Act One: GNOME SOLDIER
BAB I: DAILY HARMONI
Papa melotot. Dia melihat piring yang aku taruh di meja makan. Separuh ikan gosong, separuh ikan matangnya sempurna. OK, yang gosong itu aku yang goreng, yang sempurna goreng itu mama. Papa menoleh ke arahku. Ivan dan Cecilia menutup matanya.
"Tidaaaakkk...kita akan makan arang lagi," kata Cecilia.
"Biarin itu bagiannya Han-Jeong," celetuk mama sambil menata piring di meja makan.
Aku nyengir. Kemudian langsung menunduk. "Maafin aku."
"Hahahahahahah," tiba-tiba papa tertawa. Ih, papa jahat pake ketawa lagi. "Superhero koq gagal goreng ikan? Hahahahahahaha"
Mama dan adik-adikku ikut tertawa. Aarrrggghhhhh....sebeeeeeeeell. Aku langsung berbalik.
"Lho, lho, ngambek," kata papa.
Iya, aku ngambek. Puas kalian. Aku segera ke depan mengambil ranselku, trus pake sepatu.
"Han-Jeong!?" panggil papa.
Bodo ah, gara-gara papa. Aku pun segera keluar rumah. Ngambil sepedaku. Kutaruh ranselku di keranjang.
"Han-Jeong!" panggil papa lagi. Kini beliau keluar rumah menyusulku. "Tunggu!"
Aku masih menunduk, cemberut. Mungkin sekarang ini papa melihat pipiku tembem. Eh, papa ngulurin sesuatu.
"Apa ini pa?" tanyaku.
"Aku tahu kamu masih belajar memasak. Kamu sudah kerja keras. Papa sengaja tadi pagi-pagi bikin ini untukmu. Buat bekal. Biar nggak kelaparan di sekolah," kata papa. Iya sih papaku jago masak. Aku anaknya yang cewek nggak bisa. Hiks...terharu aku. Bekal buatan papa....eit..tunggu, ini bukan buatan papa. Ini kan kotak makan siangnya.
"Papa bohong, ini kan kotak makan siang papa?" kataku.
"Iya, udah bawa aja!" katanya.
"Tapi pa, nanti di kantor gimana?" tanyaku.
"Ntar papa bisa makan siang di kantin. Udah sana!" kata papa. Beliau mencium keningku aku mencium tangannya. Sedikit senyuman tersungging di bibirku. Nah, papaku ini nih, yang seperti ini bikin aku sayang ama dia. Makanya sejak kecil aku bahagia, punya papa seperti ini. Mama nggak salah milih papa, bahkan papa sendirilah yang memberikan mama artificial leg. Mama sering cerita bagaimana romantisnya papa, duh...aku jadi kepengen punya cowok yang seperti papa. Ini kalau ada cewek diberlakukan seperti ini pasti klepek-klepek.
"Makasih ya pa, Han-Jeong berangkat!" kataku.
"Hati-hati!" kata papa sambil melambaikan tangan.
Sepedaku pun aku kayuh. Aku memasang headset di telingaku. Ponselku kunyalakan dan kupilih lagu-lagu favoritku untuk menemaniku bersepeda hingga ke sekolahan. Ahhh...indahnya pagi, damainya hati, inilah perfect harmoni.
"Pagi Mang Ujang?" sapaku ke seorang penjual nasi pecel di pinggir jalan langganan papa.
"Pagi non Han Jeong!" balasnya.
Aku bertemu dengan Samsul, anak kecil penjual koran yang sedang melemparkan koran para pelanggannya.
"Pagi Sul!" sapaku.
"Pagi kak!" balasnya.
Sepeda aku kayuh lagi melewati jalan raya. Mengikuti jalur sepeda yang sudah diberikan oleh DLLAJ. Aku berpapasan dengan beberapa siswa-siswa lain yang juga berangkat sekolah. Aku berhenti di lampu merah. Beberapa kelompok anak-anak TK sedang diantar oleh orang tuanya ke sekolah. Ahh...aku ingat masa-masa kecil dulu, teringat bagaimana papa mengantarkanku ke sekolah. Aku emang kesayangan papa. Sampai-sampai karena aku tak mau lepas ama boneka beruangku, papa membawakannya kepadaku ke sekolah. Hihiihihi lucu juga ingat masa itu.
Lampu sudah hijau, aku jalan lagi. Beberapa bagian jalan tampak sedang diperbaiki. Aku naik ke trotoar, kemudian kembali lagi ke jalur sepeda. Tak berapa lama kemudian dari depan aku sudah melihat gerbang sekolah. Beberapa anak tampak menyapaku.
"Hai Han Jeong?!" sapa mereka.
"Hai semua," balasku.
Aku masuk ke gerbang, kemudian turun dari sepeda.
"Pagi pak satpam," sapaku ke seorang penjaga gerbang.
"Hai non," balasnya.
"Hai Jung!," sapa seseorang. Dia Hana. Rambutnya pendek, berkacamata. Khas anak kutubuku. Dia kemana-mana membawa tablet. Dan laptop. Seperti biasa di kepala ada sebuah headphone. Dia memang berpenampilan begini tapi anak ini cerdasnya luar biasa. Di usianya yang masih SMP dia pernah menjebol situ CIA, FBI bahkan dia pernah mengacaukan pentagon. Untungnya hal itu dia lakukan dengan minta ijin terlebih dahulu. Kalau tidak ia sudah dianggap teroris.
"Hai Hana," sapaku.
"Hooaaahhmm...," Hana menguap.
"Koq ngantuk? Habis begadang?" tanyaku.
"Iya, tadi malam baru saja membongkar script untuk bikin exploit baru," jawabnya.
"Wah, apaan itu?"
"Exploit, untuk melakukan penetrasi ke komputer seseorang."
"Eizz...aku nggak tau macam begituan."
"Hei, ini penting lho. Aku merasa OS dari Hypersuit System itu belum begitu kuat. Aku takut kalau-kalau ada yang menyerang dari sisi ini."
"Ah, kamu terlalu khawatir," aku tepuk-tepuk pundaknya. Hana nggak suka. Ia menatapku dengan pandangan aneh.
"Kamu itu selalu begini, mengentengkan segala macam urusan. Kapan sih kamu bisa serius dikit Jung?"
Aku mengangkat bahu. Hana menghela nafas. Aku berjalan melewati lokerku dan kuambil sebuah kotak plastik kecil berukuran 60x25cm. Kotak ini berisi belt dan gelangku. Jadi kalau aku ada emergency sewaktu-waktu ketika ada pelajaran, aku tak perlu membawa belt dan gelang-gelangku dari dalam kelas. Cukup mampir ke loker ini dan berubah. Selesai deh.
Setelah menyimpannya di lokerku, kami kemudian masuk ke kelas. Aku dan Hana beda kelas. Bukan kebetulan yang biasa. Tentunya aneh kalau misalnya kami berdua sedang menghadapi masalah tapi kami malah keluar kelas bersamaan. Tentu saja, Hana adalah operatorku, dia harus mendampingi aku ketika aku berubah menjadi Black Knight, walaupun lewat laptopnya atau lewat tabletnya.
Ngomong-ngomong ada yang berbeda hari ini. Aku melihat Jordan. Dia ada di depan kelasku. Jordan adalah cowok idaman satu sekolahan. Siapa sih yang tidak tertarik dengan ototnya yang kekar itu, apalagi dia cerdas, pintar main basket, altetis. Dia jadi pujaan semua cewek, termasuk aku tentunya. Ngomong-ngomong, ada apa ya?
"Apakah kamu Han Jeong?" tanyanya tiba-tiba.
"I...iya," jawabku.
Semua teman-teman cewek sekelasku menatap dengan tatapan aneh. Aku tak pedulikan mereka, aku fokus untuk melihat wajahnya. Duh....hatiku lumer....
"Maukah kamu ikut denganku pada pesta dansa besok sabtu?" tanyanya. Oh iya, ada pesta dansa yang akan dilaksanakan besok sabtu. Tentunya siapapun bingung mau pilih pasangan siapa. Dan eh...Jordan menawarkan dirinya untukku? AAAAAAAKKKKKKK..."Iya aku mau!"
DUESSS! Eh?? Apa yang aku lakukan? Mana Jordan? Dia lenyap dari hadapanku. Aku sadari tanganku terkepal dan meninju ke depan. Jordan? Aku lihat ia di bawah, terkapar. Oh tidak, aku meng-KO dia. Huaaaaaa!
"Maaf Jordan, maaf!" Aku buru-buru menolongnya, demikian juga teman-temanku yang lain ikut juga membantu.
Argh, sial. Aku selalu begini selalu lupa kalau pukulanku juga bisa keras. Duh...baiklah, kamu ingin bicara tentunya.
narator: apakah ini selalu terjadi?
Iya, inilah sebab kenapa banyak cowok-cowok enggan mendekatiku. Setiap aku malu, aku selalu reflek untuk memukul sesuatu. Entah kenapa aku bisa sekuat ini. Mungkin karena ini juga alasan Profesor Andy lebih memilih aku.
narator: Keturunan Hiro, siapa lagi?
Eeehh...tapi aku berbeda lho dengan papa, papa itu ototnya gedhe, aku kan nggak berotot sama sekali. Lenganku kecil, apalagi tampangku kan cute. Bibirku manis, boobsku juga besar 34c, rambutku sedikit berwarna merah. Siapa yang nggak tertarik ama aku?
narator: Boobsmu 34c? PLAAAAAAK!
Dasar narator otaknya ngeres. Oke, kembali ke cerita. Akhirnya aku batal diajak Jordan ke pesta dansa. Ah, sialan. Eh, sebentar aku lihat ke seluruh cowok yang ada di dalam kelas. Yah, mana ada yang mau pergi ama aku. Mereka semua udah punya pasangan. Bahkan ngelirik aku aja nggak. Terkecuali satu orang. Ya, siapa lagi? Yuda.
Dia mendekat ke arahku. Nggak, aku nggak bakal sudi jalan ama kamu. Nggaaaaakkk....
"Jung, mau ikut kompetisi nggak?" tanya Yuda.
Yuda ini temanku sejak SMP. Kami bertemu sejak SMP, kemudian jadi akrab dan temenan teruuuusss sampai sekarang. Anak ini adalah murid perguruan Silat Taring Harimau Putih. Tampangnya tegap, badannya atletis, ya iyalah orang atlit beladiri koq dia. Sejak SMP sudah menggondol banyak piala bahkan juga sudah mewakili Indonesia dalam kejuaraan Silat seperti SEA Games ataupun ASIAN GAMES. Dia dapat medali emas. Ngikuti jejak ayahnya tentunya yang juga jago silat.
Dan aku paling deket sama Yuda ini. Nggak dong, kami nggak pacaran ia sahabatku, dan selalu menolongku di saat-saat genting. Plus, dia ini....juga teman seperguruanku. Iyalah, aku belajar silat juga ama ayahnya. Sebagai seorang super hero, harus punya bekal beladiri dong. Awalnya aku nyoba karate, tapi karate terlalu keras. Kemudian aku nyoba judo, bantingan-bantingannya keren deh, tapi tak cocok bagi aku yang kecil. Akhirnya aku ditarik ama Yuda untuk ikut perguruannya. Awalnya aku menolak, tapi ketika melihat gerakan-gerakan membunuhnya yang cepat dan akurat aku pun tertarik kepada beladiri ini.
Nah mungkin karena aku sudah sejak lama belajar silat yang mengedepankan insting dan reflek inilah aku jadi punya kekuatan seperti itu. Dan satu-satunya cowok yang bisa menangkis pukulanku cuma Yuda ini.
"Kompetisi apaan?" tanyaku.
"Kejuraan silat antar daerah. Kamu belum pernah ikut soalnya," jawab Yuda.
"Ntar deh Yud, aku sibuk banget soalnya," kataku.
"Halah, sibuk apa? Paling juga sibuk cari teman kencan."
Aku langsung melayangkan pukulanku. Wusssshh... dia bisa menangkis, nah kan pukulanku bisa ditangkis. "Biarin emangnya nggak boleh?"
"Kamu nggak bakal bisa dapat teman kencan kalau sisi tomboymu masih ada Jung!"
"Biarin, Ciaattt!"
Pagi-pagi seperti biasa kami sparring. Inilah yang terjadi tiap pagi. Aku pasti sparring ama Yuda. Sebel aku ama dia. Pasti menggoda aku kalau pagi. Huh, emangnya nggak ada kerjaan lain apa? Teman-teman sekelas pun sampai geleng-geleng melihat aku memeragakan jurus silatku kepada Yuda. Yuda sih enteng-enteng aja menangkis dan menghindari segala seranganku. Hingga kemudian bel berbunyi.
Akhirnya jam pelajaran itu dimulai dengan kami berdua ngos-ngosan. Seperti biasa. Nggak. Jangan komentar yang aneh-aneh. Memang seperti inilah aku dan Yuda. Hampir tiap hari. Aku punya misi dalam hidupku, yaitu bisa mukul Yuda. Dia itu sama sekali tak pernah tersentuh olehku. Sebel aja sih.
Bu Reni adalah wali kelas kami. Dia ini orangnya sangat baik dan disukai oleh banyak murid. Beliau ini adalah guru yang paling baik, ngajar kelas Ekonomi. Saking baiknya segala permasalahan muridnya beliau tahu semua. Sering juga dijadikan tempat curhatan para muridnya termasuk aku juga yang kadang curhat ke Bu Reni. Bu Reni ini jujur cantik, pakaiannya juga sopan, pokoknya nyaman deh kalau diajak curhat.
Hari itu kami mengikuti pelajaran, seperti biasa. Dalam semua pelajaran aku itu oranngnya biasa, nggak pinter tapi juga nggak bego-bego banget. Standarlah. Entah itu papa bisa dapat ranking terus waktu dulu sekolah. Aku juga heran. Tapi papa berkata, yang penting jangan menyerah. Iya, jangan menyerah.
Saat enak-enaknya ngikutin pelajaran jam tanganku bergetar. Aku melihat alarmku berbunyi. Ini adalah tanda panggilan darurat. Nah, kaaaaann....saat pelajaran lagi. Mana pelajarannya lumayan penting lagi tentang hukum-hukum ekonomi. Aduh. Aku pun permisi kepada Bu Reni untuk ke toilet. Di luar aku bertemu dengan Hana.
"Ada apa ini?" tanyaku.
"Entahlah, hubungi profesor gih!" kata Hana.
Aku mengambil M-Tech portableku dan aku pasangkan di telinga. MP-ku terhubung dengan ponsel. Aku segera berlari menuju ke loker, Hana mengikutiku. Di loker ini ada sebuah box, aku segera membuka isinya. Aku mengambil empat gelang dan sebuah belt. Sambil memasang semuanya gelang ke pergelangan tangan dan kakiku, serta memasang belt ke pinggangku aku bicara dengan profesor. Hana juga memakai MP di telinganya.
"Ada apa prof?" tanyaku.
"Ada kekacauan di tengah kota," jawab Profesor Andy.
"Hah? Kekacauan? Perampok? Kan bisa hubungi polisi aja prof," kataku.
"Bukan. Aku tahu kamu sedang sibuk belajar. Hanya saja kalau biasanya kamu berhadapan dengan kejahatan kecil, perampokan, orang gila naik mobil atau kereta api lepas kendali, sekarang beda. Ada cyborg yang mengacau di tengah kota," kata Profesor Andy.
Aku dan Hana berpandangan. "Cyborg?" kata kami bersamaan. Sejurus kemudian Hana segera lari ke toilet. Err....itu memang markasnya ketika memanduku menjadi operator Black Knight.
Aku segera berubah. Aku tutup lokerku. Kuaktifkan beltnya.
"Scanning DNA! DNA Approved!" terdengar suara di beltku.
"Ya ya ya, bosen aku dengar suara ini. Berubah!" aku menekan tombol angka 5,1,2 di beltku. Nanobot kecil-kecil ini segera keluar dari gelang dan beltku untuk menyelimutiku dengan sebuah baju tempur. Nama baju ini adalah Hypersuit. Orang yang memakai baju ini akan menjadi lebih kuat, lebih cepat dan seluruh panca indranya akan lebih peka. Dalam sekejap aku sudah terbungkus armor berwarna hitam, juga helm berwarna hitam. Pokoknya serba hitam. Ah..boobsku jadi kelihatan gedhe. Eh...lupakan.
"Whoaaa...ada Black Knight!" seru seseorang di belakangku. Aku menoleh. Waaah...ada Pak Bagas guru olahraga!
"Pagi pak, maaf ya saya cuma numpang lewat," kataku dengan sopan.
"Eeh...bentar-bentar! Jangan pergi dulu!" kata Pak Bagas. Aku kebingungan sekarang.
Beliau kemudian mengambil kertas dan spidol di tas kecilnya. Kemudian segera berlari ke arahku dan menyerahkannya.
"Ini ini ini, minta tanda tangannya!" kata beliau.
HAH?
"Jung Han Jeong, kamu sedang apaaaa?" tanya Hana di alat komunikasi.
Aku segera saja memberi tanda tangan, sebentar jangan sampai aku memakai tanda tangan Han Jeong. Nggak lucu kalau sampai beliau tahu. Akhirnya aku menulis Black Knight dengan tanda hati di akhir katanya. What? Kapan Black Knight bisa sok centil gini sih?
"Makasih, bisa selfie sebentar?" tanya Pak Bagas. Ini orang makin ngelunjak aja deh. Akhirnya aku pun tak menolak. Sebentar ajalah.
"Han JEONNGG!" Profesor Andy dan Hana memanggilku.
"Iya iya iya! Maaf Pak, saya harus pergi ada emergency," kataku.
"Baiklah, terima kasih Black Knight! Ayo hajar itu para penjahatnya!" kata Pak Bagas.
Aku menggaruk-garuk helmku. Setelah itu WUSSHHH! Dengan kecepatan superku aku segera menuju ke pusat kota. Dengan kecepatan super aku bisa melihat semua orang seperti tak bergerak. Tak butuh waktu lama untukku untuk sampai ke tempat kekacauan yang dimaksud. Yup, aku melihatnya. Benar-benar kacau.
Aku melihat mobil terbakar dan berserakan di mana-mana. Bahkan orang-orang berlarian panik. Tampak di tengah kekacauan itu ada sebuah cyborg, robot, ahh...entahlah pokoknya ada robot berbentuk seperti manusia melempar-lempar mobil. Aku melihat sekeliling, tak ada korban. Untunglah. Robot itu menoleh ke arahku. Hmm...dia nggak punya wajah sih, cuman matanya doang berwarna biru. Kalau dilihat dari hydrolic yang ada di tangannya, ia cukup kuat untuk bisa melempar mobil. Robot seperti ini punya tenaga di dadanya. Model G-120, buatan Trec Technology, salah satu perusahaan robot di Indonesia. Kenapa bisa lepas kendali seperti ini?
"Prof, ada petunjuk kenapa robot ini bisa lepas kendali?" tanyaku.
"Satu-satunya jawaban adalah robot ini dihack," jawab Profesor Andy. "Orang yang menghack sistem robot ini cukup canggih, seperti yang kita tahu Trec membuat robot ini terhubung ke dalam servernya. Pasti sekarang ini mereka sedang menghitung kerugian akibat kekacauan ini."
"Kemana aparat yang berwajib?" tanyaku.
"Kamu datang lebih dulu Jung, aparat yang berwajib dalam perjalanan lima menit lagi sampai," jawab Hana.
"Baiklah, sepertinya aku harus melumpuhkannya," kataku.
Aku segera berlari menuju ke arah Cyborg itu. WUUSSH! DOENG! Suara tinjuku menghajar monster kaleng ini. Cyborg itu langsung terpental jauh menghantam sebuah mobil yang terparkir. BRAAKK! Benturannya kerasa hingga mobil yang dihantamnya ringsek. Moga aja ada asuransi mobilnya.
Sang robot pun bangkit lalu mulai menyerangku. Aku dipukulnya. Tapi karena aku pakai armor jadinya aku nggak kerasa sakit. Mungkin kalau sampai pukulannya terkena manusia bakal langsung KO. Aku langsung memegang lengan hydrolic sang robot lalu mencabutnya. Tadaaa....sekarang sang robot nggak punya lengan. Eh,..malah dia nendang aku. Aku terpental beberapa meter ke belakang. Sang robot berbalik dia ingin melarikan diri.
"Nggak secepat itu!" seruku.
Dia melompat. Tinggi sekali. Eh?? Aku pun mengikutinya melompat tinggi juga. Akhirnya terjadilah kejar-kejaran antara aku dan robot itu. Dia melompat dan mendarat di atas sebuah truk kontainer, aku pun mengikutinya. Larinya gesit sekali.
"Prof, bagaimana menghentikan robot ini?" tanyaku.
"Aku sudah menghubungi Trec Technology, kata mereka robot itu tak bisa dikendalikan. Seluruh fungsinya telah dihack, sekarang aku berusaha membantu mereka untuk bisa memutuskan koneksi jaringan robot itu. Sementara itu lumpuhkan dia!" kata Profesor Andy.
"Pakai senjatamu Jung!" kata Hana.
"Boleh nih? Aku takut kalau pakai pistol itu akan nyasar ke mana-mana," kataku.
"Woi, kamu kan punya auto locked!" kata Hana.
"Oh, iya. Maaf," kataku. Aku lupa kalau aku punya auto locked. Sebuah fungsi yang bisa membantuku untuk membidik target secara otomatis. Aku menekan tombol angka di beltku 4,4,4. Dari tangan kananku para nanobot membuatkanku sebuah senjata yang sudah terpasang di lenganku. Aku berhenti dan membidik cyborg itu.
"Auto Locked!" seruku. Lenganku secara otomatis bergerak sendiri dan dari layar kaca helmku aku bisa melihat ada sebuah kotak bidik yang mengunci sang robot. Aku pun menembakkan senjataku. BOOM! Sebuah beam laser melesat ke arah sang robot dan BLARRR! Tepat mengenai kaki sang robot. Robot itu pun terjatuh, terjerembab. Segera aku melompat ke arahnya.
Aku sudah ada di atasnya sekarang. Ia kini robot tanpa tangan dan kaki. Matanya berkedip-kedip melihatku. Apaan sih ini?
"Prof, trus aku ngapain sekarang?" tanyaku.
"Cabut powernya!" kata Profesor. "Aku sudah mengetahui dari mana dia dikendalikan. Aku berikan posisi tersangka di layar helmmu."
Aku mencabut bateray yang ada di dada robot itu. Dalam sekejap layar Helmku menunjukkan sebuah peta. Ada dua titik. Titik biru adalah diriku dan titik merah adalah posisi di mana target berada. Dekat dari sini??
"Dekat sekali?" tanyaku.
Aku segera berlari menuju ke sebuah tempat yang ditunjukkan oleh peta. Tempat itu tak jauh hanya beberapa kilometer saja. Aku tinggal melewati gang kecil akhirnya sampai di sebuah rumah. Rumahnya tampak sepi. Aneh. Aku pun segera masuk ke sana, kujebol pintunya. Begitu masuk aku mendapati ruangan yang penuh dengan peralatan komputer canggih. Tapi...tak ada orang.
"Sepi prof," kataku.
"Hmm...aneh, dari layar helmmu aku bisa lihat sepertinya buru-buru ditinggalkan," kata Profesor Andy.
"Prof, coba lihat di layar!" kata Hana.
Aku melihat ke sebuah monitor besar. Sebuah lambang ada di sana. Huruf T besar. Dan di pojok kanan bawah ada tulisan. Project TITAN Has been Activated.
Project TITAN?? Apaan ini?
"Project Titan? Ada yang tahu apa maksudnya?" tanyaku.
"Aku tak tahu," kata Profesor Andy.
"Aku juga," kata Hana.
"Sebaiknya kamu segera kembali Jung. Aku akan cari tahu tentang hal ini, biar aku berikan koordinat tempat itu kepada pihak yang berwajib," kata Profesor Andy.
"OK prof," kataku.
~*~ o ~*~
"Project Titan?" gumam papa. Aku menceritakan kepada papa apa yang terjadi tadi setelah pulang sekolah. Mama mengerutkan dahi. Ia mengangkat bahunya.
"Iya pa, aku kira papa tahu. Barangkali saja ada sesuatu di masa lalu yang bisa dijadikan referensi," kataku.
"Mama merasa setelah Genesis hancur maka itu sudah selesai, mungkin itu kelompok penjahat baru yang ingin membuat onar," kata mama. "Yang jelas, sekarang ini kamu harus hati-hati!"
"Iya ma, pasti," kataku.
"Kamu tak apa-apa kan?" tanya papa.
"Nggak apa-apa koq pa, Hypersuitnya sudah diupgrade ama profesor Andy. Jadi sekarang aku lebih kuat dari biasanya," jawabku.
"Tetep hati-hati!" kata papa.
"Iya pa," kataku.
Project Titan? Apalagi ini? Semoga ini bukan mimpi buruk bagi umat manusia.
(bersambung....)