Ichbineinbuch
Semprot Holic
- Daftar
- 21 Jun 2017
- Post
- 348
- Like diterima
- 3.889
PART 47
POV Ricky"Happy birthday, Bidadariku," ucapku sesaat setelah ia keluar dari kamar tidurnya.
"Ah, makasih banget, Sayang. Love you deh."
Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan buat Kak Kimi. Ia resmi berulang tahun yang ke 20. Aku pun mengajaknya untuk menuju ke meja makan dan disana sudah ada kue ulang tahun mini dengan lilin angka 20 yang menyala tertancap di atas kuenya. Kak Kimi langsung menutup mulutnya dan mulai menangis karena terharu.
"Hiks… Sayang, romantis banget ah."
"Buat Kakak tercinta, apa sih yang enggak?"
"A-ah, Sayang. Aku bahagia banget."
Ia langsung memelukku sambil menangis haru. Aku membalas pelukannya sambil mengelus-elus rambutnya yang hitam bagai mutiara. Kemudian kukecup keningnya itu sebagai tanda cintaku yang mendalam.
"Ditiup dulu dong kuenya. Jangan lupa make a wish," kataku mengingatkannya.
"Oh iya, sampai lupa hehe…."
Maka Kak Kimi pun memanjatkan doa dan harapannya di depan kue ulang tahun tersebut. Aku juga turut mendoakan agar Kak Kimi selalu dapat berbahagia dan menjadi semakin lebih baik di umurnya yang baru ini. Setelah selesai, ia meniup lilinnya dan aku langsung bertepuk tangan seolah ini adalah pesta besar.
"Sekarang Kakak udah umur 20 dong."
"Iya nih, makin tua deh."
"Gak apa, justru Kakak makin dewasa."
"Sekali lagi, makasih banget ya, Sayang. Belum pernah loh aku dikasih surprise sama cowokku. Bahkan pas sweet seventeen aja, mantanku lupa kalau aku ulang tahun," curhatku.
"Kan aku bukan orang yang sama dengan mantan Kakak."
"A-ah, kamu emang pacar terbaik yang pernah aku punya."
"Btw, ada kado tuh buat Kakak."
Kutuntun ia menuju ke kamarku. Di atas ranjangku, sudah ada sebungkus kado yang ukurannya sedang saja. Ia dengan antusias langsung merobek kertas kadonya dan membuka kotak tersebut. Ia kembali terpana melihat isi kado tersebut.
"Gimana? Suka gak, Kak?" ujarku melihat dirinya yang kembali meneteskan air matanya.
"Ihh, Ricky. Kamu tahu dari mana kalau aku pengen tas baru?" ujarnya sembari melihat-lihat tas ransel mini yang ia idam-idamkan selama beberapa minggu ini.
"Perasaan Kakak sering ngomong pengen deh," kataku yang dicuekin olehnya karena lebih sibuk melihat kadonya.
"Aduh, imut banget ah bantalnya. Lembut lagi." Ia memeluk bantal custom yang kupesan 5 hari yang lalu dengan sangat erat. Dicium-ciumnya juga bantal itu.
"Udah puas belum, Kak?"
"Aku seneng banget, Ricky. Makasih banget ah, Sayang."
"Coba cari lagi, kayaknya ada yang kelewatan tuh."
Ia pun kembali mencari di kotak itu. Tak perlu waktu lama, ia langsung mendapati ada 2 kotak kecil yang berbeda. Begitu ia membuka isinya, ia benar-benar gak mampu menahan air matanya dan menangis lebih keras lagi daripada yang tadi.
"Hiks… Ricky. Ini beneran?"
"Gak itu buat si Hanna. Kakak salah ambil kayaknya."
"Ihh, Sayang!" gerutunya dengan suara yang keras.
"Bercanda, Kak. Itu buat Kakak kok dua-duanya."
"Aku buka ya?"
"Buka aja, Kak."
Nafasnya langsung tercekat begitu membuka kotak tersebut. Air matanya yang belum mengering menetes jauh lebih banyak. Aku langsung menghampirinya dan mengambil salah satu kotak yang ada di tangan kanannya. Kotak itu berisi cincin titanium bertuliskan kecil 'My Love'. Aku langsung memakaikan itu pada jari telunjuknya karena yang pantas di jari manisnya hanya cincin pernikahannya nanti.
"Sayang, bagus banget cincinnya."
"Buka lagi yang satu lagi, Kak."
KLAK! Ia langsung menangis sejadi-jadinya begitu membuka kotak yang satu lagi. Sebuah kalung berbentuk hati dan berwarna merah muda. Ditengahnya terdapat tulisan 'Kimi Marcella'. Kuambil kalung tersebut dan menyematkannya ke leher indah milik Kak Kimi. Kini penampilannya sudah selayaknya bidadari idamanku yang cantik dan anggun.
"Sayang…." Ia gak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya bisa meneteskan air mata melihat semua pemberianku. Aku langsung memeluknya dan membelai bagian belakang kepalanya dengan penuh kasih sayang. Hatiku jadi bergelora dan hangat melihat kebahagiaan Kak Kimi.
"Ya udah, aku mau mandi dulu. Nanti aku telat ke sekolah loh."
"Makasih banget ya, Sayang. Indah banget semua pemberian kamu."
"Iya-iya, aku mau mandi dulu pokoknya."
Selesai mandi, aku menuju ke kamarku dan melihat kalau Kak Kimi masih di sana sambil mengagumi hadiahku. Aku memilih untuk mengambil seragam sekolahku dan berganti baju di kamar Kak Kimi. Setelahnya aku keluar dan mendapati kalau Kak Kimi sudah menunggu di depan pintu kamar dengan bantal dan tasnya di tangan. Walaupun masih mengenakan piyama, Kak Kimi tampak cantik sekali dengan kalung di lehernya. An angel in pajamas hehe….
Sebelum aku berangkat sekolah, aku lebih dulu berciuman dengan Kak Kimi. Hal ini sudah menjadi kebiasaan kami semenjak aku memasuki semester ini. Hal ini kami lakukan selain untuk membuktikan tanda cinta kami, juga untuk memberi support agar semangat menjalani rutinitas kami.
~~~~~
POV Kimi
Huaaaa… makasih banget ah, Sayang. Cantik banget ih kalungnya. Senang banget deh di hari ulang tahun ini ada yang memberiku kado yang sangat sangat bagus sekali. Apalagi yang memberinya pacar sekaligus adik yang paling aku cintai.
Sudah kira-kira 3 bulan lebih kami pacaran. Walaupun secara diam-diam dan tersembunyi, aku bahagia kok bisa terus menemani dia. Apalagi Ricky ini baik dan perhatian orangnya, tambah senang deh pacaran sama dia. Udah gitu setia dan jarang minta yang macem-macem lagi sama aku.
Aku heran deh, kenapa sih cowok sesempurna dia harus jadi adik kandungku? Sayang banget tahu. Padahal dia bisa jodoh yang sempurna buat diriku. Tapi semuanya terkendala cuma gara-gara kami ini saudara sedarah. Huh… kenapa sih harus kayak gini?
Kini aku sudah tiba di kampusku. Setelah memarkirkan mobilku, aku berjalan ke dalam kampus. Namun saat di kantin, sahabat-sahabatku langsung menarik tanganku dan bertepuk tangan dengan heboh sekali.
"Ciee… yang ulang tahun hari ini," ucap Lisa sambil mencolek pipiku.
"Selamat ulang tahun loh Princess Kimi." Henny langsung memeluk dan menyalami diriku.
"Hehe… makasih semuanya."
"Ihh cantik banget kalungnya, siapa nih yang ngasih?" kata Lisa sembari melihat kalungku.
"Ada deh," ucapku sambil tersenyum.
"Eh cie cieee…." sorak mereka berdua padaku.
"Udah ah, yuk masuk," ajakku yang sudah tersipu malu.
Henny meraih jari telunjukku dan berkata "waduh, tulisan di cincinnya mantap lagi ini."
"Iya nih, 'My Love' loh," Lisa turut menanggapi.
"Ihh ayuk dong kita masuk aja," ajakku sambil menarik tangan kedua sahabatku.
Singkat cerita, aku berhasil melewatkan hari kuliahku lagi dengan baik. Seluruh teman-temanku memberi ucapan selamat hari ulang tahun. Beberapa cowok juga begitu, walaupun aku tahu kalau mereka hanya mau mencari perhatian denganku. Tapi aku tetap meladeni mereka dengan ramah asal gak macem-macem aja.
"Kim, lu adakan pesta gak?" tanya Lisa padaku.
"Gak tahu deh, soalnya kena pas hari kamis gini."
"Kalau gak ada, yuk kita rayain di kafe langganan kita aja," ajak Lisa.
TING! Sebuah pesan masuk ke ponselku. Aku langsung membukanya dan mendapati kalau itu dari Mama. Ia mengatakan kalau ia akan mengadakan pesta ulang tahun kecil-kecilan hari ini di rumah orang tuaku nanti malam. Maka aku langsung menunjukkannya kepada kedua sahabatku dan mereka pun mengangguk.
"Ya udah, gue pulang dulu ya, see you in the party," pamitku sambil melambaikan tangan.
"Ok deh," ucap Henny padaku.
Sesampainya di rumahku, aku mendapati Ricky sedang sibuk mengerjakan soal latihan ujian nasional. Maka aku memberitahu soal pesan tadi dan ia pun mengangguk. Aku segera mandi dan mempersiapkan diriku sebaik-baiknya.
Maka pilihan pakaianku adalah sebuah mini dress tanpa lengan berwarna pink. Lalu kuaplikasikan make up tipis yang natural untuk menambah daya kecantikanku. Tak lupa parfum secukupnya agar membuat aura diriku dapat menjadi lebih keluar. Hmm cocok deh buat pesta ulang tahun diriku.
"Kak, pinjem---" Ricky langsung tercekat begitu melihat diriku. Matanya juga gak bisa lepas dari diriku. Untuk semakin menggoda Ricky, aku menyibak-nyibakan rambutku ke belakang dan tersenyum tipis. Jurus ini adalah jurus andalanku untuk menggoda cowok semenjak aku SMA. Hasilnya belum ada satu pun cowok yang bisa lepas dari godaan maut ini hihi….
"Kenapa, Sayang?" tanyaku dengan nada yang agak sedikit kumanjakan.
"Eh, pinjem itu dong... eh, gak jadi aja deh." Ia langsung gelagapan dan aku hanya tertawa dalam hati saja melihat tingkah imut Ricky.
"Kok gak jadi sih?" tanyaku memancing dirinya.
"Habis Kakak cantik banget sih, jadi lupa mau minjam apa," godanya padaku.
"Macam tiap hari gak pernah liat aja."
"Damn! Udah kayak bidadari beneran." Ia berjalan masuk ke dalam kamarku. Kemudian ia mendekati diriku hanya untuk memandang dan mengagumi diriku.
"Hihi… kan aku emang bidadari."
"Cantik banget, Kak. Belum pernah aku lihat Kakak secantik ini." Ia terpana seolah-olah kalau dia lagi ngeliat tumpukan koin emas di hadapannya.
"Ihh emang tiap hari aku gak cantik ya?"
"Bukan, ini pertama kali Kakak cantiknya extra ordinary."
"Bisa aja kamu ah," kataku sambil mencolek hidungnya.
"Apalagi ada kalung ini, tambah cantik banget deh Kakak."
"Dah berapa kali sih kamu bilang aku cantik?"
"Hehe… gak habis-habis kalau aku mau muji Kakak sekarang."
"Udah ah, aku belum selesai kamu main masuk aja. Untung aku udah pakai baju."
"Kukira Kakak dah selesai, gak kunci soalnya."
"Hihi… lupa atuh, maaf."
"Ya udah, aku tinggal dulu ya, Kak."
Karena aku udah gemes dan gak mampu menahan lagi, aku langsung memeluk Ricky sebelum ia meninggalkan diriku. Kemudian kukecup pula keningnya itu berkali-kali. Untung aja aku pakai lip tint, kalau gak udah nempel tuh bekas bibirku hihi….
"Kak, aku bukan Kiki tahu," protesnya di saat aku belum mau melepaskan dirinya.
"Hihi… kamu lebih gemesin dari Kiki ah."
"Kumat deh kakakku," keluh Ricky.
Aku pun melepaskan pelukanku. Ricky kemudian turut mengecup keningku. Kemudian ia menatap diriku dengan romantis dan tersenyum hangat. Bagiku, udah gemesin, manis pula si Ricky.
"Ok, Kak. Aku ganti baju dulu ya," katanya sambil beranjak dari kamar.
"Ganti aja sono."
"Jangan ngintip ya, Kak," ingatnya sebelum menutup pintu seluruhnya.
"Siapa juga yang mau ngintipin kamu ah, aku mah gak mesum kayak kamu."
Selesai ia berganti baju, kami menuju ke rumah orang tua kami sebagai tempat perhelatan pesta sederhanaku. Karena aku menggunakan mini dress, maka kami sepakat buat naik mobil saja.
"Ganteng banget ah kamu," pujiku sambil memandang Ricky yang sedang duduk di kursi supir. Ia memang sangat tampan dan gagah di mataku saat ini. Kemeja kotak-kotak berwarna merah dan hitam, celana panjang hitam, jam tangan dari Amerika, rambut klimis tertata, dan aroma parfum cologne yang macho sekali.
"Hehe… tumben muji, Kak. Ada maunya pasti."
"Ihh negatif mulu ah pikiran kamu. Cuma muji aja salah," keluhku.
"Maaf atuh, Kak. Bercanda doang kok." CUP! Ia mengecup keningku sebagai pertanda maafnya.
"Udah jalan sono, masak aku yang ultah, aku juga yang telat."
"Selow, gak macet kok jalannya."
"Halah sok tahu kamu," cibirku.
Eh ternyata Ricky gak salah. Jalanan memang lenggang sehingga Ricky dapat leluasa menjalankan mobilnya. Aku jadi terheran karena jam segini biasanya macet loh. Tapi gak tahu deh, jalan raya emang mempunyai fenomenanya sendiri.
"Tuh sampai kita lebih awal," katanya sembari memarkirkan mobil.
"Iya deh, maaf ya."
"Yuk Kakak masuk duluan. Kan hari ini Kakak bintang utamanya."
"Coba aja kita pacarannya resmi, aku pengen kita gandengan kayak pasangan kerajaan Inggris gitu."
"Dah, jangan banyak ngayal, Kak. Masuk aja dulu," perintahnya sambil menatap diriku.
"Iya-iya, aku turun nih, Sayang."
Maka aku pun berjalan di depan Ricky. Tak dinyana sahabat-sahabatku sudah menunggu diriku. Mereka langsung bertepuk tangan begitu melihat diriku masuk. Kemudian datanglah Billy sambil berlari ke arahku.
"Happy birthday ya, Kakak cantik," ucapnya sembari memelukku.
"Makasih banget ya, Billy kecil nan imut."
"Ihh aku udah besar tahu. Bukan anak kecil lagi," balasnya dengan polos sehingga membuat sahabat-sahabatku ikut tertawa gemas.
"Iya deh, Billy udah besar. Dah Kakak mau cari Mama dulu."
"Yuk ikut aku, Kak." Billy menarik tanganku pelan. Aku berjalan mengikuti dirinya ke belakang. Ternyata Mama sedang menyiapkan minuman untuk tamu yang ada.
"Eh, cantik banget anak Mama," puji Mama yang meninggalkan pekerjaannya sejenak. Ia langsung menghampiriku dan memeluk diriku erat.
"Makasih, Ma. Kan ini dress pemberian Mama juga."
"Cantik banget kalungnya, siapa nih yang ngasih?"
"Ini Ricky yang ngasih, Ma," jawabku dengan jujur. Untung aja aku cuma makai kalung ini. Cincin 'My Love' kusimpan di rumah agar gak bikin heboh orang tuaku yang melihatnya.
"Eh tumben tuh anak perhatian sama kamu."
"Mungkin dia pengen jadi adik yang baik kali buat satu hari, hehe…." Aku berusaha bereaksi sebiasa mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi Mama. Kalau aku gelagapan atau menutupi, bisa-bisa malah terbongkar aib kami.
"Ya udah, bantuin Mama urus barang-barang ini ya," pinta Mama sambil kembali bekerja mengurus minuman-minuman.
"Siap, Ma."
Setelahnya, kami menuju ke ruang tamu dimana pesta diadakan. Kulihat jumlah tamu gak banyak, sesuailah dengan jumlah gelas yang kami sediakan. Ada sahabat-sahabatku, keluarga besarku, dan tentu saja adik sekaligus cowok tersayangku.
Di atas meja yang sudah disediakan, terdapat kue ulang tahunku yang berwarna putih polos dengan ornamen-ornamen yang secukupnya. Lilin berjumlah 20 batang juga sudah menyala dan menunggu untuk ditiup. Gak masalah sih penampilan kuenya, yang penting pas dimakan enak hehe….
Akhirnya perayaan pesta dari sambutan super singkat dari Papa, nyanyi selamat ulang tahun, dokumentasi kegiatan, dan tiup lilin sudah selesai. Kini saatnya aku memotong kue itu dan membagikannya kepada orang-orang yang dekat denganku.
Potongan pertama tentu saja kuberikan pada Mama yang sudah repot-repot menyiapkan kue dan acara ini untukku. Beliau juga orang yang selalu mendukungku selama setahun ini. Potongan kedua kuberikan pada Papa sebagai pelindung dan pemimpin dari keluarga kami.
Potongan ketiga kuberikan pada adik sekaligus cowok tersayangku, Ricky. Khusus untuk Ricky, aku menyuapinya langsung karena desakan dari semua pihak, terutama sahabat-sahabatku yang paling getol menyuarakannya. Dengan agak canggung, Ricky menerima suapanku dan langsung tersenyum. Sahabat-sahabatku lah yang bertepuk tangan paling keras ketika melihat momen kami ini.
Sisanya kuberikan pada Billy dan sahabat-sahabatku. Kemudian aku mengambil potongan untuk diriku sendiri. Untuk keluarga besarku, itu menjadi bagian Mama yang mengurusnya.
"Ciee yang nyuapin cowoknya," goda Henny padaku.
"Ishh… jangan keras-keras ah," tegurku sambil melirik ke arah Mama yang untung saja sedang sibuk memotong kue.
"Hehe… sorry, kelepasan."
"Dah ah, yuk makan aja di taman."
Kami pun berjalan ke taman belakang rumah. Gak ada siapa-siapa di sini karena Papa dan keluarga besarku sedang berbincang di ruang keluarga. Kami mengambil tempat duduk dan menikmati kue bersama sembari bersenda gurau. Namun semua itu buyar begitu Ricky turut datang ke taman juga.
"Hen, yuk kita cabut aja. Ada yang mau mojok berduaan tuh," ajak Lisa pada Henny.
"Iya deh. Kita distract aja mamanya biar gak nyariin mereka," Henny ikut beranjak bersama Lisa.
"Ah dasar kampret kalian semua. Tapi makasih loh bantuannya."
"Eits… gak ada jasa yang gratis di dunia ini. Traktiran ya besok di kantin." Henny tersenyum padaku. Ah dasar sahabat kampret! Pasti ada maunya kalau tiba-tiba baik kayak gini.
"Udah, tenang aja. Masih banyak kok duit jajanku."
"Ya udah, awas kalau gak traktir. Bocor nih semua aib kalian," ancam Henny padaku.
"Ihh rese ah, pergi sono."
"Udah dibaikin, ngusir pula. Dasar Kimi bucin," cibir Lisa padaku.
"Iya nih, sama adik sendiri pula bucinnya," Henny ikut menimpali cibiran Lisa.
"Ihhh dasar kampret."
"Yuk ah, malas jadi nyamuk doang."
Setelah mereka pergi, datanglah Ricky duduk di sampingku. Ia hanya tersenyum memandangku. Kemudian ia merapatkan duduknya sehingga lengan kami sudah bersentuhan.
"Teman Kakak bakal ngelakuin tugasnya kan?"
"Iya, Ricky."
"Good. Suapin aku lagi dong, Kak."
"Dasar cowok manja."
NYAM! Ia menerima suapan kue milikku. Kali ini tanpa ada rasa canggung. Ia tersenyum padaku dan membalas dengan menyuapi diriku.
"Baru kali ini kita pacaran di rumah orang tua kita."
"Iya, makin lama makin nekat ya kita."
"Yang penting gak ketahuan hehe…."
"Jangan berlebihan ah. Nanti ada yang gak sengaja lihat berabe loh kita."
"Kukira teman-teman Kakak bisa diandalin."
"Kan mereka gak ngejaga kita langsung."
"Ya udah, kita balik yuk habis makan."
"Iya deh, Sayang."
Selesai sesi suap memyuapi ini, kami tertawa bersama melihat mulut kami yang sama-sama cemotan. Untungnya kami membawa tisu dan membersihkan mulut satu sama lain. Tanpa ada aba-aba sebelumnya, tiba-tiba aja Ricky mengecup bibirku dan meninggalkanku dalam shock.
"Ihhh, Sayang. Nekat banget ah," gerutuku.
"Aman kok, Kak. Yuk jalan." Ia menggenggam tanganku pelan dan mengangkat diriku layaknya putri kerajaan.
"Tukang nyosor ah kamu," protesku yang sedang berjalan sambil menggenggam tangan Ricky.
"Enak loh nyosorin punya Kakak, hehe…."
"Kampret kamu ah."
Namun di saat kami sedang berjalan kembali, kulihat sahabat-sahabatku senyam-senyum sendiri. Sementara Ricky berjalan dengan cuek saja. Mereka langsung memberi tepuk tangan pada diriku.
"Uhh… pasangan teromantis tahun 2019 nih ye." Lisa mulai berceloteh kepada diriku.
"Ihh kalian gak liat kan tadi?" tanyaku agak cemas.
"Waduh, udah terekam nih dalam otak," kata Henny tersenyum simpul
"Gila, gue gak nyangka kalau kalian pacarannya kayak gini. Udah main ciuman dan manggil sayang pula," celoteh Lisa lagi.
"Ihhhh namanya juga pacaran ah."
"Ya udah, yuk kita kasih tahu mamanya," ajak Lisa pada Henny.
"Ah, jahat kalian semua, JAHAT!" seruku ketika mereka akan berjalan pergi.
"Hihi… traktirannya 2 hari ya, satu buat biaya keamanan, satu buat biaya tutup mulut."
"Iya deh, iya. Huh… bokek deh," keluhku sambil memanyunkan bibir.
"Makanya, suruh cowok lu jangan nyosor mulu."
"Dia mah gak salah, kalian tuh yang tukang ngintip." Bukannya mengintropeksi diri kami, malah aku menyalahkan sahabatku. Gara-gara Ricky nih aku jadi out of character.
"Cieee yang gak mau cowoknya disalahin."
"Au ah, gue mau pergi dulu."
"Yah Princess Kimi Mahendra ngambek tuh."
"Kampret!" makiku sambil mengacungkan jari tengah yang langsung disambut oleh tawa kedua sahabatku.
Aku tak tahu berapa lama lagi kami bisa nyembunyiin semua ini. Feeling aku sih, cepat atau lambat pasti orang tuaku bakal tahu kebenaran yang disembunyikan oleh kami beberapa bulan ini. Huh… mumet ah kalau mikirin itu. Yang penting aku bisa menikmati romantismeku dengan Ricky deh sebelum semua berakhir.