Chapter 8: The Beginning 2 (awal kenikmatan)
POV Nia
Hari ini adalah hari yang dijanjikan dimana aku akan menjalani fantasi suamiku. Suamiku bersama Rino sudah menyiapkan semuanya. Kita akan bertemu langsung di sebuah hotel di bilangan Jakarta. Rino telah memesankan hotel bintang 4 atas nama suamiku untuk acara ini. Sebenarnya suamiku sudah bilang kalau kami saja yang memesan hotel namun Rino bersikeras. Kami sampai di lobi hotel 17.30. Sebenarnya acara kami jadwalkan pukul 19.00, kami sengaja datang lebih awal untuk agar bisa bersiap-siap, biar bisa lebih rileks juga begitu kata suamiku. Perkataan suamiku ada benarnya, sejak dalam perjalanan menuju kemari aku tidak bisa berhenti membayangkan apa yang akan terjadi. Perasaan gugup danjuga antusias jadi satu. Kemarin malam aku sempat kesulitan tidur seperti anak sekolahan yang akan menjalani darmawisata pertamanya.
‘Bro, kami sudah sampai hotel’ suamiku mengabari Rino melalui whatsapp
‘Siap, saya berangkat nanti jam 6, paling sekitar 40 menit sampai’ balas Rino.
Sampai di kamar hotel aku langsung menuju kamar mandi sudah tidak tahan menahan pipis sejak tadi. Ketika membuka celana dalamku terlihat sudah cukup basah, bukan karena aku mengompol. Namun di sepanjang perjalanan pikiranku agak liar membayangkan kejadian malam ini. Aku membayangkan bagaimana laki laki lain akan menyentuhku, memuaskanku, bahkan aku sampai membayangkan aku disetubuhi dengan kontol selain suamiku. Ah, tidak, kami sudah sepakat jika event malam ini tidak ada penetrasi. Rino mencumbuku memuaskanku, lalu sebaliknya aku akan melayani Rino sampai ejakulasi. Selesai, setelahnya Rino akan pergi meninggalkan aku dan suamiku berdua untuk melanjutkan.
Sepertinya aku harus mengganti celana dalamku, sudah sangat basah. Di sepanjang jalan tadi memang aku sudah merasakannya. Cairan pelumas keluar dari vaginaku seperti mulut yang meneteskan liur karena kelaparan ingin dimasuki makanan. Selagi menunggu Rino, suamiku memesan makan malam melaui aplikasi online. Setelah makan malam aku bersiap berganti pakaian dengan seragam dinas seorang istri.
Tuunggg, whatsapp suamiku berbunyi.
‘Rino sudah hampir sampai ma’ ujar suamiku
‘Sesuai rencana ya pa’ ucapku.
‘Iya..’ jawab suamiku seraya menggeser kursi di meja kamar menghadapkannya ke arah ranjang lalu duduk di atasnya. Aku mendekati suami memasangkan penutup mata.
Setelah memasangkan penutup mata aku membuka sabuk di pinggang suamiku dan menarik celana panjangnya. Aku menarik tangan suamiku ke belakang, lalu mengikat kedua pergelangan tangannya dengan sabuk. Tidak ada penolakan dari suamiku. Kami hanya sepakat untuk menggunakan penutup mata. Namun sejak awal sebenarnya aku sudah berniat untuk mengikat tangan mas Andre. Aku tidak ingin di tengah-tengah permainan dia membuka penutup matanya. Sembari merapikan celana panjang suamiku aku melihat sapu tangannya. Hmm, terlintas dalam pikiranku. Aku mengambilnya, melipatnya memanjang lalu mengikatkannya menutup mulut suamiku. Aku ingat sebuah video yang kami tonton belum lama ini dimana ada seorang suami terikat tidak berdaya di sebuah kursi sementara istrinya disetubuhi oleh lelaki lain. Ketika menonton bersama, aku yakin suamiku suka video itu. Aku melihat tonjolan di balik celana dalam suamiku. Hmm, benar sepertinya ia cukup bersemangat dengan kondisi ini. Aku menarik celana dalam suamiku, melepasnya. Kurasa akan tidak nyaman ketika nanti penis itu sedang ereksi penuh tertahan oleh celana dalam. Lebih baik aku membiarkannya bebas, lagipula dengan begitu aku bisa melihat reaksi suamiku mendengar istrinya sedang dicumbu lelaki lain.
Selagi menunggu Rino aku mengulum penis suamiku. Penisnya mulai membesar di dalam mulutku.
“Tok.. Tok.. Tok" terdengar ketukan di pintu kamar. 'Tiiiit’ kunci pintu kamar terbuka. Ketika check in tadi suamiku meminta dua kunci dan menitipkannya 1 di resepsionis agar Rino bisa langsung menuju kamar.
Aku berdiri untuk menyambut laki-lakiku malam ini. Lak-laki itu terlihat lebih muda daripada di foto yang ia kirim. Walaupun kami seumuran, Rino masih terlihat sangat muda. Kata orang pengalaman dan kedewasaan berpengaruh terhadap aura dan penampilan. Aku merasa seperti tante-tante yang bertemu dengan brondong.
Wajah Rino juga lebih ganteng daripada di foto. Kulitnya putih, badannya jauh lebih tinggi dari aku, tidak gemuk dan tidak kurus. Mungkin jika aku bertemu dengannya waktu masih muda aku juga akan tertarik. Saat melihatku Rino tersenyum, mengulurkan tanggannya untuk berjabat tangan.
“Rino..”
“Nia..”
Hanya sebuah formalitas perkenalan, toh kami sudah tau nama masing-masing. Rino mendekatkan tanganku ke bibirnya. Mengecup punggung tanganku.
“Aku g nyangka mbak Nia secantik ini” ucapnya.
Aku hanya bisa tersipu salah tingkah.
“Mau bersih-bersih dulu mas ..?”
“Iya, bentar ya mbak..” Rino menuju ke kamar mandi.
Aku duduk di pinggir kasur, menunggu, berdebar.
“Sudah ready mbak..?”
Rino keluar kamar mandi hanya mengenakan celana dalam. Terlihat tonjolan di balik celana dalam itu. Aku berdiri, kemudian menarik tali di pinggangku, melepas jubah berbahan satin yang menutupi tubuhku. Di balik jubah itu aku hanya mengenakan pakaian dalam, berupa bra dan celana dalam berwarna denim. Aku sering mengenakannya saat bercinta dengan suamiku. Seragam ini merupakan salah satu favorit suamiku, pakaian dalam dengan hiasan renda yang di beberapa bagian terlihat transparan. Bentuk bra berupa push up bra membuat payudaraku terangkat. Ditambah lagi ukuran cup bra ini 1 nomor di bawah ukuranku membuat payudaraku semakin menonjol.
Jubah itu jatuh ke lantai, Rino menatapku dari ujung kepala hingga ujung kakiku. Aku sebenarnya tidak percaya diri dengan bentuk tubuhku sekarang. Lapisan lemak mulai terlihat di lengan, paha dan juga perutku yang sedikit membuncit dibanding dulu. Selama 2 minggu ini aku berusaha sebaik mungkin untuk mempersiapkan hari ini. Setiap mandi aku lulur tubuhku. Aku juga melakukan senam aerobic di sore hari meniru gerakan di youtube berharap bisa mengurangi lemak di tubuhku. Namun sepertinya kekhawatiran tidak berasalan.
Rino tersenyum menatapku, “Sepertinya sudah siap.. You look so sexy.” Rino mendekatiku, matanya berbinar.
Sentuhan pertama adalah bibir Rino menyentuh kulit leherku. Rino langsung memulai permainan kami. Jantungku berdebar, rasa hangat memenuhi dadaku, rasanya seperti pegangan tangan pertama saat pacaran.
“Aku benar-benar beruntung..” ucapnya sambil mengecupi leherku.
“Pertama kali melihat tubuh mbak di iklan aku benar-bener tertarik. Aku tidak membayangkan ternyata mbak secantik ini.” lanjutnya.
Pujian Rino semakin membuat dadaku berdesir. Kata orang ‘butterfly in the stomach’, sebuah perasaan menggelitik di sekitar ulu hati yang kamu rasakan ketika sedang jatuh cinta.
Bibir Rino lanjut menjelajah leher dan dada bagian atas sampai ke belahan payudaraku. Kedua tangannya mulai memegang payudaraku, meremasnya.
Bagian payudara merupakan bagian paling sensitif dari tubuhku. Suamiku selalu memainkannya saat melakukan foreplay. Bahkan di saat aku sedang tidak mood untuk bercinta, suamiku akan memancingku dengan mengelus-elus putingku. Most of the time it works..! Suamiku berhasil mengajakku untuk bercinta. Sebegitu sensitifnya putingku dengan rangsangan hingga mampu menaikkan birahiku.
Rino menyibak bra-ku dengan tangannya, lalu menghisap puting kiriku. Rasanya seperti tersetrum. Setruman itu menjalar ke seluruh tubuhku. Membuatku bergetar.
“ahhhhhh..’ hisapannya membuatku mendesah.
Rino terus asyik memainkan payudaraku, seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan barunya. Ia meremas, mengecup, menghisap dan sesekali menggigit meninggalkan bekas kemerahan di bulatan payudaraku.
“hhmmmmm..” aku hanya bisa memegang kepala Rino, meremas-remas rambutnya.
“Indah sekali payudaranya mbak..” ucap Rino sambil memainkan kedua payudaraku, kanan dan kiri bergantian.
Lagi, pujiian Rino menghapus kekhawatiranku. Selain bentuk tubuh tadi, aku sebenarnya juga minder dengan payudaraku. Memang bentuknya bulat sempurna namun bagiku ukuran payudaraku termasuk kecil. Menurutku semakin besar payudara tentu membuat daya tarik visualnya semakin besar di mata pria. Secara naluriah pria tentu menyukai wanita dengan payudara yang besar sebagai simbol kesuburan dan memastikan keturunan mereka mendapatkan asupan yang cukup. Suamiku selalu berkata kepadaku bahwa bentuk payudara lebih penting menentukan keindahannya daripada ukurannya dan ia selalu memuji bentuk payudaraku. Aku tidak sepenuhnya percaya, sebagai suami sudah wajar ia memuji untuk menyenangkanku. Kali ini pujian datang dari laki-laki lain, yang justru bagiku lebih mampu meyakinkanku untuk berbangga dengan apa yang kumiliki.
Tangan kananku meraih bagian depan bra. Bra ini memiliki pengait di bagian depan. Aku melepas pengait itu dengan jariku. ‘Klik’ kedua payudaraku kini terpampang di hadapan Rino.
“Ini milikmu mas malam ini..” aku menjawab pujian Rino sambil bertatapan.
Rino semakin bersemangat melanjutkan hisapannya di payudaraku seolah ingin menghabiskannya. Remasan tangan Rino tidak berhenti sambil sesekali memilin putingku dengan jarinya. Semakin lama nafasku semakin memburu, desahanku semakin keras, tubuhku menggelinjang bergerak-gerak tidak beraturan. Aku meremas-remas bagian kemaluan Rino untuk membuat perlawanan.
Rino memegang tanganku dan melepas hisapannya di payudaraku. Aku mencoba mengatur nafas. Jika Rino tidak menghentikan permainannya di kedua payudaraku aku merasa akan orgasme hanya dengan sentuhan-sentuhan di dadaku. Sepertinya Rino ingin permainan ini berjalan dengan perlahan. Ia berdiri tegap, tersenyum, menunduk, tangannya menyentuh pipiku. Dengan lembut ia memagut bibirku. Aku menerimanya sambil memejamkan mata. Tempo kami kembali melambat. Bibir kami saling berpagut lebih seperti ciuman romantis ketimbang erotis. Lidah Rino memasuki mulutku, aku menyambutnya dengan dekapan lidahku. Sambil berciuman, tangan Rino mengelus-elus punggungku, meremas bokongku. Sedang tanganku mendekap lehernya. Perlahan ia mendorongku mendekati kasur. Sampai di pinggir kasur Rino melepas ciumannya, lalu mendudukkanku. Di hadapanku aku melihat tonjolan yang lebih besar dari sebelumnya di balik celana dalam Rino. Aku meraih celana dalamnya bermaksud melepasnya.
Rino menggeleng, “Mbak dulu ..” ujarnya menahan gerakan tanganku.
Rino kemudian membaringkanku di atas ranjang. Ia berada di atasku, menindihku. Bibir kami kembali bertemu. Tangannya meremas-remas dadaku.
“Ladies First ..” ia menatapku tersenyum lalu melahap payudaraku, memainkan putingku dengan lidahnya.
Tangannya mulai menyusup ke dalam celana dalamku. Ia tentu dapat merasakan kemaluanku yang sudah sangat basah.
Satu..... jarinya masuk ke dalam vaginaku.
‘ooohh...’ sapuan lidah di putingku dan penetrasi jarinya jelas membuatku tersapu kenikmatan.
Birahiku kembali meningkat.
“Enak mbak?”
“Terus massss...” Gerakan lidah dan jari Rino semakin cepat.
Dua... Jari kedua masuk. Aku memaju mundurkan pinggulku. Tiga.. ketiga jari Rino masuk ke dalam vaginaku. Aku merapatkan pahaku mengcengkeram tangannya. Kepalaku menggeleng ke kanan dan ke kiri menahan kenikmatan. Aku akan orgasmeee....
Rino berdiri beranjak dari ranjang. Ah.. tanggung, sedikit lagi aku sudah mencapai orgasme.
“Masukin lagi mas..” pintaku.
Rino menarik celana dalamku melepasnya. Sekarang tubuhku sudah benar-benar telanjang bulat. Ini pertama kalinya di hadapan laki-laki selain suamiku. Rino bisa melihat area yang seharusnya terlarang selain untuk suamiku. Wajah Rino mendekati kemaluanku, tiba ia menghisap vaginaku.
“oooh..." bibir kami berciuman. Kali ini aku dengan bibir bawahku.
“Jangan mas..” aku mencoba mendorong kepala Rino.
Rino memberiku oral sex. Aku jarang menerima cunnilingus dari suamiku, bukan karena aku tidak menikmatinya. Tapi menurutku itu tidak pantas. Aku juga takut suamiku merasa jijik. Aku heran dengan keinginan laki-laki. Padahal bagian intim wanita tidak ada indah-indahnya, tidak seperti bagian lain seperti payudara ataupun panggul wanita yang seksi. Lagipula milikku berwarna gelap, tidak seperti di film porno dimana bagian kewanitaannya berwarna merah muda. Jelas aku tidak merasa nyaman diberi sex oral. Jika suamiku memaksa aku membiarkannya, itupun hanya sekedar menjilati bibir vaginaku tidak lebih. Namun saat ini Rino menghisapi vaginaku yang sudah basah dengan cairanku. Kenikmatannya melebihi rasa maluku.
Rino memegangi kedua pahaku, menahan tubuhku. Aku hanya bisa pasrah mengigit bibirku dan meremas-remas bantal. Tempo semakin meningkat. Aku ingin orgasmeku..!
Aku merasakan benda lembut memasuki vaginaku. Rino memasukkan lidahnya.
“ahhhh, ooooohhh..’ Aku semakin mendesah tidak karuan.
Umumnya saat bercinta aku bukan termasuk orang yang vokal. Namun jika momennya tepat dan aku sangat menikmatinya aku bisa masuk ke mode stereo. Pernah suatu ketika aku dan suamiku bercinta di hotel yang tidak terlalu kedap, pagi harinya saat sarapan beberapa orang menatap kami sambil tersenyum berbisik-bisik. Malam ini salah satunya, aku benar-benar menikmati permainan Rino yang sabar, tidak tergesa-gesa. Pantas saja Rino dengan percaya diri menyampaikan di CV-nya kalau tidak akan mengecewakan dalam memuaskan wanita di atas ranjang. Aku mengakuinya : gentle dan romantis.
Aku memaju mundurkan pinggulku. Menikmati lidah Rino yang menyetubuhiku. Tanganku meremas-remas payudaraku. Terlihat seperti wanita yang haus seks, aku tidak peduli. Aku ingin segera mencapai puncak. Tangan Rino menggapai kedua payudaraku, membantuku. Aku meremas tangannya, bersama-sama memainkan payudaraku.
Tubuhku menggelinjang tidak karuan. Aku merasakan getaran-getaran kecil yang bertambah hebat. Aku mendorong kemaluanku berharap tusukan lidah Rino menjangkau lebih dalam lagi. Tubuhku terangkat.
“aaaaaaaaaaaahhhhhh....”
Aku merasakan sapuan kenikmatan seperti tsunami. Membuat tubuhku bergetar hebat. Pusat tsunami dari gempa di dasar lautan yang disebabkan karena gesekan lempeng bumi. Tsunami yang kurasakan pusatnya ada di kemaluanku, karena gesekan dari lidah bertemu dengan dinding vaginaku.
Selama beberapa menit tubuhku bergetar-getar. Aku memejamkan mata menikmatinya.
Rino bangkit mengambil tissue, menyeka wajahnya yang basah karena cairanku. Aku merasakan banyak cairan loncat keluar dari kemaluanku saat orgasme tadi. Yang belakangan baru aku tahu istilahnya adalah ‘squirting’.
“Istirahat dulu mbak” Rino menyodorkanku segelas air putih.
Aku meneguknya, cukup untuk menyegarkanku kembali. Aku menoleh ke arah suamiku. Penisnya berdiri tegak. Sangat sehat, tidak ada tanda memiliki disfungsi ereksi. Kasihan suamiku, aku harus segera menyudahi ini dan melayani suamiku. Memberinya orgasm bukan hanya soundgasm.
Rino berjalan ke ranjang setelah menaruh kembali gelas di atas meja. Aku turun dari ranjang mendekatinya.
“Sekarang gantian” ucapku.
Aku berlutut di hadapan Rino menarik celananya. ‘Pooop’ penis Rino yang masih ereksi berdiri di depan wajahku. Ukuran dan bentuknya berbeda dari milik suamiku. Dari segi ukuran jelas lebih menarik, mirip dengan ukuran dildo milik kami. Bedanya dildo milik kami bentuknya lurus dan permukaannya rata, sedangkan milik Rino permukaannya berurat. Bentuknya bengkok ke atas. Mengacung seperti tanduk banteng yang siap menyeruduk. Eh mungkin bukan tanduk, tapi lebih cocok cula badak. Sesuai nama pemiliknya, Rino. Aku tersenyum geli dengan pikiranku sendiri.
“Kenapa senyum-senyum mbak? Lucu kah bentuknya?” tanya Rino gugup
“Eh, enggak kok. Gagah...” jawabku sambil memegang penisnya.
Seperti perumpamaan, “Tangan dibalas dengan tangan, mata dibalas dengan mata”. Supaya adil mulut harus dibalas dengan mulut.
Aku mengangkat penisnya, memulai dengan menyentuhkan ujung lidah di pangkal penisnya. Menjilati batang penisnya dan juga buah zakarnya. Rino memejamkan mata. Jilatanku naik ke atas di sepanjang garis yang ada di permukaan bawah batang penisnya. Sampai di lubang kencingnya, aku memainkan ujung lidahku menyeka cairan pelumas Rino.
“Geli mbak, tapi enak” komentarnya.
Haap, aku memasukkan kepala penisnya ke dalam mulutku. Tanganku mengocok-ngocok bagian bawahnya. Aku mengulum penisnya seperti permen, menghisap-hisapnya. Berharap aku dapat segera menarik sperma dari buah zakarnya.
Rino mulai mengerak-gerakkan badannya. Penisnya semakin dalam masuk ke mulutku. Permainan mulai berubah. Sebelumnya ia bermain dengan lembut, melayani untuk bisa memuaskan pasangan wanitanya. Kini saatnya ia memperlihatkan sisi kejantanannya. Menunjukkan hukum alam bahwa betina yang harus memenuhi nafsu pejantan.
Aku membiarkan Rino menyetubuhi mulutku. Aku berfikir agar cepat orgasme. Begitu ejakulasi permainan ini selesai. Kami sepakat bahwa acara malam ini selesai ketika aku dan Rino sudah orgasme. Rino segera pergi dan aku akan melanjutkan dengan suamiku.
Rino terus memaju mundurkan penisnya di dalam mulutku. Tanganku memegang pahanya menahan dorongan agar tidak terlalu dalam. Aku pun secara aktif memaju mundurkan mulutku. Sudah sekitar lima menit Rino menyetubuhi mulutku. Tidak ada tanda-tanda akan orgasme. Leherku sudah mulai lelah, air mata mulai menetes di mataku karena sodokan penisnya di tenggorokanku.
“Stop.. Stop.. Istirahat dulu” aku menyerah mengangkat tangan.
“Kita lanjut di kasur aja..” usulku.
Rino berbaring terlentang. Aku berencana mengeluarkan teknik andalanku. Aku biasa menggunakannya untuk melayani suamiku ketika sedang tidak ingin atau tidak bisa berhubungan sex. Aku melumuri penis Rino dengan pelumas. Tangan kiriku mulai mengocok penisnya ke atas ke bawah. Kepalaku mendekat ke tubuh Rino, menjilati putingnya. Puting satunya lagi aku mainkan dengan jariku yang sudah diberi pelumas.
“oooh, enak banget mbak...” lenguh Rino.
Aku memainkan penis dan puting Rino dengan lembut. Perlahan mempercepat tempo kocokanku di penisnya. Dengan teknik ini suamiku hanya dapat bertahan paling lama 3 menit.
Rino terus melenguh, memuji serviceku. Menit demi menit berlalu belum juga ada tanda-tanda orgasmenya. Otot lenganku mulai nyeri kelelahan.
Kuat juga staminanya. Memang aku sempat mencari Rino di dunia maya, aku pernah melihat fotonya di instagram yang memperlihatkan ia aktif mengikuti event lari. Tentu saja ia bisa mengatur nafasnya lebih panjang.
Karena tanganku sudah lelah, aku kembali memasukkan penisnya ke mulutku. Kedua tanganku menggapai kedua putingnya memainkannya. Di posisi berbaring, Rino kembali menggerak-gerakkan pinggulnya, namun kali ini pergerakannya terbatas. Lebih nyaman karena aku bisa mengendalikan sodokannya agar tidak terlalu dalam di tenggorokanku.
Leherku mulai capek namun sepertinya Rino sudah mulai mencapai batasnya. Aku terus mengocok dengan mulut dan tanganku. Rino mengangkat pinggulnya. Aku menghentikan kocokanku, menunggu cairan panas menyemprot di mulutku. Penisnya berkedut-kedut. Tapi aku tidak merasakan ada cairan yang keluar. Aku melepas penisnya.
“Sudah keluar mas?“ tanyaku
“Hampir tadi mbak. Tapi mbaknya berhenti.” jawabnya terengah.
Sial, kukira sudah keluar tadi. Lengan dan leherku bisa kram kalau dilanjutkan. Aku duduk di atas kemaluan Rino, menggesek-geseknya di bibir vaginaku. Aku menyodorkan payudaraku di wajahnya. Mulutnya langsung menyambar.
Aku tidak mau kalah dengan bocah yang belum menikah. Aku akan menunjukkan aku lebih berpengalaman. Hisapan Rino di dadaku membuat birahiku kembali naik. Vaginaku mulai basah, memperlancar geserkan penis Rino di bibir vaginaku. Aku meraih penisnya dari belakang menekannya agar makin menempel sekaligus memastikan agar tidak selip masuk ke lubang kemaluanku. Aku semakin cepat menggerakan pinggulku, Rino semakin semangat dengan payudaraku.
“hnnnnggghhhhh...”
Aku bergetar. Aku merasakan orgasme keduaku. Tidak sehebat yang pertama. Rino duduk memelukku membiarkanku menikmati orgasme singkatku.
“Sudah capek mas..” keluhku.
“Ya udah sekarang mbak Nia berbaring aja”
Aku berbaring terlentang, Rino berdiri di atasku, meletakkan penisnya yang masih mengacung di belahan payudaraku.
“Salah satu fantasiku mbak. Bantuin dengan susu.” pinta Rino.
Aku menekan kedua payudaraku dari sisi luar dengan tanganku mencoba menjepit penis Rino. Jelas tidak bisa terjepit, ukuran payudaraku kurang besar.
“G bisa mas” ujarku
“Gpp mbak, sudah enak” Rino menggesek-gesekkan penisnya di antara payudaraku.
Aku masih berusaha menekan payudaraku, paling tidak semakin banyak yang bisa bersentuhan dengan penis Rino. Kepala penis Rino mendorong-dorong daguku. Aku sedikit mengangkat kepalaku, mengulumnya.
“Makasih mbak..” ucap Rino, tapi jelas tidak cukup untuk membuatnya orgasme.
Rino kemudian berpindah. Posisinya saat ini di bawahku, berhadapan dengan kemaluanku. Rino meletakkan penisnya di atas vaginaku. Ia mengangkat kedua kakiku dan merapatkannya untuk menjepit penisnya. Aku sempat khawatir tadi Rino mencoba melakukan penetrasi.
Dengan bantuan pelumas, kali ini Rino menyetubuhi pahaku yang mulus. Dari samping akan terlihat kami sedang berhubungan sex. Seandainya suamiku tidak memakai penutup mata, ia tidak akan bisa membedakan apakah Rino sedang benar-benar menyetubuhiku. Aku juga mulai mendesah-desah merasakan gesekan di bibir vaginaku. Bisa-bisa aku orgasme lagi.
“Masih lama mas keluarnya? “ tanyaku ingin segera mengakhiri permainan ini.
“Belum bisa mbak. Coba ganti posisi”
Kali ini ia memintaku menungging. Rino berada di belakangku menggesek-gesek penisnya di belahan pantatku. Aku hanya diam, mengistirahatkan badanku. Rino meraih kedua payudaraku dari belakang. Menarikku mendekat. Ia meremas-remas payudaraku, memilin-milin putingnya. Mencoba menaikkan kembali semangatku. Dan lagi selalu berhasil, aku mulai menikmati tangan Rino di payudaraku. Penis Rino berada di antara pahaku, menggesek geli bibir kemaluanku. Dinding vaginaku berdenyut-denyut, gatal. Ingin digaruk dengan kontol.
Rino mencumbu bagian belakang telingaku. Geli, tapi cukup menambah rangsangan di tubuhku. Aku meraih kepala Rino, mencium bibirnya. Lidah kami kembali beradu. Rino berbisik di telingaku.
“Masukin ya mbak..” pintanya
Aku menggeleng.
“Sebentar kok mbak” rengeknya kembali
“Jangan mas, kita sudah sepakat. G enak sama suamiku” aku menentang
“Sepertinya suamimu menikmatinya” ia menoleh menunjuk ke suamiku.
Penis suamiku begitu tegang, berdenyut-denyut.
“Gimana kalau gini, mbak tanya suami mbak. Kalau suami mbak mengangguk berarti setuju” kali ini Rino berkata dengan lebih keras, cukup untuk suamiku mendengarnya.
Rino melepas dekapannya, membuatku kembali menungging. Ia lalu memposisikan ujung penisnya di depan liang kemaluanku. Tangan satunya memegang pinggulku bersiap untuk penetrasi. Rino menggesek-gesek penisnya di bibir vaginaku, memancingku. Birahiku naik, ingin dipuaskan.
“Paa, mas Rino mau masukin Nia. Boleh gaa?” tanyaku.
Suamiku diam tidak mengangguk ataupun menggeleng.
“Paaa, istrimu mau disetubuhi kontol laki-laki lain. Papa g setuju kan?” nadaku semakin mendesah.
Aku menunggu reaksi suamiku. Perlahan suamiku menganggukkan kepala dua kali.
“blessss” penis mas Rino masuk ke dalam lubang kemaluanku.
“ahhhh, paaa... istrimu disetubuhi paaa.,, setubuhi aku mas Rinoooo” aku tidak bisa menahannya lagi.
Mas Rino menghujam kuat-kuat kontolnya ke dalam vaginaku.
“Enaak banget mbaaak...”
“Plok, Plok, Plok, plok..” tubuh kami beradu mengeluarkan bunyi. Bola zakar mas RIno memukul-mukul vaginaku.
“Yang cepet maassss“ Saat ini aku ingin disetubuhi dengan kasar.
“Paaa, kontol mas Rino enak paaa...”
Tempo kami semakin cepat. Mas Rino memaju mundurkan kontolnya, aku pun menyambutnya dengan gerakan pinggulku, kelojotan.
Mas Rino tidak bisa menahannya lagi.
“Aku mau keluar mbaak...” teriak mas Rino
“iya, keluarin mas .. oooohhhh..”
Rino melepas penisnya dari kemaluanku. Croot.. Croot.. Penisnya menyemburkan sperma di atas punggung sampai ke rambutku. Sseer.. Sseer, aku juga mengalami orgasme. Begitu cairan sperma berhenti keluar, Rino berbaring lemas di sampingku. Aku masih menungging, kepalaku tertunduk di atas kasur, masih bergetar-getar.
Setelah mengatur nafas, Rino lalu berdiri. Ia segera menuju ke kamar mandi, mengenakan pakaiannya. Sesuai kesepakatan permainan berakhir dengan orgasme dari kedua belah pihak.
“Makasih mbak..” Rino mengecup keningku. “Selamat melanjutkan dengan suami”
Rino pergi meninggalkan aku dan suamiku. Aku menatap suamiku melihat penisnya yang begitu tegang. Meskipun sudah bercinta dengan hebat barusan. Aku masih merasa ada yang kurang. Vaginaku belum disemprot dengan sperma. Aku bangkit berdiri mendekati suamiku.