Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

I hate myself for loving you

SundayTheSix

Adik Semprot
Daftar
10 Oct 2019
Post
102
Like diterima
239
Bimabet
(Prologue)
Aku tak percaya keberuntunganku. Sampai beberapa menit yang lalu, aku menganggap ini adalah hari terburuk dalam hidupku, gagal nonton pertunjukan team J di theater, diblacklist dari theater, dan kemungkinan besar dibenci oleh gadis pujaanku Frieska, semua karena supir taksi ****** yang tak bisa menjaga jarak saat aku menyuruhnya untuk mengikuti Frieska pulang ke apartemennya.

Satu-satunya hal yang kurasakan berbeda hari ini adalah tak seperti biasanya Ayah mau membebaskanku dari kantor polisi, biasanya Ayah hanya menyuruh salah satu pengacaranya untuk membebaskanku karena dia tak ingin waktu berharganya itu terbuang hanya untuk mengurusi masalahku. "Ayah lebih baik menggunakan waktu Ayah untuk mengurusi salah satu bisnis Ayah, ketimbang harus mengurusi kenakalan kamu lagipula Ayah harus punya uang untuk kamu sia-sia kan." Begitulah jawab Ayah saat aku bertanya kepadanya kenapa dia tak peduli jika aku berada di kantor polisi, semenjak itu, aku tak mau ambil pusing jika Ayah tak mau mengurusi masalahku. Klasik, aku tahu.

Jadi bisa kau bayangkan betapa terkejutnya aku saat yang muncul dengan amplop penuh uang adalah Ayahku. Apa yang membuatnya mau menyia-yiakan waktunya untukku. Sepanjang perjalanan aku tak ingin membuang waktuku untuk bertanya alasan Ayah mau melakukannya, aku tahu Ayah tak akan memberikan jawaban, jadi kenapa aku harus repot-repot bertanya.

"Menguntit? Chris ayolah, apa kau sengaja melakukannya untuk mempermalukan Ayah?"

Ini adalah pertama kalinya Ayah memulai percakapan denganku setelah bertahun-tahun, setelah bertahun-tahun puas dengan "bicarakanlah dengan Ibu." dan "Ayah sedang ada urusan penting bicarakanlah dengan asisten Ayah." untuk pertama kalinya Ayah mau berbicara denganku, moodnya pasti sedang baik.

"Tidak Yah, aku tak ingin mempermalukan Ayah." jawabku.

"Lalu, apa yang kau pikirkan saat menyuruh supir taksi untuk mengikuti seorang perempuan ke apartmennya?"

"Aku tak berpikir akan seperti ini jadinya, aku pikir..."

"Tentu saja kau tak berpikir, karena kalau kau berpikir maka tak akan seperti ini jadi."

"Kau tahu Yah, aku lebih suka berbicara dengan salah satu asistenmu karena setidaknya mereka berpura-pura peduli pada masalahku."

Itu berhasil membuatnya diam, dia hanya memandangiku untuk sesaat sebelum memutuskan untuk melihat keluar jendela. Dan seperti itulah pembicaraan antara kami berdua yang terjadi sekali dalam beberapa tahun berhenti, ya tak seperti aku punya banyak kesempatan untuk berlatih. Sisa perjalanan kami lalui dalam kesunyian, hingga mobil yang kami kendarai sampai di rumah yang sudah lama tak kusinggahi.

"Aku tak akan kembali ke rumah hanya karna Ayah menebusku dari kantor polisi kan?"

"Ayah tahu, tapi ada sesuatu yang Ayah dan Ibu ingin bicarakan denganmu."

"Jika Ayah ingin bicara, kita bisa melakukannya diluar."

"Ayah tahu, tapi untuk kali ini saja Ayah dan Ibu pikir bahwa hal ini pribadi yang hanya bisa kita bicarakan di rumah."

"Apa yang begitu penting sampai aku harus kembali ke rumah ini? Jika Ayah lupa, Ayah lah yang mengusirku."

"Christian, tolonglah. Kali ini saja, jika kau butuh alasan, lakukanlah demi Ibumu, Ayah lah yang kau benci bukan dia."

Kami saling tatap, aku tahu bahwa Ayah sudah mengunakan kartu terakhirnya kepadaku, dengan mengakui kalau dia lah yang aku benci, dia secara tak langsung juga mengakui bahwa dia sudah melakukan kesalahan yang membuatku membencinya. Aku tahu Ayah benci mengakui kalau dia sudah melakukan kesalahan dan sekarang aku ingin tahu apa yang mungkin membuatnya mau melakukan hal itu.

"Lima menit dan jika aku merasa bahwa apapun yang Ayah ingin bicarakan itu tak penting, maka aku akan pergi."

"Terima kasih." Ucapnya sebelum turun dari mobil.

Aku mengikutinya turun dari mobil dan berjalan mengikutinya masuk ke tempat yang dahulu kusebut rumah. Tepat didepan pintu depan, berdiri Ibuku, dari tatap wajahnya sepertinya dia senang melihat kedatanganku.

"Chris, Ibu kangen nak." Ucapnya sambil memelukku, diciumnya kedua pipiku sebelum memberikanku pelukan kedua.

"Aku tak ingin berlama-lama disini, jadi jika Ibu tak keberatan bisa kita langsung saja masuk dan bicara."

Ibu jelas tak mengharapkan sikapku itu tapi betapa pun aku mencintainya, itu dikalahkan oleh rasa benciku pada suaminya.

"Baik nak, ayo kita masuk."

Aku pun mengikutinya masuk, tak mengharapkan apapun karena aku hanya ingin pergi dari sini. Namun duduk di sofa ruang tengah, ditemani oleh kedua orang tuanya, gadis yang kugilai, Frieska.
 
I hate myself for loving you, can't break free 'cause the thing that you do. I wanna walk but I'll come back to you.... That's why I hate myself for loving you. Alias gaperna bisa oshihen dari mpriessss :(
 
Bagian1

Ada banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiranku saat melihat Frieska duduk didepanku, yang pertama adalah kenapa? Kenapa dia disini? Lalu kenapa ada kedua orang tuanya disini? Dan apa hubungannya Frieska dan kedua orang tuanya dengan apa yang ingin dibicarakan oleh kedua orang tuaku. Jika ini adalah sebuah perjodohan, maka semua plot klise ini tak lucu lagi.

Saat Frieska melihatku tentu dia terkejut, dia bahkan tak mau repot-repot menutupi rasa terkejutnya. Dia berdiri, dengan mulut yang mengangga lebar, dia menunjukku.

"Lo kan? Ngapain lo disini?" Tanya Frieska dengan intonasi yang menunjukan jelas dia tak suka dengan kehadiranku.

Melihat tingkah Frieska yang jelas tak suka dengan kehadiranku, kedua orang tua Frieska saling menatap dengan penuh tanda tanya. Selain bagaimana Frieska bisa mengenalku, tentu alasan kenapa Frieska tak suka kepadaku menjadi hal yang mereka pertanyakan. Kedua orang tuaku juga mungkin mempertanyakan hal yang sama, tapi aku terlalu malas untuk berbalik dan memastikannya.

"Kalian udah saling kenal?" Tanya Ibuku, wajahnya masih terlihat senang, tak seperti dugaanku.

"Dia fans kurang ajar yang tadi aku ceritain Bu." Jawab Frieska dengan datar, dia bahkan tak mau menatapku saat mengatakannya, nampaknya aku begitu menjijikan baginya menatapku saja adalah suatu hal yang tak ingin dilakukannya.

Tentu itu jawaban yang tak Ibuku harapkan karena sekarang wajahnya memerah dan matanya mulai berkaca-kaca. Sepertinya untuk pertama kalinya Ibuku malu saat mendengar tingkah lakuku, tidak saat aku membakar minimarket yang tak lagi menjual rokok favoritku, atau saat aku ikut mengeroyok satpam sekolahku, nampaknya menjadi fans yang kurang ajar adalah hal yang menurutnya memalukan. Itu atau mungkin Ibuku sadar bahwa Frieska merasa jijik kepadaku.

"Kamu mulutnya itu dijaga, jangan sembarangan begitu." Ucap Ayah Frieska, dia adalah orang terakhir yang kuharapkan membelaku, tepat sebelum Ayahku sendiri tentunya. Tentu melihatnya membelaku dari ucapan putrinya itu aneh, karena seharusnya dia mempertanyakan maksud perkataan putrinya. "Fans yang kurang ajar?" Atau "Jadi kamu fans yang sudah menguntit putri saya?" Adalah hal yang kuharapkan keluar dari mulutnya dan bukan Kamu mulutnya itu dijaga, jangan sembarangan begitu."

"Siapa yang sembarangan, orang dia udah ngaku kok di kantor polisi." Bantah Frieska, sebuah reaksi yang kuharapkan datang darinya.

"Kamu itu ya, dibilangin ngelawan trus. Mas Pram saya minta maaf ya, putri saya udah kurang ajar sama anak mas." Ucap Ayah Frieska dengan sebuah senyum yang disunggingkan diwajahnya.

Itu menarik, Ayah Frieska bahkan tak mau mendengarkan perkataan putrinya, terlebih lagi dia memanggil Ayahku dengan sebutan mas, yang berarti dia cukup dekat dengan Ayahku namun tak memiliki jabatan atau perusahaan yang cukup penting bagi Ayahku untuk bisa memanggil Ayahku dengan nama depannya saja. Jika aku harus menebak Ayah Frieska adalah teman lama Ayahku, teman sekolah atau teman yang dikenal Ayah saat dia baru memulai usahanya. Teman yang cukup sering dibantu Ayahku dan sekarang mencoba membayar kebaikannya itu, dan dengan kehadiran Frieska disini...seperti itu rupanya, Frieska akan menjadi alat balas budi Ayahnya. Jadi itu yang Ayah dan Ibuku ingin bicarakan, kuyakin Ayahku setuju dengan perjodohan ini karena dia berharap dengan seorang istri hidupku akan jauh lebih baik, kuyakin dia sudah menyuruh orang untuk menyelidiki siapa Frieska dan saat tahu Frieska adalah gadis yang kusukai di jeketi, Ayah pasti merasa aku tak mungkin menolak perjodohan ini. Sedangkan Ibu? Ya, kuyakin dia setuju karena Ayah menyakinkannya bahwa dengan menikahi Frieska hidupku akan jauh lebih baik, atau Ayah menyakinkan Ibu bahwa berhasil menjodohkanku dengan gadis yang kusuka adalah caranya untuk minta maaf padaku. Apapun alasan yang dipakai Ayah untuk menyakinkan Ibu itu berhasil mempengaruhinya untuk setuju dengan perjodohan ini.

"Nak Frieska." Ucap Ayahku dengan suara yang lembut, suara yang selalu dia pakai saat bernegosiasi dengan kliennya. Tak lupa Ayahku meletakan tangannya dibahu Frieska untuk memberikan efek kekeluargaan yang maksimal. Dari ekspresi Frieska yang melunak, kuyakin dia sudah terpengaruh oleh pertunjukan yang diberikan oleh Ayahku. "Om minta maaf ya kalo anak om banyak salah sama kamu, ini juga sebenarnya juga salah om yang terlalu sibuk kerja. Kalo kamu mau maafin kesalahan putra om, om akan berutang budi sama kamu."

Oh tentu saja aku ikut dalam pertunjukan yang dilakukan oleh Ayahku, tanpa petunjuk apapun aku memasang wajah sedihku, wajah yang selalu kupakai untuk mempengaruhi guruku di sekolah dulu agar tak memberikan hukuman yang berat padaku. Sekarang dengan wajah yang sama aku ingin menunjukan kepada Frieska bahwa aku menyesali perbuatanku, saat mata kami bertemu, aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku ke lantai seakan aku begitu malu atas perbuatanku, aku tak berani menatap wajahnya. Semua bakat manipulatif ini adalah satu-satunya hal berguna yang kudapatkan dari Ayahku.

"Ya.. Sebenernya aku cuman kaget gitu om, nggak pernah seumur-umur ada yang ngikutin aku pulang." ucap Frieska dengan nada suara yang tak nyaman, seakan dia tak enak hati untuk menyebutkan itu semua. "Mungkin akunya kebanyakan nonton drama Korea kali om, jadi akunya parnoan gitu."

"Iya kamu tuh jangan kebanyakan nonton yang aneh-aneh jadi pikirannya negatif terus." ucap Ayah Frieska yang tak ingin kehilangan kesempatan apapun untuk memperburuk citra putrinya didepan Ayahku.

"Ya maaf, namanya anak muda jadi nontonnya drakor."

"Udah-udah, yang penting sekarang itu kita semua kenalan dulu. Kita bicarakan semuanya baik-baik, kita kan sebentar lagi keluarga besar." ucap Ayahku yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk menunjukan kesuperioritasnya, dalam hal apapun itu.

"Udah ayo kita bicaranya sambil makan." ucap Ibuku yang sudah ceria kembali, sepertinya dengan Frieska yang mengakui bahwa mungkin dialah yang salah karena sudah terlalu berpikir negatif tentangku berhasil membuat perasaan Ibuku jauh lebih baik.

"Maaf ya mas Pram, mbak Heni, gara-gara putri saya kita mulainya nggak enak." ucap Ibu Frieska yang memutuskan untuk bergabung dengan suaminya untuk menyalahkan Frieska.

"Udah-udah nggak usah dibahas lagi, mending kita makan, istri saya udah masak banyak, sayang kalo dingin makanannya." ucap Ayahku yang kemudian mengarahkan Frieska dan keluarganya ke meja makan.

Dari belakang aku bisa melihat pantat Frieska berlegak-legok dengan indahnya, ini semua terlalu mudah. Frieska terlalu mudah dipengaruhi perasaannya dan dengan kedua orang tuanya berada dibawah telapak tangan Ayahku, aku dapat melakukan apa saja kepadanya. Semua rasa sakit yang kudapatkan darinya, semua rasa maluku, semuanya akan kubalaskan kepadanya, semua itu dan tentu saja aku akan menikmati tiap detikku memainkan tubuh indahnya. Aku tak percaya dengan keberuntunganku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd