iya, dibalik tembok itu... Ngh... Yang pintu merah ya.."

"Hmm, Oke, makasih..."

Laki - laki itu natap aku dengan pandangan heran, akupun melempar senyum, dan langsung menumpukan dadaku di atas meja bar, agar laki - laki itu nggak bisa ngelihat ke bawah sini, ke selangkanganku.

Dan bersama dengan suara pintu toilet yang tertutup, aku mengeluarkan desahan yang agak kencang seiring semburan maniku di dalam mulut Mbak Debby. Bukannya menghindar, Mbak Debby justru tetap melahap penisku, menghisap habis seluruh mani yang terkecrot dari lubang penisku.

Aku agak terkejut, karna baru kali ini ada yang menelan spermaku hingga tak tersisa sedikitpun.

Setelah dirasa habis terhisap, Mbak Debby lalu bangkit berdiri, dan memandangku.

Ia menjulurkan lidahnya keluar menjilat bibirnya seakan masih ada mani yang tertinggal disana sembari menatapku dengan pandangan nakal.

Kemudian Mbak Debby berbisik.

"We should find a place, and see what this big fuckin cock can do in my..."

"Ass hole."

BANGSAT!

Bersambung.

Next;

Part 18b; The Rebellion and A Heartbreaks
 
Dapet mangsa baru.....
Ntar bocor ke mbak Rista lagi....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd