Ya, itu lah awal perkenalanku dengan Farid yang menemaniku di chat Hago sejak aku terbangun setelah ketiduran di ruang TV ketika sedang ngobrol dengan Ayahku sehabis makan malam tadi. Aku jadi mengetahui hal yang menurutku sangat baru dalam hal berpacaran dan seks dari sudut pandang yang berbeda.
Setelah lumayan lama aku chat dengan Farid, aku baru menyadari bahwa sudah jam 1 dini hari. Ah, lumayan lama juga aku berkutat di depan HP. Lalu, pelajaran apa saja yang dapat aku ambil dari perbincangan ini?
Dari semua obrolanku dengan Farid, ada beberapa hal yang dapat aku pelajari. Yang pertama, dalam hubungan berpacaran, laki-laki dan perempuan itu dalam tingkat yang sama, tidak boleh ada yang mendominasi dan tidak perlu gengsi. Ya, itu katanya, buktinya perempuan pun kalau memang butuh kepuasan, silahkan langsung bicarakan dengan pasangannya dan hal seperti itu malah yang membuat hubungan menjadi semakin erat karena dapat saling memahami satu dengan yang lainnya. Kedua, mempercayai pasangan. Agak sulit dimengerti memang. Tapi bukankah itu hal yang paling mendasar dari sebuah hubungan? Hal lain yang dapat aku pelajari? Ah, masih ada beberapa hal, namun aku sulit untuk mendeskripsikannya. Intinya, aku mengerti dan memahami pelajaran hidup yang aku dapat dari perbincanganku dengan Farid.
Tidak lama kemudian Ryan kembali mengirimkan aku pesan lewat DM. Dia minta maaf karena baru membalas pesanku dengan alasan dia tertidur dan sekarang tidak sengaja kebangun dan langsung membalas pesan dariku. Intinya karena besok dia libur, dia ingin menjemputku dari jam 10 pagi. Aku meng-iya-kan rencananya. Lalu aku akhirnya tertidur karena memang sudah kembali mengantuk.
Pagi harinya aku terbangun sekitar jam 7, setelah membereskan kamar, sarapan, dan membantu sedikit merapihkan rumah, aku bergegas untuk mandi untuk bersiap-siap karena jam 10 nanti Ryan ingin menjemputku. Aku masih memakai pakaian rumah, kaos dan celana pendek seperti biasa, namun karena ada rencana ingin keluar rumah maka aku mengenakan BH. Memang biasanya seperti itu, nanti bila aku sudah mau berangkat, baru lah aku mengganti pakaianku dengan celana panjang, kaos, jaket, dan jilbab. Seperti biasanya, Bang Iky sudah berangkat kerja dan Ayahku baru pulang dari tugas malamnya. Tidak lama kemudian, Ibuku bilang bahwa dia mau berangkat ke rumah saudara dan mungkin pulang agak sore dan sekalian dijemput Bang Iky.
Setelah Ibuku berangkat, aku melihat jam, ternyata baru jam setengah 9. Karena aku bosan, aku ke kamar Ayah dan ikut tiduran di samping Ayah sambil menunggu Ryan datang menjemputku. Tempat tidur orangtuaku tidak begitu besar, hanya ukuran normal untuk 2 orang saja. Ketika aku baru merebahkan tubuhku di tempat tidur itu, Ayah sedikit terjaga dan menanyakan keberadaan Ibu. Setelah mengetahui bahwa Ibu sudah berangkat ke rumah saudara, aku merapatkan tubuhku ke Ayah dan memintanya untuk memelukku. Ya, itu kebiasaanku, selalu ingin dimanja oleh Ayahku. Ayah langsung memelukku cukup erat dan mengusap punggungku, dan aku membalas pelukannya dan ikut mengusap punggung Ayah namun wajahku aku tempelkan ke dadanya yang tidak mengenakan baju dan hanya bercelana pendek karena memang itu kebiasaannya jika tidur. Saat itu aku terasa sangat nyaman sekali, merasa sangat dilindungi. Sampai ketika aku sedikit pulas tertidur, aku sedikit tersadar. Aku lihat jam di dinding, ternyata masih jam setengah 10 lewat sedikit. Di saat itu, Ayah sedang memelukku sangat erat dan posisi bibirnya sedang mencium rambutku. Oh, sungguh aku merasa sangat nyaman di posisi ini, merasa sangat disayang oleh Ayahku. Terlebih tangannya yang mendekap tubuhku yang erat dan mengusap-usap punggungku. Si saat itu juga aku menyadari bahwa aku sudah cukup dewasa untuk memahami posisi ini cukup berbahaya untuk gadis sepertiku, terlebih dengan keberadaanku di dalam pelukan Ayahku. Aku menyadari bahwa seluruh tubuhku sangat erat dipeluk oleh Ayah hingga seluruh badan bagian depanku erat menempel ke tubuh Ayah. Ya, aku merasa dadaku erat menempel di perut Ayahku dan sadar atau tidak, aku merasakan ada yang mengganjal di perut bagian bawahku. Aku sadar itu adalah penis Ayah. Namun aku buang pikiran buruk yang hendak masuk ke dalam otakku dan berusaha memahami bahwa di kondisi yang tidak sadar seperti ini semua di luar kehendak Ayahku.
Hingga akhirnya aku mendengar suara motor berhenti di depan rumahku, ya, Ryan sudah sampai untuk menjemputku. Aku hendak bergegas untuk menemui Ryan. Aku coba melepaskan pelukan Ayah dan lalu mencium kening ayah, tanda terima kasihku kepadanya yang telah memberikanku kasih sayangnya kepadaku. Ketika aku hendak turun dari tempat tidur, Ayah menahan tanganku dan menarikku mendekatinya. Lalu dengan tiba-tiba mencium kening dan pipi kanan kiriku lalu berkata "Hati-hati ya, Fah. Jangan pulang malam-malam". Aku tersenyum menanggapinya lalu keluar kamar untuk segera menemui Ryan.
Bersambung...