Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Awal mula Istriku

Saran sih hu, coba langsung update aja sampai yang di thread lama, soalnya banyak yang sudah baca disana juga
 
Chapter 7 : The Beginning (awal segalanya)

“Pagi ma..” aku membangunkan istriku, mengecup keningnya. Istriku membuka mata dan tersenyum. Istriku bangun dan duduk bersandar di senderan ranjang.

“TIdur mama nyenyak banget pa.. “ ucap istriku sambil mulet (red: menggeliat meregangkan badan)

“iya sama ma” jawabku sambil menyodorkan secangkir cokelat panas kesukaan istriku.

Jam menunjukkan pukul 09.00, kami baru bangun tidur setelah percintaan panas semalam. Biasanya aku bangun jam 6 apalagi di hari aktif akan lebih pagi dari itu. Hari ini hari Sabtu, aku sengaja berlama-lama menikmati waktu di kasur, lagi pula tidak ada agenda penting hari ini. Hanya rencana pergi ke puncak di siang hari. Tidak ada jam yang mengikat, kami hanya berencana makan siang di saung menikmati sejuknya udara puncak dan pulang di sore harinya.

Mungkin kami akan berangkat sekitar jam 10. Kami belum bersiap, belum mandi, belum mengenakan pakaian, istriku polosan di balik selimut yang ia tarik sampai ke bagian dadanya. Aku sendiri juga belum mengenakan baju hanya memakai boxer ketat karena tadi aku ke dapur menyiapkan cokelat hangat untuk Nia. Sebenarnya tidak ada siapa-siapa di rumah, namun aku merasa risih jika berkeliaran telanjang. Aku berkeyakinan bahwa sebenarnya kita tidak pernah benar-benar sendiri. Selalu ada malaikat atau makhluk halus lain di sekitar kita.

Aku dudukdi samping ranjang memulai obrolan pagi kami. Mulai dari flashback momen semalam dan rencana kita hari ini ke puncak. Aku mengambil hp, membuka browser untuk mencari rekomendasi tempat makan yang menarik.

Di tengah obrolan kami istriku menyeletuk.

“Itu adik kok berdiri pa” matanya menunjuk ke arah boxerku. “Membayangkan obrolan barusan ya, soal mama sama yang lain”.

“eh bukan ma, ini morning wood. Belum sempat ke toilet tadi” morning wood merupakan kondisi ketika penis berereksi di pagi hari tanpa disadari dan tanpa adanya rangsangan. Hal ini wajar pada pria yang sehat. Salah satu penyebabnya adalah ketika kandung kemih masih penuh di pagi hari. Justru menunjukkan alat reproduksimu bekerja dengan baik.

“eh, kirain” ucap istriku sambil tersenyum.

“Soal semalam, sepertinya mama benar-benar menikmati. “ komentarku.

“hmm, tapi mama masih g percaya deh pa yang papa sampaikan semalam” sepertinya Nia tertarik untuk mengeksplore lebih jauh soal “C” things. Aku pun membuka alamat baru di browser HPku, login di dalamnya lalu menunjukkannya pada istriku.

“Ini mah, coba baca baca deh. “ ujarku sambil menyerahkan hpku pada Nia.

Di halaman web aku sudah memilih section tentang sharing istri, swinger dan cuckold. Kanal tersebut merupakan sebuah forum diskusi segala macam : semprit.com.

Istriku lalu membaca-baca isi di dalamnya. Scroll2, klik2, sesekali mengernyitkan dahi, kadang melebarkan mata, kadang membaca sambil menahan nafas.

Sesekali istriku juga berkomentar

“Beneran ini pa? Bukan karang-karangan?”

“Tapi beberapa bener deh kayaknya pa”

“Mama baca-baca dulu deh barangkali terinspirasi” ujarku sambil beranjak.

“Papa mau mandi dulu, bentar lagi siap-siap ya, jangan terlalu siang berangkatnya biar pulangnya tidak kemaleman.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Di sepanjang perjalanan istriku memegang hpku. Melanjutkan bacaannya sejak pagi, sekaligus membantuku bernavigasi dengan Waze. Di hari weekend jalan-jalan cukup padat, kami mencoba mencari jalan yang relatif hijau. Beruntungnya, kami sampai di lokasi tepat di waktu makan siang. Rumah makan yang kami kunjungi bernuansa pedesaan. Saungnya didesain dengan gaya tradisional. Sementara pemandangan yang ditawarkan di sana juga beragam, mulai dari sawah, gunung, kebun. Suasananya asri dengan suara percikan air dari sungai kecil. Saung itu berbentuk pendopo yang berjarak satu sama lain. Ada pendopo kecil yang hanya memuat 1 keluarga ada juga yang bisa memuat mungkin hingga belasan orang. Konsep mejanya berupa lesehan.

Begitu mendapat meja, aku memesan paket lengkap ikan bakar dan beberapa camilan. Istriku masih berkutat dengan hpku sembari menunggu pesanan kami. Meskipun cukup ramai tak berapa lama pesanan kami datang. Saat makan kami sepakat tidak ada hp di atas meja. Kami makan sambil mengobrol menikmati udara sejuk di puncak.

Sehabis makan siang kami hanya duduk berbincang sembari mendengarkan suara burung dan kumbang yang kurasa berasal dari speaker yang terpasang di atas.

“Bagaimana ma hasil risetnya?” tanyaku merujuk pada bacaan istriku di sepanjang pagi ini.

“Bagaimana..., gmn maksudnya pa?” jawab Nia. “hmmm, Menarik sih” lanjutnya pelan.

“Ya barangkali mama mau mengeksplore fantasi kita lebih jauh.“

Nia terdiam. Berpikir..

“Mama nurut aja sama papa..”

“Beneran ma? Mama mau main sama orang lain?” aku mencoba mengkonfirmasi jawaban Nia. aku tidak menyangka Nia akan menjawab seperti itu. Tidak ada penolakan, tapi juga tidak menunjukkan persetujuan.

“Hmm, mungkin coba soft sharing dulu aja pa? No penetrasi, cuma coba-coba fantasi aja pa.” usulnya sambil menundukkan pandangannya ke bawah.

Wow, bahkan istriku sudah mengenal istilah soft sharing. Istriku memang cepat sekali kalau belajar.

“Mama juga masih takut sebenarnya, tapi barangkali bisa jadi terapi juga buat papa. Tapi kira-kira dengan siapa ya pa? Jangan bilang mas Doni, dia di lingkungan kita, kalau ada apa-apa bisa resiko“ ini salah satu yang aku suka dari Nia. Orangnya cerdas dan tenang dalam banyak situasi. Tetap dapat berpikir ke depan dan bijak dalam mempertimbangkan sesuatu.

“Papa yang atur deh. Papa yang cari. Mama ada kriteria tertentu?” terbersit ide untuk menawarkan istriku di forum berlogo peluit.

“Kriteria gmn pa?”

“Ya kriteria umur, wajah, fisik. Nyari yang muda kah, yang ganteng, fisiknya atletis. Panjangnya... eh tingginya. Misalnya” aku mencoba menggoda Nia.

“ah, papa, terserah papa aja deh. Mama yakin Papa kan tau selera mama. Pokoknya yang g jelek, itunya normal-normal aja.”

“Siap” ucapku mencoba menggambar di kepalaku kriteria pria yang kira-kira Nia suka untuk menjadi lawan mainnya.

“Tapi pa, nanti papa nonton waktu Nia lagi main?’ tanyanya.

“Mama kan maluuu” serunya tersipu. “Tapi kalau g ada papa, mama takut. Gimana ya pa” tanyanya dilema.

“Kenapa malu ma, kan kemarin papa juga nonton mama main sama mas Doni” godaku lagi.

“ah, papaaa, yang ini kan asli pa” istriku menyubit perutku gemas.

“hmm.. Gimana kalau gini. Papa ikut di kamar, duduk aja sama mata papa ditutup. Nia masih malu kalau papa nonton. Gimana pa? Gpp kan?”

Sial, istriku sepertinya mendapat banyak inspirasi dari risetnya di sepanjang jalan tadi.

“Oke deh ma, asal mama nyaman”

“Ada lagi ma? Nanti mas tulis di persyaratan sayembaranya”

“Kayak jaman kerajaan aja pa, sayembara. Papa Rajanya, mengumumkan barang siapa yang perkasa boleh meniduri istri raja. Hihihi..”

“Kok meniduri ma, katanya cuma ‘soft’?”

“eh iya salah, boleh memanasi..”

“Misal lanjut lebih jauh papa ijinkan kok.” ujarku dengan tenang. Istriku diam sejenak.

“Enggak pa, kita soft aja. Dan mungkin cukup sekali ini aja. Biar g penasaran“

“Kita liat aja nanti ma”

Sebelum pulang aku menggerakkan jari-jariku di atas layar hp menyiapkan lowongan ‘pekerjaan’. Di bagian awal aku menjelaskan sedikit biodata kami, dilanjut dengan maksud dan tujuan. Di bagian kriteria aku tidak menulis banyak. Aku memilih kriteria umur yang setara dengan Nia, sekitar 28-30. Agar Nia bisa merasakan bagaimana rasanya dengan partner yang seumuran, mengingat aku sudah om om ketika kami menikah. Form yang harus diisi pelamar jadinya hanya 3 hal: Umur, tinggi/berat dan panjang/diameter. Diwajibkan pula mencantumkan foto wajah, full body telanjang dada dan tiittt *sensor . Selebihnya aku akan menscreening kandidat berdasarkan data-data itu.

Di bagian akhir aku mencatumkan 3 foto Nia. Yang pertama foto seluruh badan. Rambutnya tergerai, rambut Nia tidak terlalu panjang sekitar 15 cm di bawah bahu. Di foto itu Ia mengenakan pakaian olahraga yang agak ketat. Foto saat kami mengikuti event lari tahun lalu. Event lari pertama dan juga terakhir yang kami ikuti. Saat itu olahraga lari mulai booming, kami juga ikut-ikutan. Kami mendaftar di kategori 5 km, itu pun banyak jalan santainya dan tentu saja banyak dokumentasi. Foto itu salah satunya.

Tubuhnya tertutup sampai ujung lengan dan ujung kakinya. namun lekuk tubuh Nia terlihat di balik kaos dan legging yang ia kenakan.

Tubuh Nia proporsional, dengan tinggi 160 cm dan berat sekitar 50an kg. Di bagian dada terlihat payudara yang menonjol, bukan toge namun menurutku pas (ini selera ya..). Perut Nia sudah mulai membesar dibandingkan saat sebelum menikah, namun tidak membuncit. Umur yang bertambah jelas membuat metabolisme semakin melambat, berat badan Nia bertambah sekitar 5-10 kg dibandingkan awal kita bertemu. Di bagian bawah celana legging yang ketat tidak bisa menutupi panggul dan bokongnya yang mengembang seperti buah pir.

Foto kedua lebih terbuka, menampakkan Nia sedang berpose di atas ranjang mengenakan lingerie berwarna merah muda mendekati putih. Disini telihat kulit mulus Nia. Putih tapi tidak terlalu pucat seperti orang chinese, agak langsat khas Jawa. Siluet bulatan payudara dan bongkahan pantatnya terlihat dari di balik lingerie berbahan kain agak transparan. Di kedua foto itu wajah Nia hanya berbentuk kotak-kotak pixel.

Foto terakhir merupakan foto close up dari payudara Nia. Bagian payudara merupakan bagian tubuh yang paling aku sukai dari istriku. Bentuknya bulat sempurna. Karena ukurannya yang tidak terlalu besar payudaranya tidak menggantung, tetapi condong ke depan. Ditambah lagi bentuk tulang punggung istriku yang memiliki skoliosis (bengkok ke belakang). Postur tubuhnya membuat dadanya semakin membusung, seolah menantang lawan jenisnya. Jika laki-laki berada di depan Nia pasti akan merasa ‘tertantang’.

Di foto itu Nia menutup payudaranya dengan tangannya. Tangan kecil istriku jelas tidak muat untuk menutupinya. Jari-jarinya sedikit menekan bulatan indah itu, membuatnya mengembang seperti balon yang dipencet. Puting berwarna cokelat muda mengintip di sela jari. Saat foto diambil Nia dalam kondisi horny, sehingga putingnya menonjol, mengeras. Dalam keadaan normal, putingnya akan tenggelam, masuk ke dalam. Namun itu yang menarik, dibutuhkan usaha untuk menampakkan keindahan sempurna dari payudara Nia. Kebanyakan kulakukan dengan sapuan lidah atau pilinan kedua jariku.

Setelah melampirkan foto, aku review kembali draft yang sudah kubuat sebelum aku klik tombol posting di bagian bawah.

“Yuk pulang ma, biar g kesorean” kami pun kembali ke Jakarta.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selang beberapa hari sudah cukup banyak kandidat yang melamar. Aku belum menemukan satu pun yang menarik.

“Ma, sayembara kemarin sudah ada beberapa yang daftar” ujarku menjelang kami tidur.

“Menurut papa ada yang menarik?” tanyanya

“Belum ada sih ma. Barangkali mama mau liat-liat dulu. Ini ada fotonya. Kelihatan wajahnya, foto itu-nya juga ada. Mungkin mama nanti tertarik.”

“Hmm, enggak pa, mama ikut papa aja. Kalau menurut papa cocok baru mama liat.”

“oke deh ma..”

Pendaftar bertambah dari hari ke hari namun masih belum ada cocok. Sudah hampir 2 minggu ada sekitar 15 orang yang sudah DM melalui inbox.

Malam itu kami sedang menikmati malam minggu di rumah. Setelah makan malam kami hanya duduk di atas kasur. Aku dengan handphoneku, istriku memilih membaca buku. Aku sendiri belum selesai membacanya. “Psychology of Money” tulisan dari Morgan Housel. Istriku memang suka belajar hal baru.

Nia memang wanita yang cerdas, jika kami tidak menikah waktu itu ia berencana melanjutkan kuliah di luar negeri. Sudah separuh jalan proses pendaftaran beasiswa yang ia lalui. Dengan masuknya aku di kehidupannya, ia mengurungkan niatnya dan memilih untuk menundukkan diri sebagai istri. Menurutnya kewajiban kepada suami merupakan tugas paling besar bagi seorang wanita.

“Sepertinya papa sudah g cocok deh jadi manager pemasaran” tiba-tiba istriku menyeletuk.

“eh, kenapa ma?” aku mengalihkan pandanganku dari HP ke istriku.

“Cocoknya jadi hiring manajer SDM pa, dari tadi serius amat menyeleksi talent yang melamar kerjaan” ucapnya tetap menunduk di depan buku. Matanya melirik dari balik kacamata.

“hehe..” aku hanya bisa meringis

“G banyak yang daftar ya?” tanyanya.

“Jelas banyak sih ma, la wong foto mama menarik. Hehe"

“Eh, papa posting foto seperti apa? Awas kalau jelek” tanyanya sambil menutup bukunya mendekatiku.

Aku menunjukkan isi postinganku ke Nia. Wajahnya memerah, malu. Mungkin membayangkan tubuh sexy-nya diliat oleh banyak laki-laki di luar sana.

“Ini ada satu yang cocok sepertinya ma” aku kemudian membacakan DM salah satu kandidat.

"Nama : Rino

Umur : 28 tahun

Tinggi/BB : 175/63

Panjang/lingkar penis: 15 cm/12 cm
"

Di bawahnya kandidat juga mencatumkan penjelasan singkat tentang dirinya. Tidak banyak kandidat yang melakukan ini. Sebagian besar dari mereka hanya menulis sesuai form di atas dan mencatumkan foto. Ada juga yang hanya mengisi form namun tidak mencantumkan foto atau sebaliknya.

‘Curriculum Vitae’ yang unik dan menarik tentu saja menjadi nilai lebih bagi pelamar. Salah satunya Rino, yang memberi highlight tentang dirinya, aku membacakannya di depan istriku:

Halo, perkenalkan nama saya Rino. Saya karyawan di sebuah bank BUMN di Jakarta. Saya sangat tertarik dengan tawaran yang ada. Saya belum menikah, tetapi sudah memiliki pengalaman bersama pacar. Beberapa bulan lagi kami akan menikah. Sebelum itu saya sangat ingin mewujudkan fantasi saya. Saya suka membaca cerita di forum ini, favorit saya adalah tentang wife sharing. Membayangkan istri orang disetubuhi laki-laki lain merupakan fantasi saya. Karena itu lowongan ini seperti mimpi yang mejadi kenyataan jika terwujud. Apalagi istri mas apaKataJoni ~nama akunku~ kelihatan sangat sempurna. Kalau soal memuaskan wanita di atas ranjang saya yakin tidak akan mengecewakan. Semoga bisa berjodoh.

“Gimana ma?“ ujarku sambil menunjukkan foto kandidat. Ia mengenakan setelan kemeja kantor, wajahnya cukup tampan dengan kacamata kotak pipih mirip seperti yang sedang istriku kenakan sekarang. Badannya tidak gemuk tidak juga kurus. Kontinya kurang lebih sama dengan ukuran dildo mas Doni hanya bentuknya berbeda, tegak sedikit melengkung ke atas.

“Boleh deh pa”

“Beneran ma?”

“iya pah..” jawabnya singkat

“Oke deh ma, papa atur dulu kalau gitu”

Aku menutup postinganku sebelumnya : “close”. Kemudian membalas pesan Rino dengan mencatumkan no hpku.

Pesan dilanjut melalui WhatsApp. Event disepakati berlangsung sekitar 2 minggu lagi di hotel yang belum ditentukan lokasinya. Aku menjelaskan semua kondisi yang ada. Rino mengiyakan.

“Kalau misalkan kebablasan bagaimana mas?” tanyanya merujuk pada event yang bertajuk soft sharing.

“Itu terserah wife ya, kalau saya gpp.” jawabku deg-degan.

“Siap mas, sampai ketemu 2 minggu lagi”

Sepertinya Rino menggunakan nomor hp asli. Profil Picture-nya terpasang foto close up wajahnya di sebuah kafe. Kalau dilihat-lihat sekilas wajah Rino ada kemiripan dengan istriku. Bentuk wajahnya yang oval, hidungnya agak mancung, bibir yang tipis dan dagu sedikit lancip. Kalau kata orang wajah yang mirip berarti jodoh. Selamat mas Rino, anda memang berjodoh dengan Nia walau cuma semalam.

----------------------------------------------------------------------------------
 
Chapter 8: The Beginning 2 (awal kenikmatan)

POV Nia

Hari ini adalah hari yang dijanjikan dimana aku akan menjalani fantasi suamiku. Suamiku bersama Rino sudah menyiapkan semuanya. Kita akan bertemu langsung di sebuah hotel di bilangan Jakarta. Rino telah memesankan hotel bintang 4 atas nama suamiku untuk acara ini. Sebenarnya suamiku sudah bilang kalau kami saja yang memesan hotel namun Rino bersikeras. Kami sampai di lobi hotel 17.30. Sebenarnya acara kami jadwalkan pukul 19.00, kami sengaja datang lebih awal untuk agar bisa bersiap-siap, biar bisa lebih rileks juga begitu kata suamiku. Perkataan suamiku ada benarnya, sejak dalam perjalanan menuju kemari aku tidak bisa berhenti membayangkan apa yang akan terjadi. Perasaan gugup danjuga antusias jadi satu. Kemarin malam aku sempat kesulitan tidur seperti anak sekolahan yang akan menjalani darmawisata pertamanya.

‘Bro, kami sudah sampai hotel’ suamiku mengabari Rino melalui whatsapp

‘Siap, saya berangkat nanti jam 6, paling sekitar 40 menit sampai’ balas Rino.

Sampai di kamar hotel aku langsung menuju kamar mandi sudah tidak tahan menahan pipis sejak tadi. Ketika membuka celana dalamku terlihat sudah cukup basah, bukan karena aku mengompol. Namun di sepanjang perjalanan pikiranku agak liar membayangkan kejadian malam ini. Aku membayangkan bagaimana laki laki lain akan menyentuhku, memuaskanku, bahkan aku sampai membayangkan aku disetubuhi dengan kontol selain suamiku. Ah, tidak, kami sudah sepakat jika event malam ini tidak ada penetrasi. Rino mencumbuku memuaskanku, lalu sebaliknya aku akan melayani Rino sampai ejakulasi. Selesai, setelahnya Rino akan pergi meninggalkan aku dan suamiku berdua untuk melanjutkan.

Sepertinya aku harus mengganti celana dalamku, sudah sangat basah. Di sepanjang jalan tadi memang aku sudah merasakannya. Cairan pelumas keluar dari vaginaku seperti mulut yang meneteskan liur karena kelaparan ingin dimasuki makanan. Selagi menunggu Rino, suamiku memesan makan malam melaui aplikasi online. Setelah makan malam aku bersiap berganti pakaian dengan seragam dinas seorang istri.

Tuunggg, whatsapp suamiku berbunyi.

‘Rino sudah hampir sampai ma’ ujar suamiku

‘Sesuai rencana ya pa’ ucapku.

‘Iya..’ jawab suamiku seraya menggeser kursi di meja kamar menghadapkannya ke arah ranjang lalu duduk di atasnya. Aku mendekati suami memasangkan penutup mata.

Setelah memasangkan penutup mata aku membuka sabuk di pinggang suamiku dan menarik celana panjangnya. Aku menarik tangan suamiku ke belakang, lalu mengikat kedua pergelangan tangannya dengan sabuk. Tidak ada penolakan dari suamiku. Kami hanya sepakat untuk menggunakan penutup mata. Namun sejak awal sebenarnya aku sudah berniat untuk mengikat tangan mas Andre. Aku tidak ingin di tengah-tengah permainan dia membuka penutup matanya. Sembari merapikan celana panjang suamiku aku melihat sapu tangannya. Hmm, terlintas dalam pikiranku. Aku mengambilnya, melipatnya memanjang lalu mengikatkannya menutup mulut suamiku. Aku ingat sebuah video yang kami tonton belum lama ini dimana ada seorang suami terikat tidak berdaya di sebuah kursi sementara istrinya disetubuhi oleh lelaki lain. Ketika menonton bersama, aku yakin suamiku suka video itu. Aku melihat tonjolan di balik celana dalam suamiku. Hmm, benar sepertinya ia cukup bersemangat dengan kondisi ini. Aku menarik celana dalam suamiku, melepasnya. Kurasa akan tidak nyaman ketika nanti penis itu sedang ereksi penuh tertahan oleh celana dalam. Lebih baik aku membiarkannya bebas, lagipula dengan begitu aku bisa melihat reaksi suamiku mendengar istrinya sedang dicumbu lelaki lain.

Selagi menunggu Rino aku mengulum penis suamiku. Penisnya mulai membesar di dalam mulutku.

“Tok.. Tok.. Tok" terdengar ketukan di pintu kamar. 'Tiiiit’ kunci pintu kamar terbuka. Ketika check in tadi suamiku meminta dua kunci dan menitipkannya 1 di resepsionis agar Rino bisa langsung menuju kamar.

Aku berdiri untuk menyambut laki-lakiku malam ini. Lak-laki itu terlihat lebih muda daripada di foto yang ia kirim. Walaupun kami seumuran, Rino masih terlihat sangat muda. Kata orang pengalaman dan kedewasaan berpengaruh terhadap aura dan penampilan. Aku merasa seperti tante-tante yang bertemu dengan brondong.

Wajah Rino juga lebih ganteng daripada di foto. Kulitnya putih, badannya jauh lebih tinggi dari aku, tidak gemuk dan tidak kurus. Mungkin jika aku bertemu dengannya waktu masih muda aku juga akan tertarik. Saat melihatku Rino tersenyum, mengulurkan tanggannya untuk berjabat tangan.

“Rino..”

“Nia..”

Hanya sebuah formalitas perkenalan, toh kami sudah tau nama masing-masing. Rino mendekatkan tanganku ke bibirnya. Mengecup punggung tanganku.

“Aku g nyangka mbak Nia secantik ini” ucapnya.

Aku hanya bisa tersipu salah tingkah.

“Mau bersih-bersih dulu mas ..?”

“Iya, bentar ya mbak..” Rino menuju ke kamar mandi.

Aku duduk di pinggir kasur, menunggu, berdebar.

“Sudah ready mbak..?”

Rino keluar kamar mandi hanya mengenakan celana dalam. Terlihat tonjolan di balik celana dalam itu. Aku berdiri, kemudian menarik tali di pinggangku, melepas jubah berbahan satin yang menutupi tubuhku. Di balik jubah itu aku hanya mengenakan pakaian dalam, berupa bra dan celana dalam berwarna denim. Aku sering mengenakannya saat bercinta dengan suamiku. Seragam ini merupakan salah satu favorit suamiku, pakaian dalam dengan hiasan renda yang di beberapa bagian terlihat transparan. Bentuk bra berupa push up bra membuat payudaraku terangkat. Ditambah lagi ukuran cup bra ini 1 nomor di bawah ukuranku membuat payudaraku semakin menonjol.

Jubah itu jatuh ke lantai, Rino menatapku dari ujung kepala hingga ujung kakiku. Aku sebenarnya tidak percaya diri dengan bentuk tubuhku sekarang. Lapisan lemak mulai terlihat di lengan, paha dan juga perutku yang sedikit membuncit dibanding dulu. Selama 2 minggu ini aku berusaha sebaik mungkin untuk mempersiapkan hari ini. Setiap mandi aku lulur tubuhku. Aku juga melakukan senam aerobic di sore hari meniru gerakan di youtube berharap bisa mengurangi lemak di tubuhku. Namun sepertinya kekhawatiran tidak berasalan.

Rino tersenyum menatapku, “Sepertinya sudah siap.. You look so sexy.” Rino mendekatiku, matanya berbinar.

Sentuhan pertama adalah bibir Rino menyentuh kulit leherku. Rino langsung memulai permainan kami. Jantungku berdebar, rasa hangat memenuhi dadaku, rasanya seperti pegangan tangan pertama saat pacaran.

“Aku benar-benar beruntung..” ucapnya sambil mengecupi leherku.

“Pertama kali melihat tubuh mbak di iklan aku benar-bener tertarik. Aku tidak membayangkan ternyata mbak secantik ini.” lanjutnya.

Pujian Rino semakin membuat dadaku berdesir. Kata orang ‘butterfly in the stomach’, sebuah perasaan menggelitik di sekitar ulu hati yang kamu rasakan ketika sedang jatuh cinta.

Bibir Rino lanjut menjelajah leher dan dada bagian atas sampai ke belahan payudaraku. Kedua tangannya mulai memegang payudaraku, meremasnya.

Bagian payudara merupakan bagian paling sensitif dari tubuhku. Suamiku selalu memainkannya saat melakukan foreplay. Bahkan di saat aku sedang tidak mood untuk bercinta, suamiku akan memancingku dengan mengelus-elus putingku. Most of the time it works..! Suamiku berhasil mengajakku untuk bercinta. Sebegitu sensitifnya putingku dengan rangsangan hingga mampu menaikkan birahiku.

Rino menyibak bra-ku dengan tangannya, lalu menghisap puting kiriku. Rasanya seperti tersetrum. Setruman itu menjalar ke seluruh tubuhku. Membuatku bergetar.

“ahhhhhh..’ hisapannya membuatku mendesah.

Rino terus asyik memainkan payudaraku, seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan barunya. Ia meremas, mengecup, menghisap dan sesekali menggigit meninggalkan bekas kemerahan di bulatan payudaraku.

“hhmmmmm..” aku hanya bisa memegang kepala Rino, meremas-remas rambutnya.

“Indah sekali payudaranya mbak..” ucap Rino sambil memainkan kedua payudaraku, kanan dan kiri bergantian.

Lagi, pujiian Rino menghapus kekhawatiranku. Selain bentuk tubuh tadi, aku sebenarnya juga minder dengan payudaraku. Memang bentuknya bulat sempurna namun bagiku ukuran payudaraku termasuk kecil. Menurutku semakin besar payudara tentu membuat daya tarik visualnya semakin besar di mata pria. Secara naluriah pria tentu menyukai wanita dengan payudara yang besar sebagai simbol kesuburan dan memastikan keturunan mereka mendapatkan asupan yang cukup. Suamiku selalu berkata kepadaku bahwa bentuk payudara lebih penting menentukan keindahannya daripada ukurannya dan ia selalu memuji bentuk payudaraku. Aku tidak sepenuhnya percaya, sebagai suami sudah wajar ia memuji untuk menyenangkanku. Kali ini pujian datang dari laki-laki lain, yang justru bagiku lebih mampu meyakinkanku untuk berbangga dengan apa yang kumiliki.

Tangan kananku meraih bagian depan bra. Bra ini memiliki pengait di bagian depan. Aku melepas pengait itu dengan jariku. ‘Klik’ kedua payudaraku kini terpampang di hadapan Rino.

“Ini milikmu mas malam ini..” aku menjawab pujian Rino sambil bertatapan.

Rino semakin bersemangat melanjutkan hisapannya di payudaraku seolah ingin menghabiskannya. Remasan tangan Rino tidak berhenti sambil sesekali memilin putingku dengan jarinya. Semakin lama nafasku semakin memburu, desahanku semakin keras, tubuhku menggelinjang bergerak-gerak tidak beraturan. Aku meremas-remas bagian kemaluan Rino untuk membuat perlawanan.

Rino memegang tanganku dan melepas hisapannya di payudaraku. Aku mencoba mengatur nafas. Jika Rino tidak menghentikan permainannya di kedua payudaraku aku merasa akan orgasme hanya dengan sentuhan-sentuhan di dadaku. Sepertinya Rino ingin permainan ini berjalan dengan perlahan. Ia berdiri tegap, tersenyum, menunduk, tangannya menyentuh pipiku. Dengan lembut ia memagut bibirku. Aku menerimanya sambil memejamkan mata. Tempo kami kembali melambat. Bibir kami saling berpagut lebih seperti ciuman romantis ketimbang erotis. Lidah Rino memasuki mulutku, aku menyambutnya dengan dekapan lidahku. Sambil berciuman, tangan Rino mengelus-elus punggungku, meremas bokongku. Sedang tanganku mendekap lehernya. Perlahan ia mendorongku mendekati kasur. Sampai di pinggir kasur Rino melepas ciumannya, lalu mendudukkanku. Di hadapanku aku melihat tonjolan yang lebih besar dari sebelumnya di balik celana dalam Rino. Aku meraih celana dalamnya bermaksud melepasnya.

Rino menggeleng, “Mbak dulu ..” ujarnya menahan gerakan tanganku.

Rino kemudian membaringkanku di atas ranjang. Ia berada di atasku, menindihku. Bibir kami kembali bertemu. Tangannya meremas-remas dadaku.

“Ladies First ..” ia menatapku tersenyum lalu melahap payudaraku, memainkan putingku dengan lidahnya.

Tangannya mulai menyusup ke dalam celana dalamku. Ia tentu dapat merasakan kemaluanku yang sudah sangat basah.

Satu..... jarinya masuk ke dalam vaginaku.

‘ooohh...’ sapuan lidah di putingku dan penetrasi jarinya jelas membuatku tersapu kenikmatan.

Birahiku kembali meningkat.

“Enak mbak?”

“Terus massss...” Gerakan lidah dan jari Rino semakin cepat.

Dua... Jari kedua masuk. Aku memaju mundurkan pinggulku. Tiga.. ketiga jari Rino masuk ke dalam vaginaku. Aku merapatkan pahaku mengcengkeram tangannya. Kepalaku menggeleng ke kanan dan ke kiri menahan kenikmatan. Aku akan orgasmeee....

Rino berdiri beranjak dari ranjang. Ah.. tanggung, sedikit lagi aku sudah mencapai orgasme.

“Masukin lagi mas..” pintaku.

Rino menarik celana dalamku melepasnya. Sekarang tubuhku sudah benar-benar telanjang bulat. Ini pertama kalinya di hadapan laki-laki selain suamiku. Rino bisa melihat area yang seharusnya terlarang selain untuk suamiku. Wajah Rino mendekati kemaluanku, tiba ia menghisap vaginaku.

“oooh..." bibir kami berciuman. Kali ini aku dengan bibir bawahku.

“Jangan mas..” aku mencoba mendorong kepala Rino.

Rino memberiku oral sex. Aku jarang menerima cunnilingus dari suamiku, bukan karena aku tidak menikmatinya. Tapi menurutku itu tidak pantas. Aku juga takut suamiku merasa jijik. Aku heran dengan keinginan laki-laki. Padahal bagian intim wanita tidak ada indah-indahnya, tidak seperti bagian lain seperti payudara ataupun panggul wanita yang seksi. Lagipula milikku berwarna gelap, tidak seperti di film porno dimana bagian kewanitaannya berwarna merah muda. Jelas aku tidak merasa nyaman diberi sex oral. Jika suamiku memaksa aku membiarkannya, itupun hanya sekedar menjilati bibir vaginaku tidak lebih. Namun saat ini Rino menghisapi vaginaku yang sudah basah dengan cairanku. Kenikmatannya melebihi rasa maluku.

Rino memegangi kedua pahaku, menahan tubuhku. Aku hanya bisa pasrah mengigit bibirku dan meremas-remas bantal. Tempo semakin meningkat. Aku ingin orgasmeku..!

Aku merasakan benda lembut memasuki vaginaku. Rino memasukkan lidahnya.

“ahhhh, ooooohhh..’ Aku semakin mendesah tidak karuan.

Umumnya saat bercinta aku bukan termasuk orang yang vokal. Namun jika momennya tepat dan aku sangat menikmatinya aku bisa masuk ke mode stereo. Pernah suatu ketika aku dan suamiku bercinta di hotel yang tidak terlalu kedap, pagi harinya saat sarapan beberapa orang menatap kami sambil tersenyum berbisik-bisik. Malam ini salah satunya, aku benar-benar menikmati permainan Rino yang sabar, tidak tergesa-gesa. Pantas saja Rino dengan percaya diri menyampaikan di CV-nya kalau tidak akan mengecewakan dalam memuaskan wanita di atas ranjang. Aku mengakuinya : gentle dan romantis.

Aku memaju mundurkan pinggulku. Menikmati lidah Rino yang menyetubuhiku. Tanganku meremas-remas payudaraku. Terlihat seperti wanita yang haus seks, aku tidak peduli. Aku ingin segera mencapai puncak. Tangan Rino menggapai kedua payudaraku, membantuku. Aku meremas tangannya, bersama-sama memainkan payudaraku.

Tubuhku menggelinjang tidak karuan. Aku merasakan getaran-getaran kecil yang bertambah hebat. Aku mendorong kemaluanku berharap tusukan lidah Rino menjangkau lebih dalam lagi. Tubuhku terangkat.

“aaaaaaaaaaaahhhhhh....”

Aku merasakan sapuan kenikmatan seperti tsunami. Membuat tubuhku bergetar hebat. Pusat tsunami dari gempa di dasar lautan yang disebabkan karena gesekan lempeng bumi. Tsunami yang kurasakan pusatnya ada di kemaluanku, karena gesekan dari lidah bertemu dengan dinding vaginaku.

Selama beberapa menit tubuhku bergetar-getar. Aku memejamkan mata menikmatinya.

Rino bangkit mengambil tissue, menyeka wajahnya yang basah karena cairanku. Aku merasakan banyak cairan loncat keluar dari kemaluanku saat orgasme tadi. Yang belakangan baru aku tahu istilahnya adalah ‘squirting’.

“Istirahat dulu mbak” Rino menyodorkanku segelas air putih.

Aku meneguknya, cukup untuk menyegarkanku kembali. Aku menoleh ke arah suamiku. Penisnya berdiri tegak. Sangat sehat, tidak ada tanda memiliki disfungsi ereksi. Kasihan suamiku, aku harus segera menyudahi ini dan melayani suamiku. Memberinya orgasm bukan hanya soundgasm.

Rino berjalan ke ranjang setelah menaruh kembali gelas di atas meja. Aku turun dari ranjang mendekatinya.

“Sekarang gantian” ucapku.

Aku berlutut di hadapan Rino menarik celananya. ‘Pooop’ penis Rino yang masih ereksi berdiri di depan wajahku. Ukuran dan bentuknya berbeda dari milik suamiku. Dari segi ukuran jelas lebih menarik, mirip dengan ukuran dildo milik kami. Bedanya dildo milik kami bentuknya lurus dan permukaannya rata, sedangkan milik Rino permukaannya berurat. Bentuknya bengkok ke atas. Mengacung seperti tanduk banteng yang siap menyeruduk. Eh mungkin bukan tanduk, tapi lebih cocok cula badak. Sesuai nama pemiliknya, Rino. Aku tersenyum geli dengan pikiranku sendiri.

“Kenapa senyum-senyum mbak? Lucu kah bentuknya?” tanya Rino gugup

“Eh, enggak kok. Gagah...” jawabku sambil memegang penisnya.

Seperti perumpamaan, “Tangan dibalas dengan tangan, mata dibalas dengan mata”. Supaya adil mulut harus dibalas dengan mulut.

Aku mengangkat penisnya, memulai dengan menyentuhkan ujung lidah di pangkal penisnya. Menjilati batang penisnya dan juga buah zakarnya. Rino memejamkan mata. Jilatanku naik ke atas di sepanjang garis yang ada di permukaan bawah batang penisnya. Sampai di lubang kencingnya, aku memainkan ujung lidahku menyeka cairan pelumas Rino.

“Geli mbak, tapi enak” komentarnya.

Haap, aku memasukkan kepala penisnya ke dalam mulutku. Tanganku mengocok-ngocok bagian bawahnya. Aku mengulum penisnya seperti permen, menghisap-hisapnya. Berharap aku dapat segera menarik sperma dari buah zakarnya.

Rino mulai mengerak-gerakkan badannya. Penisnya semakin dalam masuk ke mulutku. Permainan mulai berubah. Sebelumnya ia bermain dengan lembut, melayani untuk bisa memuaskan pasangan wanitanya. Kini saatnya ia memperlihatkan sisi kejantanannya. Menunjukkan hukum alam bahwa betina yang harus memenuhi nafsu pejantan.

Aku membiarkan Rino menyetubuhi mulutku. Aku berfikir agar cepat orgasme. Begitu ejakulasi permainan ini selesai. Kami sepakat bahwa acara malam ini selesai ketika aku dan Rino sudah orgasme. Rino segera pergi dan aku akan melanjutkan dengan suamiku.

Rino terus memaju mundurkan penisnya di dalam mulutku. Tanganku memegang pahanya menahan dorongan agar tidak terlalu dalam. Aku pun secara aktif memaju mundurkan mulutku. Sudah sekitar lima menit Rino menyetubuhi mulutku. Tidak ada tanda-tanda akan orgasme. Leherku sudah mulai lelah, air mata mulai menetes di mataku karena sodokan penisnya di tenggorokanku.

“Stop.. Stop.. Istirahat dulu” aku menyerah mengangkat tangan.

“Kita lanjut di kasur aja..” usulku.

Rino berbaring terlentang. Aku berencana mengeluarkan teknik andalanku. Aku biasa menggunakannya untuk melayani suamiku ketika sedang tidak ingin atau tidak bisa berhubungan sex. Aku melumuri penis Rino dengan pelumas. Tangan kiriku mulai mengocok penisnya ke atas ke bawah. Kepalaku mendekat ke tubuh Rino, menjilati putingnya. Puting satunya lagi aku mainkan dengan jariku yang sudah diberi pelumas.

“oooh, enak banget mbak...” lenguh Rino.

Aku memainkan penis dan puting Rino dengan lembut. Perlahan mempercepat tempo kocokanku di penisnya. Dengan teknik ini suamiku hanya dapat bertahan paling lama 3 menit.

Rino terus melenguh, memuji serviceku. Menit demi menit berlalu belum juga ada tanda-tanda orgasmenya. Otot lenganku mulai nyeri kelelahan.

Kuat juga staminanya. Memang aku sempat mencari Rino di dunia maya, aku pernah melihat fotonya di instagram yang memperlihatkan ia aktif mengikuti event lari. Tentu saja ia bisa mengatur nafasnya lebih panjang.

Karena tanganku sudah lelah, aku kembali memasukkan penisnya ke mulutku. Kedua tanganku menggapai kedua putingnya memainkannya. Di posisi berbaring, Rino kembali menggerak-gerakkan pinggulnya, namun kali ini pergerakannya terbatas. Lebih nyaman karena aku bisa mengendalikan sodokannya agar tidak terlalu dalam di tenggorokanku.

Leherku mulai capek namun sepertinya Rino sudah mulai mencapai batasnya. Aku terus mengocok dengan mulut dan tanganku. Rino mengangkat pinggulnya. Aku menghentikan kocokanku, menunggu cairan panas menyemprot di mulutku. Penisnya berkedut-kedut. Tapi aku tidak merasakan ada cairan yang keluar. Aku melepas penisnya.

“Sudah keluar mas?“ tanyaku

“Hampir tadi mbak. Tapi mbaknya berhenti.” jawabnya terengah.

Sial, kukira sudah keluar tadi. Lengan dan leherku bisa kram kalau dilanjutkan. Aku duduk di atas kemaluan Rino, menggesek-geseknya di bibir vaginaku. Aku menyodorkan payudaraku di wajahnya. Mulutnya langsung menyambar.

Aku tidak mau kalah dengan bocah yang belum menikah. Aku akan menunjukkan aku lebih berpengalaman. Hisapan Rino di dadaku membuat birahiku kembali naik. Vaginaku mulai basah, memperlancar geserkan penis Rino di bibir vaginaku. Aku meraih penisnya dari belakang menekannya agar makin menempel sekaligus memastikan agar tidak selip masuk ke lubang kemaluanku. Aku semakin cepat menggerakan pinggulku, Rino semakin semangat dengan payudaraku.

“hnnnnggghhhhh...”

Aku bergetar. Aku merasakan orgasme keduaku. Tidak sehebat yang pertama. Rino duduk memelukku membiarkanku menikmati orgasme singkatku.

“Sudah capek mas..” keluhku.

“Ya udah sekarang mbak Nia berbaring aja”

Aku berbaring terlentang, Rino berdiri di atasku, meletakkan penisnya yang masih mengacung di belahan payudaraku.

“Salah satu fantasiku mbak. Bantuin dengan susu.” pinta Rino.

Aku menekan kedua payudaraku dari sisi luar dengan tanganku mencoba menjepit penis Rino. Jelas tidak bisa terjepit, ukuran payudaraku kurang besar.

“G bisa mas” ujarku

“Gpp mbak, sudah enak” Rino menggesek-gesekkan penisnya di antara payudaraku.

Aku masih berusaha menekan payudaraku, paling tidak semakin banyak yang bisa bersentuhan dengan penis Rino. Kepala penis Rino mendorong-dorong daguku. Aku sedikit mengangkat kepalaku, mengulumnya.

“Makasih mbak..” ucap Rino, tapi jelas tidak cukup untuk membuatnya orgasme.

Rino kemudian berpindah. Posisinya saat ini di bawahku, berhadapan dengan kemaluanku. Rino meletakkan penisnya di atas vaginaku. Ia mengangkat kedua kakiku dan merapatkannya untuk menjepit penisnya. Aku sempat khawatir tadi Rino mencoba melakukan penetrasi.

Dengan bantuan pelumas, kali ini Rino menyetubuhi pahaku yang mulus. Dari samping akan terlihat kami sedang berhubungan sex. Seandainya suamiku tidak memakai penutup mata, ia tidak akan bisa membedakan apakah Rino sedang benar-benar menyetubuhiku. Aku juga mulai mendesah-desah merasakan gesekan di bibir vaginaku. Bisa-bisa aku orgasme lagi.

“Masih lama mas keluarnya? “ tanyaku ingin segera mengakhiri permainan ini.

“Belum bisa mbak. Coba ganti posisi”

Kali ini ia memintaku menungging. Rino berada di belakangku menggesek-gesek penisnya di belahan pantatku. Aku hanya diam, mengistirahatkan badanku. Rino meraih kedua payudaraku dari belakang. Menarikku mendekat. Ia meremas-remas payudaraku, memilin-milin putingnya. Mencoba menaikkan kembali semangatku. Dan lagi selalu berhasil, aku mulai menikmati tangan Rino di payudaraku. Penis Rino berada di antara pahaku, menggesek geli bibir kemaluanku. Dinding vaginaku berdenyut-denyut, gatal. Ingin digaruk dengan kontol.

Rino mencumbu bagian belakang telingaku. Geli, tapi cukup menambah rangsangan di tubuhku. Aku meraih kepala Rino, mencium bibirnya. Lidah kami kembali beradu. Rino berbisik di telingaku.

“Masukin ya mbak..” pintanya

Aku menggeleng.

“Sebentar kok mbak” rengeknya kembali

“Jangan mas, kita sudah sepakat. G enak sama suamiku” aku menentang

“Sepertinya suamimu menikmatinya” ia menoleh menunjuk ke suamiku.

Penis suamiku begitu tegang, berdenyut-denyut.

“Gimana kalau gini, mbak tanya suami mbak. Kalau suami mbak mengangguk berarti setuju” kali ini Rino berkata dengan lebih keras, cukup untuk suamiku mendengarnya.

Rino melepas dekapannya, membuatku kembali menungging. Ia lalu memposisikan ujung penisnya di depan liang kemaluanku. Tangan satunya memegang pinggulku bersiap untuk penetrasi. Rino menggesek-gesek penisnya di bibir vaginaku, memancingku. Birahiku naik, ingin dipuaskan.

“Paa, mas Rino mau masukin Nia. Boleh gaa?” tanyaku.

Suamiku diam tidak mengangguk ataupun menggeleng.

“Paaa, istrimu mau disetubuhi kontol laki-laki lain. Papa g setuju kan?” nadaku semakin mendesah.

Aku menunggu reaksi suamiku. Perlahan suamiku menganggukkan kepala dua kali.

“blessss” penis mas Rino masuk ke dalam lubang kemaluanku.

“ahhhh, paaa... istrimu disetubuhi paaa.,, setubuhi aku mas Rinoooo” aku tidak bisa menahannya lagi.

Mas Rino menghujam kuat-kuat kontolnya ke dalam vaginaku.

“Enaak banget mbaaak...”

“Plok, Plok, Plok, plok..” tubuh kami beradu mengeluarkan bunyi. Bola zakar mas RIno memukul-mukul vaginaku.

“Yang cepet maassss“ Saat ini aku ingin disetubuhi dengan kasar.

“Paaa, kontol mas Rino enak paaa...”

Tempo kami semakin cepat. Mas Rino memaju mundurkan kontolnya, aku pun menyambutnya dengan gerakan pinggulku, kelojotan.

Mas Rino tidak bisa menahannya lagi.

“Aku mau keluar mbaak...” teriak mas Rino

“iya, keluarin mas .. oooohhhh..”

Rino melepas penisnya dari kemaluanku. Croot.. Croot.. Penisnya menyemburkan sperma di atas punggung sampai ke rambutku. Sseer.. Sseer, aku juga mengalami orgasme. Begitu cairan sperma berhenti keluar, Rino berbaring lemas di sampingku. Aku masih menungging, kepalaku tertunduk di atas kasur, masih bergetar-getar.

Setelah mengatur nafas, Rino lalu berdiri. Ia segera menuju ke kamar mandi, mengenakan pakaiannya. Sesuai kesepakatan permainan berakhir dengan orgasme dari kedua belah pihak.

“Makasih mbak..” Rino mengecup keningku. “Selamat melanjutkan dengan suami”

Rino pergi meninggalkan aku dan suamiku. Aku menatap suamiku melihat penisnya yang begitu tegang. Meskipun sudah bercinta dengan hebat barusan. Aku masih merasa ada yang kurang. Vaginaku belum disemprot dengan sperma. Aku bangkit berdiri mendekati suamiku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd