Rumah Baru
“ polisi masih melacak keberadaan pelaku penembakan di Meikarta pada Kamis , Malam Jumat , bulan lalu . Kedua pelaku tidak hanya membunuh enam oknum Sat Brimob Meikarta dan seorang sopir, namun juga melarikan uang tunai sebesar 500 juta rupiah...”
“Ohhh! Ohh! Mhhh Auuhhh Ohh !! “
Satu bulan kemudian. Aku sedang mengkimpoi WP Impor ketika berita itu ditanyangkan. Sambil terus menggenjot Vaginanya dari belakang, aku melihat berita itu di TV , dengan jantung berdebar-debar hebat. Kupegang pinggang WP CK yang sexy nan bahenol itu, lalu kupercepat genjotanku. Desahannya semakin menjadi-jadi. Kudekap pinggangnya , lalu kuubah posisi sehingga kini ia duduk tepat di atas penisku
Kupercepat genjotanku sambil meremas-remas buah dadanya. Disisi lain , pandanganku masih tertuju di berita itu. Gadis CK itu makin mendesah sejadi-jadinya saat penisku menusuk-nusuk dengan kecepatan penuh. Suara tepukan kedua kemaluan kami menggema-gema. Sambil meremas kuat buah dadanya, penisku mulai berkedut-kedut hebat dan akhirnya keluar di dalam vaginanya. Gadis itu bernafas lega. Ia lepaskan vaginanya dari penisku , lalu mengulum dan menelan sisa-sisa sperma yang keluar dari penisku.
Aku mengunci diri selama sebulan di Palembang agar tidak ada yang bisa menemukanku. Sesekali aku menyewa WP imigran yang tinggal di sebelah apartemen kami kalau aku sedang bosan. Handphoneku sudah kubuang entah kemana sehingga aku tidak punya handphone lagi. Uang yang kami rampas dari Hendra , akhirnya kami bagi dua. Kamil melarikan diri dan kami tidak pernah bertemu lagi . Ia hanya memberiku revolver S&W model 10 miliknya. Dua teman kami Edgar dan Bernard tewas di tangan Hendra saat hendak mengejarnya. Tapi aku tidak pernah mengejar Hendra.
Aku kosongkan rekening bank hasil uang panas dari Hendra dan setelah kuhitung aku hanya mendapat dua ratus juta lebih sedikit dari mencuri mobil-mobil itu. Ditambah yang rampasan dari spa , mungkin tidak sampai 500 juta. Uang segitu mungkin cukup untuk membeli apartemen biasa di Palembang tapi aku tidak menggunakannya , aku tadinya ingin menggunakan uang itu untuk melarikan diri dari Indonesia, namun kemudian aku sadar, aku tidak bisa melakukannya. Ini rumahku
Kurang lebih satu setengah bulan setelah insiden penambakan itu , aku mendapat kabar jika Istri Bang Imran ditemukan tewas tanpa diketahui penyebabnya. Esok harinya , Giliran Dina dan Nadia yang ditemukan tewas terpotong-potong. Kaget? Bukan lagi, rasanya saat itu juga aku ingin ke Jakarta . Aku telepon nomor mereka dengan nomor temanku namun tidak ada jawaban. Tapi kembali ke Jakarta tentu lebih besar resikonya. Akhirnya aku hanya bisa berharap terbaik untuk mereka.
“ Menurut bapak Menteri , apa penyebab meningkatnya tingkat kasus pembunuhan belakang ini?”
“ Yang Pertama tentunya beredarnya senjata api secara bebas di masyarakat . Kita tahu setelah perang usai , banyak sekali surplus senjata-senjata rampasan, senjata dinas militer atau pun kepolisian yang akhirnya jatuh ke tangan sipil dan dijual secara bebas . Dan itu tidak sedikit. Zaman sekarang Smith & Wesson kaliber .38 itu harganya cuma 500 ribu di toko loak. Begitu juga dengan colt kaliber .38 yang harganya beda tipis . Satu lagi saya rasa , Urbanisasi. Kita tahu banyak sekali orang dari Sumatra yang akhirnya pindah ke Jabodetabek atau kota-kota besar, dengan niat awal mencari kerja. Apalagi dari Sumatra ya. Itu banyak sekali. Akhirnya hal itu berdampak pada meningkatnya kriminalitas di Jabodetabek “
Salah satu Menteri sampai-sampai memberikan pernyataan terkait kasus pembunuhan yang terus meningkat setelah tawuran besar di Meikarta. Dan pernyataan itu menuai reaksi keras di kalangan masyarakat sumatra , karena seolah mengkambing hitamkan orang-orang sumatra atas kekacauan yang terjadi belakangan ini. Bahkan dalam hitungan jam setelah pernyataan itu, terjadi demo luar biasa di luar Benteng kuto Besak . Mereka mengibarkan bendera Sumatra Selatan berdampingan dengan pusaka merah putih seraya bersorak agar Menteri langsung meminta maaf pada seluruh Rakyat Sumetra.
Saat itu aku melihat di TV, demo yang lebih hebat terjadi di Meikarta dimana sebagian besar orang Batak. Mereka merasa menteri bersangkutan telah menistakan Rakyat Sumatra karena menganggap mereka sebagai kriminal yang telah meneror Meikarta. Demo itu adalah demo terbesar yang terjadi setelah masa perang dunia ketiga. Bahkan hampir menyamai demo penistaan agama di masa lalu. Namun kali ini banyak yang menganggap kalau penistaan Ras itu , adalah salah satu penyebab runtuhnya Indonesia di masa depan. Aku tertawa karena saat itu , aku harus mengakui kalau semua ini bermula saat aku menembak Tejo tepat di kepalanya. Kurasa ini salahku.
Beberapa hari kemudian, saat keadaan mulai tenang, aku keluar dari apartemen itu. Kutenangkan pikiranku berkeliling salah satu kota tertua di Indonesia, Palembang, dengan LRT pertama di Indonesia. Dari Jakabaring aku berhenti di time square (simpang lima Palembang Icon) Lalu aku jalan kaki ke Stasiun Bumi Sriwijaya. Tadinya aku ingin bersantai di sana sampai malam datang. Tapi iseng , aku mampir ke mall palembang Icon karena aku pikir aku butuh baju baru.
Mall ini tetap megah seperti masa jayanya dahulu. Tidak seperti Meikarta Plaza yang kotor dan kumuh karena sampah dan coretan. Di sanalah untuk pertama kalinya aku melihat kendaraan terbang yang asing di mataku. Sebuah pesawat Roket antariksa milik Seorang konglomerat Jepang, Direkur Sato Dynamics, yang saat itu sedang melakukan kunjungan bisnis ke Palembang.
Aku berdiri dipinggir danau Mall itu. Aku melihat pemandangan gedung-gedung tinggi di Palembang. Sesekali aku melihat mobil terbang berlalu lalang. Dulu aku pernah ke kota ini tapi dulu belum seperti ini. Penemuan Tambang Biji Nuklir di Sumatra selatan membuat kota ini berubah wujud menjadi kota Futuristik. Mobil terbang pemandangan asing di Meikarta meski kami hanya beberapa puluh Kilo dari Jakarta.
Aku berjalan memasuki Mall. Di sanalah aku tidak sengaja melihat dia. Waktu kembali berhenti. Aku terdiam dan sampai-sampai tidak sanggup melangkah. Aku melihat dia, berdiri manis memilih-milih roti sambil menghisap susu bantalnya. Pakaiannya masih tetap sopan seperti dahulu. Gaun santai lengan panjang , dan celana jeans prada yang selalu ia pakai hampir setiap hari. Itu benar-benar dia, Xiao xiao. Jantungku berdebar dan aku tersenyum. Aku heran kenapa kami selalu bertemu. Namun aku terlalu takut untuk menegurnya. Aku berputar kembali, dengan maksud ingin meninggalkannya sendiri.
“ Koh Edi?!!! “
Namun saat aku berbalik, ia memanggilku begitu kuat dengan suara manisnya itu. Aku serasa tidak sanggup berputar dan melihatnya. Tapi aku pun tidak sanggup meninggalkannya. Aku tahu aku ingin menegurnya tapi aku malu. Aku merasa aku bukanlah orang baik untuknya. Namun akhirnya , aku memberanikan diri untuk berputar dan membalas sapaanku.
“ KOKOH!!”
Sayang bukanlah Xiao xiao yang memanggilku, Tapi Jisun yang sudah berkaca-kaca saat aku melihat wajahnya. Dia berlari dan langsung memeluknya. Gadis-gadis lainnya kemudian muncul . Ada Dian, Anna , Bella, Siti dan Kirana. Xiao xiao melihat kami berpelukan namun ia seolah tidak peduli. Jisun menangis sejadi-jadinya dipelukanku
“ jangan pergi seperti itu lagi , aku takut “
Aku merasakan pelukan Jisun yang erat dan hangat. Aku merasa seperti banyak cinta dipelukan itu, dan aku tidak ingat kenapa ia menjadi seperti ini. Kurasa seperti itulah cinta, sama seperti waktu aku melihat Xiao xiao hari itu, semuanya datang secara kebetulan. Namun saat memeluknya, aku tidak sengaja melihat dua orang aneh yang memegang tangan Xiao xiao malam itu di Meikarta Plaza. Mereka menjelitiku lalu menghilang begitu saja. Xiao xiao tersenyum. Sambil terus meminum susu bantalnya , ia berjalan menghampiri kami.
“ Akhirnya kalian bisa sama-sama lagi “ Goda Xiao. Jisun sontak melepaskan pelukannya dan langsung menghapus air matanya.
“ Kami kira kokoh mati terus dibuang ke kali “ gerutunya
“ Serem bener, orang kokoh di Palembang ” Gadis-gadis lain ikut menghampiriku. Aku mengajak mereka makan sore di foodcourt lalu aku bertanya bagaimana mereka bisa menemukanku di Palembang. Kirana lalu menjelaskannya
“ Aku yang iseng telepon Kamil , gak lama setelah Nadia dan Dina meninggal. Terus dia ngasih tau kami kalau kak Edi ada di palembang , tapi dia cuma bilang kakak di Jakabaring. Gak bilang detail alamatnya di mana. Kemarin lusa, kita langsung bawa mobil ke Palembang.“
“ kakak ikut berduka. Kakak juga kaget lihat beritanya, Tapi Mana Citra ama Peggy? “ Kirana cuma menggeleng kepalanya. Peggy dan Citra menghilang tak lama dari Nadia dan Dina menghilang.
Mereka bahkan sampai sempit-sempitan di mobil Sedan demi ke Palembang. Setelah apa yang terjadi, mereka pun berencana pindah ke Palembang. Mereka mengontrak rumah tidak jauh dari LRT Demang. Rumah yang sudah berdiri sejak masa orde baru , tapi masih kokoh dan kuat. Aku sempat mengantar mereka pulang dengan LRT, namun aku tidak lama-lama di rumah mereka. Aku hanya mengantar sampai pagar,
“ ga ikut masuk koh”
Tanya Jisun. Aku menggeleng kepala.
“ Gapapa kokoh anter sampe sini saja.”
Jawabku.
“ Okay deh. Hati-hati ya. Aku ga mau kokoh kenapa-napa. Pokoknya Jaga diri!”
Aku mengangguk. Jisun masuk ke rumahnya bersama yang lain. Aku kembali ke stasiun LRT untuk pulang ke Jakabaring.
Kami semua belum punya pekerjaan, hampir setiap siang kami berkumpul di Palembang Icon terkadang sampai malam hari. Kadang , kami ke Palembang Square atau naik LRT dan belanja di Toko barang bekas di pasar 16 Ilir. Mereka semua kubelikan revolver agar mereka bisa melindungi diri. Mulanya mereka sangat takut namun aku berhasil meyakinkan mereka apalagi Kriminalitas di Palembang saat itu, masih cukup tinggi walau tidak separah Meikarta. Namun yang kutakutkan justru orang-orang Hendra.
“ Bukan seperti itu, posisi berdirinya juga harus benar. Lengan dan bahu juga harus tegap. Percaya diri , jangan takut-takut...”
Aku mengajari mereka menembak di lapangan tembak tua di seberang Palembang Square. Banyak yang terang-terangan latihan di sana walau senjata-senjata mereka kebanyakan ilegal alias beli di toko loak. Namun di masa depan, semua itu tidak masalah lagi, bahkan bisa dibilang kebutuhan. Mereka baru percaya diri setelah seminggu latihan. Namun aku beritahu mereka , jika beruntung, mereka bahkan tidak perlu menggunakan revolver itu.
“ Kokoh gak cari-cari kerja lagi? Aku lihat kokoh sepertinya santai sekali “ suatu hari , saat aku mampir sebentar di rumah mereka untuk makan malam , Jisun menanyaiku seperti itu.
“ Enggak , Kokoh mungkin mau usaha aja. “ Jawabku
“ Kokoh mau usaha apa? Aku gak mau kalo kokoh melakukan hal-hal yang berbahaya lagi. “ Aku pun tertawa.
“ Enggak-enggak , Kokoh mau usaha yang bersih aja “ jawabku.
“ janji ya, gak usah nyuri mobil lagi” Gerutu Jisun. Ia tiba-tiba bersandar di bahuku. Dian sempat menoleh . Namun ia langsung menyingkir meninggalkan kami. Sedangkan aku melihat Xiao xiao tetap tidak peduli. Kurasa ciuman hari itu , berlalu begitu saja. Heh, apa yang aku pikirkan.
Berhari-hari berlalu. Aku akhirnya menyewa ruko 4 pintu di jalan residen Abdul Rozak. Satu pintu ingin kujadikan tempat karaoke , klub malam dan spa kecil kecilan. Satu pintu untuk bengkel yang siap dibuka. Sedangkan dua pintu lagi aku berikan ke gadis-gadis itu sebagai modal usaha. Gadis-gadis ini mengaku kalau mereka sudah punya modal untuk membuka toko baju dan toko kosmetik, jadi aku tidak harus pusing memikirkan mereka. Aku akhirnya bisa konsentrasi mengurusi bisnis pertama yang benar-benar hasil jerih payahku, Bengkel dan showroom mobil.