Setelah cukup lama aku berbalas pesan dengan Farid, tidak terasa sudah jam setengah 1 malam. Cukup lama aku berkomunikasi dengannya. Setelah kami menyudahinya, aku sedikit memikirkan masukan-masukan dari Farid yang menurut logikaku cukup masuk akal. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih jauh dan cukup nekad dan beresiko.
Akhirnya aku keluar kamar dan menuju kamar Bang Iky. Tanpa mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu, aku langsung saja masuk. Ternyata Bang Iky sudah lelap tertidur. Aku pun ikut tidur di samping Bang Iky, di bagian dalam dekat tembok. Sementara aku diam, ternyata Bang Iky sedikit tersadar dari tidurnya dan dia menanyakan kenapa aku tidur di kamarnya. Aku hanya menjawab kalau aku sedang ingin tidur dengan dia, sudah lama sekali aku tidak dekat dengan dia. Akhirnya Bang Iky memahami maksudku.
Dengan sedikit keberanian, aku mengambil tangan kiri Bang Iky untuk aku jadikan bantal penyanggah kepalaku, aku tidur menghadap kanan ke arah Bang Iky dan wajahku tepat di samping dadanya. Bang Iky menatapku heran dan dari pada canggung, aku langsung mengambil tangan kanannya dan memintanya untuk memelukku. Dengan manja aku bilang "Peluk gue kek, Bang. Lagi pengen dimanjain sama lu. Bete tau lu hobi banget ngomel sama gue". Mungkin Bang Iky cukup memahami maksudku, lalu Bang Iky langsung memelukku cukup erat, badannya tertidur ke samping menghadapku, kami saling berhadapan. Saat itu kaki kiriku naik ke atas paha kanan Bang Iky dan memeluknya seperti guling, wajahku aku benamkan di dadanya, tanganku memeluk erat sampai ke punggungnya. Bang Iky pun juga memelukku dan mengusap-usap punggungku. Ya, aku memang paling senang di usap-usap punggungnya.
Di kondisi seperti ini aku merasa sangat nyaman dan tenang, apalagi aku sangat mengenal Bang Iky adalah sosok yang paling bisa menjagaku. Dengan sedikit kesadaran, aku cukup merasakan seluruh tubuhku menempel dengan tubuh Bang Iky, begitu juga sebaliknya. Bang Iky sambil mencium lembut rambutku dan sesekali mencium keningku, aku makin memeluk erat dan merapatkan tubuhku ke Bang Iky.
Setelah beberapa lama, aku mencoba untuk mengambil langkah berikutnya. Aku sedikit menggeser tubuhku sehingga wajahku tepat di samping wajah Bang Iky. Aku berusaha tenang disampingnya, nafas aku atur sedemikian rupa sehingga terasa normal berhembus di sekitaran leher Bang Iky dengan posisi kami tetap saling berpelukan sangat erat dan aku berpura-pura pulas tertidur.
Setelah beberapa saat aku pura-pura tertidur, aku mulai merasakan sedikit perubahan pada Bang Iky. Dia mulai makin merapatkan tubuhnya ke aku dan usapan tangannya ke punggungku semakin random. Bang Iky mulai mengusap pundakku sehingga kerah bajuku yang longgar turun hingga ke lengan sampai mengusap langsung ke kulit punggungku dengan memasukkan tangannya dari bawah kaosku sehingga bagian belakang kaosku terasa terangkat. Entah Bang Iky menyadari aku sebenarnya masih terjaga, Bang Iky mulai mencium kening dan pipi kiriku. Bang Iky mencium dengan sangat lembut dan tidak terasa kasar, nafasnya terasa lembut menyentuh kulit wajahku sehingga aku lumayan merasa geli. Akhirnya aku makin tidak ingin melepaskan pelukanku, dan Bang Iky tiba-tiba memberi jarak antara wajahnya dengan wajahku dan langsung mencium lembut bibirku. Aku pikir ini saatnya aku punya alasan untuk pura-pura terbangun, dengan reflek, aku membalas ciuman Bang Iky hingga akhirnya kami saling membelit lidah, saling bertukar liur dan aku merasakan Bang Iky seperti menempelkan penisnya ke arah selangkanganku. Ya, Bang Iky memang masih memaki celana pendeknya tapi aku yakin dia tidak memakai celana dalam karena penisnya sangat terasa menyentuh selangkanganku yang hanya memakai celana dan celana dalam yang terbilang tipis.
Ciuman Bang Iky mulai berpindah ke bagian leherku dan tangannya mulai pindah ke bagian buah dadaku yang kecil ini. Bang Iky mencium, menjilat, dan menghisap bagian leher dan belakang daun telingaku sambil meremas dan memainkan puting buah dadaku. Aku hanya bisa mendesah dan menikmati perlakuan Bang Iky terhadapku dengan penisnya semakin menusuk selangkanganku. Saat itu aku sudah merasa vaginaku lembab. Aku mulai terbawa suasana.
Hingga pada akhirnya muncul perasaan takut di dalam diriku. Dengan tiba-tiba aku melepaskan pelukan Bang Iky dan menyuruh Bang Iky berhenti. Aku tidak ingin Bang Iky semakin berbuat lebih bila aku diamkan aksinya terhadapku tanpa ada pelampiasan. Aku langsung duduk, merapihkan pakaianku dan dengan tiba-tiba aku menurunkan celananya. Penisnya langsung muncul berdiri dihadapanku.
Bersambung...