Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kebanyakan para pembaca ini maunya Dimas di kasih main apa nggak? Survey aja, ending sudah ada.


  • Total voters
    247
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part 5

Rabu - Pagi


ā€œAduh sayang, kamu pagi-pagi gini udah keras aja sihā€.

ā€˜Keras?ā€™.

ā€˜Hah?! Apaan yang kerasā€™.

Kalau di dengar-dengar asal suaranya, ibu pasti ada di dapur. ' Tapi Ibu lagi ngapain ya di dapur? Dan apaan yang keras'.

'Apa ibu lagi sama Adit kah? Atau sedang telponan dengan seseorangā€™. Penasaran dengan apa yang terjadi di dapur, maka langkah kaki ku yang sempat berhenti tadi, ku lanjutkan lagi.

Sampai di depan dapur aku melihat dua sosok disana. Yang tak lain adalah ibu dan adikku. Keduanya berdiri dengan bahu saling menempel, sekaligus membelakangiku. Selain itu mereka juga seperti sedang sibuk akan sesuatu, karena keduanya sama sekali tidak menyadari kedatanganku. ā€˜Ngapain ya mereka?ā€™ dalam hati.

Penasaran dengan ucapan ibu yang tadi, lantas ku tanyakan "Apa yang keras Bu?".

Keduanya tersentak kaget, kemudian tampak gelagapan kala tahu aku tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan. Lalu ibu secepat kilat menarik tangannya dari depan tubuh Adit. Namun karena ketutupan tubuh Adit yang besar, jadi aku tidak tahu tangan ibu habis ngapain.

"Ehhhhhā€¦. Dimas, su-sudah bangun kamu nak?" ucap ibu yang tampak terlihat gugup ketika melihatku berada di dapar. Wajahnya juga merah, serta agak berkeringat. ā€˜Ibu kenapa sih, kayak lihat hantu sajaā€™ ucapku dalam hati. Adit juga hanya diam saja tidak bergeming. Ia tetap saja menghadap berlawanan denganku.

"Iya bu, Dimas baru bangun. Ngomong-ngomong apa yang 'keras' bu?" tanyaku perihal ucapan ibu tadi.

"Ohhhā€¦ itu, iniā€¦ apa namanyaā€¦ otot, iyahhhā€¦ otot-otot si Adit ini lohhhhhā€¦.. masa pagi-pagi sudah keras aja nih. Makanya ini lagi ibu pijitin adik kamu" ujar ibu, sambil meremas-remas paha Adit yang besar berotot karena keseringan gowesan. Ia juga meremas-remas area perut Adit, yang sudah pasti six-pack itu. 'Hmmmā€¦.' Ibu dari tadi lagi mijitin otot-otot Adit toh. Kukira apa yang ā€˜kerasā€™, ternyata otot-otot Adit.

"Emangnya otot elu kenapa bisa keras Dit?" tanyaku kepada adik ku itu.

"Gak ngerti juga gwā€¦. Tiba-tiba otot-otot gw nyeri Dim, berasa kaku. Kayaknya karena gw tadi kurang peregangan". Ucap dia tanpa menoleh kepadaku. Aku agak jengah dibuatnya. Ia seperti sedang melakukan satu di balik badannya. Tapi aku tidak bisa melihat dia sedang ngapain.

"Terus elu lagi ngapain dah?" tanyaku keheranan dengan sikapnya yang agak tidak sopan kepadaku. Karena ia berbicara tanpa menoleh kepadaku. Aku kan kakaknya, harusnya dia tahu sopan santun.

ā€œGw lagi nyari bubuk minuman protein yang biasa gw minum pas olahragaā€ ucapnya yang sekarang baru mulai membuka laci-laci di dapur.

"Ohhhhā€¦.ā€ singkatku ketika aku tahu dia sedang melakukan apa. ā€˜Ok lahā€™. Maka tidak kuhiraukan lagi dia, kubuka kulkas mencari makanan yang bisa kujadikan sarapan. Mataku menerawang segala sudut kulkas, dari atas hingga ke bawah, tidak ada yang luput. Sayangnya tidak ada yang bisa kumakan, lebih tepatnya tidak ada menarik nafsu makanku.

ā€œNghhhhā€¦.anjingggg!ā€ erang Adit disertai umpatan.

Dengan pandangan tetap tertuju ke dalam kulkas untuk mencari makanan, aku bertanya ā€œEit dah napa lu? Masih pagi sudah anjing-anjing ajaā€.

ā€œNggak apa-apaā€¦.nghhhā€¦.ā€.

"Dimas, kamu lagi nyari apa di kulkas?" tanyanya ibu yang melihat anaknya ini celingak-celinguk mencari sesuatu di kulkas. Aku jauhkan kepaku dari depan kulkas dan menoleh kepada ibu. Kulihat ia masih terus memberikan pijatan kepada Adit.

"Aku lagi cari makanan buat sarapan bu, Dimas laper banget nihhhhā€¦" rengek ku kepada ibu seperti anak kecil.

"Ouhhhhā€¦. Memangnya kamu makan apa sayang?" tanyanya lagi.

"Nggak tahu juga bu, Dimas malah lagi bingung iniā€. Di kulkas tidak ada yang mengundang selera makanku. Tungguā€¦.. Mie? Tiba-tiba terbesit mie rebus di kepalaku. Duh! Malah jadi pengen makan mie. Makanan khas para mahasiswa di akhir bulan. Lucunya lagi di Jakarta aku malah pengen makan mie. Mungkin aku kangen dengan kegiatanku sebagai seorang mahasiswa di Surabaya. Yahhhhā€¦ teringat kala nongkrong sama temen-temen di angkringan. Hadehā€¦. ada-ada saja diriku ini.

"Ehhhhā€¦. Bu, aku lagi pengen makan mie rebus deh".

ā€œMie? Aduh sayang, pagi-pagi gini kok makannya mie sih, nggak sehat tahu!" omel bu.

"Nggak tahu bu, tiba-tiba Dimas lagi ngidam mie rebus bu" balasku bercanda.

"Ngidam-ngidamā€¦. kamu kira kamu ibu lagi hamil hah?! Dasar anak ibu, bisa aja deh ah!" celotehnya menanggapi gurauanku.

"Heheheheā€¦.." tawaku menanggapi celotehan ibu yang lucu.

"Ya sudah, sini ibu buatin deh" ucapnya menawarkan untuk membuatkannya untukku.

ā€œWuihhhhh! Makasih lho bu, Ibu jadi cantik deh. Oh iya, Dimas mau dua bungkus ya, terus pake telor sama sawi juga ya buā€ pintaku tanpa dosa seraya menggombali dirinya.

ā€œEalahhhhhā€¦. kamu malah ngelunjak sama ibu lagiā€ omel ibu lagi seraya berdecak pinggang

ā€œHeheheheā€¦ā€¦sekalian bu, mau ya bu?ā€. Lagi respon ku hanya cengengesan saat ibu yang sebal kepadaku. Ku tahu ibu sebenarnya juga tidak marah.

"Iya-iya, nanti ibu tambahin sawi sama telor".

"Nah gitu dong bu, makasih ibu yang cantik. Oh iya ibu masih kram kakinya nggak?" tanyaku. Tidak langsung menjawab, Ibu malah hanya menatapku untuk sesaat, kemudian tersenyum kepadaku. Aku tidak mengerti maksudnya.

"Ibu sudah nggak kram lagi sejak di pijitin Adit sayang" ucap ibu dengan senyuman yang lebar serta raut wajahnya tampak seperti penuh arti yang tidak kumengerti. Namun kuanggap itu agar membuat diriku tidak lagi khawatir kepadanya.

"Bagus deh kalau begitu bu, tapi kalau ibu kenapa-kenapa lagi, minta tolong sama Dimas juga bisa kok heheheā€¦." ujarku bercanda sekaligus penuh harap. Siapa tahu aku bisa pegang-pegang ibu, jadi bukan cuma Adit yang bisa menyentuh ibu. Kan bosan juga kalau cuma melihat ibu tanpa bisa megang. Siapa tahu aku bisa merasakan pahanya yang ramping dan mulus itu. Ingin kurasai kelembutan kulit ibu itu. Uhhhhh! Pagi-pagi sudah bergejolak birahiku.

"Hihihihiā€¦.. memangnya kamu bisa?" ucap ibu dengan nada meremehkan kepadaku.

ā€œWahhhā€¦. Ibu parah banget sih ngeremehin anak sendiri, ckckck" ujarku menanggapi ucapan ibu tadi sebagai candaan belaka.

ā€œBelum juga dicoba bu, siapa tahu kalau sama Dimas ibu juga kerasa enak dan nggak kram lagi" lanjutku.

"Nggak ah hihihiā€¦. ibu maunya sama Adit ajah" ungkap ibu dengan nada agak centil. Dan seketika timbul rasa cemburu dalam benakku. Walau ku yakin ucapan ibu hanya guyonan, tapi hati terasa tidak enak mendengarnya.

"Loh memang kenapa kalau sama Dimas bu?" tanyaku.

"Yaā€¦.".

"Elu nggak bisalah! Gw kan sudah sering mijitin ibu, dan gw juga tau tekniknya yang benar. Kalau elu kan nggak tau apa-apa. Nanti bukannya bikin enak malah salah pijat" sergah Adit memotong ibu yang hendak bersuara lagi. Ternyata ia sudah menemukan apa yang dia cari. Ia sudah menghadap ke arahku, sambil menyandarkan tubuhnya di meja dapur. Ucapannya barusan benar-benar seolah tidak memperbolehkan aku sebagai kakaknya untuk memijat ibu juga. Nadanya juga agak ditinggikan. Aku tidak suka dengan kata-katanya sekaligus nada bicaranya kepadaku. Aku kan kakaknya.

Di tengah emosi yang agak naik, aku melihat sesuatu yang tidak lazim dari Adit. Ada benda yang begitu besar tercetak di celana pendeknya. 'Itu apaan dah? Masa iya ituā€¦..ah gila yang bener aja, ah mungkin Hp kali. Tapi kalau iya gede banget' ucapku dalam hati kala melihat cetakan di celana Adit. 'Apa iya itu kemaluan nya?' tanyaku dalam hati. 'Apa ibu dari tadi tidak sadar ya? Atau sadar tapi tidak bilang apa-apa lagi. Mungkin sih, malu juga kaliya'.

Tak mau kepergok lama-lama melihat 'sesuatu' di celana adikku sendiri, aku memalingkan mataku kepada ibu lagi. Berusaha tidak memperdulikan benda besar di balik celana Adit.

"Iya lohhhhā€¦. Adit jago banget mijetnyaā€ ujar ibu dengan semangat memuji kehebatan adikku dalam memijat dirinya. Ia begitu bangga dengan Adit. Sehebat itukah adikku?

ā€œTuh dengar kata ibu, gw mah sudah sering bikin ibu ke enakaan, sampai ketagihan. Ya kan bu?" tanya adikku ke ibu.

ā€œIya bener banget, ibu pasti selalu PUAS kalau di pijat sama adik kamu yang perkasa dan ganteng iniā€ ucap ibu dengan begitu bangga kepada adikku.

'Perkasaā€™? Aku tidak pernah mendengar ibu memuji Adit seperti itu. Sesudah mengucapkan itu Ibu memberikan tatapan yang tidak biasa ke Adit. Sebelumnya aku tidak pernah melihat ibu menatap seperti itu. Adit kemudian menyeringai kepadaku. Kenapa sih mereka ini.

Lalu ā€˜Enak? Ketagihan? puas?'. Pijat macam apa yang Adit kasih ke ibu. Tapi kalau dia boleh memijat ibu, kenapa aku tidak? Aku kan anaknya juga! Kalau begitu aku harus minta di ajarkan sama mereka dong.

ā€Bu, ajarin Dimas dong" pintaku.

ā€œEhhhhā€¦., ajarin apa nak?ā€.

ā€œPijat buā€. Bukannya jawaban 'iya', yang ada ibu dan Adit malah saling bertatapan. Kemudian menoleh kepadaku dan tertawa bersama. Seperti menertawakan diriku.

"Hihihihiā€¦. nggak mau ah, males" tolak ibu.

"Yahhhā€¦ kenapa bu?" kecewaku. Adit tertawa mendengar penolakan ibu. Hatiku agak tersayat sedikit.

"Soalnya Ibu nggak yakin kamu bisa sayang. Beda sama adik kamu ini yang lebih kuat dari kamu, jadi pasti terasa banget pijatannya. Kamu kan kurus cempreng, pasti mana ada tenaganya, sudah pasti lemah banget pijatannya" ujar ibu yang kembali meremehkan aku. Bahkan cenderung merendahkan. Awalnya aku kira ucapan ibu cuma sekedar candaan. Tapi kalau di nilai lebih jauh, sepertinya sungguh-sungguh. Dia membandingkan diriku dan Adit, dan lebih memilih adik ku itu. Tapi memang harus ku akui, Adit jauh lebih kuat ketimbang diriku ku. Tapi kan harus adil, kalau Adit boleh, kenapa aku tidak boleh.

ā€œTapi kan belum dicoba bu, siapa tahu Dimas juga bisaā€ kembali aku berusaha meyakinkan ibu. Kali ini aku rada memelas, berharap diperbolehkan mencobanya. Karena kurasa memijat adalah salah satu cara aku bisa menyentuh ibu tanpa dianggap cabul. Padahal niatnya memang cabul sih heheheā€¦..

ā€œIhhhhā€¦ kamu kenapa sih mendadak mau mijitin ibu, maksa lagi! Wong ibu sudah nggak kenapa-kenapaā€ ujarnya yang terlihat heran sekaligus jengah kala aku memaksa untuk bisa memijat dirinya. Tentu saja tidak bisa kuberikan alasan sesungguhnya, yaitu ingin menjamah tubuhnya. Dasar anak yang sudah gila!

ā€œYa tidak masalahkan bu, lagipulaā€¦..ā€.

ā€œAda-ada saja deh kamu Dim. Sudah, sana kamu tunggu di luar aja. Jangan di sini, sumpek ngeliatnya kalau semuanya disini, kalau nggak mie rebus nya batal nihā€ ancam ibu memotong kata-kata yang hendak keluar dari mulutku. Sepertinya dia tidak mau melanjutkan pembicaraan ini. Tak mau berdebat panjang, aku pasrah menurut perkataannya. Kali ini aku harus menyerah, daripada aku di marahi.

ā€œOk-ok deh, Dimas tunggu mie rebusnya ya buā€ ujarku kepada ibu pasrah.

Sedangkan Adit tetap berada di dapur sama ibu. Sebelum pergi dari dapur, aku melihat ia menyeringai lagi kepadaku. Membuat kesal saja si bagong satu ini. Kubalas dengan jari tengah kepadanya. Dia malah tertawa lagi.



Daripada ngedumel terus, kunyalakan tv ruang tengah. Lalu bersandar santai di sofa ruang tengah, Sembari menunggu mie rebus yang di buatkan oleh ibu. Aku termenung sama obrolan tadi. Tidak kusangka ibu sama sekali tidak mengijinkan aku untuk memijat dirinya, tapi Adit diperbolehkan. ā€˜Kenapa lagi?ā€™ ucapku bingung. Apalagi tadi ibu secara langsung mengatakan aku lebih lemah dibandingkan Adit. Memang iya sih, tapi kan nggak perlu di ungkit. Bikin sakit hati saja ucapan ibu tadi. Ya sudahlah, lain kali aku coba lagi. Kesempatan pasti masih ada.

Beberapa menit mataku terpaku pada acara berita di TV, kemudian hidung mencium bau lezat khas mie rebus ayam bawang. Aku menoleh ke arah sumber bau itu. Ternyata Ibu sudah keluar dari dapur, disusul oleh Adit di belakangnya. Ia terlihat membawa nampan. Ternyata tidak hanya satu mangkok beri isikan mie tapi total ada 3 mangkok.

"Lho, ibu makan mie juga? Hayoooā€¦.tadi katanya nggak sehat tadi" sindir ku mengingat omelannya tadi. Ia malah buat juga untuk dirinya sendiri.

"Hihihiā€¦ habisnya kayak enak sih, jadinya ibu pengen juga dehā€.

"Leh elu juga makan mie rebus Dit, kan nggak sehat loh. Masa sih, si maniak olahraga makan ginian sih". Sindiran juga ku lontarkan kepada adik ku si penggila workout itu.

"Lah gw kan nggak komentar apa-apa. Kan tadi ibu yang nyeletuk nggak sehat. Gw sih mau-mau aja" ujar Adit yang tidak mau kalah.

ā€œSekali-sekali nggak apa nak. Tapi jangan keseringan, nggak sehatā€ timpal ibu menasehati kami berdua. Kami pun mengiyakan.

Jadi, pagi ini kami bertiga duduk bersama di meja makan dengan taplak menutupi sampai bawah, menikmati hidangan sarapan berupa mie rebus. Dengan tenang kami melahap makanan instan yang dikata tidak sehat oleh banyak orang. Tapi tetap saja menjadi primadona bagi banyak orang, terutama para mahasiswa di akhir bulan. Contohnya adalah aku sendiri. Aku makan sambil bermain hp. Garpu di tangan kanan, dan hp dengan tangan kiri. Dengan lihai aku browsingan dengan satu tangan saja.

Depanku Adit, dan ibu duduk di sebelahnya. Sudah biasa untuk duduk berformasi seperti ini. Sejak kecil, Adit selalu bersebelahan di sebelah ibu. Maklum anak bungsu, jadinya harus dekat ibu terus. Dulu, kadang-kadang aku suka rewel minta gantian untuk di sebelah ibu. Aku dan Adit selalu berantem untuk menarik perhatian ibu. Tapi beranjak dewasa sudah tidak terpikirkan lagi hal seperti itu.

*Slurphā€¦ā€¦ahhhhhhā€¦ā€¦Slrpuhā€¦.glup..ahhhhhhā€¦.. Bunyi yang keluar dari mulutku karena nikmat menyeruput kuah mie rebus yang panas dan lezat ini. Benar-benar enak, tiada ada duanya. Kenapa yang enak-enak selalu tidak sehat.

"Gimana Dimas, mie buatan ibu enak nggak?ā€ tanya ibu.

ā€œEnak dong bu! Apalagi jadi tambah enak karena di buatin heheheheā€¦ā€¦ā€ candaku.

ā€œHahahahaā€¦.., bener banget elu Dimā€ tawa Adit yang setuju dengan ucapanku.

ā€œDasar kamu ah Dimā€¦ hihihiā€¦.ā€. Ah suasana hangat yang menyenangkan, dan akan kurindukan nantinya. Tak lama lagi tidak akan kurasakan lagi untuk sementara, karena aku harus kembali ke Surabaya untuk kuliah. Nasib anak perantauan.

Kami melanjutkan menyantap mie ini. Mataku fokus ke layar hp membaca meme-meme lucu, sedangkan mulutku fokus menerima asupan yang panas dan enak. Dikit demi sedikit mie dan kuah nya berpindah ke dalam perutku.

ā€œOghhhhhā€¦..ā€. Tiba-tiba Adit menggeram dengan hebatnya, sampai aku terkejut kala menikmati mie rebus yang ibu buatkan ini. Bahkan gara-gara dia, diriku hampir tersedak. Adikku memejamkan kedua matanya serta menggigit bibir seperti menahan sesuatu.

ā€œNapa sih loe, bikin kaget aja. Eh?! Jangan-jangan masih ā€˜kerasā€™ ya hahahahaā€¦.?ā€ tanyaku sekaligus mencengi dia. Kurasa otot-otot dia masih bermasalah.

ā€œIye! Nggak enak otot-otot gw di bagian kaki sama paha, terasa pegel banget, nyut-nyutan, bikin nggak nyaman gituuuā€¦.oghhhhā€¦.ā€ jawab Adit menjelaskan apa yang yang dia rasakan sekarang. Terkadang ia juga terlonjak-lonjak kecil di kursinya sendiri.

Dari ujung mataku, aku menangkap adanya gerakan dari lengan ibu, terlihat bergoyang-goyang pelan. Namun hanya bagian atas lengan atasnya yang terlihat bergoyang. Aku tidak bisa melihat apa yang dilakukan tangan ibu yang bagian bawah.

Dan diriku baru sadar, kalau makanan ibu baru termakan sedikit sekali, tidak ada setengahnya. Bahkan kuahnya sudah mulai surut , terserap mienya. Ia hanya menatap Adit, sesekali ia melihat ke bawah, ke arah selangkangan Adit. Dari tempat aku duduk, diriku bisa melihat raut wajah ibu yang aneh, bahkan ia sedang menggigit bibir bawahnya yang tipis itu.

Sedang apa ibu? Bingung dengan apa yang sedang lakukan, aku bertanya kepadanya ā€œIbu lagi ngapain sih? Kok ibu nggak makan? Tanya bertubi-tubi kepada ibu.

ā€œEh?!ā€ kaget ibu. Ia langsung arahkan wajahnya kepadaku, lalu berucap ā€œIni ibu dari tadi lagi mijitin adik kamuā€

ā€œMijit?ā€.

"Hihihihiā€¦ iya nih, kasian adik kamu lagi kesakitan gini lohhhhā€¦.ā€. Lalu ibu tersenyum aneh kepadaku. Sama persis dengan senyuman yang ia berikan kepadaku di kemarin hari waktu di bioskop. Aku pun hanya bisa membalas dengan mengernyitkan alis kepada ibu.

ā€œApa yang di pijat bu?ā€.

ā€œNgā€¦pijat perut ama pahanya aja sih, terasa tegang dan keras, keras banget, besarrrrā€¦.ā€ ujar ibu.

ā€œBesar? Apaan yang besar bu?ā€.

ā€œEhhhā€¦, oh pahanya Adit besar banget karena sering dilatih, jadi susah mijetnyaā€ jawabnya.

ā€œUghhhhā€¦.ā€ geram Adit. Sama seperti ibu, adik ku itu juga tidak melanjutkan makanya. Ia sedang berjuang menahan rasa sakitnya.

ā€œOhhhhā€¦..ā€ singkatku menanggapi ucapan ibu. Aku setuju dengan ibu, setiap bagian tubuh Adit memang terlihat menonjol gagah disana sini. Berotot kekar. Meski tidak kekar seperti binaragawan, tapi tetap jauh lebih besar dari pria biasa pada umumya. Apalagi dengan aku, bagaikan bulan dan matahari perbedaannya.

ā€œUhhhhā€¦ā€¦besar banget sih kamu, paha kamu sampai berotot giniā€ ucap ibu. Nafas ibu tiba-tiba berubah menjadi agak berat dari sebelumnya. Mungkin mijet harus pakai tenaga.

ā€œOghhhā€¦..ā€. Adit mendongak dan mengeram di saat yang bersamaan. Ia seperti sedang kesakitan sekarang.

ā€œEhhhā€¦jangan-jangan elu kram kayak ibu kemarin ya?ā€ tanyaku. Benar-benar seperti kejadian yang menimpa ibu kemarin. Aneh sekali sih, keduanya rajin olahraga. Tapi malah gampang terserang kram.

ā€œHhā€¦hhā€¦Iya kayaknya, hampir sama seperti ibu kemarinā€¦hhā€¦oghhhā€¦ahhhhhā€¦..ā€ jawabnya tersengal-sengal. Tak hanya terus meringis kesakitan, eh sekarang dia malah mendesah-mendesah. Apa benar dia sedang kesakitan. Ia menutup mukanya dengan kedua telapak tangan yang sedang bertumpu pada meja makan.

ā€œGimana sayang sudah mendingan belum? Enak?ā€ tanya ibu ke Adit.

ā€œI-ya bu, sudahhhhā€¦ lumayan enakā€¦ ughā€¦..ohhhhā€¦.ā€ jawab Adikku itu merem melek.

"Enak pijitan ibu?".

"E-enak banget buuā€¦., tangan ibu halus bangetttttā€¦..ughhhhā€¦". Anjrit! Bisa-bisa dia berkomentar seperti itu. Aku jadi penasaran dengan rasanya di pijat ibu.

ā€œTerussssā€¦. Buā€¦..ohhhā€¦..ā€ Adit mengerang panjang.

Aku tercengang melihat reaksi Adit yang sedang di pijat ibu. ā€˜Seenak itukah pijatan ibu?ā€™ tanyaku dalam hati. Kemarin ibu pun seperti Adit sekarang, kala ia dipijat Adit. Tidak ada lagi suara kesakitan yang ditunjukkan, melainkan suara seperti sedang keenakan. Aku penasaran dengan pijatan yang diberikan ibu kepada Adit. Sekarang aku mau melihatnya.

Aku pun bersiap untuk berdiri dari kursiku, ingin melihat apa yang ibu kasih ke Adit.

ā€œDimasā€¦." panggil ibu dengan lembut, yang mengalihkan pandanganku dari Adit ke Ibu, sekaligus memberhentikan upaya ku untuk berdiri dari kursi.

ā€œSayang, Ibu minta tolong dongā€.

ā€œMinta tolong apa bu?ā€.

ā€œKamu kan sudah habis makan nya, tolong ambilin pakain kotor bekas ibu mengajar di mobil sayangā€ pintanya. Kuperhatikan gerakannya tangannya tidak berhenti. Malah kalau kuperhatikan jadi tambah lebih cepat. Ibu sedang memijat atau apa sih.

ā€œDi mobil?ā€ tanyaku. Ibu mengangguk.

ā€œBekas pakai kapan bu?ā€ tanyaku lagi, sebelum beranjak dari kursi ruang makan.

ā€œSudah lama nak, sehari sebelum kamu pulang dari Surabaya. Ibu lupa terus untuk bawa turun dari mobil, soalnya ibu simpan di dalam tas. Pas banget baru inget sekarangā€.

ā€œWaduh sudah lama banget, bau nya gimana tuh?ā€ ujar ku dengan nada bercanda. Ibu ada-ada saja, bisa-bisanya meninggalkan pakaian kotor selama itu di mobil.

ā€œHihihihiā€¦.Pasti masih wangi dong, ibu kan wangi" balasnya juga bercanda. Sedari tadi ibu terus memijit Adit. Sedang kan orang yang di pijit tampak tidak tenang di kursinya sendiri. Aku menggelengkan kepala. Badan gede doang, tapi kalau kesakitan kayak cacing kepanasan, komentarku dalam hati.

ā€œIbu bisa aja deh. Dimas ambil sekarang yaā€. Sebagai anak yang baik aku turuti permintaan ibu. Yang berarti aku tak bisa lihat pijatan ibu kepada Adit. Nanti kapan-kapan aku bisa melihatnya. Sekalian aku bersihkan piring bekas makan ku, yang langsung aku bawa ke tempat cucian piring di dapur.

Setelah meletakan piring makan, aku ke garasi mobil melalui pintu belakang yang terletak di dapur. Kubuka pintu mobil bagian penumpang tengah, mencari pakaian kotor milik ibu. Tetapi tidak kutemukan apa-apa di kursi mobil bagian tengah, lalu kucoba menengok ke bagasi dari mobil ini. ā€œAha!ā€. Itu dia, ternyata tas olahraga ibu ada di bagasi mobil.

Lantas aku buka pintu bagasi mobil dan meraih tas besar yang biasa dipakai orang-orang untuk membawa perlengkapan olahraga. Ketika resleting terbuka, aku langsung melihat celana legging ibu yang berwarna merah gelap. Di situ juga ada sports bra, tank top dan serta beberapa handuk kecil. Penasaran, aku ambil legging itu. Mataku menatap lekat-lekat benda itu.

Otak mesumku bereaksi. Kupandangi legging ibu dengan mata penuh api membara. Tanpa ada rasa sungkan, kepalaku mendekat ke legging bekas pakai itu. Hidungku menempel, langsung menghirup bau yang tertinggal di sana. Berkali aku menghirup dalam-dalam. Memenuhi paru-paruku dengan bau yang tertinggal di legging ini.

Betapa tololnya diriku ini. Karena sudah terlalu lama di dalam mobil, baunya keringat ibu sudah tidak ada lagi. Cuma bau apek yang tertinggal di sana. Nafsu nggak, jijik iya. Apes lah! Sudahlah, lain hari aku bisa mencari pakaian ibu yang masih fresh yang kujadikan objek coliku.

ā€œNg?ā€ gumamku kala diriku mendapati sesuatu. Karena di garasi yang minim pencahayaan, aku baru tersadar kalau tepat di bagian bawah, di area selangkangan legging ibu yang kepegang ini terdapat noda hitam yang cukup lebar. ā€˜Noda Apa ini?ā€™ tanyaku dalam hati. Nodanya membekas begitu lebar memenuhi area selangkangan legging ini. Kuraba bagian itu. Aku bisa merasakan noda ini sudah yang sudah berkerak mengeras, sepertinya jadi begini karena terlalu lama di tinggal.

Tapi ini tidak seperti bekas air kencing ataupun air tumpah. 'Ini apa ya?ā€™.

Apaā€¦..

Aku coba saja rasanyaā€¦..

Tapi...

Ah sudahlah, bekas ibu ini. Tanpa berpikir panjang, aku julurkan lidahku dan menjilat noda berkerak itu. Berkali-kali aku mengecap rasanya, mencoba menebak asal muasal noda berkerak ini. Aneh rasanya. Bisa jadi ini cream otot, yang pernah aku lihat ibu memakainya.

Tapiā€¦..kalau di pikir lebih jauh, aku ini seperti orang tidak punya otak saja. Bisa-bisanya aku menjilat noda tidak jelas di legging ibu ini. Tak mau berlama-lama disini, kubawa pakaian kotor ibu masuk ke dalam.

Aku masuk ke dapur, Adit dan ibu masih duduk di kursi meja makan seperti tadi tidak ada perubahan sama sekali. Adit tetap masih merem melek di kursinya. Ia juga mencoba menahan suara yang keluar dari mulutnya. Mukanya sudah sangat merah.

Ketika aku melirik ke arah ibu, mataku bertemu dengan matanya. Tak ayal aku dan ibu saling bertatapan. Ia melemparkan senyum kepadaku. Muka ibu terlihat agak memerah juga.

"Ketemu bajunya nak?" tanya ibu.

"Iya bu, ini" jawabku seraya menunjukan kepada ibu tas olahraga miliknya.

"Tolong cuci-in ya nak, sekalian sama pakaian kotor yang sudah ada di belakang. Terus nanti tolong jemurin yang sudah di cuci ibu ya Dim" pinta ibu. Wah banyak sekali pekerjaan rumah yang ibu berikan padaku.

"Dit, sini dong bantuin gw jemurin dong" ajakku yang tidak mau mengerjakannya sendirian.

"Nghhhhā€¦.ohhhhā€¦. elu aja Dim, otot gw masih kram, sakit banget iniā€¦..nghhhhā€¦.Oghhhhā€¦" ucapnya seraya mengerang di kursinya. Ia masih menahan rasa sakit yang menderanya.

"Kamu aja ya sayang, kasihan adikmu lagi kesakitan begini" ucap ibu dengan rasa iba. Aku menjadi tidak tega juga. Ya sudahlah, cuma cuci dan jemuran doang, bukan hal yang susah. Lumayan lah, berbakti kepada orang tua sendiri heheheā€¦.

ā€œiya deh buā€ ucapku.

ā€œMakasih ya sayangā€ ucapnya.

ā€œSama-sama bu, kalau begitu Dimas ke belakang duluā€.

ā€œIya nak, tolong ya sayangā€ ucapnya lembut tanpa menghentikan gerakan tangannya untuk memijat Adit. Adik ku itu masih mendesah-desah saja. Entah mendesah kesakitan atau ke enakan, atau bahkan keduanya. Mungkin lebih keenakan di pijat sama ibu. Betapa curangnya dia bisa di pijit ibu. Eh?! Kalau tidak boleh memijat dirinya, kenapa aku tidak minta ibu saja untuk memijat diriku.

ā€œBuā€ panggilku pelan.

ā€œHmmmmā€¦.ā€ balas ibu dengan gumaman.

ā€œKalau Dimas nggak di bolehin untuk memijat ibu, boleh nggak ibu yang mijat Dimas aja?ā€ tanyaku pelan. Jujur aku tidak reaksi dengan ibu nantinya. Permintaanku memanglah sangat tidak sopan. Mana ada seorang anak meminta seperti itu kepada orang tuanya. Beda cerita kalau ada alasanya seperti Adit sekarang, yang sedang kram berkelanjutan.

Dan benar sajaā€¦..

Ibu menghentikan gerakan tangannya. Ia menatapku. Raut wajahnya menunjukan ketidaksukaan kepadaku. Waduh, mampus aku!

"Kok berhenti bu?". Adit membuka matanya kala merasakan ibu tidak memijat dirinya lagi. Ia baru ngeh keadaan ibu yang marah kepadaku. Adit pun terdiam, ia hanya menatapku. Wajah seolah mengatakan '******, ngapain loe'.

ā€œKamu nggak sopan sama ibu. Kamu kira ibu ini apa?!" ucap ibu bernada tinggi bu.

ā€œMa-maaf bu, Dimas cuma bercanda aja kokā€ ucapku. Sial aku terlalu frontal. Jadi kacau begini. Jarang-jarang sekali ibu marah.

Ibu hanya diam dan melotot kepadaku, tidak bergeming dengan permintaan maafku. Lantas Kembali aku meminta maaf kepada ibu.

"Sana, kamu lakuin yang ibu perintah tadi" ucapnya datar.

ā€œIya buā€ singkat dengan pelan. Berusaha menahan diri, tidak ingin memperkeruh suasana. Tanpa berkomentar lagi, aku ke halaman belakang rumah dengan perasaan kesal terhadap ibu. Salahku juga sih, meminta untuk dipijat olehnya tanpa alasan yang mendukung. Betapa bodohnya diriku. Lebih baik aku segera menyelesaikan perintahnya sekarang.



Cukup lama aku berada di belakang rumah. Dari menjemur cucian yang sudah bersih dan memasukan yang kotor ke dalam mesin cuci.

Saat aku kembali masuk ke dalam rumah, Adit bersandar pada kursinya. Matanya terpejam rapat, nafasnya juga tersengal-sengal memburu. Tapi ibu tidak berada disampingnya lagi. Kemana ibu?

ā€œSudah enakan Dit?ā€ tanyaku mendekati meja makan.

ā€œOhhhhhhā€¦ā€¦yeshhhā€¦.ā€. Ia tidak menjawabku, malah mendesah. Sekilas aku mendengar suara aneh, seperti suara basah-basah gitu. Aku melihat sekeliling rumah, tapi tidak kutemukan apa yang menghasilkan suara-suara itu. Karena itu tidak kuhiraukan, karena suaranya sudah hilang juga. Atau mungkin, aku memang salah dengar saja.

ā€œDitā€ panggilku.

ā€œEhhhhā€¦.. i-yaaaaā€¦..apaaaā€¦.ohhhhā€¦ā€ jawab Adit sambil mendesah.

ā€œElu masih sakit ya?ā€.

ā€œLu-lumayannnnā€¦.ahhhā€¦mendingannnnā€¦.na-paaa? Nghhhā€¦.ā€

ā€œNanya aja. Ibu kemana Dit?ā€ tanyaku.

ā€œKe-kamarnya, la-lagiiiiā€¦ telponanā€¦..ahhhā€¦ā€ jawabnya sambil menggenggam pinggiran meja dengan keras. Dan dari tadi ia terus mendesah-desah, sesekali mengeram. Geli juga mendengarnya. Aku yang sudah sering nonton bokep, melihat Adit seperti cowok lagi ke enakan pas ngentot aja.

ā€œOhhh, gw mau mandi dulu dehā€. Kutinggalkan Adit. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Adit secara berlebihan. Dia sudah besar, dan badannya juga besar sekali. Pasti tidak akan kenapa-kenapa. Aku masuk kamar, langsung mandi pagi.

Selesai mandi, dan berpakaian, aku keluar kamar lagi. Kudapati ibu sudah berada di sebelah Adit lagi. Ia sedang menyeka mulutnya, seakan sedang membersihkan area mulutnya. Ibu kenapa terlihat awut-awutan, rambutnya berantakan. Dasternya juga basah di sekitar dada. Ibu habis ngapain ya? Masa telponan doang, kok bisa acak-acakan gitu penampilannya.

Ku dekati meja makan dengan pelan. Berharap ibu tidak marah lagi.

ā€œAnak ibu sudah mandi?ā€ tanyanya menyadari aku yang mendekat.

ā€œSudah bu, heheheheā€¦. Dimas sudah wangiā€ ucapku bercanda, sebagai upaya mencairkan suasana.

ā€œBagus, pinter anak ibu. Pokoknya meski libur tetap harus mandiā€.

ā€œOh iya, kamu sudah nyuci sama jemurin cucian?ā€ lanjutnya bertanya, sembari mengemuti jari-jarinya yang lentik. Aku terheran melihat ibu melakukan itu.

ā€œSudah bu, tinggal yang masih di mesin cuciā€.

ā€œYa, itu nanti ibu aja yang jemurinā€.

ā€œItu ibu ngapain sih, kok ngempengin jari-jari kayak gitu sihā€ tanyaku. Saat aku tanya, Ia tidak langsung menghentikan kulumannya. Ia masih terus saja menghisap jarinya. Aku merinding melihatnya. Ibu terlihat seksi kala jari-jarinya masuk dalam mulutnya sendiri. Seandainya yang dihisapnya itu adalah kemaluanku.

ā€œHihihihiā€¦. Ini tadi kuah mie nya nyemā€¦eh nyiprat, terus tumpah juga. Makanya baju ibu juga basah dehā€. Bajunya basah karena ketumpahan kuah mie toh.

ā€œAhhhhā€¦ ibu ada-ada saja, masa makan nya berantakan kayak anak kecil aja sihā€ sindirku.

ā€œIya nih, hihihihiā€¦.ā€ tawa ibu. Aku bisa bernafas lega, kemarahan ibu tadi tidak berkelanjutan. Tawa dan senyuman nya benar-benar membuat diriku senang.

ā€œTerus kenapa sampai ngisepin jari kayak gitu?ā€.

ā€œKan basah karena ketumpahan kuah Dimā€.

ā€œTapi kenapa nggak bersihin pake tisu sih bu? Masa pakai mulut gitu, jorok ah ibuā€ protesku.

ā€œHihihiā€¦ sayang kuahnya kalau nggak di habisin, enak banget. Tuh sampe kuahnya habis kanā€ ucap ibu sambil menunjukan mangkok mienya. Kulihat kuah sudah ludes, tapi mienya masih banyak.

ā€œMienya nggak dihabisin bu?ā€.

ā€œNggak nak, ibu sudah kenyang. Kuah kental banget, bikin perut ibu penuhā€. Kental? Perasan kuah mienya tidak sekental itu perasaanku. Ya sudahlah, palingan perbedaan persepsi mengenai kekentalan kuah mie saja.

ā€œTerus elu gimane Dit? Masih Sakit juga? Kayaknya elu lebih parah dari ibu kemarin dehā€.

ā€œIya nih Dim, kramnya adik kamu ini kuat dan tahan lama banget loh. Ibu sampe nggak kuat mijetin nya, pegelā€ timpal ibu sambil meregangkan telapak tangannya di depanku.

ā€œGitu ya bu?ā€.

ā€œIyahhhhā€¦. Kayaknya si Adit terlalu berlebihan olahraganya. Jadi begini dehā€ jelas ibu.

ā€œHhā€¦Tenang ajahhhā€¦, sudah nggak apa-apa. Su-sudehā€¦hhā€¦legaā€¦gw enak banget rasanya. Sudah keluar semuaā€¦.enakā€¦. bangetā€¦.hhā€¦.hhā€¦ā€ celoteh adik ku itu seperti orang yang sedang sangat capek sekali. Kayak orang habis olahraga seharian.

ā€œHah?! apaan yang keluar?ā€.

ā€œHihihihiā€¦Sudah keluar semua sakitnya maksudnya Adit, sudah nggak keras dan tegang lagiā€ jawab ibu.

ā€œIyahhhh... bu, plong gituhhhh rasanyaā€¦.ā€ timpal Adit setuju dengan ibu.

ā€œAh elu mah badan gede doang, cemen loeā€ ejekku. Ia tidak membalas, hanya diam memejamkan mata.

ā€œHushhhā€¦ orang kesakitan malah dikatain sihā€ omel ibu.

ā€œHeheheā€¦ habisnya aneh sih, masa maniak olahraga kayak dia bisa kram. Sudah ya bu, Dimas mau nyantai di ruang tengahā€.

ā€œGih sanaā€ singkatnya. Adit masih diam terpejam di kursinya. Ibu beranjak membereskan makanan miliknya dan Adit. Sedangkan aku selonjoran di sofa yang empuk.


Siang Hari

Liburan semester masih tersisa 3 minggu kurang lagi. Tapi aku belum juga berhasil melihat tubuh bugil ibu sepenuhnya. Aku bingung harus bagaimana. Dipikir-pikir kembali, sepertinya opsi untuk memasang kamera kecil di kamar mandi ibu menjadi pilihan terbaik untuk saat ini. Aku mulai tidak waras, demi nafsu aku bisa melakukan hal yang sangat gila. Meski begitu aku masih ragu untuk melakukannya, aku takut ketahuan oleh ibu. Bisa-bisa aku tidak dianggap lagi olehnya sebagai anak, dan dicoret dari kartu keluarga. Lalu di usir dari rumah. Ku harap itu tidak terjadi. Siapa yang mau coba?!

Yaā€¦. walau apa yang aku telah lakukan sudah melampaui batas kewajaran seorang anak sih, berfantasi seksual dengan ibu sendiri serta masturbasi dengan pakaian dalamnya. Tapi aku belum puas. Aku ingin lebih dari ini. Pasti-pasti akan kugapai mimpi-mimpiku. Mimpi yang gila.

Di tengah-tengah sedang menimang rencana untuk memasang kamera, ibu dan beberapa orang menghampiriku yang berada di ruang tengah. Ia sudah berganti baju dari daster pendek menjadi pakaian sporty. Sports bra ketat untuk bagian atas, dan legging ketat. Seperti biasa, aku meneguk ludah melihatnya sepertinya itu. Nafsu pun terusik.

ā€œNak, ibu mau kelas dulu ya" ucap ibu kepadaku. Aku mengiyakan.

"Iya bu, selamat mengajar bu" jawabku menyemangati dirinya. Ibu tersenyum mendengarnya.

"Mari ibu-ibu, ayo masuk" ajak ibu kepada orang-orang yang di belakangnya.

Beberapa orang mengekori ibu masuk ke ruangan khusus itu. Sebelum masuk mereka menyapa ramah aku, lantas dengan sopan aku balas sapaan mereka juga. Kuperhatikan semuanya wanita, ada yang lebih muda dan ada juga yang lebih tua dari ibu. Tante Ernie dan tante Farah, yang kemarin ke rumah tidak tampak batang hidungnya. Yang ikut kali ini hanya ibu-ibu yang aku tidak kenal sama sekali. Tak lupa Adit juga masuk ke dalam sana.

Jadilah aku sendiri di ruang tengah, di temani bisingnya suara TV yang menayangkan berita di siang hari. Bingung juga mau ngapain sekarang. Nge-game? bosan. Nongkrong sama teman? lagi pada sibuk semua. Terus ngapain ya? Coli? enakan malam nanti, tentu saja dengan pakain bekas ibu pakai nanti heheheā€¦.

Aku diam memperhatikan layar TV. Lama-lama diriku suntuk juga. Kemudian kuperhatikan pintu ruangan khusus ibu. Tiba-tiba aku penasaran dengan kegiatan ibu di dalam. Sudah lama sekali aku tidak melihat ibu mengajar secara langsung. Meski di medsos ibu ada beberapa cuplikan ia mengajar, tapi sensasinya berbeda kalau melihat langsung. Itung-itung cuci mata, hehehehe, tawaku dalam hati layaknya orang mesum, tapi memang mesum beneran. Lagipula selain melihat ibu, aku bisa melihat wanita-wanita yang lain.

Ok lah! Saatnya aku melihat langsung ibu ngajar. Akan tetapi tidak mungkin aku tiba-tiba masuk ke sana. Bisa dikira orang aneh, nggak ikutan sesinya tapi masuk kesana. Terlalu frontal. Pasti membuat para peserta tidak nyaman. Dan ibu juga akan mengusirku karena mengganggu dia mengajar. Duh, bagaimana ya? Oh iya?! Ada satu cara.

Ngintip? Yes, sepertinya ngintip adalah satu cara yang bisa kulakukan sekarang.

Tidak kusangka aku akan melakukan pengintipan terhadap ibu demi memenuhi rasa penasaran dan hasratku. Sebelumnya aku tidak semesum sekarang. Sejak nafsu sama ibu sendiri, aku menjadi orang berbeda. Dengan tekad yang sudah bulat bagaikan payudara, aku ke belakang rumah. Berharap jendela ruangan khusus itu tidak tertutup dari tirai gorden. Kalau iya tertutup, pupus sudah rencana mengintipku.

Aku tahu apa yang akan kulakukan sekarang sangatlah riskan dan tidaklah etis. Tidak bisa kubayangkan betapa malu nya nanti, apabila aku tertangkap basah. Aku menjadi ragu lagi. Tapi sudahlah, kepalang tanggung juga. Ketahuan pun aku bisa alasan lagi berjemur di taman belakang.

ā€˜Yeshhhh!ā€™ teriakku gembira dalam hati, kala gorden dari ruangan khusus ibu itu tidak menutup jendela sepenuhnya. Ada sedikit celah, untuk aku bisa melihat ke dalam sana. Dengan pelan kuposisikan kepalaku di celah tersebut. Di dalam sana aku melihat ibu yang sedang mengajar. Ia terlihat seksi. Pantatnya yang mungil namun ketat menjadi magnetku. Ku ikuti kemana arahnya pantatnya itu.

Walau tidak bisa mendengar suara dari dalam, namun yang pasti ibu memberikan instruksi kepada ibu-ibu itu. Ia bergantian menghampiri mereka satu persatu, membetulkan gerakan yang mereka lakukan. Ia juga berputar mengelilingi para ibu-ibu yang sedang olahraga menggunakan peralatan atau equipment yang ada. Sedangkan Adit sibuk dengan dirinya sendiri. Ia menggunakan alat yang berbeda dengan ibu-ibu yang lain. Terus buat apa coba dia ikut kedalam?

Ibu-ibu yang ikut kelas, bentuknya beragam. Ada yang menarik dan ada yang tidak sama sekali. Yang pasti tidak ada yang semenarik ibu. Memang ada yang lebih seksi sih. Tapi aku tetap memilih ibu. Karena ia adalah ibu kandungku sendiri, punya sensasinya tersendiri. Bagitu tabu dan gila, namun memabukan birahi.

Sudah hitungan menit aku disini. Tidak ada kejadian yang menarik dari sesi ngajar ibu, jadi-jadinya lama-lama bosan juga. Pegal juga. Lantas aku sudahi acara mengintip, lalu kembali masuk ke dalam.


Besok Hari

Terbangun lebih pagi dari biasanya. Aku langsung keluar kamar. Kok aneh?! Rumah terasa sepi dan sunyi sekali. Biasa pagi-pagi begini sudah heboh dengan suara Adit yang sedang gowesan sepeda listrik dan juga suara Ibu memotong bahan makanan di dapur untuk di masak. Tapi kali ini suara-suara tersebut tidak terdengar.

ā€œBuuuuā€¦ā€¦Ibuuuuu.. .ā€ teriakku mencari ibu, layaknya anak kecil yang tersesat. Tak ada jawaban.

Kemudian aku mencoba mencari adikku, ā€œDittttā€¦ā€¦". Sama juga tidak ada jawaban. ā€˜Kemana mereka sih?'. Bodohnya aku, kenapa tidak kulihat aplikasi chatku. Ada notifikasi chat. Ibu yang chat, tadi pagi masuknya. Kubaca chat tersebut.

'Dimas sayang, ibu sama Adit pergi dulu ya. Biasaā€¦ā€¦" tulis ibu. 'Biasa?' Ah berarti ada kelas nih. Tapi tumben sekali, jam segini sudah pergi. Berarti hari ini aku di rumah sendirian. Lagi. Mau ngapain yaā€¦ā€¦ Ah cari teman main saja. Ku chat satu persatu temanku yang di jakarta. Kutemukan satu temanku ada yang bisa kuajak pergi sekarang. Lalu aku membuat janji untuk bertemu di cafe xxx.



Sial! Temanku mendadak ada urusan yang mendesak, ia harus pergi meninggalkan aku sendirian. Padahal baru sebentar bertemu. Waduh masa aku luntang-lantung sendirian di cafe xxx. Pulang ke rumah pun malas. Ah aku tahu! Kenapa aku tidak menyusul ke tempat ibu ngajar aja ya? Sekalian mengajaknya dan Adit makan siang. Ide yang cemerlang. Tanpa membuang waktu lagi, aku segera pergi ke sana dengan ojek online.



Tanpa memberitahu ibu, aku tiba di tempat ia biasa mengajar. Parkiran tempat ini penuh dengan mobil-mobil mahal. Ketika aku masuk ke dalam, langsung disuguhi pemandangan indah nan menggairahkan. Sangat membangkitkan nafsu di siang hari yang panas, menjadi semakin panas.

Wanita-wanita dengan berbagai umur, bentuk lekukan tubuh dan ras hadir disini. Ada yang menggugah nafsu dan ada yang tidak sama sekali. Kucoba tidak memasang muka mesum di sini. Tidak lucu banget kalau anak sulung ibu Uli yang seorang instruktur disini, adalah cowok mata keranjang.

Aku hampiri seorang resepsionis cewek di front desk dan bertanya "Siang mbak, Ibu Uli nya masih ngajar ya?".

"Bu Uli?" tanyanya memastikan.

"Iya bu Uli, saya anaknya mbak".

"Hmmmmā€¦. saya cek dulu ya mas" jawab wanita itu. Kusadari wanita itu tadi menampakkan wajah yang penuh bingung. Aku pun jadi di buat bingung juga. Ada gerangan apa ini.

Setelah mengutak-ngatik komputernya wanita itu menjawab "Mas, ibu Uli untuk hari ini tidak ada jadwal mengajarā€¦..".

'Hah?! Ibu nggak ada kelas hari ini?!' Terus ibu dan Adit kemana? Apa mungkin ibu ngajar di tempat lain ya.

"Ohhhā€¦ gitu ya?" ujarku, seraya menyembunyikan rasa keterkejutanku.

"Kalau boleh tau memangnya, ibu saya mengajar terakhir kapan ya?" tanyaku lagi.

"Sebentar yaā€¦..". Wanita itu kembali mengecek sesuatu di komputer. Ada perasaan tidak tenang dalam benakku.

ā€œSekitar 1 minggu yang lalu masā€ jawab wanita itu. ā€˜1 minggu laluā€™ berarti sebelum aku pulang dari Surabaya. Tapi beberapa hari yang lalu, ibu bilang ke sini bersama Adit. Tapi nyatanya tidak. Berarti apa mereka bohong kepadaku? Atau ada perubahan tempat mengajar yang tidak kuketahui.

ā€œBegitu yaā€¦. Terus ibu saya kapanlagi kelasnya ya? Jadwalnya setiap hari apa saja?ā€ tanyaku berkali-kali ke resepsionis tersebut.

"Untuk ibu Uli, by request aja sih mas. Tidak ada jadwal tetapā€ jawab wanita dengan ramah.

"Berartiā€¦.. ibu saya hari ini nggak kesini ya?".

"Nggak mas, dan belum ada kelas request sampai minggu depan juga. Memangnya ada apa ya mas?" tanya resepsionis itu.

"Oh nggak apa-apa, saya kira hari ini ibu saya kesini. Berarti saya ada miskomunikasi sama ibu saya. Kalau begitu, makasih ya mbak". Aku pergi meninggalkan tempat fitness ini.

Aku menjadi buncah. Pasalnya tadi ibu ngechat kalau akan mengajar hari ini. Tapi bu memang tidak bilang dimana sih. Padahal setahuku ibu ngajar di tempat ini saja, tidak ada tempat lagi. Yang jelas hari ibu tidak mengajar di rumah. Atau di rumah temannya atau orang lain? Bisa jadi juga. ā€œHmmmmmā€¦..ā€. Aku telpon ibu? Tidak, lebih baik nanti aku tanyakan ke ibu langsung saja. Dengan penuh kegundahan, aku pulang ke rumah.


Malam Hari

Aku, Adit dan ibu, berkumpul lagi kala menyantap makan malam bersama. Teringat perihal kelas ibu, di tengah makan aku bertanya kepada ibu ā€œTadi ngajar ya bu?ā€.

ā€œIya nak" singkat ibu.

ā€œTapi tumben dari pagi kelasnya bu?ā€.

ā€œIyahhhhā€¦. Pesertanya pada minta di majuin kelasnyaā€ jawabnya. Kemudian ia dan Adit saling bertatapan. Belakangan ini mereka selalu saling menatap satu sama lain. Aku sadar, tapi mereka tidak sadar kalau aku melihatnya. Kenapa? Ada apa? Aku jadi gelisah.

"Dimana bu ngajarnya?".

"Yaaaaā€¦. kayak biasa sayang, di fitnes xxx" ucapnya.

*DEGH. Jantungku berdegup keras. Ibu berbohong kepadaku! Aku terdiam seraya menggenggam sendok makan yang berisikan nasi di tanganku.

"Memangnya kenapa Dim?" tanya ibu balik. Aku harus tenang, tidak boleh menunjukan ke kakagetanku.

"Nggak apa-apa bu, cuma nanya aja kok. Berarti sama elu juga ya Dit?".

ā€œYa iyalah, pake nanya lagiā€ jawab dia. Adik ku juga berbohong kepadaku! Tanpa ada dosa, mereka terus melanjutkan makan. Hatiku berkecamuk dengan tidak menentu. Bergantian kupandangi ibu dan Adit. Kedua orang yang kusayangai berbohong kepadaku.

ā€œDimas, kamu kenapa? Kok tiba-tiba benggongā€ tanya ibu yang melihat aku tidak lagi mengunyah makanan.

ā€œOhhhā€¦ nggak apa-apa bu, Dimas cuma inget masalah kuliah aja kokā€.

ā€œHmmmmā€¦ok sayang, makan yang banyak sayang. Biar nggak kurus-kurus amat ih, tuh kayak adik kamu, berototā€ ujar ibu bercanda. Aku hanya tersenyum tersimpul. Kulanjutkan makanku. Tapi sejatinya nafsu makan ku sudah sirna, setelah mengetahui ibu dan Adit berbohong kepadaku. Dadaku terasa sakit.

Dalam diam, bergantian kupandangi ibu dan Adit. Kenapa mereka berdua berbohong kepadakuā€¦ā€¦

Mereka menyembunyikan sesuatu Di Belakangkuā€¦..

Ingin ku ungkapkan kepada mereka kalau aku tahu mereka telah berbohong kepadaku. Aku sudah tahu kalau mereka berdua tidak ke fitnes xxx. Namun ku tahan diriku. Aku ingin tahu mengetahui alasan mereka berbohong kepadaku.

Aku harus tahu, apa yang mereka sembunyikan darikuā€¦.

Bersambungā€¦..

Pesan penulis

  1. Sudah update ya, masih kentang nih. Penulis janji next part sudah joss.​
  2. Sebagian pembaca yang lebih suka dengan adegan seks, mungkin ada juga yang suka dengan proses atau lebih ke hidden sex. Memainkan imajinasi sendiri, membayangkan apa yang terjadi di belakang MC.​
  3. Next update, di usahakan cepat.​
Setelah berbelanja yang diperlukan. Alif pulang ke rumah. Ketika sampai ia masuknya motornya ke dalam garasi. Lalu masuk kerumah dari pintu yang ada di garasi.

Selesai membuatkan teh di dapur, Alif segera ke ruang tamu. Ia melihat Nisa sudah duduk bersebelahan Margaret di satu sofa. Alif mendapati Margaret sedang mengelusi pelan perut buncit hamil Nisa.

"Itu kenapa si ibu itu megang-megang perut Nisa" tanya Alif dalam hati. Tidak ada penolakan dari Nisa. Malah Nisa senang saat wanita yang lebih tua itu ketika mengelusi perutnya.

Judul = TBA
Waktu rilis = bersamaan dengan Di Belakangku Part - 6


 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd