Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Birahi Papa dan Mama

Status
Please reply by conversation.
Lanjut suhu.. sampai semua kategori terpenuhi semua
 
Yanti belum tereksekusi sudah muncul sinta... mantap hu..
Ngentot yanti di depan mirna hu
 
Nyim
Diusik Mba Yanti


Keramaian hanyalah milik mereka yang berada di luar. Bercengkerama bersama, tawa-canda teruntai lepas. Sebaliknya mereka yang berada di bawah atap rumah, menikmati istirahat panjang kalaulah akhir pekan adalah jalan membikin tubuh ini sehat dan berguna lagi. Bono, kini bisa tertidur nyenyak. Tanpa obat tidur yang ditaburi secara sengaja oleh Yanti pun dia ngorok kekenyangan. Pada akhirnya ia tahu bagaimana bermalam minggu. Berbanding terbalik dengan abangnya, Jaka, yang belum pulang kala dini hari menjelang. Orang tua mereka juga demikian, Gono dan Mirna. Setelah nafsu birahi mereka tuntaskan, Gono dan Mirna asyik ngobrol di meja makan. Mereka mengemil makanan ringan. Pelan suara mereka berbicara agar yang lain tidak terusik. Gono yang bertelanjang dada, sekali-kali menggaruk badannya. Beberapa nyamuk menggerayangi. Mirna tak kesian. Ia justru menunggu apakah syarat yang diajukannya disanggupi utuh oleh Gono atau tidak.

"Beneran nih?"

"Iya", jawab Mirna sesekali membetulkan piyamanya agar tidak terlihat begitu sensual caranya berpakaian.

"Aku ragu. Bukan ragu mau ngelakuin. Tapi ragu kamu marah apa enggak"

"Yang kasih syaratkan aku, Mas"
"Kamu tidak perlu ragu, buktikan saja di depanku".

"Baiklah..."

"Aku ke kamar dulu", pamit Mirna meninggalkan Gono sendirian di ruang makan.

Beberapa menit kemudian, Gono berjalan ke sudut belakang rumah. Ia berencana menemui Yanti, pembantunya. Diketuk pintu kamar Yanti pelan-pelan. Yanti yang selalu siap berjaga apabila disahut dan diperlukan terbangun. Terbukalah pintu kamar. Lalu Ia sedikit kaget karena dilihat olehnya sang majikan tidak memakai baju. Yanti salah tingkah. Ditambah Ia tidur mengenakan daster kembang yang mengekspose bagian ketiaknya.
Yanti buru-buru ingin mengambil kain penutup, tetapi Gono mencegah.

"Maaf ya, Pak. Apakah boleh saya mengambil jaket saya dulu?"

"Gak usah, saya gak lama-lama kok" "Cuman mau nanya, beneran yakin kamu mau pulang ke kampung Minggu depan?"

"Beneran Pak, saya sudah kangen dengan anak saya. Ibu mana yang tega ninggalin anak berbulan-bulan tanpa bertemu sekalipun dalam setahun"

"Oke kamu saya kasih izin. Saya juga udah sempet ngomong sama Ibu. Kalau dia pun ngizinin".

"Haduh! Terima kasih banyak ya Pak", sangat sumringah wajah Yanti. Ia memyalami Gono dan makin tak sabar raganya bertemu putra semata wayang.

"Baiklah, itu saja yang saya mau beritahukan. Tapi saya boleh minta tolong?"

"Iya boleh. Ada apa?"

"Bikinin saya kopi. Ibu ngantuk berat, jadinya..."

"Baik, saya bikinkan Pak...", Yanti gerak cepat. Padahal, Gono belum selesai bicara.

Yanti meraih jaketnya. Kemudian Ia bergegas ke dapur seraya memanaskan air agar kopi hangat yang diinginkan Gono lekas jadi dan Yanti bisa pulas kembali. Gono membuntuti Yanti. Ia berdiri di dapur mengamati Yanti mempersiapkan kopi yang tak sabar diseduh malam-malam. Bokong Yanti yang luput ditutupi, tersorot oleh kedua mata Gono. Bulat berisi sehingga terbayang oleh Gono bagaimana rupanya apabila Yanti tak berbusana.
Gono mengira-ngira, Yanti yang sudah lama tak bertemu suami bagaimana menyalurkan hasrat birahinya. Gono merasa ingin mengisi kekosongan itu apabila ada kesempatan.

Yanti yang sibuk menyediakan kopi, tidak sadar sedang diperhatikan oleh majikannya. Di pikirannya sekarang adalah bagaimana tugasnya malam ini cepat selesai.

"Ini kopinya, Pak", ucap Yanti berbalik badan.

Gono berusaha berdiri lebih dekat dengan Yanti, seraya meraih secangkir kopi yang telah jadi. Ditatapnya wajah Yanti. Demikian Atas-bawah tubuhnya
seakan ada sesuatu yang salah.

"Ada apa ya Pak?", Yanti mundur selangkah. Memalingkan muka, merasa tak sopan menatap paras majikannya.

"Enggak apa-apa. Saya sekedar ingin bertanya, soal suamimu bagaimana? Apa sudah ada kabar?"

"Belum juga. Sekarang saya pasrah saja, Pak. Kalau suami saya masih ingin bertemu saya, pastinya dia akan mencari. Bukannya saya yang terus-terusan ke sana kemari".

"Kamu cantik loh, Yan"
"Lebih baik kamu cari suami lagi"
"Tentunya yang ekonominya lebih baik sehingga kamu gak harus kerja jauh-jauh begini dari anak kamu"
"Memangnya di kampung gak ada juragan atau pengusaha yang naksir sama kamu?"

"Status saya jelas masih istri dari seorang suami. Naksir boleh. Tapi apa dikata orang di kampung bila saya berhubungan dengan lelaki lain?"

"Begitu yaa..."
"Mari kita lanjutkan obrolan yang sempat terputus", bujuk Gono mengarah ke ruang tamu.

"Duh Pak, apa gak bisa besok pagi saja?"
"Gak enak kalau sampai dilihat ibu..."

"Loh kenapa gak enak? Kita kan baik sama kamu. Kamu juga baik sama kita. Gak ada kita punya sangkaan buruk terhadap kamu, Yan".
"Yuk"

Yanti terpaksa menurut. Sebetulnya Ia sudah mengantuk, tetapi apa boleh buat, majikannya berkata lain. Mereka tampak mau melanjutkan obrolan yang terpotong oleh Bono yang kelaparan. Jadi, sehabis makan malam, Yanti menghadap Gono, kiranya mengutarakan niat akan mudik Minggu depan. Gono sebagai majikan yang baik tentu mengizinkan. Malahan, Ia bertanya Yanti ada ongkos pulang atau tidak. Meski Yanti menolak dibayarkan, Gono tak sungkan membiayai kepulangan Yanti. Selebihnya, ia sempat memberikan sejumlah uang untuk keperluan Yanti di kampung. Bagi Gono, itu adalah balas jasa terhadap Yanti atas kerjanya selama ini. Bukan berarti berakhir kontrak kerja Yanti mengasuh di rumah Gono.

"Mas Farid (kerabat Gono yang mengusulkan Yanti kerja di rumahnya), sudah tahu soal kamu mau mudik?"

"Belum, Pak. Rencananya besok", jawab Yanti digiring duduk di ruang tamu.

"Kamu jangan sampai lupa dengan beliau, gitu-gitu banyak jasa beliau ke kamu..."

"Pastinya pak, kalau bukan karena Mas Farid, saya gak tahu musti kasih makan apa anak saya di kampung".

"Anak kamu sapa yang rawat sekarang?", tanya Gono meniup-niup secangkir kopi yang sedikit panas.

"Kakak saya..."

"Uhmm", Gono mengamati Yanti yang duduk berhadap-hadapan dengannya, di tengahi meja tempat Gono menaruh secangkir kopi.

"Namanya siapa? Udah gede ya sekarang?"

"Randi. Iya, sudah 10 tahun umurnya".

"Hhhmmm..."
"Oh ya, baru kali ini loh, saya lihat kamu pakai daster"
"Cantik banget kamu, Yan.."
"Kalah cantik kembang yang ada di daster kamu"

"Hehe, makasih, bisa aja Bapak gombalnya. Gimana ibu gak sayang sama bapak, gombalnya aja begitu", Yanti hanya terkekeh pelan, menunduk-nunduk ketika pujian dihaturkan oleh Gono.

"Oh ya, Yan. Besok kamu gak sibuk kan?"

"Ya begini aja Pak. Ngebersihin rumah, nyuci piring, nyapu..."

"Besok temenin saya jalan ya?"

"Boleh pak, asalkan Ibu diajak"

"Tentu Yanti, masa ibu bapak tinggal gitu aja di rumah...", ujar Gono memerhatikan beberapa kali Yanti menguap.

"Maaf, pak. Apa ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Yasudah, kamu istirahat lagi sana..."
"Besok kita jalan bareng Ibu", perintah Gono yang hendak membawa secangkir kopinya ke kamar karena akan ditinggal sendirian oleh Yanti di ruang tamu.

Yanti kembali ke kamarnya. Sementara Gono sampai di kamar, Ia mendapati Mirna tertidur nyenyak. Ia geleng-geleng. Kopi diseduhnya sendirian di dekat istrinya sambil membuka-buka ponsel. Dengan sedikit kesal, apa yang dilihat Gono berbeda dengan isi pikirannya. Mengecek satu per satu chat yang belum sempat Ia baca, Gono justru terbayang kebersamaan dengan Yanti yang belum lama berlalu. Pikir Gono, ia ingin segera menghabiskan kopinya. Kemudian mengulang kebersamaan dengan Yanti. Dia berharap Yanti mau membikinkan kopi untuknya lagi.

Gono seperti tidak percaya. Yanti sudah nyaris setahun mukim di rumahnya. Namun, baru kali ini ia amat terpesona kepada sosok Yanti. Gono malah menganggap kerabatnya pintar mencarikan pembantu. Yanti tidak malas, telaten dalam bekerja. Parasnya lumayan cantik. Majikan merasa tak rugi lama-lama tinggal di rumah. Itu mengapa Gono hampir tidak pernah menggerutu mengenai cara kerja Yanti. Di sisi lain, rupa-rupanya baru kali ini Gono mengamati Yanti mengenakan daster. Apakah Ia terlampau sibuk bekerja sehingga pulang larut malam, lalu yang sering dilihat hanyalah istrinya seorang.

"Duh Yanti, Yanti,...", timbul sekelebat pesan dalam benak Gono. Kopi yang diseduhnya sekedar beberapa teguk diminum. Gono menyusul Mirna yang tidur lebih dulu.

=O=​

Pagi hari, Aku berlari pelan menelusuri jalanan di sekitar komplek perumahan. Jalanan yang masih tampak lengang membuat aku semakin bersemangat untuk berolahraga. Kurang lebih sejam aku berputar-putar. Keringat yang sudah membasahi baju mendesakku untuk segera pulang. Apalagi kondisiku memang sudah lelah. Jika dipaksakan aku tidak mau sakit sampai membuatku tergeletak lemas di kasur. Tiba di rumah kulihat Mama mengenakan kerudung bergo warna biru gelap dengan celana legging training abu-abu, beserta t-shirt biru lengan panjang. Ia bersiap senam di lapangan dekat kantor RW bersama ibu-ibu sekitar sini. Kendati aku senang Mama berolah raga, aku sedikit risih dengan pakaiannya. Kerudung sudah sedikit benar dipakai. Akan tetapi, ukuran payudara Mama yang terbilang besar jelas terlihat dari t-shirt yang rasanya terlalu sempit digunakan. Buah dada yang Mama melambung tidak berhasil ditutup seluruhnya oleh kerudung Mama, karena jangkauan ujung kerudungya berukuran pendek.

Meskipun memakai bra, sulit bagi siapapun untuk tidak berpikir ngawur jika melihat Mama. Ditambah dengan celana legging yang digunakan, bentuk jenjang kaki Mama mengundang perhatian mata laki-laki yang haus akan kasih sayang. Pahanya sedikit padat nan gempal, justru itulah yang menjadi daya tarik yang paling mencolok. Apalagi bentuk bokong Mama membuat siapapun jadi bebas melihat walau sebagian bagian bawah t-shirt mampu menutupinya.

"Mama baru mau olahraga?"

"Iya nih...", jawab Mama sedang pemanasan lalu dibuntuti oleh Mbah Minto (63 Tahun), kakekku.

"Mbah mau olahraga nih? beneran masih kuat?"

"Kamu meragukan kemampuan Mbah? Dikira Mbah udah sepuh banget ya?"

"Haha canda, Mbah".

"Nah, Mirna! Pakaian begini baru cocok banget kalau dipakai olahraga. Walau kamu berusaha menutup aurat, tetapi disesuaikan model dan tempatnya juga".

"Iya, Yah. Kan ayah yang ngusulin. Kalau bukan ayah yang kasih nasihat mana mungkin aku tahu..."

Mamaku yang beberapa tahun yang lalu belum mengenakan hijab. Kini sudah berhijab. Semua berkat usaha keras Mbah Minto guru spiritual keluarga kami sekaligus ayah kandung Papa. Mbah Minto rajin memberikan petuah religius di keluarga kami. Dia kadang berusaha mengingatkan akan pentingnya tuntunan ilmu agama. Apa yang dilakukannya, bukan tidak ada hasil. Bahkan, Mama mulai mengenakan hijab itu adalah prestasi terbesar Mbah Minto. Pada awalnya, Mama sedikit tidak yakin untuk mengenakan hijab. Ia khawatir dibilang baru bertobat atau hanya ikut trend saja. Mba Minto berusaha meyakinkan Mama. Kalau mengenakan hijab tak ada rugi. Tak heran, sampai detik ini, Mama apabila keluar rumah, seperti bertemu orang asing, Ia tak lupa mengenakan hijabnya.

Beberapa menit kemudian muncul Ibu Sinta (42 Tahun). Beliau adalah kawan mama di komplek dan juga tetangga kami.

"Jalan sekarang aja, yuk? Keburu panas"

"Bukannya kamu udah dipanasin sama suami kamu semalam", canda Mbah Minto kepada Ibu Sinta. Aku agak tidak mengerti dengan candaan tersebut. Yang jelas aku menganggapnya canda bernada vulgar.

"Wush, buruan cari bini baru, mau sampai kapan gelisah gini terus sampai pagi", ledek Ibu Sinta yang mengetahui status Mbah Minto yang telah ditinggal wafat istrinya 5 tahun yang lalu.

"Aku naksirnya kamu, Sin"

"Idih ngarep banget nih mertua kamu, Mir"

"Hehe, bilangin suamimu aja Mbak", sahut Mama.

Tiba-tiba Mbah Minto mencubit pantat Ibu Sinta," Aduh sakit! Gak enak dilihatin anak-anak?! Noh si Bono jadi bingung kan?"

"Lama-lama dia nanti juga ngerti urusan kayak gini", ujar Mbah Minto menengok ke arahku.

"Udah yuk berangkat, inget Yah kita habis senam, mau jalan bareng Mas Gono!"

Oh iya, bener!"

"Bono gak mau ikut?", ajak Mama.

"Enggak, Mah.., aku masih banyak yang belum dikerjain. Lagian badanku basah sama keringat begini".

"Nanti jangan lupa jalan sama Papa dan Mama, sama Mbah juga..."

"Iya", jawabku masuk ke rumah.

Bersambung
[/size][/nyimak huuuuuuuuuuu
Maaf hu typo, seharusnya 63
gpp huuuuuuuuu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd