Episode 7 Best friends - 1
POV Deyara
“Pah… aku pergi dulu yah!”
“Iya, jangan pulang larut malah yah!”
“Om, pergi dulu!”
Setelah keluar dari rumah, aku segera duduk di samping Rivo yang menjemputku dengan mobil Toyota Fortuner. Baru jam 6 sore, agaknya kita kecepatan.
“Rivo, kan katanya acaranya nanti jam 7.30? apa gak terlalu cepat kita?” Aku bertanya-tanya.
“Supaya aku bisa lama berduaan dengan kamu di mobil” Rivo menatapku. Aku gak sadar kalo kita sementara menyusuri jalan boulevard Manado, kali ini ia pergi ke arah pantai.
“Kamu mau culik aku kemana?” Aku mendorong kepalanya supaya kembali menghadap jalan. Jengah juga dipandangin seperti itu.
“Mau lihat sunset berdua, mau yah?”
“Oke!”
Setelah kejadian di villa Susan, aku makin dekat dengan Rivo. Aura playboynya makin lama makin luntur. Aku merasa ia sudah berubah, gak lagi suka lirik cewek lain, dan penuh perhatian ke aku. Rivo malah udah banyak tahu sifatku dan kegemaranku… Ih geer juga.
Rivo mencari spot yang tepat dan memarkirkan mobil menghadap ke arah lautan. Perfect! Tempat yang dipilih cukup jauh dan sunyi. Duduk diatas batu yang kasar tapi rata kami duduk menghadap lautan, ternyata nyaman juga. Gimana gak nyaman, ada cowok cakep di sampingku.
Matahari terbenam dengan gagahnya kebetulan gak ada awan jadi jelas kelihatan masuk ditelan lautan. Langit membahana dengan warna-warna yang agung. Aku terpesona… pandanganku jauh menatap langit. Adakah masa depan cerah bagi kita?
“Indah sekali yah!” Rivo berguman, padahal dari tadi dia lirik ke sini.
“Iya… bagus banget! Aku rasa lega… fresh, eh gimana yah?” Suasana hatiku jadi indah pula.
“Eh, maksudku bukan yang itu!” Rivo menatapku.
“Huh? Maksudnya?” Aku bingung.
“Maksudku yang indah itu pemandangan yang disampingku! Cantik bukan main…” Rivo menggombal lagi. Kali ini aku gak siap, kaget juga. Tak terasa pipiku langsung diliputi dengan rona merah.
“Wah, digoda dikit, langsung ngefek telak tuh!” Rivo menertawaiku.
“Mau di cubit yah!” Aku mempersiapkan senjata andalanku di pinggangnya.
“Eh… gak kok. Jangan di cubit, dikocok aja, mau dong?” Rivo nyengir mesum.
“Boleh tapi pake minyak spesialku…” Aku membalas bercanda mengingat kembali peristiwa itu.
“Wah, hahaha… aku rela kok digigit semut, asal jangan kamu yang gigit!” Rivo balas nyengir. Akhirnya kita berdua pun larut dalam tawa.
“Bener? Yakin mau rasa?” Aku menantangnya.
Rivo gak ngomong apa-apa, tapi langsung berdiri, seakan hendak membuka celananya. Eh… nekad juga tuh anak.
“Ihhh, tolong! Ada cowok mesum….” Aku langsung berteriak dan segera berpaling belakang.
“Katanya berani!” Rivo memelukku dari belakang. “Untung aja gak sempat dikeluarin…!”
“Hahaha… nekad yah kamu! Mau banget yah!” Aku masih meledek.
“Emang Deya mau bantu?” Rivo masih berharap.
“Boleh… aku bantuin panggil bencong, tuh ada satu!” Aku menunjuk kebelakang. Rivo tertawa lagi, tangannya mencubit perut dan pinggangku.
Setelah 15 menit bercanda dengan Rivo, aku menjadi sangat terbuka. Rivo orangnya take it easy dan suka bercanda… eh banget lagi. Aku sampe ngak sadar sudah ngomong-ngomong mesum. Masakan ia sampe tanya-tanya gimana bentuk kontolnya Kevin dan Bren… dan anehnya kok aku sampe cerita lagi.
‘Ihhhhh… Deya.. Deya, sadar dong. Cowok yang didepanmu itu juga salah satu golongan playboy seperti mereka… bedanya cuma yang ini ngaku-ngaku sudah bertobat.’ Hatiku seakan ingin menjerit, mengingatkanku untuk jangan jatuh cinta. Bisa-bisa berabe… sayang tidak ku perhatikan.
Aku malah duduk bersandar di dada cowok itu sambil menikmati angin pantai yang sejuk. Rasanya nyaman sekali… Aku hanya membiarkan tangan kanan Rivo bermain di rambutku, iseng terus dari tadi. Eh…. Apa itu? Ternyata tangan kirinya gak pernah beranjak dari pinggangku dan perlahan menggelitikku kecil. Aku membiarkan aja… Rivo tambah berani dan memelukku mesra.
Aku jadi menghayal... apakah cowok ini yang nantinya akan menyandang status pacar pertama dari gadis cantik bernama Deyara Arlita Dien? Ok juga sih, mengingat cowok ini juga yang mencuri ciuman pertamaku. Eh... maksudnya...
“Rivo, bagaimana kabarnya Dinah dan komplotannya?” Aku bertanya sekedar mengubah arah pembicaraan.
“Masih di penjara tuh! Kayaknya segera disidangkan minggu ini… Kecuali Kevin, ia masih di rumah sakit, Ehhh… aku dengar akan konsultasi ke psikiatris, mungkin aja trauma” Rivo menjawab.
“Kok sampe segitunya?” Aku sampe kaget.
“Iya… hampir putus katanya… ih, ngeri. Aku aja sampe sekarang masih takut kamu oral! Ihhh gak berani” Rivo mengejekku.
“Eh, siapa yang mau oral kamu, ihhh jelek!” Aku balas.
“Tahu aja kali kamu minta!” Rivo terus mengejek
“Ih… mesum terus ngomongnya. Hahaha…. Eh terus Sari dan korban lain gimana?” Aku mengalihkan cerita lagi.
“Tenang aja, nama mereka dirahasiakan kok, polisi tahu mereka hanyalah korban kejahatan.” Rivo menjelaskan.
“Aku malu Rivo, banyak orang pikir aku salah satu korbannya, eh malah ada yang menganggap aku anggota geng mereka!” Aku complain ke dia.
“Baguslah, supaya gak ada cowok lain yang mendekatimu lagi!” Rivo malah nyengir.
“Apa kamu bilang? Ih… Rivo… kok kamu malah senang kalo reputasiku jatuh!” Aku complain lagi.
“Bukan gitu sayang… aku yakin orang yang mengenalmu tak akan terhasut gossip murahan!” Jawaban yang baik.
“Tapi…!” Aku gak sampai meneruskan.
“Ato kamu suka aku tulis di surat kabar kalo kamu masih segel?” Rivo balas mengejek.
“Gak segitunya lagi…” aku menjulurkan tangan kebelakan hendak mencubit perutnya.
“Eh… mau ngapain?” Rivo terkejut.
“Hush… pasti kamu pikir mesum, yah?” Aku nyengir ketika tanganku mencubit kuat.
“Ouch, aduh kirain…” Rivo menggantung.
“Kirain apa?”
“Kirain mau cari kontol!” Rivo mengejekku lagi.
“Ihhhh… nakal!” Aku berbalik untuk mencubitnya lagi. Tapi Rivo sudah siap…
Tepat ketika wajahku berbalik, ia menyambar bibirku dan memeluk kepalaku. Aku hanya terdiam menyadari bibirku sudah diciumnya… hadehhhh.
Aku masih terdiam ketika kecupan panjang itu berhenti. Bibir Rivo gak ditarik, masih dekat sekali.
“Mau lagi?” Rivo berbisik.
“Huh?”
“Tutup mata mu!” Rivo berbisik lagi.
Aku menutup mata, dan membiarkan bibirnya mengecupku pelan. Aku menikmatinya… suatu kecupan yang cukup lama.
“lagi?”
Aku masih menutup mata setengah menanti lagi. Kali ini Aku membuka mulutku…
Rivo melumat bibirku dengan penuh gairah, dan kami pun larut dalam suatu ciuman yang panjang. Oh… Rivaldo…
“Sudah yah, nanti kita terlambat di acara Cherry! Nanti kalo mau lagi minta aja, nanti dikasih!” Suara Rivo terdengar lirih di telingaku. Aku membuka mata menatapnya, ia nyengir.
“Eh, siapa yang minta? Ihhhh…” Aku menjadi gemes lagi.
-----
Dalam perjalanan menuju rumah Doni, masih terus terngiang hangatnya bibir dan lidah Rivo dalam ciuman tadi. Rasanya beda… jauh berbeda dengan ciuman penuh nafsu dari Kevin. Bahkan beda juga dengan ciuman Rivo bulan lalu. Astaga! Apa aku sudah beneran jatuh cinta?
Aku kembali mengingat kegilaanku dengan Rivo di tempat dugem. Awalnya kami hanya bermain di meja, dan yang kalah harus minum. Mungkin aku minum terlalu banyak sehingga gak sadar sudah ditarik melantai. Kami berciuman dengan penuh nafsu, ganas sekali. Sementara itu suara musik mendesakku untuk bergoyang. Sementara itu tangan Rivo sudah menjelajahi bukit dan lembah di seluruh tubuh. Waktu itu aku sudah benar-benar sange… gak sadar pakaianku sudah setengah terbuka waktu ditarik di mobil… masih juga gak sadar sudah dibugilin cowok di mobil. Aku hanya setengah sadar sudah mengoral batangnya… iya, Rivo yang mengambil keperawanan mulutku. Ia juga yang mengambil keperawanan toketku, dihisap sampe aku keluar… malah waktu itu aku sudah membuka kaki bersiap untuk diperawani. Ihhhh… mujur banget cowok itu.
“Ahhhhh!” Gak sadar aku mendesah pelan, tapi cukup terdengar oleh Rivo.
“Deya.. kenapa sayang!” Rivo melihat perubahan air mukaku.
“Gak kok!” Aku menjawab seadanya. Rivo memarkir mobilnya tepat di depan pintu tempat kos milik Titien.
“Kamu ingat kejadian itu, kan?” Rivo menatapku, untung aja gelap kalo tidak ia pasti melihat wajahku sudah merah.
Aku diam aja, dan terus menunduk malu gak mampu menatapnya.
“Aku minta maaf, yah?” Rivo kembali nyengir.
“Udah, gak perlu diingat lagi!” Aku gak bisa marah.
“Gak mungkin Deya… aku pasti ingat terus. Itu hari yang paling indah dalam hidupku! Pertama kali aku melihat toket dan memek seindah itu. Phew! Aku minta maaf membuat kamu kentang, tapi aku rela kok kalo terjadi lagi…” Rivo menatapku terus
“Huuuuu… maunya! Kamu sih!” Aku menabok kepalanya.
“Hehehe… buktinya kamu juga ingat terus! Pasti gak bisa lupakan kontolku, kan?” Rivo mengejek lagi.
“Mau digigit?” Aku hanya ketawa. Cowok ini gak bisa dibilangin.
-----
Rumah kos milik Titien adalah markas Doni dan kawan-kawannya, dan disitulah acara malam ini diadakan. Sebuah perpisahan dengan Kak Cherry, pacarnya Doni yang akan bertugas di Makassar. Setelah tamat, Kak Cherry sempat bekerja di bank nasional di Manado, namun kali ini dipindah-tugaskan di kantor cabang di Makassar. Dan Doni harus merelakannya demi karir.
Aku gak tahu bagaimana jadinya kalo mereka berpisah. Kak Doni benar-benar menyayanginya… eh bisa dibilang tidak bisa hidup tanpanya. Padahal dulu Kak Doni itu anak preman, suka jaga terminal. Malah sempat dikuliahkan di Amerika tapi gak mau. Hidupnya berubah jauh sejak pacaran dengan gadis manis itu.
Aku sempat beberapa kali bertemu dengan Kak Cherry. Orangnya anggun, berkelas tapi ramah. Persis kayak bidadari. Dia beberapa kali menyabot predikat Putri Kampus, dan Noni Sulut, gelar yang sangat prestise di kalangan anak muda. Beruntung banget Doni bisa memacarinya.
Dan sejak itu aku sudah menggangapnya sebagai anggota keluarga, apa lagi selama itu Kak Cherry memanggilku pake nama tengah, Arlita. Persis kayak anggota keluarga lain. Kami sangat dekat… terutama waktu taon lalu ia masih kuliah. Ia justru yang antar-antar aku mendaftar matakuliah. Sayang akhir-akhir ini ia tambah sibuk dengan kerjaannya.
Kak Cherry memang tidak buat acara meriah, malah yang diundang hanya teman-teman dekat. Rivaldo juga adalah salah satu teman dekat Doni, turut diundang. Tampak teman-teman kerja dari Kak Cherry, juga teman kos. Banyak sih yang aku gak kenal, mungkin cuma Darla yang dari tadi menatapku tersenyum. Tapi anehnya mereka semua kenal sama Rivo. Eh, malah beberapa gadis sok kenal dekat dengannya.
Aku jadi sebel. Aku malas diperkenalkan satu per satu sebagai pacarnya, dan menyuruh Rivaldo menemui mereka. Ia nampaknya senang-senang aja bisa reunian dengan teman-teman lama. Aku sih enjoy aja, apalagi ada Darla yang menemaniku. Eh, pantasan banyak aku gak kenal, rata-rata mereka sudah lulus seangkatan dengan Kak Cherry. Rivo aja yang belom lulus-lulus, eh ada temen-nya, Kak Doni. Mereka berdua malah lebih senior lagi, dan sekarang sudah di tahun ke-7.
Eh, iya… Rivo kayaknya sudah akan ikut wisuda berikut, secara kelengkapan ia sudah lengkap, hanya aja gak mau urus administrasinya. Kayak gak rela meninggalkan kampus tercinta. Tapi kalo Kak Doni justru masih belum jelas kapan lulusnya. Mungkin ia akan terpacu karena akan berpisah dengan Cherry. Eh, apa Rivo belum mau wisuda karena aku? Ihhhh bodoh!
Benar juga, setelah dibilang aku sepupunya Doni, banyak yang langsung sok akrab. Semua mereka kenal siapa itu Kak Titien, dan aku sudah didaulat sebagai penerus-nya Kak Titien. Kok bukan Doni?
Aku kaget, seorang gadis yang cantik kini nampak bercanda dekat dengan Rivo. Mereka kelihatan akrab sekali, eh kayak sohib karib yang baru ketemu. Aku kayaknya pernah kenal cewek ini, kecantikannya khas… eh Astaga? Itukan Keia? Putri Kampus yang menggantikan Kak Cherry? Kok bisanya pegang-pegang tangan Rivo segala…
Aku membuang muka gak mau melihat mereka yang nampaknya bicara serius sambil berbisik-bisik. Eh, tangan Rivo lagi membelai pipi dan rambutnya… Heh! Gak bener ini. Pasti ada apa-apanya. Awas kamu Rivo! mana aku tinggal sendiri lagi, Kak Darla sudah sibuk nelpon dari tadi.
Phew! Untung aja tidak ada yang melihatku, bisa pingsan mereka melihat tatapan mataku dengan aura benci. Astaga!
“Lita! Ngapain bengong aja sendiri di sudut? Yuk, kesini ikut aku!” Kak Cherry datang mendekat, sentuhannya membuat darahku yang tadi mendidih kini bisa cool down lagi. Mungkin dia tahu apa yang terjadi, tadi matanya sempat melirik ke arah Rivo.
“Eh, kita ke mana Kak?”
“Ikut aja…!” Kak Cherry membawaku keluar menuju ke kolam ikan kecil yang ada didekat pintu masuk. Tak lama kemudian kami berdua lagi asik melihat ikan koi yang berenang bebas. Untuk beberapa menit lamanya kami hanya berdiam diri.
“Lita, kamu pacaran dengan Rivaldo?” Kak Cherry bertanya sambil menatap mataku. Aku gak bisa bohong.
“Gak kak, Rivo memang sudah nembak, tapi Lita masih ragu-ragu!” Aku menatapnya.
“Lita belum jawab? Gantung dong?” Kak Cherry terus bertanya.
Aku hanya mengangguk.
"Sejak kapan ia PDKT?" Kak Cherry nanya terus.
"Udah lebih sebulan, Kak Cher!" Aku jelaskan.
"Wah, rekor lho itu buat Aldo!" Aku baru ingat, Kak Cherry bersama hampir semua orang memanggil Rivaldo dengan panggilan Aldo. Eh, mungkin aku doang yang panggil dia Rivo.
Kami diam lagi, gak tahu mo ngomong apa.
“Kamu cemburu dengan Keia?” Tatapan mata Kak Cherry makin tajam tapi tetap aja hangat. Ia punya aura kuat yang membuatku merasa dekat.
“Gak tahu!” Aku sendiri masih bingung. “Rivo kok bisa dekat dengan Keia?” Aku penasaran.
“Anggaplah mereka pernah dekat sekali, tapi itu sudah lama. Pas aku jadian dengan Doni, kamu ngertikan? Mungkin sejak itu gak pernah ketemu…” Kak Cherry memberikan penjelasan.
“Terus aku gimana kak?” Kak Cherry pasti mengerti, sekarang ini aku gak bisa melarangnya karena kami belum punya status apa-apa.
“Gak usah dipikirkan, sayang. Keia memang gitu orangnya. Kakak aja pernah sakit hati waktu ia dekat dengan Doni. Eh gak tauhnya hanya teman. Tapi memang orangnya model gitu. Mana ia juga teman dekat dengan Rivaldo, jadi yah kamu maklumin aja.
“Lita masih bingung kak sampe sekarang, gimana baiknya. Secara kan, Rivo juga udah mau wisuda dan kerja di luar kota. Terus… Kak Cherry tahu sendiri kan Rivaldo orangnya gimana.” Aku mencoba berpikir logis kedepan.
“Lita… sebentar malam kamu tanya ke hatimu. Kalo memang cinta, why not? Cinta itu harus diperjuangkan, bukan hanya cowok tapi cewek juga. Jangan pernah ragu membuka diri untuk cinta.” Kak Cherry jago banget kalo kasih nasihat. Persis Kak Titien.
“Iya kak…”
“Rivo sudah jauh berbeda dari Rivo yang aku kenal dulu. Kakak yakin itu karena kamu. Itu aja sudah membuktikan betapa besar cintanya. Tapi, sekali lagi tanya hatimu. Jangan jadian hanya karena iba atau karena gak mau menyakiti teman. Justru itu memperparah keadaan” Kak Cherry kembali memberikan nasihat.
“Iya kak…” Aku memangguk.
“Aku yakin Rivaldo akan membahagiakanmu…” Kata Kak Cherry. Eh, tapi kenapa yah kali ini pandangan matanya berbinar, kayak mengejek.
“Kenapa kakak yakin?” Aku bertanya.
“Hehehe… kata orang Aldo jago membuat wanita bahagia… “ Kak Cherry tertawa, dan sebelum pergi ia sempat berbisik “… di tempat tidur”
“What?” Astaga Kak Cherry nakal juga.
-----
POV Cherry
“Duh, gimana sih kamu Cher, pake ajak-ajak Lita nginap disini!” Doni protes... aku senyum aja, pasti ia galau mendengar rencanaku.
“Aku mau ngomong dengan dia di tempat tidur, biasa naluri wanita. Tadi ia sempat ngomong denganku. Aku harap sebelum berangkat besok ke Makassar sempat ngomong hati-ke-hati.” Aku membela diri. Jawaban yang telak dan klise, pasti Doni gak bisa ngelak. ‘Hehehe… sorry sayang.
Aku tahu sekali apa rencananya padaku malam ini, pasti ia merencanakan untuk menyekap aku tidur disini… wah bisa-bisa kerja keras lagi malam ini. Cowok itu gak ada capeknya em-el. Apalagi ia tahu ini malam terakhir, bahaya! Bisa-bisa aku pake kursi roda di airport besok. Ihhhh…
Memang sih, biar tidur dengan Lita pasti Doni tetap aja akan menyergapku. Tapi paling tidak sebebas biasanya, dan yang pasti gak sampe semalaman. Hehehe… nanti dijatahin sekali ato dua kali nge-crot aja yah!
Walaupun Doni masih complain, tetap aja ia gak bisa melarang. Hehehe…
Akhirnya malam ini aku dan Deyara tidur di kamar Doni, di paviliun lantai 3. Kamarnya luas banget, eh tepatnya pavilion, bukan kamar doang. Udah ada ruang nonton, ruang tamu dan dapur sendiri di tambah suite kamar mandi/toilet yang luas.
Aku tidur dengan Lita atas ijin ayahnya. Setelah ditelpon, Om Agus langsung aja ijinkan. Eh, siapa dulu yang minta… hehe, Cherry gitu! Untung aja Om Agus gak nyangka kalo Aldo ikutan nginap juga disini.
Sebelum naik ke tempat tidur, kami masih terus berbincang-bincang, melanjutkan percakapan yang tadi.
“Lita, jujur yah… udah ngapain aja dengan Aldo? Untung banget ia…” Aku bertanya pelan-pelan supaya gak kedengaran dari luar.
“Gak kok… biasa aja!” Deya kelihatan tersipu.
“Oh, kirain udah dekat sekali... udah eh... ngerti kan!” Aku mengejar terus.
“Kak, jangan bilang-bilang orang yah. Aku punya obsesi akan kasih perawanku ke seorang cowok yang special… cita-citaku dari SMP. Dan tolong jangan tanya-tanya siapa itu, yang pasti bukan Rivo!” Deya ngomong serius.
“Huh?” Aku kaget.
“Iya kak. Itulah masalahnya…” Deya kelihatan merenung, kayak ada pergumulan besar di hatinya.
“Kalo gitu, kakak cuma mau bilang, Jangan ragu-ragu, kamu harus berani ikut kata hatimu.” Aku kembali menasihatinya. Deya tersenyum.
“Kak Cherry diperawani siapa? Kak Doni?” Deya balas bertanya.
Aku malu sekali, hanya bisa mengangguk membenarkan.
“Wah mujur sekali yah si preman cap kapak itu, dapat putri kampus lho.” Deya nyengir.
“Eh… gimana yah!” Aku gak tahu harus ngomong apa.
“Kakak gak nyesal?” Deya meledekku. Aku menggeleng kepala sambil tersenyum.
“Yakin…?” Deya mengejar terus.
“Hehehe… iya dong, aku bener cinta kok!” Aku memantapkan hati.
“Wah, Kak Cher, berarti Doni tipe cowok yang bisa membahagiakan wanita yah…?” Deya bertanya lagi. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan…
“Di tempat tidur…kan!” Deya tertawa kecil.
“Iya.. Eh maksudnya?” Aku terjebak. Astaga, nakal sekali adikku ini.
“Hahahah… ngaku juga akhirnya!” Deya terus meledekku.
“Udah, gak usah ngomong soal itu, ganti topik!” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Kak Cherry, kenapa memintaku temani tidur… harusnya kan malam terakhir ambil jatah banyak-banyak. Hihihi…!” Deya meledekku lagi. Kali ini telak banget.
“Justru itu, Lita… kakak takut besok gak bisa jalan. Kak Doni jago … eh, maksudnya... ihhhh kepo!” Jawabanku tambah ngawur… Deya makin kenceng tertawa.
“hahaha… udah keceplos kak, gak usah malu gitu.” Deya senyum-senyum. Nakal sekali.
“ihhh… awas kamu yah!” Aku malu sekali, pasti pipiku sudah semerah udang rebus.
-----
Deyara sekarang lagi ganti baju. Ada banyak baju milik Kak Titien yang pas dibadannya. Aku aja biasa pinjam baju itu… mujur banget ukuran tubuh aku, Deya dan Titien pada mirip. Aku terus menatapnya kagum… wah bodinya mantap sekali, padat dan curvy. Pantesan playboy keren kayak Aldo mau kejar-kejar terus. Pasti ia punya banyak fans di kampus… eh, mungkin kayak aku dulu.
Eh tunggu, apa Deya jadi korbannya Dinah? Mereka duakan dekat, pasti Dinah gak akan sia-siakan gadis secantik Deya.
“Lita… kamu gak terlibat kan dengan kasusnya Dinah?” Aku bertanya langsung ketika kami berdua sudah di atas tempat tidur. Percakapan tadi membuatku lebih terbuka dengan gadis ini.
“Maksud kakak?” Deya tak ngerti.
“Kakak takut sekali kalo Lita salah satu korban kejahatan Dinah!” Aku ngomong ragu-ragu, takut menyinggung. Ini hal sensitif lho buat wanita. Untunglah Deyara sudah dekat banget denganku.
“Emangnya Kak Doni gak ngomong?” Deya tanya balik. Aku menggelengkan kepala.
“Aku dan Darla disuruh ikutan nginap ke villa untuk membongkar kejahatan Dinah dan komplotannya.” Deyara terus terang.
“Astaga! Gimana sih Doni sama Aldo… otaknya lagi gak jalan. Masakan mau umpan anak perawan di sarang penyamun? Huh… perlu ditabok lagi tu anak!” Aku langsung marah…
“Gak kok… Kak Doni sama Rivo justru jagain aku terus 24 jam!” Deya membela mereka.
Deya menceritakan kisah itu sedetail mungkin… aku yang mendengar terus berubah emosi, dari tegang, penasaran dan tertawa mendengar kedua kontol itu jadi korban keganasan kaki, tangan dan gigi Lita.
“Terus kamu gak diapa-apain dua cowok itu?”
Deya langsung menjadi merah. Ia memelukku erat… pasti ada apa-apanya.
“Lita, cerita dong ke kakak! Jangan malu-malu, kayak siapa aja.”
Lita menceritakan bagaimana mereka sempat meremas-remas toketnya, eh malah menggigit puting merah muda milik gadis itu. Deya jago banget bercerita, lengkap pake emosi, membuat aku terbawa nafsu membayangkan kalo saja itu dadaku yang sementara diremas.
“Eh, kok nakal banget tangannya…!” Deyara kini mulai membelai-belai toketku. Awalnya aku biarkan saja, tapi kali ini bahaya. Nafsuku mulai naik.
“Kak, Lita mau cerita tapi harus praktek langsung di tubuh Kak Cherry, yah!”
“Eh, gak boleh dong, nakal!” Aku menolak sambil menegang tangannya.
“Kak… ayo dong, dikit aja.” Ihhh… nakal banget gadis itu, pake belai-belai perutku. Bikin cenat-cenut…
“Boleh kan kakak cantik, siapa suruh tubuh Kak Cherry mulus gini, bikin gemes.”
“Eh…” Aku masih aja menolak, tapi gerakanku setengah hati.
“Yah kalo gitu gak jadi cerita dong!” Deya pinter banget merayu. Akhirnya aku mengangguk, dan melepas peganganku, sementara itu tangannya tambah nakal membuka daster tidurku. Mana aku gak pake bra lagi… toketku langsung diremas.
Deya menceritakan kalo malam minggu itu toketnya dikenyot kedua bangsat itu, sedangkan ia gak bisa melawan lagi. Aku makin terbuai ceritanya, dan ketika kedua kontol itu kepanasan, aku sampe tertawa geli. Ihhh apa ini… ternyata toket kiri ku mulai dikulum dan dikenyot.
“Litaaaaa!” Aku mencoba menahan tapi anak itu gak mau menyerah. Ia hanya tertawa-tertawa kecil melihat aku yang kini mulai menahan nafsu.
“Udah kak… biarin aja, Lita janji gak akan terlalu jauh!” Kini kedua toketku sudah dibelai dan diemut.
“Ehhhh… jangan lama-lama. Terus dong ceritanya!” Aku pura-pura gak terima.
Cerita Deya makin tegang ketika tiba pada klimaksnya di minggu pagi. Ketika sampai di bagian Deya sudah terikat, aku gak sadar kedua tanganku sudah direntangkan dan juga diikat ditempat tidur. Tangan Deya turun kebawah, mengelitik perut dan menuju ke bagian private-ku. Ihhhh… aku mulai mendesah. Deya menyelipkan tangan kanannya di bawah CD-ku. Aku makin terpengaruh dengan ceritanya.
“Wah kak, udah basah… aku buka yah!” Deya memengang tali CD-ku.
“Ehhh, jangan Deya…!” Ia melucurkan penutup terakhir tubuhku.
“Wah, kak Cherry seksi banget! Cantik banget… pantesan Doni sampe gak bisa berpaling ke lain memek… hehehe!” Deya membuka kakiku dan menatap tubuh bugilku. Aku hanya menarik nafas yang kini sudah sangat pendek karena nafsu. Tapi jujur aku bangga tubuhku dipuji oleh gadis cantik sekelas Deyara.
“Ihhhh nakal…!” Aku hanya ngomel pelan.
“Yah, kakak rasakan dulu kentangnya aku waktu itu!” Ada-ada aja jawaban Deya.
“Terus Lita, kamu diapain aja? Kamu masih segel kan?” Aku pura-pura tanya soal cerita, padahal udah terangsang banget.
“Iya kak. Lita masih perawan kok! Waktu itu Lita disuruh kulum kontolnya. Yah, karena udah sange, pura-pura aja mau. Tapi pas Darla kasih tanda, aku gigit kontol Kevin kuat-kuat. Hampir putus lho!...
“Apa? Hahahaha…” Aku tertawa membayangkan sakitnya.
“Kalo kakak jangan gitu yah! Nikmati aja…!” Deya berbisik lirih ditelingaku.
“Eh, nikmati apa?”
Ih… dikerjain lagi. Deya segera keluar dari tempat tidur, membiarkan pintu terbuka.
“Lita… Lita, tangan kakak masih diikat, heh… kok keluar!” Aku berteriak memanggilnya. Astaga bahaya ini…
“Kak, suruh buka Kak Doni aja, yah!” Suara Deya kedengaran dari luar.
Jantungku tambah berdegup mendengar bunyi langkah Doni mendekatiku. Ia menatapku tertawa… aku malu sekali… tubuhku terekspose telanjang bulat di kamar.
“Hahahaha… Cherry, udah mau banget yah! Gak nyangka kalo semudah itu kamu bisa masuk jebakan.” Doni tertawa sambil membuka bajunya pelan-pelan sambil mulai tidur diatasku. Tangannya langsung menyambar kedua toketku, sementara mulutnya mencari belahan selangkanganku yang sudah tersaji bebas. Aku baru sadar sudah terjerat.
“Ahhhh… awas kamu Lita!”
-----
“Doni… udah… ahhh…aku gak tahan…mppphhh” Aku terus mendesah…Cowok itu tahu banget titik-titik sensitif tubuhku. Aku sampe gemeteran menahan birahi, akibat serangannya di toket dan klitorisku…
“Ahhhh…..” Kali ini dua jarinya dimasukkan ke memekku… aku makin kepayahan. Pasti gak lama lagi keluar.
“Hhhhhhaahhhh aduh…. ahhhhhhhhhhhhhhh” badanku melengkung sementara perut dan pinggung berkelojotan menyambut orgasmeku yang pertama. Huh…. Enak banget… aku memeluk punggungnya erat-erat. Nikmat banget…
Doni membuka ikatan pada kedua tanganku. Ia masih aja tertawa-tawa melihat aku tidur pasrah kelesahan paska orgasme. Ih, kalo tauh gak jadi ajak anak itu nginap. Ini mah tambah parah…
“Gantian yah sayang” Doni mengeluarkan kontol kebanggaannya. Eh, aku juga bangga lho dientot kontol monster gini, udah panjang besar, kekar dan berurat lagi. Setelah nafasku reda, aku mulai mengocok kontol itu… untunglah aku juga sudah mengetahui titik-titik rangsang cowok itu. Saatnya balas dendam… hihihi…
-----
POV Deyara
“Rivo, bangun dulu. Aku mau buka sofa!” Aku mendorong tubuhnya jatuh dari sofa. Rivo mengerutu, tapi kubiarkan aja.
“Ihhh, orang lagi tiduran di bangunan!” Rivo kelihatan jengkel.
“Tunggu gak lama, aku mau atur tempat kita tidur!” Aku menarik bagian dalam sofa dan mengubahnya menjadi tempat tidur queen size. Rivo sampe kaget, gak tahu sebelumnya.
“Tunggu Rivo, aku ambil bantal supaya kita tidur enak disini berdua!” Aku menarik lagi baju Rivo yang sudah siap naik ke sofa-bed.
“Kita? Eh… kita tidur berdua?” Rivo sampe kaget, gak nyangka. Astaga, kok aku bilang gitu tadi.
“Ihhh mesum, awas kamu macam-macam, ku gigit kontolmu sampe putus!” Rivo senyum-senyum genit. Aku malu sekali, ketahuan ngajak cowok tidur berdua.
“Kok bisa yah Doni gak tahu kalo sofa ini bisa jadi tempat tidur? Kok kamu tahu?” Rivo masih tanya-tanya. Mungkin supaya aku gak malu lagi. Pasti ia kecewa kalo batal tidur berdua, hihihi.
“Iya, ini sofa dari rumahku. Di kasih ke Kak Titien dua tahun lalu.” Aku menerangkan.
“Wah kalo gini sih… mantap.” Tiba-tiba Rivo menariku ke tempat tidur. Aku hanya bisa diam ketika mulutnya kembali mengunci bibirku dalam lumatan yang panjang. Akhirnya aku menyudahinya setelah kurasa cukup.
Setelah itu kami tidur menyamping saling berhadapan. Tangan Rivo terus memeluk dan membelai kepala dan rambutku. Matanya menatapku tajam dengan isyarat cinta. Kami berdiam… tapi aku merasakan hati kami makin dekat.
“Deya, boleh aku tanya?” Rivo berbisik pelan. Aku mulai harap-harap cemas. Apa ia akan tembak aku lagi… mungkin kali ini aku gak akan menolak lagi, sudah waktunya.
“Kenapa!” Aku menjawab lirih sambil mempertahankan mentalku.
“Sebelumnya kamu jangan marah yah, karena pertanyaan ini berasal dari lubuk hatiku paling dalam.” Rivo makin berani, pake gombal lagi.
“Iya.. mau tanya apa sih? Pake putar-putar segala.” Aku pura-pura jengkel.
“Deya… kamu sudah bisa tebakkan. Ini pertanyaan yang seorang cowok selalu ingin tanyakan kepada seorang cewek cantik sepertimu. Eh, tapi janji dulu gak akan marah!” Rivo menatapku lama.
“Iya aku gak akan marah, tanya aja!” Aku menunduk malu. Aku sudah bisa menebak apa maunya.
“Swear?”
“Swear!” Ihhhh bikin penasaran aja.
“Dengar baik-baik yah sayang, terus jawab sesuai kata hati kamu….. Kamu… eh, Kamu gak pake beha yah?” Rivo menatapku sambil nyengir.
“Ihhhhhhh mesum!” Aku mencubitnya kuat-kuat. Rivo sampe kesakitan… ‘Apa ia sempat lihat cetakan pentilku tadi? Kok ia tahu?’ astaga nanti dia pikir macam-macam lagi.
“Eh, tadi udah janji gak marah!” Rivo membela diri.
“Kamu sih, kok tanya seperti itu!” Aku protes, tapi kemudian baru nyadar.
"Emangnya kamu mau aku tanya apa?" Mata Rivo masih menatapku berbinar.
"Ihhh..." Aku tak mampu berkata-kata. Yang tadi itu malu banget.
Aku terus mencubitnya sampai ia teriak kesakitan. Padahal pikir-pikir aku yang mesum, panggil cowok tidur berdua terus gak pake bra lagi. O la la…
----
Kali ini aku sudah tidur membelakangi cowok itu. Rivo udah dari tadi minta-minta maaf, udah merusak moment. Tapi aku diam aja… soalnya aku malu sekali.
Tangan Rivo gak berani lagi nakal, padahal tadi dikasih bebas menyentuh-nyentuh tubuhku. Sejak aku marah… eh pura-pura marah, kini ia jadi sopan banget. Baguslah, supaya aku bisa tidur tenang malam ini.
Di keheningan malam, terdengar suatu suara yang pada awalnya pelan dan ditahan-tahan. Desahan dua insan berbeda jenis kelamin sementara mendaki puncak kenikmatan. Suara Kak Cherry terdengar jelas... makin lama makin kuat.
‘Wah, gak nyangka… Kak Cherry ternyata binal juga… dari tadi minta-minta Doni tambah masuk, atau tambah kuat… tambah cepat. Beda jauh dengan sosoknya yang anggun dan berwibawa didepan orang’ Aku terus berpikir. Suara mereka kini jelas sekali… ih.. bikin orang nafsu aja.
“Terus Don… hajar memekku… masukan kontolmu dalam-dalam!” Terdengar teriakan Kak Cherry gak malu-malu lagi.
Tak percaya, aku menatap ke belakang. Apa Rivo dengar juga?
“Hahahaha… nakal juga tuh cewek” Rivo hanya tertawa kecil ketika melihat mukaku penuh tanda tanya. Mau gak mau aku juga jadi ikut tertawa.
“Kita intip yuk…” Rivo segera turun dan mengintip dari pintu. Aku baru sadar, ternyata pintu kamar gak ditutup dari tadi.
Aku mengikutinya dari belakang, tapi hanya terdiam melihat adegan siaran langsung yang begitu intense. Ini sih jauh lebih baik dari semua porno yang pernah ku lihat.
“Wah gak nyangka si Cherry binal juga di ranjang. Untung benar si Doni.” Rivo menggeleng-geleng kepala dari tempat ia mengintip.
Aku jadi penasaran kelihatannya em-el itu enak sekali. Ihhh, mana sudah sange lagi. Cepat-cepat aku mengambil hape-ku.
“Gila… seksi banget coy!” Rivo sudah terbawa nafsu.
Walaupun aku diam aja, nafsuku sudah diubun-ubun. Kak Cherry liar banget bergerak seksi diatas tubuh Kak Doni. Sementara pinggul Kak Doni menusuk terus dari bawah… Kak Cherry sampe kegelian menahan serangan tersebut.
“Huhhhh ssshhhhhuhhh…” Aku mulai mendesah.
Kami berdua terus menyaksikan persetubuhan yang sangat panas itu. Keduanya tampak berlomba, saling memuaskan pasangannya. Keduanya ngotot gak ada yang mau mengalah…
Setelah hampir 15 menit berganti-ganti gaya, kayaknya keduanya hampir mencapai klimaks. Kak Cherry udah mendesah setengah menjerit menahan gempuran Kak Doni dari bawah. Tubuh gadis seksi itu membelakangi cowoknya dengan gaya WOT. Ia masih aja menggoyangkan pinggul mengantisipasi pompaan Kak Doni yang makin liar… makin cepat. Tubuhnya kini mulai gemetar…
“Deya, kesini, nanti mereka lihat!” Rivo menarikku sembunyi, tapi aku gak pusing lagi. Aku malah melangkah masuk kedalam kamar membuat keduanya kaget.
“Eh Lita, ngapain…?” Kak Cherry malu sekali. Ia masih terus dipompa dari bawah, tubuhnya terekspos bebas. Kak Doni cuek aja, terus menggempur pertahanan gadis anggun itu.
“Hihihi… Kapan lagi aku bisa selfie kek gini!” Aku mengeluarkan hape.
“Aduh Doni stop dulu ada Lita…” Kak Cherry makin stress, terutama ketika aku membuka applikasi kamera.
“Biarin aja sayang, palingan ia sendiri yang stress.” Kata Doni tanpa mengendorkan tusukannya.
“Aduh… huhhhh! Lita jangan…” Kak Cherry masih kebingungan ketika mendengar jepretan kamera.
“Astaga… nakallll” Terdengar suara Rivo. Ia sudah keluar dari tempat persembunyian, tapi masih aja berdiri di pintu. Mungkin jengah kalo datang dekat-dekat.
“Satu kali lagi yah” Kali ini suduk kamera dari tempat yang tinggi, dan banyangan kepalaku hanya kecil disudut. Sementara tubuh keduanya tampak jelas di layar… lengkap dengan emosi kenikmatan yang amat sangat.
Sambil tersenyum nakal aku meremas toket Kak Cherry kuat-kuat…
“Ahhhhh…! Aduhhhh agggghhhhhhhhhhh…!” Tubuh Kak Cherry langsung kelojotan, tampak suatu orgasme yang dahsyat yang tak dapat dibendung lagi. Kak Cherry teriak kuat dalam kenikmatan yang taboo. Ia tampak tidak mampu lagi mengontrol dirinya.
“Gila cing ini cewek pake squirt lagi. Huhhhh…” Terdengar suara Rivo di dekat pintu.
“Wah kak Cher… sampe segitunya…” Aku masih tertawa-tawa sambil terus bergaya sambil memotret.
“Smile!” Aku segera melarikan diri setelah gambar terakhir ku ambil. Kak Cherry masih kelelahan gak bisa menahanku… hehehe.
Aku masih tertawa-tawa di balik pintu. Masih terdengar sepasang kekasih itu berdebat gak mau terima kekalahan.
“Eh, sayang, yang ini gak dihitung. Ada gangguan… aku kalah gara-gara Lita. Padahal hampir lho. Dikit lagi kamu pasti kalah, Sayang” Kak Cherry ngamuk gak mau mengakui kekalahan.
“Tenang sayang, aku masih kuat kok buat kamu orgasme sekali lagi.” Kak Doni hanya terus nyengir menikmati kemenangannya.
“Eh, tapi janji dulu berikut harus keluar sama-sama.” Kak Cherry menuntut.
“Iya… asal kau mampu aja…” Kak Doni masih nyengir.
“Mana sih Lita, cari mampus anak itu!” Kak Cherry bisa menakutkan juga yah, hehehe.
“Mana aldo juga ikutan ngilang?”
“Biarkan aja sayang, pasti dia lagi coli…” Doni hanya terus nyengir.
Kayaknya aku harus siap-siap menghadapi pembalasan cewek itu. Sorry Kak Cherry... kamu cantik banget, aku hanya mau kasih hadiah ke Doni supaya dia ada bahan coli. Aku janji gak akan kasih tunjuk orang... eh kecuali Nia, Darla, dan Kak Titien... hehehe.