Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mengabulkan permintaan kharinka di thread baru?

  • Iya

    Votes: 127 60,2%
  • Nggak usah.

    Votes: 84 39,8%

  • Total voters
    211
Bimabet
Suhu katanya mama bela gak di exe sama lintang tapi buktinya....

Kecoa lah...
 
:aaaaaaaaaaaaa::(( knp dikit hu cerita lintang pas garap semua wanita si sakti, bagus padahal, si sakti gx bisa apa2 itu uuuuuuuhhhh berasa gimna gtu bacanya
:ngupil:
 
Nina emang cewek hebat....
 
HAhahahahahaha...
Sakti pantesnya jadi banci....
Nggak gentle sama sekali....
Pecundang sejati.....
Mau di rubah bagaimanapun jalan cerita ke dwpan.. Sakti tetap pecundang yang hanya bisa bengong kaya sapi denger keluarganya di nikmatin lintang....
Mukul kek atau paling nggak bikin dia impoten... Apa bangganya coba, nikmatin bekasnya lintang... Potong aja kontolnya.
Eh jangan baper hu...
Yang saya maki si sakti...
Justru disitu greget nya om,hahaha
 
http://www.imagebam.com/image/bc50c7945693564

(Farista "Mbak Rista")

****

Part 17; Bittersweet.

Jam sepuluh kurang, aku udah sampe di coffeeshop tempatku bekerja. Setelah selesai membereskan beberapa meja dan lantai rotan, aku memutar balik papan kecil bertuliskan 'Close' menjadi 'Open' yang tergantung di pintu kaca dengan frame kayu di sisi - sisinya.

Nggak lama kemudian, pukul sebelas lebih, rekan kerjaku yang juga adalah senior disini datang,

"Maaf ya Sakti, Mbak tadi kejebak macet." alasan yang umum. Tapi ya nggak apalah, namanya juga junior, mau komplain pun nggak enak.

"Iya, Mbak. Nggak apa - apa."

"Jangan lupa cek grinder."

Aneh, padahal dari tadi aku lagi sibuk ngekalibrasi grinder, menyesuaikan jam kerja.

Karna jam sebelas sampai jam lima belas waktu istirahat kantor, aku mengkalibrasi grinder agar taste kopiku tidak terlu strong, malah lebih smooth dibanding jam berangkat kerja dan jam pulang kerja.

Kata Mbak Farista, kalibrasi grinder itu mungkin sepele, tapi kalau bisa harus konsisten. Penyesuaian kalibrasi sering luput sehingga rasa kopi jadi inkonsisten, walaupun mustahil juga sih untuk konsisten, tapi sebisa mungkin ketika udah nemu rasa yang pas, harus bisa seenggaknya mendekati rasa itu lagi di kemudian hari. Dan itu sulit.

Kalau hari ini di jam ini, kalibrasi udah sesuai dengan kemauan, bisa jadi besok rasa nya nggak sama, walau kalibrasi kita sama seperti kalibrasi yang kemarin.

Bingung ya? Aku juga.

Skip aja deh.

Dan soal Mbak Farista, seniorku, dia udah ada di coffee shop ini sejak coffeeshop ini berdiri disini, tiga tahun lah kira - kira. Umurnya udah tiga puluh lima. Tapi masih tetep manis. Kulitnya yang coklat muda, khas kulit wanita indonesia, dipadu dengan rajahan tattoo warna di lengan kiri dan kanannya. Menambah keeksotisan kulit yang dia miliki.

Badannya nggak terlalu tinggi. Kira - kira sepantaran aku lah. Bodynya nggak se seksi Ka Rere atau Tante Laras, Agak skinny tapi berlekuk. Tau sasha grey? Ya gitulah. Penampilan badan nya ya, bukan wajah atau kulitnya.

Bisa dibilang sebenernya Mbak Farista ini orang yang lumayan berkecukupan, lebih malah. Suami, atau mantan suaminya, nggak balik lagi ke indonesia dengan alesan yang gak jelas. Mbak Farista udah punya anak, masih sekitar sepuluh tahun umurnya, beda sama Mbak Farista, kata dia, anaknya itu mirip sama Bapaknya yang orang belanda. Putih. Bule banget lah anaknya itu.

Suaminya itu masih sering ngirimin uang dari Belanda meskipun suaminya udah jarang banget ke Indonesia. Malah kabarnya suaminya itu punya pasangan lagi disana.

Kata 'suami' yang aku sebut itu bukan laki - laki yang menikahi Mbak Farista, karna kecendrungan orang belanda nggak mau terikat dalam sebuah hubungan, dan Mbak Farista yang emang gaya hidupnya juga bebas, nggak mempermasalahkan hubungannya sama 'suami' nya ini. Asal gak lupa tanggung jawab aja, bahwa di sini dia punya anak.

Tapi toh, ini kan indonesia, bukan belanda. Pas aku bicarain itu ke Mbak Farista, dia cuma bilang, "Makanya, Mbak lagi nunggu laki - laki yang siap nikahin Mbak, dan orang Indonesia dan tinggal di indonesia."

"Terus suami Mbak Rista gimana?" tanyaku waktu itu

"Suami bisa jadi Bapak, tapi Bapak belum tentu suami." jawab dia singkat terus nyeteam plain milk karna ada pesanan Flat White.

Mbak Rista ini ramah orangnya. Apalagi kalo ada pengunjung yang juga adalah pecinta kopi, apapun pertanyaan si pecinta kopi ini tanyakan, pasti dengan ramah Mbak Rista ngewajab pertanyaan - pertanyaan itu.

Nah sekarang, pemilik coffeeshop ini.

Pemilik coffeeshop ini ada tiga orang, masing - masing punya saham di usaha ini, dan mereka masih tergolong muda.

Mbak Riska, Bang Yahya dan Bang Rio.

Mereka juga orang - orang yang ramah, ngobrol sama mereka pun santai layaknya temen lama.

Mbak Riska ini sebenernya punys pekerjaan tetap, dia adalah salah satu orang penting di perusahaan asing yang memproduksi barang - barang elektronik dan telefon genggam. Umurnya sekitar tiga puluh lima.

Bang Yahya, salah satu kader muda dari salah satu partai yang terkenal di indonesia.

Bang Rio, entahlah apa pekerjaan dia, cuma dia yang sering mampir kesini.

Dan usia mereka nggak terpaut jauh, mereka juga emang udah temenan dari pas masih kuliah, sampe sekarang.

Lagi asik - asiknya ngegrind biji kopi asal wamena ini, aku ngedenger suara lonceng yang cuma bakal bunyi kalo pintu coffeeshop ini kebuka.

Seorang wanita masuk dengan ponsel yang nempel di telinganya, dua tangannya sibuk ngobrak - ngabrik tas jinjingnya dan dia nahan ponselnya biar gak jatuh pake pundaknya.

Sampe akhirnya dia duduk di salah satu sofa dan naro tas jinjingnya di atas meja.

"Ya, Mama di Bittersweet, kalo udah pulang kamu kesini aja. Mama tunggu disini... Oke? Bye, sayang."

Tapi kemudian dia bangkit dari sofa itu dan jalan menuju bar sambil bawa tas jinjingnya.

"Latte dong, Mas. Gayo yah." order dia padaku.

"Gayo nya habis, Bu. Sisa kintamani sama wamena aja nih..." balasku sambil menyebutkan sisa beans yang tersedia.

"Wamena boleh." ucapnya singkat

"Dan jangan manggil saya 'Bu' lagi ya, emang saya setua itu apa? Haha..."

"Ehehe, maaf Bu, eh..." balasku bingung

"Haha, kamu baru? Si Rista mana?" tanya nya

"Rista lagi ditoil-"

Belum sempat aku selesaikan kalimatku, suara wanita yang lain terdengar

Mbak Farista.

"Tumben kesini lagi, Deb?" sapa Mbak Rista sekaligus bertanya

"Iyalah, gue sumpek juga ngedekem di Pakubuwono terus. Itu apart udah kayak penjara aja lama - lama." balas Mbak yang di panggil Deb oleh Mbak Rista.

"Hahaha, lagian lo nya kok bisa - bisanya betah tinggal sama laki - laki itu sih?" tanya Mbak Rista lalu menarik salah satu kursi tanpa sandaran yang ada di depan bar, duduk bersampingan di depanku yang sedang mensteam plain milk.

"Yeee, laki - laki itu kan juga Bapaknya si Clara, kalo bukan mah gue udah dari kapan tau cabut dari tempat sialan itu."

"Eh btw, anak baru nih?" tanya Mbak Deb ke Mbak Rista

"Iya, bentar lagi tiga bulan sih disini..."

Seketika kami bertemu pandang, aku dan Mbak yang dipanggil Deb sama Mbak Rista.

"Sak, kenalin, dia ini dulu temen sekampus Mbak Rista, namanya Debby." akupun melempas senyum dan menjulurkan tangan, yang diraih pula oleh Mbak Debby.

Cantik.

Kalo Mbak Farista yang keliatan 'maskulin', Mbak Debby ini justru cewek banget.

Tapi raut muka Mbak Debby lebih terkesan keibuan, maksutnya, lebih ke seorang wanita dewasa yang kebetulan punya anak. Bukan wanita dengan raut wajah keriput seperti ibu - ibu umumnya. Lagipula usia mereka nggak jauh beda mungkin, atau bisa jadi setara, Mbak Rista dan Mbak Debby.

"Gue gapernah liat dia disini, Ta?" tanya Mbak Debby ke Mbak Rista.

"Iyalah, lo aja udah jarang banget kesini. Eh ya, lo ngopi aja nih? Mau dibikinin Gyoza? Instant sih tinggal goreng aja."

"Boleh tuh."

Dan Mbak Rista pun melangkah, memasuki pintu yang terletak di samping meja bar, dapur. Dapur dengan lubang persegi di temboknya, agar bagian kitchen dan barista bisa berkominkasi lebih mudah. Apalagi barista disini juga merangkap pelayan, mengantar dan menerima pesanan.

"Part Time, ya?" tanya Mbak Debby setelah menyecap Latte yang kubuat untuknya tadi.

"Foamnya masih ketebelan, nih..." lanjutnya

"Saya full time Mbak, eh, masa iya? Duh, maaf Mbak, saya bikinin lagi ya?"

Bikin latte emang lebih rumit dari pada capuccino, makanya kalo ada pesenan selain Capuccino, misal Latte atau Flat White, sering diambil sama Mbak Rista yang emang udah jago banget itu.

"Haha, gausah. Gapapa kok, santai aja sih..."

"Makanya kalo lagi steam, fokus ke milk jugnya. Jangan ke muka saya."

Mendadak aku langsung kikuk dan grogi mendengar ucapan Mbak Debby ini.

"Aduh, ketauan deh..." keluhku dengan jenaka.

*****

"Jadi kalian berdua?" tanya Mbak Debby ke Mbak Rista.

"Iya, pas si Budi resign gue keteteran. Jadi mending gue bujuk Bang Rio aja buat nyari gantinya... Ada si Kenken sih, cuma kan dia part time, seminggu cuma masuk tiga kali juga."

Oh ya, ada Kenken juga yang kerja disini, tapi cuma part time karna dia harus kuliah juga. Cewek yang yang nama aslinya Niken dan ngerantau dari Samarinda itu berusia 24 tahun, dia nyari kesibukan sampe nanti sidang akhirnya. Cewek cantik, dan kawat gigi warna biru yang ada di giginya nambah kesan imut di mukanya itu.

Sambil duduk di bangku kecil yang ada di dalem Bar, aku sejenak mikir, bisa dibilang apa yang dibilang Lintang ke aku itu bener. Bahwa aku selalu dikelilingi wanita - wanita cantik. Nggak cuma dari lingkup keluarga di rumahku, tapi di kampusku dulu, ada Tiara, Kharinka dan Wina. Dan sekarang di tempat aku kerja pun, ada wanita baru yang gak kalah cantik. Mbak Farista, Mbak Riska, Kenken, dan Mbak Debby yang entah bakal jadi salah satu pengisi kisahku ini, atau hanya figuran yang memperindah jalan cerita kehidupanku nanti.

Kemudian lonceng bel terdengar tanda pintu masuk coffee shop terbuka,

"Mamiiiii!" pekik cempreng gadis kecil yang memakai baju seragam putih merah yang langsung berlari kecil dan memeluk Mbak Debby, anaknya?

"Eh, Clara udah pulang..." sapa Mbak Farista

"Hai Tante Lista!" sapa gadis kecil itu dengan riang, menyebut nama Mbak Farista dengan kecadelan lidah khas anak kecil. Terus gadis itu melepas gelendotannya dari tangan Mbak Debby dan memeluk Mbak Rista.

"Duh, manja banget nih anak. Tambah gede aja ya, nanti kalo udah gede, Tante jodohin sama Noah yaa..."

"Gakmau, Noah suka isengin Lala!" balas gadis kecil itu

****

Lantunan lagu berjudul Anaheim yang dinyanyikan Nicole Zefanya terdengar dari speaker set yang tersambung ke ipod mini milik Mbak Rista, pencahayaan cafe semakin temaram diiringi dengan cahaya langit sore yang menembus jendela kaca. Pengunjung Bittersweet pun semakin ramai, beberapa anak muda yang asik mengobrol, dua laki - laki yang duduk berhadapan dengan dua buah laptop di depan mereka, pasangan laki - laki dan perempuan yang masih memakai seragam sma dan seorang perempuan berwajah agak oriental yang duduk sendirian...

Eh, wait... Kok kayaknya familiar ya?

Aku berusaha keras buat inget siapa cewek itu, dan mendadak aku mengingatnya.

Kok dia ada disini? Tapi emang dia apa bukan ya?

Buru - buru aku menghubungi Nina lewat pesan chat Whatsapp.

"Nin, kirimin foto Sherin deh."


Bersambung.
 
thanks gan untuk updatenya, jangan bosen bosen yaa utk update
 
Ada lanjutan ny, ijin baca dulu gan, semoga sampai tamat gan ceritanya..
 
part 18 ada beberapa seri, seri pertama mungkin gue post nanti malem. Enjoy yaaa.

Ditunggu ya suhuuuu... penasaran dengan sepak terjang sakti...
Tante laras juga ditunggu huu lama gak muncul hehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd