EPISODE 9 : France
Scene 1
Kagura Nakagawa
Matsuyama Edo
Ayumi Nakata
Hmmm, inilah Perancis. Jauh berbeda dengan Jepang menurutku. Jepang terlihat lebih asik dan tertata rapi. Perancis dikatakan sebagai salah satu pusat kuliner di dunia. Aku tadi sebelum sampai di hotel sempat jajan makanan kecil. Memang enak sih. Tapi menurutku takoyaki dan okonomiyaki dari Jepang jauh lebih enak. Katanya negara ini juga dikenal sebagai salah satu negara penghasil parfum terbaik. Haah, sayangnya aku tidak terlalu suka memakai parfum. Kalau bukan karena Ayumi, aku tidak kan pernah mau jauh-jauh kesini.
Sekarang, kami sudah berada di hotel, karena rencananya memang kami akan diam dulu di hotel, menunggu waktu makan malam. Hotel yang kami tinggali ini cukup bagus, tapi sayangnya aku tidak suka tampilan hotelnya. Tampilan hotel ini seperti gedung Eropa kuno. Kelihatannya memang mewah sih. Nama hotelnya agak susah.
“Yama-chan, nama hotel ini, paviliun lidi rein kan?” Tanyaku.
“Le Pavillon De La Reine, sayang.” Kata Matsuyama.
Nah, itulah nama hotelnya. Susah sekali, bukan? Lebih baik diganti nama saja menjadi paviliun lidi rein, lebih mudah disebut dan dihafal. Kami menyewa satu kamar saja, dimana aku, Yama-chan, dan Warfe menginap dalam satu kamar yang sama. Sepertinya Warfe tidak risih bersama laki-laki dalam satu kamar. Mungkin karena dia beranggapan bahwa aku dan Matsuyama adalah kekasih, jadinya Yama-chan tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak kepadanya.
“Sudah jam 17.53 waktu Perancis sekarang. Silakan menikmati fasilitas hotel. Jam 19 kita berkumpul di lobby hotel.” Kata Warfe.
“Ah, satu jam untuk bersenang-senang ya. Agent Warfe, mau kuantar berjalan-jalan di hotel?” Kata Yama-chan.
“Yama-chan. Kamu mau meninggalkan aku sendirian disini?” Tanyaku dengan ketus.
Agent Warfe menampakkan senyum lebar di mulutnya.
“Apa, hah?” Tanyaku dengan galak kepada Warfe.
“Hehehe. Jangan khawatir, aku tidak akan merebut kekasihmu, lagipula aku sudah bersuami kok. Aku jalan-jalan sendirian saja. Ada yang harus kukonfirmasi kepada CIA.” Kata Warfe sambil keluar dari kamar dan menutup pintunya.
“Kagura-chan.” Kata Matsuyama sambil tersenyum.
“Apa?” Tanyaku kepada Yama-chan.
“Saatnya kita bermain untuk menghabiskan waktu.” Kata Yama-chan sambil tersenyum mesum dan berjalan mendekat kearahku.
Aku langsung mengambil posisi bertahan. Saat ini entah kenapa, aku sedang tidak ingin melakukannya. Kalau aku sudah lempeng, mungkin aku sudah hanyut dalam birahi dan berhubungan seks dengan Yama-chan. Akan tetapi, aku melihat Yama-chan memberi isyarat kepadaku. Isyarat untuk mengikuti permainannya.
“Ouuu, Yama-chann... Ayo sinii...” Kataku dengan pura-pura manja.
Kemudian, Yama-chan duduk di ranjang dihadapanku.
“(Menurutmu, siapa Agent Warfe itu?)” Bibir Yama-chan bergerak tanpa bersuara.
“(Heee? Apa maksudmu? Bukankah CIA?)” Tanyaku juga dengan bahasa bibir.
“(Kenapa CIA ditugaskan untuk membantu kita? Maksudku, oke... Dia sudah memberitahu bahwa jika Ayumi-chan jatuh ke tangan Family of Varnadoe, CIA pun akan kerepotan. Akan tetapi, perlukah mereka mengirim bantuan?)” Kata Yama-chan dengan bahasa bibir.
“(Hmmm, mungkin saja mereka merasa itu perlu.)” Kataku dalam bahasa bibir.
“(Kalau memang perlu, mengapa hanya satu orang saja yang ditugaskan?)” Tanya Yama-chan dalam bahasa bibir.
“(Masuk diakal. Apakah maksudmu adalah, bahwa dia bukan agen CIA?)” Tanyaku dalam bahasa bibir.
“(Tidak, aku yakin dia seorang agen CIA asli. Tidak mungkin kan Takeru-san tertipu?)” Tanya Yama-chan dalam bahasa bibir.
“(Betul. Jadi apa yang berusaha kamu katakan?)” Tanyaku dalam bahasa bibir.
“(Entahlah, aku hanya merasa ada sesuatu yang misterius dengan Agent Warfe itu.)” Kata Yama-chan dalam bahasa bibir.
“(Entahlah. Tapi kurasa dia tidak jahat.)” Kataku dalam bahasa bibir.
“(Memang dia tidak jahat. Aku tahu itu.)” Kata Yama-chan dalam bahasa bibir.
“Kalau begitu, sekarang saatnya untuk permainan sesungguhnya.” Kata Yama-chan.
“Yama-chan, jangan. Kubilang, aku sedang tidak mau.” Kataku dengan tegas.
Yama-chan pun sepertinya mengerti. Ia kembali ke ranjangnya untuk berbaring. Sedangkan aku menghabiskan waktu dengan bermeditasi. Karena bermeditasi, aku lupa waktu. Hingga saatnya pintu kamar terbuka.
“Oke, sudah waktunya. Ayo kita makan malam, sekaligus pergi ke Pigalle.” Terdengar suara Agent Warfe.
Aku segera membuka mataku dan menghentikan meditasiku. Aku langsung berdiri dan membereskan barang-barangku, kemudian kami bertiga keluar dari kamar tempat kami menginap ini.
“Hmmm, Pigalle ya? Tempat bagus untuk mencari informasi.” Kata Yama-chan.
“Tempat apa Pigale itu?” Tanyaku.
“Red-light district di Perancis. Aku menemukan sumber informasi yang cukup bisa dipercaya. Tapi, rekanku bilang bahwa dia cukup merepotkan. Seorang mafia tanah.” Kata Agent Warfe.
Cih, mafia tanah ya? Sepertinya negosiasi nya tidak akan berjalan dengan mulus. Pengalamanku berhadapan dengan mafia tanah, selalu saja berakhir dengan baku tembak. Kami makan malam di suatu restoran dekat area hotel. Tidak ada pembicaraan apapun selama makan malam diantara kami. Sepertinya kami semua menyadari bahwa pembicaraan dengan mafia tanah nanti itu tidak akan berjalan dengan mulus.
Setelah makan malam, kami berjalan kaki menuju Pigalle. Ternyata cukup jauh juga. Sepertinya hampir 45 menit kami berjalan, hingga akhirnya mencapai Pigalle. Tempat ini cukup ramai, yah secara ini sudah malam dan merupakan daerah red-light district Perancis. Kami terus mengikuti Warfe berjalan. Akhirnya, ia memasuki suatu gedung yang sepertinya adalah nightclub. Hmm, disinikah markas mafia tanah itu? Warfe mengajak bicara dalam bahasa Perancis salah satu bartender yang berjaga. Wow, hebat juga Warfe ini, sepertinya ia cukup fasih berbahasa Perancis. Yah, seperti yang diharapkan dari seorang agent CIA sih. Setelah Warfe berbicara, bartender itu langsung menunjuk kearah pintu dibelakangnya. Warfe memberi kode kepada kami untuk mengikutinya. Aku dan Yama-chan mengikuti Warfe memasuki pintu itu.
Dibalik pintu itu adalah sebuah tangga. Kami bertiga menaiki tangga itu dan akhirnya sampai disuatu ruangan besar yang terang. Di seluruh sisi ruangan ini, banyak orang Perancis mengenakan jas hitam setelan lengkap berdiri. Mereka membawa senapan berondong. Di ujung ruangan ini, duduklah seorang pria Perancis bertubuh sangat besar di sofa. Warfe mendatangi orang itu, sementara kami berdua mengikuti Warfe.
“Namaku Warfe Widiatoyo, seorang Agent CIA. Kami tidak bermaksud menganggumu ataupun menangkapmu. Sebagai salah satu mafia besar yang berkuasa disini, aku hanya ingin mendapatkan beberapa informasi darimu.” Kata Warfe.
Hah? Memang si pria besar itu mengerti Bahasa Indonesia?
“(haiz... ezellaa... foun di... foun du...)” Kata Warfe dalam Bahasa Perancis kepada orang besar itu.
Oh, rupanya Warfe berbicara Bahasa Indonesia untuk memberitahu kami apa yang hendak ia sampaikan.
Pria besar itu menatap Warfe dengan tajam, sangat tajam... seolah hendak memakannya. Setelah menatapnya cukup lama, ia kembali menyandarkan tubuhnya yang besar ke sofa.
“(eiffon... zule... foun da... founduur...)” Kata laki-laki besar itu kepada Warfe.
“Apa yang kudapatkan dari memberimu informasi?” Tanya Warfe kepada kami.
“Hmmm, apa yang kau ingin-“ Yama-chan berbicara, namun langsung kupotong.
“Tidak ada. Yang jelas kalau kau menolak untuk bekerjasama, kita akan menghabisimu.” Kataku kepada Warfe.
Yama-chan tampak kaget dengan jawabanku. Yah memang, tugas kami di lapangan menjadikan kami seperti kami sekarang ini. Aku terbiasa bekerja dengan konfrontasi langsung karena tugasku adalah menjaga keamanan. Adapun, Yama-chan terbiasa bekerja dengan konflik seminimal mungkin karena tugasnya adalah mencari informasi dan memata-matai. Warfe sepertinya cukup senang dengan jawabanku. Ia tersenyum, kemudian memalingkan wajahnya kearah pria besar itu.
“(leitz... loon... duurr... doorr... eiffal... zund...)” Kata Warfe dengan dingin kepada pria besar itu.
Alis pria besar itu tampak terangkat sedikit. Ia terlihat berpikir sebentar, kemudian ia mulai tertawa terbahak-bahak. Ia tertawa dengan begitu hebatnya sampai tubuhnya bergerak-gerak semua. Wajahnya benar-benar gembira.
“WUHEHH... HEEHH... HEEHHH... HEEEHHH... HEEH...HEEHH!!!” Begitulah nada tawa orang itu.
Tidak lama kemudian, pria besar itu berhenti tertawa. Kemudian, Warfe memalingkan wajahnya kearah kami.
“WUHEHH... HEEHH... HEEHHH... HEEEHHH... HEEH...HEEHH!!!” Warfe mulai tertawa terbahak-bahak. Ia tertawa dengan menggerakan seluruh tubuhnya dan memasang wajah yang sangat gembira. Wajahnya tidak kalah jeleknya dengan pria besar tadi saat ia tertawa terbahak-bahak. Beberapa detik kemudian, Warfe langsung diam dan kembali serius.
“Itu jawaban dia.” Kata Warfe kepada kami.
Astaga Warfe. Kamu tidak perlu menterjemahkan hal itu, kami pun sudah mengerti. Apa kau pikir kita ini bodoh?! Tapi wajahmu betul-betul jelek sekali pada saat mempraktekan mafia besar itu tertawa. Lumayan, ada hiburan. Yama-chan pun sepertinya sedikit tertawa.
“(budz... jeerr... foun du... daa....)” Kata pria besar itu.
“Informasi apa yang kalian inginkan dariku?” Kata Warfe kepada kami.
“Langsung tanyakan saja lokasi
Family of Barnamo kepadanya.” Kataku.
“
Family of Varnadoe, sayang.” Kata Yama-chan.
“Ah, terserahlah.” Kataku.
“(foun du... de la... pavilliong... Family of Varnadoe...tu...)” Kata Warfe kepada orang itu.
Setelah Warfe selesai berbicara, aku merasakan suasana ruangan ini menjadi lebih sunyi. Aku bisa merasakan ketegangan yang melanda ruangan ini.
“(doun du... foun du... foun di... pavilliong de macaroon...)” Kata pria besar itu.
“Ini bukan rahasia, jadi akan kuberitahu. Mereka ada di Narbonne. Tanyalah orang lokal sana, tidak ada yang tidak mengetahui kediaman mereka. Apakah itu saja yang mau kamu tanyakan?” Kata Warfe kepada kami.
“Yah, itu saja. Cukup, kita pergi dari sini sebelum terjadi peperangan.” Kataku.
“(pavilliong pavilliong macaroon fondu...)” Kata Warfe kepada pria besar itu.
“(macaroon lafayette de napoleon...)” Kata pria besar itu.
Dalam sekejap, ekspresi Warfe langsung siaga.
“Lari!” Kata Warfe.
Setelah meminta kami untuk lari, aku langsung berlari menuju jendela terdekat tanpa melihat kanan kiri. Aku sekelibat melihat, Yama-chan dan Warfe pun juga melakukan hal yang sama. Aku langsung melompat menerobos jendela itu. Aku sempat mendengar suara tembakan senapan berondong. Kami bertiga langsung terjatuh ke tanah. Untungnya, lantai dua gedung itu tidak tinggi, jadinya badan kami hanya sakit-sakit saja. Tidak ada tulang yang patah sedikitpun. Kami pun segera bangun dari tanah. Aku segera membersihkan bajuku.
“Haah, sudah kuduga, ini tidak akan berlangsung baik.” Kataku.
Aku melihat kearah mereka. Mereka berdua berdiri mematung melihat kearahku.
“Hmmm, ada apa?” Tanyaku dengan heran.
Yama-chan tampak lebih serius lagi. Aku segera menyadari, bahwa Yama-chan sedang melihat sesuatu dibelakangku. Mereka sangat serius. Aku sadar bahwa mereka bukan melihat sesuatu yang biasa-biasa saja. Dari raut wajah Yama-chan, aku sebetulnya punya gambaran mengenai apa yang ada dibelakangku. Aku segera menoleh kearah belakangku dengan perlahan-lahan. Ya, pikiranku tidak salah. Aku tidak mungkin tidak mengenali apa yang sedang kulihat ini.
“
Kagura... Matsuyama... Koko ni nanishiteru no? (Kagura... Matsuyama... Apa yang kalian lakukan disini?)” Tanya Ayumi.
Ya, yang sedang kulihat ini tak lain dan tak bukan adalah sahabatku sendiri, Ayumi. Sebetulnya aku lega, karena tidak perlu jauh-jauh untuk menemukannya. Dan juga, aku sangat senang dan bahagia mengetahui bahwa ia baik-baik saja.
“Ayumi.” Kataku sambil tersenyum.
Akan tetapi, Ayumi tidak membalas senyumanku. Wajahnya sangat datar.
“Ayumi-chan, kita kemari untuk menjemputmu. Ayo pulang.” Kata Yama-chan.
“Oh, begitu. Seharusnya kalian tidak perlu repot-repot kesini.” Kata Ayumi.
“Ayumi... Apa maksudmu?” Tanyaku.
“Maksudku adalah, kalian datang untuk menjemputku kembali ke Jepang kan? Tidak perlu repot-repot, karena aku tidak punya alasan untuk kembali ke Jepang.” Kata Ayumi.
Ah, apa yang dia katakan? Aku tidak mengerti sama sekali.
“Aku buru-buru. Aku pulang dulu ya, aku sibuk sekali.” Kata Ayumi sambil membalikkan badannya.
Aku segera mengejarnya. Ayumi... Apa yang terjadi pada dirimu? Bertanya tentang kami pun sama sekali tidak, malah kau malah mau menghindar dari kami.
“Ayumii!” Kataku sambil menangkap tangannya.
Ayumi pun berhenti dan kemudian menoleh kearahku. Wajahnya sangat dingin. Seperti bukan Ayumi saja.
“Ayumi, kenapa? Aku sangat senang bisa melihatmu disini. Apakah kamu tidak merasakan hal yang sama?” Tanyaku.
“Tidak.” Kata Ayumi.
“Eehh?” Kataku dengan heran.
“Maaf, aku tidak punya waktu untuk bermain polisi-polisian dengan orang selevel kalian.” Kata Ayumi sambil menarik tangannya dari genggamanku.
Mendengar kata-kata Ayumi, emosiku langsung naik ke kepala.
“Ayumi, aku tahu kamu selalu sembarangan jika bicara. Tapi, kata-katamu kali ini sudah melewati batas. Kamu tidak pantas berbicara seperti itu.” Kataku.
“Oh, kenapa?” Tanya Ayumi.
Aku merasakan adanya aura membunuh dari belakang. Sepertinya milik Yama-chan. Dia pasti juga merasakan emosi yang sama sepertiku.
“Yama-chan. Biar aku saja yang mengurusnya.” Kataku tanpa menoleh kebelakang.
“Ayumi, jika kamu lupa, biar kubuat kamu mengingat dengan tinjuku.” Kataku sambil mempersiapkan tinjuku.
Ayumi tetap tidak bergerak dan berwajah dingin. Aku langsung mengarahkan kepalan tinjuku sekuat tenaga kearah wajahnya. Akan tetapi, dia menghindari tinjuku dengan menundukkan tubuhnya kebawah. Apa? Aku tidak percaya ia berhasil menghindari tinjuku semudah itu. SREEG SREEG SREEG... Aku mendengar bunyi yang sangat familiar. Tidak salah lagi, ini adalah suara serpihan besi milik Ayumi. Serpihan besi kecil-kecil seukuran pasir yang dikendalikan oleh medan magnetik yang dikembangkan sendiri oleh Ayumi.
“Ayumi, sama sekali tidak menahan kekuatanmu ya?” Kataku dengan sangat sedih.
Saat itu juga, serpihan besi yang bersatu menjadi sebuah belok yang besar langsung menghantamku dan membuatku terpental ke selokan. Aku sempat melihat Yama-chan maju untuk menyelamatkanku, tetapi ia juga menjadi mangsa serbuk besi milik Ayumi. Yama-chan pun mengalami nasib yang sama sepertiku. Ia terpental dan jatuh ke selokan. Aku melihat Warfe melempar sesuatu kearahnya. Akan tetapi, percuma saja karena serbuk besi itu langsung membentuk balok besar dan melindungi Ayumi. Kemudian, balok besi itu pun langsung menyerang Warfe dan membuatnya terpental kearah puing-puing kayu yang ada didekat situ. Aku tidak dapat bangun. Bukan luka tubuhku yang membuatku tidak dapat bangun, tapi luka hatiku. Aku tidak menyangka bahwa Ayumi tega melakukan hal ini kepada kami. Aku merasa seolah-olah seperti kehilangan sahabat baikku di
sansaikou no masayoshi. Aku pun mulai kehilangan kesadaranku.
***
“Kagura... Kagura...” Aku mendengar suara Warfe yang membuatku kembali mendapatkan kesadaranku.
Aku membuka mataku. Pandangan pertama yang kulihat adalah Warfe yang berusaha membangunkanku. Ketika melihat mataku sudah terbuka, Warfe sepertinya lega. Aku pun langsung bangun. Aku melihat Yama-chan juga sudah bangun. Sepertinya ia bingung dengan apa yang telah terjadi.
“Kita atur strategi, baru kemudian kita pergi ke Narbonne, tempat kediaman
Family of Varnadoe.” Kata Warfe.
“Warfe, mungkin kita batalkan saja misi ini. Aku merasa tidak ingin melanjutkan.” Kata Yama-chan.
Sepertinya ia pun sangat terpukul atas apa yang Ayumi lakukan.
“Kita sudah sampai disini, tidak ada waktu untuk mundur.” Kata Warfe.
“Ya, aku mengerti. Tapi, aku merasa tidak ingin melanjutkan lagi.” Kata Yama-chan.
Warfe terlihat menghela napas.
“Apa karena
sekai no gijutsusha?” Tanya Warfe.
Yama-chan tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya saja.
“Selemah itukah kekuatan
sansaikou no masayoshi dari Hikari. Bosku memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap kalian.” Kata Warfe.
Haah, aku tidak tahan lagi. Kali ini, si jalang Warfe itu juga keterlaluan! Aku segera berdiri, kemudian mendorong Warfe hingga jatuh ke tanah. Aku pun menahan kedua pundaknya.
“Kamu mau memukulku? Silakan saja.” Kata Warfe.
“Ya, tentu saja.” Kataku.
BUAAKK. Tinjuku langsung menghantam pipi kirinya dengan keras. Tinjuku ini cukup untuk membuat mulutnya mengeluarkan darah. Warfe tidak bereaksi apapun. Ia hanya menyeka darah dari mulutnya, kemudian kembali melihat kearahku.
“Kali ini, giliranku.” Kata Warfe.
BUAAKKK. Tinju Warfe langsung melayang dan membuatku terpental. Ukh, sakit sekali. Tidak kusangka Warfe sekuat ini. Rasa sakit akibat tinjunya membuat kepalaku pusing.
“Sakit? Aku bahkan tidak menggunakan setengah dari tenagaku.” Kata Warfe sambil bangun dari tanah.
Apa? Tidak menggunakan setengah dari tenaganya?
“Sepertinya kamu bingung. Biar aku jelaskan. Aku yakin kamu pasti bisa menahan tinjuku dalam kondisi prima.” Kata Warfe.
Eh? Apa maksudnya?
“Bingung dan sedih, mana yang lebih mendominasi sekarang?” Tanya Warfe.
Aku sangat tidak mengerti dengan perkataannya.
“Sepertinya bingung ya. Baiklah, sepertinya sudah kembali normal.” Kata Warfe.
“Eh? Apa-apaan ini?” Tanyaku dengan heran.
“Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya. Selemah itukah kekuatan
sansaikou no masayoshi dari Hikari? Maksudku, selemah itukah kekuatan
sekai no gijutsusha?” Tanya Warfe.
“A... Apa maksudmu?” Tanyaku.
“Dengar, walaupun
sekai no gijutsusha itu orang yang bekerja dibalik layar, tapi sebagai salah seorang dari
sansaikou no masayoshi, seharusnya ia tidak selemah itu kan? Serangan yang tadi ia hantamkan kepada kita, itu nyaris tidak bertenaga sama sekali. Jika kamu sempat bertahan dengan tenaga ki, serangan itu akan tidak terasa sama sekali.” Kata Warfe.
“Lho? Tapi kamu sendiri juga terpental akibat serangannya kan?” Tanyaku.
“Itu karena aku memang sengaja menerima serangannya tanpa bertahan dengan tenaga ki milikku. Aku hanya ingin memastikan kekuatan serangannya.” Kata Warfe.
“Hhhh. Intinya adalah, baik serangan si
sekai no gijutsusha ataupun tinjuku yang lemah tadi, seharusnya tidak berhasil mengenaimu secara telak jika kamu menahannya dengan tenaga ki. Kagura, kamu terlalu dibutakan oleh emosi dan kesedihan, karena itu penyaluran tenaga ki milikmu sangat kacau. Begitu juga dengan Pak Edo.” Kata Warfe.
Ah, aku baru menyadari bahwa kata-kata Warfe itu memang betul. Betul, aku terlalu terbawa emosiku, sehingga tidak bisa berpikir dengan tenang. Ah, betapa bodohnya diriku.
“Ya, Warfe sangat benar. Serangan Ayumi-chan tadi, tidak ada nafsu membunuhnya sama sekali.” Kata Yama-chan.
“Jadi, mengapa Ayumi...” Kataku.
“Entahlah, jawabannya hanya bisa kita ketahui ketika kita sudah sampai di kediaman mereka.” Kata Yama-chan sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Aku menggapai uluran tangan Yama-chan dan kemudian berdiri.
“Lucu ya? Padahal aku dan kamu mengenal Ayumi-chan dengan sangat dekat. Tetapi, disaat seperti ini, malah Warfe yang tidak mengenalnya sama sekali yang bisa melihat dengan jelas keadaan sesungguhnya.” Kata Yama-chan.
“Terima kasih, Warfe. Maaf, tinjuku tadi sakit ya?” Tanyaku.
“Tidak seberapa. Kalau tinjumu ini bisa membantu kesuksesan misiku di tempat ini, aku tidak masalah ditinju berkali-kali olehmu.” Kata Warfe.
Terima kasih, Warfe. Kamu telah menyadarkan aku dengan membantuku melihat apa yang sesungguhnya terjadi. Dengan ini, aku yakin bahwa kamu betul-betul bukan orang jahat.
“Fakta yang mencengangkan,
sekai no gijutsusha sekarang berada di Narbonne.” Kata Warfe.
“Eh, tahu darimana, Warfe?” Tanyaku.
“Oh, serbuk besi Ayumi-chan ya?” Tanya Yama-chan.
“Iya, pada saat serbuk besi itu menyerangku, aku sempat menaruh transmitter dalam serbuk besinya. Dan tepat dugaanku, ia membawa kembali serbuk besinya. Transmitter-ku berukuran nanoskopik, tidak akan terlihat oleh mata.” Kata Warfe.
“Memang Agent CIA berbeda. Kamu tetap tenang dalam situasi apapun. Bahkan, sempat menaruh transmitter dalam serbuk besi Ayumi. Hebat.” Kataku.
“Masalah ketenangan saja kok. Aku yakin kalian pun lebih dari mampu untuk melakukan hal ini. Memang kalau diburu oleh emosi pada saat pertarungan itu adalah hal yang mematikan.” Kata Warfe.
“Oke. Tujuan selanjutnya, Narbong!” Kataku.
Yama-chan dan Warfe terlihat bingung dengan kata-kataku.
“Mungkin maksudmu... Narbonne, sayang.” Kata Yama-chan.
“Ah, terserahlah!” Kataku.