Act 10: Thereās Always a First for Everything
Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh. Semenjak keluar dari restoran tempat makan malam, Gaby dan Frieska tidak hentinya berdebat di kursi tengah mobilku untuk memilih hotel tempat kami menginap malam ini. Frieska sampai pindah dari kursi depan dengan alasan lebih mudah berbicara dengan Gaby. Seharusnya tidak banyak pilihan hotel karena Anyer merupakan tempat rekreasi yang relatif kecil. Kenyataannya sudah hampir setengah jam mereka habiskan untuk memilih hingga aku hanya bisa membawa mobil tanpa tahu arah tujuan. Aku masih heran mengapa mereka menolak untuk memilih hotel di restoran.
āLama banget sih milih hotel doangā kataku mulai jenuh.
āSabar atuh. Milihnya harus yang tepat biar ga nyesel nantiā jawab Frieska dengan tegas.
āPadahal cuman semalemā¦ā aku menjawab dengan suara pelan sehingga lebih terdengar seperti gerutuan yang tidak jelas.
āDapet nih, ini aja Kak Mpries. Tuh bintangnya 5ā Gaby bersuara dengan nada riang.
āYak...OK...Itu aja. Langsung cek GMap# Gab, biar aku langsung gasā teriakku sambil menginjak pedal gas meskipun aku belum tahu tujuannya.
Persetujuan Frieska yang langsung didapatkan Gaby kugunakan sebagai kode untuk segera memacu mobil menuju hotel. Rasa lelah yang sudah terakumulasi dalam diriku karena aktivitas sepanjang hari ini membuatku tidak sabar untuk mandi air panas dan merebahkan diri di kasur yang empuk.
Seusai memarkirkan mobil, kami menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Kami memesan dua kamar dimana Frieska dan Gaby akan tidur sekamar, sedangkan aku dengan kesendirianku. Untungnya Gaby sudah memesan hotel semenjak kami masih berada di mobil menggunakan kartu kreditku untuk mempercepat pembayarannya.
Kami pun naik menuju lantai 3 dan berpisah di depan lift menuju kamar kami masing-masing. Aku di nomor 311 dan mereka di nomor 302.
āLangsung tidur ya kalian. Biar besok kita bisa berangkat pagi. Supaya Gaby ga dicariinā
āSantai Kak. Aku udah ijin kok. Tenang lah besok. Kita mau berangkat siang juga gapapaā
āKeren lo Gab. Belum di-acc dosen udah di-acc babe emak. Abis mandi kalian pacaran dulu aja di kamar gue. Gue mau keluar soalnya nyari cemilan. Jangan ngotorin kamar gue aja lo padaā
āKAK MPRIESā¦iiih. Itu kan kamar gue jugaā
āYa liat nanti. Gua ngantuk sejujurnyaā
āDikasi kesempatan malah ngantuk. Gimana sih manehā
āCiaoā
Aku berlalu menuju kamarku dengan membayangkan
hot shower dan kasur putih lembut yang sudah menungguku. Sayang aku tidak bersama Lala. Kami memang belum pernah bercinta di kamar hotel.
Tunggu dulu.
Padahal aku sedang menginap bersama dua perempuan cantik. Tapi mengapa pikiranku kembali kepadanya.
Kunyalakan keran air panas hingga air jatuh membasahi tubuhku. Rasa hangat yang mengalir mengingatkanku pada keringat Lala yang sering kurasakan ketika menikmati tubuhnya. Mengapa aku merindukannya di saat seperti ini? Apakah aku yang mulai membawa perasaan dalam hubungan kami?
Keluar dari kamar mandi, kudengar pintu kamarku diketuk dari luar. Segera kupakai pakaian cadangan yang sudah kupersiapkan kalau pakaianku sebelumnya basah karena air, lalu bergegas ke arah pintu.
āNaon?ā
āAbis mandi udah ga ngantuk kan?ā
āKagak sih, mandi air panas jadi nunggu ademan dulu baru ngantuk. Naon?ā
āTemenin Gaby gih di kamar. Gue mau beli
snack ke minimarket. Nih bawa kartu kamar gue.ā
āYakin lu dia gapapa gua temenin di kamar bedua doang?ā
āOrangnya yang minta, dah yaā
Frieska pergi meninggalkanku. Aku termenung menentukan pilihanku. Sepanjang perjalanan kami hari ini, tidak pernah ada momen berdua untukku dan Gaby. Apakah ia nyaman bertemu denganku di kamarnya? Kulihat kartu di dalam genggaman tangan kananku. Pikiranku kembali mengingat Lala. Kulangkahkan kakiku dengan yakin.
TOK TOK TOK.
Meskipun kartu sudah kupegang, aku tidak berani membuka pintu secara langsung. Aku takut Gaby menganggapku tidak beretika apalagi berniat jahat. Ditambah dengan kenangannya akan trauma yang sampai saat ini belum kuketahui tentang apa.
Kutunggu beberapa detik sampai ada jawaban. Kembali kuketuk dan kali ini kupanggil namanya. Kutunggu lagi dan kali ini baru muncul suara dari dalam kamar nomor 302.
āKak Mpries ga bawa kartu?ā
āIni aku Gab. Tadi Frieska keluar ke minimarket terus ngasih kartunya ke akuā
āOh, Kakak. Buka aja Kak, pintunya. Aku mau ngeringin rambut duluā
Izin sudah kudapatkan sehingga kubuka pintu dengan kartu di tanganku. Aku masuk ke dalam kamar dan tidak melihat Gaby di sana. Sepertinya ia masih berada di dalam kamar mandi. Aku duduk di kursi samping meja tempat peletakkan teko air panas, dan beberapa serbuk kopi the, dan gula yang telah ditempatkan pihak hotel. Memang kamar perempuan berbeda dengan kamar laki-laki. Selain dari kerapihannya, aromanya saja sudah membuat hidungku merasa nyaman.
Pintu kamar mandi terbuka dan Gaby keluar.
āMaaf ya Kak, aku masih berantakanā
ā
Chill. Itu, baju bawaan kamu?ā
āIya, aku kalau dalam perjalanan jauh naik mobil malem-malem suka kedinginan. Kan, emang di rencana kita bakal malem pulangnyaā
āOoh, sebelum berniat nginep kan udah malem, tapi kok kamu gak ganti baju. Masa kamu berniat ganti di dalem mobil?ā
āEngga di dalem mobil lah. Aku bakal minta kita berhenti dulu sebelum ganti baju. Kakak abis mandi mesum ihā
ā
Just and idea, Gab, becanda. Hahahaā
Gaby ikut tertawa. Namun, tidak ada suara yang terdengar setelah tawa kami selesai. Untuk menghilangkan kecanggungannya, Gaby berjalan ke sisi tempat tidur yang berlawanan dari tempatku duduk. Kucoba memberanikan diri membuka topik baru.
āGabā
āIya, Kak?ā
āKamu mau latihan sidang skripsi ga?ā
āKatanya tadi pagi gamau aku inget sama sekali tentang sidang aku, sekarang udah mau tidur malah ditanyainā
āKita berdua ini apa, Gab?ā
Gaby kali ini tidak menjawab. Aku masih hanya menatap punggung miliknya. Ia terdiam layaknya patung.
āMaksudnya, Kak?ā
āIya, tentang kita ini Gabā
āAku ga ngerti, Kak. Hubungannya sama sidangā¦ā
āMaksud aku, hubungan kita berdua ini sebenernya apa?ā
Ia terdiam lagi. Kali ini seluruh wajah dan tubuhnya sudah sepenuhnya menghadap ke arahku. Namun, matanya hanya sesekali menatapku. Ia terlihat belum menemukan keberanian untuk menjawab pertanyaanku.
Tiba tiba ia berjalan ke arahku. Dalam satu helaan nafas panjang, ia sudah berdiri tepat di depanku. Mata kami berdua pun bertemu.
āKakak maunya kita jadi apa?ā
Dalam setiap hubungan antara pria dan wanita, pasti ada reaksi kimia yang terjadi dan menjadi kode bagi salah satu pihak untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu.
Aku berdiri dari tempat dudukku tanpa mengalihkan pandangan mataku.
āAku mau serius sama kamuā
Lima kata pamungkas keluar dari mulutku dibarengi dengan gerakan tanganku menggenggam kedua tangannya. Dadaku berdebar kencang dihujani dengan ribuan pertanyaan apakah ini langkah yang tepat. Ia yang sedang berada dalam banyak tekanan baik dari karir maupun pendidikan, malah kuserang dengan pernyataanku. Aku mulai menyesali malam ini.
Sementara Gaby yang mendengar pernyataanku memindahkan pandangannya dari mataku untuk melihat ke bawah. Jelas kulihat ia tersenyum dan wajahnya merona sebelum hilang dari pandanganku. Sebelum akhirnya ia melihatku kembali. Kali ini senyumnya jelas terpampang di depan wajahku.
āAku seneng kalau kamu seriusinā
Eh.
Aku bingung memahami jawabannya. Apakah ia juga mengharapkan hal yang sama seperti yang kuharapkan? Atau ada kata tapi diujung perkataannya. Pertanyaanku akan langsung dijawabnya dalam gestur yang ia lakukan.
Ia menutup kedua matanya. Menjinjitkan kakinya. Memajukan bibirnya, dan menaikkan wajahnya ke arahku.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Empat detik.
Lima detik.
Aku terdiam.
Ia membuka matanya kembali.
āKok Kakak diem aja?ā
Aku hanya tersenyum dan menjawab dengan suara kecil.
āMaluā
Gaby membalas senyumku. Kulihat tangan kanannya bergerak ke belakang kepalaku lalu mendorongnya dari belakang.
Tepat sebelum wajah kami berdua bertemu, kami menutup mata dan menikmati ciuman pertama kami di malam ini.
Bibirnya terasa lembut. Aroma mint kurasakan dari napasnya. Kuduga ia sudah menyikat giginya sebelum ini. Agak terasa pedas dalam mulutku. Namun, aku menikmati sensasinya.
Ia tampak masih pemula dalam urusan ciuman. Karena aku lebih banyak memimpin pergerakan dalam mulut kami sementara ia hanya pasif beberapa kali lidahku berbenturan dengan giginya. Ternyata meskipun mulutnya pasif, bagian tubuh lainnya tidak. Ia mulai menarikku perlahan-lahan menuju kasur dan membimbingku untuk duduk di sampingnya. Kemudian tangan kirinya mulai meraba paha kananku.
Aku tidak menyangka kami langsung berada di fase ini. Aku takut jika Frieska tiba-tiba masuk. Ketika kuingat kalau ia tidak memiliki kunci, aku lebih tenang dan melanjutkan ciuman kami.
Kini giliran tangan kanan Gaby yang meraba paha kiriku. Tidak ingin kalah dengannya, aku menggerakkan tangan kananku ke arah buah dadanya. Kugenggam dada kirinya dengan lembut karena tidak ingin mengagetkannya.
Gaby tiba-tiba menarik ciumannya sembari melepaskan tangan kananku di payudaranya. Ia mundur menjauhiku.
Aku masih ingat tatapannya hingga saat ini. Tatapan penuh ketakutan seperti melihat penjahat.
āSorry, Gab. Aku kelepasan. Aku kira...kamuā¦ā
Ia tidak menjawab. Napasnya berderu sangat cepat dan ia memegang dadanya. Aku dibuat dĆ©jĆ vu oleh pemandangan ini.
Aku biarkan ia mengatur napasnya tanpa mencercanya dengan pertanyaan lanjutan.
Ketika napasnya mulai normal kembali. Ia menatapku dengan rona kecewa.
āMaafin aku Kakā
āJangan kamu yang minta maaf, Gab. Aku yang lancang. Harusnya aku ga seburu-buru itu. Kamu mau aku pergi?ā
āDi sini aja Kak. Aku mau cerita. Aku ngerasa bersalah udah dua kali mancing Kakak tapi justru akunya yang berhentiin seenaknya. Kakak berhak tahu trauma aku yang bikin aku kayak giniā
āJangan dipaksain Gab, kalau belum waktunya. Aku udah seneng sama respon kamu tadi. Kita take it slow aja step by stepā
āGapapa aku tetep mau cerita. Kamu mau dengerin aku, kan? Please?ā
Aku tidak tega menolak permohonannya. Kuanggukkan kepalaku untuknya.
āTapi pertama-tama Kakak harus janji untuk ga cerita ke siapa-siapa. Cuman ada beberapa orang aja yang tahu, Kak Frieska salah satunya tapi aku ga mau sebutin lagi siapa yang tahuā
āAku janji Gabā
āOke. Jadi Kakā¦ā
Ia pun menceritakan semuanya. Aku tidak memotongnya sekalipun meski ada banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku. Karena orang pertama yang ia sebutkan membuatku kecewa.
Semua diawali ketika Gaby masih berusia 6 tahun. Ayahnya, yang kuanggap merupakan laki-laki yang menyayangi anak gadisnya, justru merupakan sumber trauma anaknya sendiri. Ayahnya sempat melakukan beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai pelecehan terhadap Gaby di masa itu. Memang yang dilakukan tidak sampai ke hubungan seksual, namun Gaby sempat diraba di bagian vitalnya hingga disuruh berdiam diri dalam keadaan telanjang hanya untuk dilihat oleh ayahnya. Kebiasaan ini berlangsung sampai setahun hingga Gaby bercerita kepada ibunya. Hal ini menimbulkan keretakan di keluarganya hingga ayahnya mengikuti beberapa terapi bersama psikiater sebelum sepenuhnya rujuk dengan ibunya. Namun, hubungan Gaby dan ayahnya tidak langsung membaik. Gaby baru bisa menerima ayahnya lagi setelah menjalani terapi dan proses kedewasaan. Hingga kini, kurasa ayahnya berusaha keras untuk menebus dosanya dengan memberikan kasih sayang terhadap anak gadisnya ini serta selalu mendukung setiap pilihannya.
Gaby mengakhiri cerita sambil menangis. Aku menerima ceritanya sebagai alasan wajar bila ia trauma bila disentuh pria di alat vitalnya. Meskipun ia sebenarnya juga ingin diperlakukan sama. Aku dibuat kasihan olehnya.
TOK! TOK! TOK!
āHapunten, akang tetehā
Suara Frieska terdengar diiringi dengan suara ketukan pintu.
āItu Frieska, Gab. Aku sekalian pamit ya. Yang tadi ga usah dipikirin. Kita lakuin pelan-pelan ajaā
āMaaf ya Kak, aku sebenernya juga pengen ngelakuin itu sama Kakak. Tapiā¦ā
GLEG!
Ia mengatakan ini sambil menggigit bibirnya. Aku segera menuju pintu sembari mengangkat telapak tanganku karena takut libidoku naik melihat ekspresinya
Pintu kubuka dan Frieska langsung menatapku dipenuhi keingintahuan. Ia hanya diam kemudian menengok ke dalam melihat ke arah Gaby tanpa berkata apapun. Lalu ia alihkan kembali pandangannya kepadaku dan mendekatkan mulutnya ke telingaku.
āBawa aja kartunya terus jangan tidur duluā
Sebelum aku dapat membalasnya, ia mendorongku keluar dari pintu dan segera menutupnya. Entah apa maksud dari perkataannya. Karena enggan untuk masuk lagi, aku menuju kamarku kembali.
Sesampainya di kamar, aku merebahkan diri di tempat tidur yang sempat kuimpikan. Kucoba mengingat lagi pengalaman ciumanku dengan Gaby. Usaha mengingat ini ternyata meningkatkan nafsu birahiku hingga penisku sudah berdiri tegak. Aku memang tidak suka melakukan masturbasi karena tidak menemukan kenikmatan melakukannya. Namun, ada rasa penasaran karena pengalamanku barusan. Kumasukkan tangan kiriku ke dalam celana dan mulai menyentuh penisku perlahan. Sulit untuk membayangkan Gaby karena beberapa kali pikiranku menuju ke Lala. Tiba-tiba ponselku berdering.
āKesini now!!! Ga usah pake telponā
Pesan dari Frieska. Entah apa lagi ini pikirku. Dua kali sudah aku dihentikan sebelum menemukan puncak kenikmatanku. Aku hanya bisa berjalan dengan enggan menuju kamar mereka.
Di depan kamar mereka, aku langsung menggesekkan kartu karena seharusnya mereka sudah tahu aku akan kesini. Kubuka pintu dan terkeju dengan pemandangan yang kulihat.
āBuruan masuk terus tutup pintunyaā teriak Frieska mengagetkanku.
Aku yang kaget hanya bisa menuruti permintaannya dan menutup pintu di belakangku. Aku belum bisa mencerna apa yang terjadi di hadapanku.
Gaby sedang tidur telentang dan sweater hitamnya sudah dibuka ke atas hingga berada sedikit di atas dadanya. Dibalik itu
tank top hitamnya juga sudah terangkat sampai di atas perutnya dan bagian yang menutupi payudara kirinya juga terbuka. Dapat kulihat putting dengan warna coklat kelabu mencuat dari buah dadanya. Sementara celananya sudah tidak menempel di badannya. Celana dalamnya yang berwarna hitam serupa dengan
tank top-nya terekspos keluar. Yang lebih mengejutkan dari semua ini adalah posisi Frieska yang berada di atas Gaby. Ia sedang menciumi vagina Gaby yang masih tertutup celana dalam. Untungnya tubuh Frieska masih penuh dibalut pakaiannya.
āAAAAAAAAHHHH! Kakak kok malah masuk sih??!!ā
āEeeeā¦Kan tadi disuruh Frieska, Gabā aku tidak memiliki respon lain selain menjawab pertanyaannya.
āKAK MPRIES. Ssssshhhhā¦.uuuuuuhhhā¦Berenti dulu dong. Uuuuuhā¦ga malu apa itu kita diliatinā Gaby terbata-bata dalam berbicara karena Frieska sudah menarik celana dalam Gaby untuk memasukkan lidahnya kedalam vagina Gaby.
āEmmm sorry, apa kalian ga pengen gua keluar aja? Mungkin kalian ngerasa terganggu gitu?ā
Frieska mengangkat telunjuk kirinya memintaku diam. Ia kemudian menghentikan permainannya di vagina Gaby.
āCicing sia urang ker gawe. Calik!ā
Aku menurutinya dan duduk di lantai karena tidak berani mendekati mereka. Kupandangi terus mereka berdua karena masih kaget dan belum dapat berpikiran normal. Gaby yang sempat malu karena terlihat tidak senonoh di hadapanku sudah melupakan kerisauannya sesaat setelah Frieska kembali melanjutkan aktivitasnya di vagina Gaby. Sesekali tangannya bergerak ke buah dada Gaby untuk merabanya. Gaby pun menambah intensitas desahannya.
āAahhhhh..ahhhhhhā¦.ahhhhhhā¦ā¦..aaaaaaahhh..oouuuhhhā¦..ā
āEnak kan, Gab. Lo udah lama banget ga gue giniin kanā
āTerusin Kak, enak bangettthā¦..ooouuhhhā
āNah, udah basah nihā kata Frieska sambil berdiri.
āYah, kok berhenti Kak?ā
āLo yakin kan Gab, sama permintaan lo tadi?ā
āHah, permintaan yang mana?ā
Frieska menjawab dengan menunjuk ke arahku. Gaby pun langsung memiringkan tubuhnya ke arah berlawanan sehingga aku tidak dapat lagi melihat tubuhnya yang indah.
āGamau kalo kayak gini. Gue udah keburu malu duluan Kak Mpriesā
āKalo gak gini, kalian bakalan masih lama ketemunya. Gue cuman pengen bantuin lo ngelawan trauma loā kata Frieska sambil memegang tangan Gaby.
āPercaya sama gue Gab. Gue ada disini terus nemenin lo. Dia juga orang yang udah gue percaya semenjak gue kecilā
Kulihat Gaby menganggukkan kepalanya dari samping. Frieska langsung melihat ke arahku dengan pandangan tajam.
āManeh, buka celana sekarang?ā
āMmmm
sorry, mau ngapain ya?ā
āUdah buka aja, kalo lama sini aing bantuinā Frieska berkata se-frontal itu sembari berjalan ke arahku.
āEeeee..tenang-tenang. Bisa buka sendiri kokā
Frieska pun berhenti namun tetap memperhatikanku.
āLu ga mau menyingkir dulu gitu, Fries?ā
āGa usah malu lah sama gue. Terakhir gue lilit titit lo berapa tahun lalu sih?ā
āJangan ngomong gitu anjri# kesannya kita pernah ngapainā
āNgapain ya. Waktu itu maneh aing kasih kecoa yang maneh takutin, eh maneh malah kasih aing liat titit maneh. Sampe aing lariā
Terdengar suara Gaby yang menahan tawa, meskipun ia masih menghadap ke arah berlawanan dari kami.
Momen ini membuat perasaan canggungku mulai sirna. Aku pun melepas celana pendekku dan juga celana dalamku tanpa melepas kaosku.
āWiii. Udah tumbuh dan berkembang juga si otong. Eh sebentar, lo cuci dulu deh ke kamar mandi. Terus pake ni kondomā Frieska merogoh kantong belanjaannya dan kemudian melempar sekotak kondom Fiest$ ke arahku.
āAnyin%, lu beli kondom tadi buat apaan?ā
āJaga-jaga aja kalo yang kayak begini kejadian. Emang
feeling gue jago. Dah buruanā
Aku melangkah ke kamar mandi dan membersihkan penisku dengan air dan sabun. Penis yang sudah berdiri tegak semenjak menonton permainan Frieska dan Gaby. Meskipun momen ini tergolong aneh dan tidak seromantis yang kuharapkan. Setidaknya anomaly yang ada bersama kami adalah Frieska yang merupakan sahabat kami sendiri.
Keluar dari kamar mandi dengan kondom yang sudah terpasang di penisku, aku pun berjalan seperti orang yang mengendap-endap karena langkah kakiku tidak terdengar sama sekali. Frieska kali ini duduk di kursi tempat aku duduk sebelumnya dan memegang tanganku saat aku melewatinya.
āIni pengalaman pertama Gaby, jadi
take your timeā
GLEG!
Aku kembali menelan ludah tanpa mampu membalas Frieska selain memberikan sebuah anggukan. Sekarang aku sudah berada di depan Gaby yang masih menghadap ke arah samping. Ia yang merasakan kehadiranku sepertinya mulai terguncang karena tubuhnya menjadi bergetar.
āKamu beneran gapapa begini, Gab?ā
Gaby tidak menjawab. Aku tampak ragu. Frieska lalu pindah dari tempat duduknya dan duduk di samping Gaby. Ia memegang erat tangan kanan Gaby yang berada di samping tubuhnya.
āYuk bisa yuk, Gab. Pelan-pelanā
Mendengar suara Frieska yang begitu lembut. Gaby memindahkan tubuhnya hingga kembali telentang menghadapku yang belum naik ke atas tempat tidur.
āLo jangan pegang Gaby dulu ya, fokus aja buat masukin titit luā
Aku mengangguk. Kemudian aku naik ke atas tempat tidur dengan bertumpu pada lututku dan perlahan maju ke posisi yang nyaman untuk melakukan penetrasi dengan menggesekkan lututku di atas tempat tidur. Aku berusaha untuk tidak menyentuh kulit Gaby sama sekali saat ini. Ketika sudah berada di posisi yang nyaman, barulah aku pun menundukkan badanku hingga sekarang dadaku dan dadanya mulai bersentuhan.
āAku boleh cium kamu? Biar kamu bisa rileks dulu Gabā
āMaluuuuā Gaby menjawab dengan muka memerah. Kudengar suara Frieska yang seperti sedang menahan tawa di samping kami.
āKamu cantik bangetā
Aku pun menciumnya kembali. Aku membimbingnya perlahan dengan menggerakkan bibir dan lidahku di dalam mulutnya. Meskipun beberapa kali membentur giginya, aku tetap menikmati ciuman kami ini.
Setelah beberapa lama, aku menghentikan ciumanku.
āKamu rileks ya, Gabā setelah selesai menenangkannya aku mulai menciumi dan menjilati lehernya.
āUuuuuuhhā¦.aaaaahhhā¦..aaaaaaahhhhhhhā
Desahannya merupakan tanda positif bahwa ia menikmati permainanku. Aku ikut memainkan penisku dengan menggesekkannya di atas vaginanya. Jelas ia menikmati ini karena desahannya yang semakin kencang dan bagian bawah tubuhnya ikut bergoyang.
āUdah basah lagi nih gue liatin. Lo mau masukin gapapaā
Frieska bersuara dan saat ini kepalanya sudah lebih dekat dengan posisi penisku dan vagina Gaby.
Aku kembali menatap mata Gaby dan kuresapi sorot mata gadis yang akan kuambil keperawanannya malam ini. Ia menganggukkan kepalanya. Yakin dengan jawabannya. Aku memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
JLEB!!!
āAduuuuuuuuuhhhā
āAku berhenti dulu Gab, udah nyangkut nih. Kamu tarik napas dulu yaā
Ia mengatur napasnya. Kemudian tangan kirinya memegang lenganku untuk memintaku melanjutkan penetrasi.
āAku dorong lagi ya. Hooooaaahh!!ā
āAaaaahhh. Stop-stop Kak, sakit banget. Aduh aku ga kuatā
āIya, awalnya emang sakit, Gab. Coba kamu atur napas lagi ya. Setelah ini harusnya yang terakhir untuk kita tembus pertahanan terakhir kamuā
āAku takut ga kuat Kak. Ini aja udah perih banget. Hiks..hiks..ā jawabnya dengan air mata yang mulai mengalir dari kedua matanya. Aku sungguh tidak tega melihat ini. Namun, aku tahu bila ini kuhentikan, hanya rasa perih yang Gaby rasakan.
āGab, kamu gigit tangan kanan aku ini ajaā kataku sambil mengarahkan pinggiran telapak tangan kananku.
āBuat apa, Kak?ā
āIni ngebantu buat ngalihin rasa sakit nanti. Sama buat nahan teriakan kamu. Gapapa, aku kuat kok. Ini juga supaya aku ngerasain sakit yang sama kayak kamu. Biar
fairā
Gaby terlihat enggan. Namun karena telapak tangan kananku sudah ada di wajahnya. Ia pun memasukkan pinggiran telapak tanganku ke dalam mulutnya.
āGigit aja dulu Gab dikit, tempelin gigi kamu. Gapapaā
Gaby pun menurutiku.
āOke, di hitungan ketiga ya Gabā
āO$%$k%^ā suaranya tidak jelas karena sedang melahap tanganku.
āSATUKKKKHHā langsung kutusukkan penisku dengan sekuat tenaga meski tertahan dengan sempitnya lubang vagina Gaby. Kurasakan bahwa penisku telah menembus sesuatu. Ya, pertahanan terakhirnya sudah kujebol.
āGGGGHHGHGHGHGHHHGHGHā teriak Gaby dengan tangan di dalam mulutnya.
Ia sontak menggigit telapak tanganku dan aku merasakan rasa sakit yang amat sangat di telapak tanganku.
Aku melanjutkan genjotanku di dalam vagina Gaby tanpa berhenti. Hangat kurasakan di sekitar penisku yang kuyakin merupakan darah yang keluar dari selaput dara Gaby yang baru saja kupecahkan. Sempitnya lubang vaginanya memang agak menyulitkan namun tidak mengurangi usahaku untuk menggenjotnya. Gaby tidak menghentikan gigitannya di tanganku. Suara desahannya yang terdengar tidak jelas. Air matanya yang mengalir semakin deras dari kedua matanya. Sementara air liurnya juga tidak berhenti mengalir dari mulutnya yang terus terbuka sambil mencengkeram tanganku. Orang yang melihat hal ini mungkin mengira ini adalah pemerkosaan. Namun, kami tahu bahwa kami berdua menikmatinya. Tiada kata yang jelas keluar dari mulut kami melainkan suara dari tatapan mata kami yang dipertemukan nafsu birahi.
PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!
āGHHGGHHHH..GHHGHGHGHGHGGGā¦..GGGHGGGGGā
Setelah tak henti-henti menggenjotnya, kulihat perubahan pada ekspresi wajah Gaby. Matanya yang sebelumnya melotot mulai berubah menjadi tanpa pupil yang menandakan ia memasuki puncak kenikmatannya. Kedua matanya kemudian terpejam hingga air matanya yang mengalir terhenti dan hanya menyisakan bekasnya saja. Kurasakan ia juga mulai mendorong pinggulnya dari bawah untuk meningkatkan kenikmatannya. Kedutan-kedutan dalam vaginanya yang menjepit penisku yang membuatku dimabuk kepayang dalam kenikmatan vagina perawan.
PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!
Tubuh Gaby pun menggelinjang dan gigitannya di tanganku semakin keras. Kurasakan semprotan cairan dari dalam vaginanya. Setelah cairan itu tidak lagi keluar, Gaby berhenti bergerak dan terdiam lunglai. Aku yang masih belum mencapai orgasme namun masih trauma karena Lala pun menghentikan penetrasiku. Kuangkat badanku, dan kutarik penisku dari dalam vagina Gaby. Penis yang kutarik terlihat berlumuran darah bercamput dengan cairan putih ejakulasi Gaby. Barulah saat ini kusadari perubahan Frieska yang sempat tidak kuperhatikan. Ia sudah melepas celananya dan bermasturbasi sambil memasukkan jari-jarinya ke dalam mulutnya. Aku dibuat pangling oleh sahabatku ini.
āGimana dong? Aing kan ikutan sange ngeliatin kalian ewean?ā Frieska membalas tatapanku sambil memakiku.
Kurasakan Gaby menyentuh tangan kananku. Tangan yang sudah basah dengan darah segar dan liur. Kembali kuperhatikan wajahnya yang terlihat kelelahan dan berantakan oleh air mata dan liur.
āMakasih Kak. Maaf kalo Kakak belum keluar. Aku udah ga kuat tapi. Kakak selesein sama Kak Frieska aja yaā
Aku menatap Frieska. Frieska menatapku.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
āYakin lu, Fries?ā
āYakin dah, kita udah sama-sama nanggung kanā
āAnjin@ gua ga pernah ngebayangin bakal ngentot sama luā
āKeterpaksaaan ini, gue yakin kalo ini masturbasi doang bakal tetep ga bisa tidur pules. Yaudehlah, anggap aja cerita baru di 10 tahun kita temenan. Jangan bilang-bilang ke mba Imel tapi lo yeā
āYakali goblo& aing cerita ke orang laen. Dah gila maneh tehā
āYaudah masukin biar cepet selese buat bersih-bersih terus tidurā
Gaby telah tertidur di atas kasur. Aku dan Frieska telah pindah ke sofa
single di ujung kamar samping jendela yang menghadap ke pantai. Untuk mengurangi kecanggungan, kami memutuskan untuk tetap mengenakan pakaian atasan kami dan menggunakan posisi doggy style. Supaya kami tidak saling menatap wajah lawan bercinta kami. Frieska menunduk dan meletakkan kedua tangannya di atas sofa, sementara aku berdiri membelakanginya.
āAing masukin yeā
āGausah pake ijin, aing bukan perawan. Jangan sampe salah masuk aja.ā
āOiya, aing bukan Jono yang merawanin lu yakā
JLEB!!!
āAnjin@ siaā¦Oooouuuhhhhā¦.Iiissssshhhhh..Aaaaaahhhā¦.Gede juga titit lo kalo udah di dalam henceut aing.
āIyak anjin#. Henceut maneh heureut pisan. Hooooohhhh.
PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!
āAahhhhh..ahhhhhhā¦.ahhhhhhā¦ā¦..aaaaaaahhh..oouuuhhhā¦..ā
āMantep lu Friesā¦.SEMPIT GOBLO$.....Kok bisa sihā¦.uuuuuhhhhhā¦.lu kan sempet sering ewean?ā
āCiciiiiiiing..Yeeeeehssā¦..aaaaahhhhhā¦ā¦uuuuhhhā¦.aahhhhhhh.aahhhhh.aaaahhhhhā¦aahhhā¦Kan sempet goblo^. Uuuuuuuhhh. Abis kaga dipake-pake jadi sempitā¦..aaaaaaahhhhā
PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!
Memang ada perbedaan jelas bercinta dengan profesional. Meski ini salah, kuakui sahabatku ini ahli dalam hubungan seks. Goyangannya yang mengimbangi goyanganku membuat kenikmatan yang kurasakan tidak sebanding dengan tenaga yang kukeluarkan. Inikah hubungan seks ideal? Apakah bila sahabat dipasangankan dalam persenggamaan maka kenikmatan hakiki yang didapatkan tidak kalah jika dibandingkan dengan pasangan? Kami hanya melakukannya dengan satu gaya sementara aku sudah tidak dapat lagi menghitung berapa lama penisku sedang menggaruk-garuk vagina sahabatku. Tubuhku yang sudah basah dengan keringat ikut merasakan peluh di bokongnya yang terus kupegang sebagai pegangan menggenjotnya. Kumulai menepuk-nepukkan kedua tanganku di kedua bongkahan pantatnya yang besar. Bahkan lebih besar dari Lala. Satu hal yang harus kuakui kalau sahabatku sebenarnya memiliki tubuh yang sangat aduhai. Sayangnya, semenjak ia menyadari kalau foto-fotonya sering dijadikan objek foto mesum, ia merubah penampilannya sehingga lebih sering mengenakan pakaian gombrong untuk menutupi lekuk tubuhnya.
POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!!
āAahhhhh..ahhhhhhā¦.ahhhhhhā¦ā¦..aaaaaaahhh..oouuuhhhā¦..ā desahan Frieska semakin kencang membuatku takut Gaby terbangun dan cemburu karena persetubuhan kami lebih intens. Tapi kulihat sebentar dan kuyakin ia benar-benar terlelap.
Untuk mencari variasi, aku mulai menggerakkan sweater pink yang ia pakai ke atas tubuhnya. Hal ini kulakukan sembari merasakan keringat di punggungnya yang sudah sangat basah dengan peluh. Kuhentikan doronganku pada sweaternya ketika sampai di bagian dadanya. Kemudian kuraba kedua payudaranya yang sangat besar. Dulu memang ia sempat gemuk di awal pubertas terjadi pada dirinya, untungnya buah dadanya tidak mengecil seiring tubuhnya yang mengecil. Sahabatku memang sudah besar dan berkembang.
āEeeeeehhhhā¦..Kok maneh jadi nelanjangin aingā¦.uuuuuuhhhhhā¦..Ini juga dah grepe-grepe toket aingā¦ā¦iiiiiishhhhhhhā¦ā¦.aaaahhhhhhhhā¦masih kurang itu genjotannyaā¦ā¦ā¦ā
āCiciiiiiingggg maneeehhhā¦ā¦.Salah sendiri bikin aing sangeeeeehhhhhhā¦ā¦uuuuhhhhhā
āManeh teh blegug upami sangeeā¦ā¦.uuuuhhhh..anjin&ā¦..henceut aingā¦ā¦ngeunah pisan anjin&ā¦ā¦ā¦
PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!
āAahhhhh..ahhhhhhā¦.ahhhhhhā¦ā¦..aaaaaaahhh..oouuuhhhā¦..ā
āHuuffftā¦..aaaaahhhhhā¦ā¦uuuuhhhā¦.aahhhhhhh.aahhhhh.aaaahhhhhā¦aahhhā
āAING MAO KELUARā teriakku di ujung orgasme.
āBARENG ANJIN*ā
āSABAR NGEHEEEEEEā
āErrrrrgghhhhhhhhaaaaahhhā
-----CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!!---
-----CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!!---
āHhhhhhhhhhhhhh..hhhhhhh.hhhhhhhhā
āHhā¦.hhhh.hhhhhā
Kulepaskan penisku dari vagina sahabatku. Aku pun langsung terduduk lesu di lantai. Frieska ikut menjatuhkan dirinya ke sofa dalam posisi masih menungging. Cairan ejakulasinya mengalir dari lubang vaginanya ke lantai hingga membentuk genangan. Kulihat penisku yang sudah bercampur dengan cairan sperma di dalam kondom. Kuatur napasku dan kulihat langit-langit kamar yang berwarna putih.