PART 24
Ratih Puspa Sari Aka Ratih
Raka Priambudi Gemilang aka Raka
Pov 3rd
Ratih buru-buru keluar melangkah keluar kamar menuju kamar Raka dengan diliputi perasaan takut dan cemas.
Setelah melihat Raka di dalam kamar nya. Ia memburu nya dan memeluk tubuh Raka.
"Ada apa, Ratih? Kenapa dengan mu?", tanya Raka penuh kebingungan dan ikut panik.
"Raka..... Gaun itu telah hilang". Ratih berkata seperti orang berbisik.
"Gaun itu? Gaun penghantar maut itu?". Ulang Raka supaya yakin.
Kepala Ratih mengangguk diliputi rasa ketakutan. Mata nya yang indah dan bening berkedip-kedip bagai menunggu reaksi pemuda itu.
Sedangkan Raka sendiri juga seperti sedang berpikir mata nya juga berkedip-kedip memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal, ternyata tidak ada satu pun kemungkinan yang masuk akal. Sehingga ia pun perlu memeriksa kamar Ratih untuk membuktikan nya.
Mereka berdua pergi ke kamar Ratih, dan setelah mereka masuk ke dalam kamar Ratih, mereka kaget dan membelalakan mata.
"Astaga...Raka....! Itu....Lihat...!", seru Ratih sambil menunjuk ke arah lantai.
"Lho, kok gaun malam warna pink ini yang ada? Padahal tadi, gaun pengantin itu tergeletak di lantai ini! Kok bisa ya, Tih!", sahut Raka yang juga terlihat keheranan.
"Gawat! Kelihatan nya sudah semakin parah. Rumah ini benar-benar rumah neraka!", Gerutu pemuda itu dalam hati.
Raka semakin penasaran sekaligus cemas setelah melihat sendiri keanehan-keanehan yang terjadi di rumah ini.
"Coba kita periksa gaun pengantin itu, Tih. Mungkinkah ada di dalam lemari pakaian mu!". Kata Raka bernada ajakan untuk mencari gaun pengantin itu.
Mereka berjalan ke arah lemari pakaian Ratih, dengan perasaan cemas, Ratih perlahan-lahan membuka pintu lemari pakaian nya.
"Kreeeeekkkk......", suara derit pintu saat di buka.
Dan saat lemari itu perlahan-lahan terbuka, ternyata.....
"Itu...Raka! Lihat....!", seru Ratih.
Raka sama halnya dengan Ratih, terperangah dengan mulut mengangga dan mata membelalak.
Gaun pengantin itu tergantung di dalam lemari, tergantung rapi sejajar dengan pakaian Ratih lainnya.
Sepertinya ada seseorang yang merapikan gaun pengantin itu dan menggantungnya di sana. Sementara gaun malam warna pink di taruh tergeletak di lantai seperti kondisi gaun pengantin.
Gemetaran tangan Ratih saat memegangi pintu lemari. Mata nya sesekali menatap gaun itu, sesekali memandang Raka dengan penuh kecemasan.
"Bukan kamu yang melakukan ini, Tih?". Bisik Raka.
Ratih menggeleng.
"Sungguh?", Raka agak ragu.
"Untuk apa aku berbuat seperti ini? Untuk menakut-nakuti kamu? Aku sendiri sudah takut, kenapa harus menakut-nakuti kamu?".
"Aneh...! Ini sangat aneh, Tih! Belum lama kita tinggalkan kamar mu, sudah ada kejadian ini". Kata Raka sambil menggelengkan kepala.
Pemuda itu terdengar mendesah kesal melihat keganjilan yang terjadi, ada secuil rasa curiga pada Ratih, tapi ia meyakinkan diri bahwa kekasih nya itu terperanjat kaget sama seperti dia, tentu tidaklah mungkin ini ulah iseng Ratih.
Hujan di luar sudah mulai reda, tapi mendung masih menggantung di angkasa.
Raka nekat mengambil gaun pengantin di lemari Ratih dan gaun pink di lantai, kemudian ia membawanya ke dapur dengan tergesa-gesa.
"Raka.... Mau kamu bawa kemana kedua gaun itu?".
Raka tidak menjawab teguran Ratih.
Barangkali hati nya sudah tidak sanggup menahan kesabaran nya lagi.
Ia mengambil botol tempat minyak tanah dan korek api, kemudian ia pergi ke tempat biasa untuk menjemur pakaian.
"Raka, jangan.....!", cegah Ratih.
Ratih mencegah apa yang ingin dilakukan oleh Raka. Tangan nya mencoba menahan tangan Raka yang sudah memegang korek api dan berniat untuk membakar kedua gaun itu.
Sambil menepis pelan tangan Ratih, Raka seakan tidak peduli dengan tindakan pencegahan dari Ratih.
Ia melempar kedua gaun itu ke lantai di tempat jemuran pakaian. Lalu sebotol minyak tanah ia siramkan ke atas kedua gaun itu, lalu ia menyalakan korek api.
Ratih mencoba merebut korek api itu, tetapi gerakan Raka lebih cepat, korek api itu sudah ia lemparkan ke arah kedua gaun itu.
Kedua gaun itu terbakar dan menimbulkan api yang besar.
"Raka, aku takut....", bisik Ratih.
"Tidak ada yang perlu ditakutkan, Tih! Lihat gaun itu sudah terbakar, gaun itu akan musnah terlalap api, biar tidak mengganggu ketenangan mu!", kata Raka dengan ekspresi wajah geram.
Mata mereka berdua masih memandang api yang berkobar membakar kedua gaun yang pernah menjadi kesukaan gadis itu.
Ratih sangat tegang, cemas, kalau-kalau terjadi sesuatu setelah kedua gaun itu di bakar.
Tetapi Raka tidak pernah membayangkan apa-apa, tidak ada ekspresi kecemasan di wajah nya.
Asap mengepul dari pembakaran kedua gaun itu. Ratih menatap Raka dengan sorot mata yang semakin tampak gelisah.
Raka heran dan bertanya,
"Kenapa, Tih....?".
"Asap itu.....!".
"Iya, kenapa asap itu?", Raka mulai gemas.
"Asap itu menimbulkan bau....!".
"Ah, memang sesuatu yang dibakar akan menimbulkan bau,Tih", ucap Raka acuh.
Raka hendak meninggalkan tempat tersebut, tetapi Ratih menahan nya.
"Kamu sadar bau apa yang tercium oleh kita saat ini? Apakah bau kain terbakar seperti bau ini?".
Hidung Raka mendengus-dengus, ia mempertajam indera penciuman nya, lalu ia termenung sejenak, setelah itu baru memandang Ratih dengan dahi berkerut.
"Seperti.....Seperti bau kayu cendana....". Jawab Raka menebak.
Tangan Ratih mengusap lengan nya sendiri, merinding. Ia kelihatan kebingungan dan di cekam rasa cemas.
Raka makin mendekati Ratih dan berbisik lagi.
"Bau kayu cendana, ya....?". Ulang Raka lagi.
Ratih mengangguk wajah nya tampak seperti sedang ketakutan.
"Seperti bau yang ada di kamar itu...!".
Ratih melirik kamar misterius itu, seketika bulu kuduk nya semakin meremang.
Raka kini kelihatan dibayang-bayangi kecemasan juga, ia ikut melirik kamar misterius itu.
Kamar penyimpan mayat, dan ada seperti getaran halus yang dirasakan dalam hati nya, getaran itu pun ternyata membangkitkan bulu kuduk nya.
Mendadak keduanya saling berpandangan.
Wajah kedua nya penuh ketegangan, saat mereka melihat handle pintu itu bergerak-gerak bagai ada yang hendak membukanya.
Ratih menepi, berpengangan erat pada lengan Raka. Lalu ia berbisik,
"Aku takut, Raka....".
Raka tidak berkata apa-apa. Matanya terkesima memandang handle pintu yang bergerak-gerak.
Wajah nya menjadi merah seperti dibakar oleh amarah. Berbeda dengan wajah Ratih yang pucat dan berkerut ngeri.
"Apakah kita harus kalah dengan mereka....?". Gumam Raka pelan.
Raka berkata seperti orang menggumam, namun Ratih masih bisa mendengarkan nya, karenanya Ratih menjadi sangat mencemaskan Raka.
Raka mulai terbakar oleh emosi, marah dan tidak bisa bersabar lagi.
"Tinggalkan tempat ini, Raka! Ayo, kita tinggalkan.....!", bujuk Ratih.
Raka tidak menghiraukan bujukan itu, dengan emosi amarah yang meluap-luap.
Ia berseru menantang.
"Keluarlah kalian semua, iblis......!!".
"Raka, jangan.....!!". Ratih ketakutan.
"Jangan bicara begitu, Raka!".
Handle pintu masih bergerak-gerak seakan sengaja meledek Raka dan Ratih.
Emosi Raka tidak dapat dibendung lagi melihat ledekan itu.
Ia mengibaskan tangan Ratih yang sejak tadi memegangi lengannya, kemudian ia maju mendekati pintu tersebut dan menendangnya dengan kasar.
"Keluar......". Ucap pemuda itu lantang.
Ia berteriak lantang seakan menantang yang ada di dalam sana.
"Raka......!!".Seru Ratih.
Tetapi pintu itu masih tetap kokoh.
Nafas Raka terengah-engah dibakar kemarahan. Bujukan Ratih tidak lagi masuk di telingan nya.
Ratih sampai memohon-mohon agar Raka mau pergi meninggalkan kamar tersebut, tapi Raka justru semakin meluap kemarahan nya.
"Kalian pikir kalian lebih berkuasa daripada kami?!".
Lalu Raka melompat, menendang pintu tersebut dengan sekuat tenaga. Tetapi, pintu tetap kokoh, dan justru Raka yang terlempar jauh.
Sepertinya ada tenaga yang menghantam balik diri Raka.
Tak ayak lagi, Raka terpental, tubuh nya jatuh terlentang, kepala nya membentur plesteran semen dan tangan nya terkilir.
Waktu kejadian itu, Ratih menjerit histeris sambil menghambur mendekati pemuda itu.
Darah segar pun mengalir dari kepala Raka.
.
.
.
Bagaimana nasib Raka selanjutnya...?
Penasaran... Ikuti terus cerita ini yang sudah mulai mendekati part-part akhir.
Bersambung.....