Prolog
Aku bukan orang baik-baik. Faktanya , dari dulu aku memang bukan. Terlahir dari keluarga kaya raya, membuatku berlagak seolah aku memiliki segalanya dan semua orang harus menurutiku. Bahkan ketika aku ingin menikahi pacarku ketika aku lulus SMU, kedua orang tuaku juga setuju. Aku selalu berpikir kalau seluruh isi dunia harus menuruti hawa nafsuku. Itu membuatku manja dan menyedihkan , hingga aku terbuang seperti ini.
“ Polisi tengah mengepung Bugatti curian senilai Ratusan Miliar yang terperosok keluar tol. Pelaku diduga , Edi Iskandar , Putra Presiden Direktur Topan Group, Heri Iskandar ...... “
“ masih ku angkuh,
Terbangkan angan ku jauh
Langit kan menangkapku
Walau kan terjauh”
“ Saudara Edi Anda telah dikepung, menyerah atau “
“ dor!”
“
Dan bila semua tercipta
Tanpa harus ku merasakan
Cinta yang tersisa
Hampa hidup terasa”
Aku menembak polisi itu dari mobil itu dengan pistol revolver antik ayahku. Polisi itu tewas ditempat. Mereka menembakiku menghujaniku dengan peluru. Aku menunduk berlindung dari hujanan peluru mereka. Aku tertembak di lengan kiri dan dada kiri. Aku mulai kehilangan banyak darah. Dua polisi mendekat dan
“ Dor! Dor!”
“
Bagai bintang di surga
Dan seluruh warna
Dan kasih yang setia
Dan cahaya nyata”
Aku membunuh seorang polisi lagi. Seorang Bri-mob lengkap dengan senapan AK dan seragam tempur. Rekannya tertembak dan terluka. Penembak jitu menembakku dan saat itu aku tak sadarkan diri. Aku kira aku akan mati namun petulanganku baru dimulai.
“Oh bintang di surga
Berikan cerita
Dan kasih yang setia
Dan cahaya nyata”
Sebelumnya mari mundur lebih awal lagi. Semua dimulai saat aku menikah. Meskipun ayahku konglomerat kaya raya, di lingkungan tempat kami tinggal, menikah muda itu biasa. Berbeda dengan pemuda lain yang kuliah di kota , di jawa , bahkan di luar negeri , aku memilih menikah dengan pacarku tercinta Putri. Yah , karena ayahku punya hampir segalanya, aku menjadi manja dan selalu memiliki pola pikir “ ah kan ada papa “ . Sehingga meskipun sudah menikah , aku tak punya pekerjaan, tak punya keahlian , dan nyaris tidak bisa apa-apa. Satu-satunya kelebihanku dibandingkan orang lain adalah otomotif, dan menembak. Aku juara menembak di perbakin karena aku sangat suka senjata. Terutama revolver. Aku memiliki senjata pemberian kakekku sebuah revolver Schofield asli dari AS. Tapi menurut ayahku , itu bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan , atau bisa dibilang , sudah biasa.
Petaka di mulai saat ternyata , aku memiliki masalah di ranjang. Aku mengidap disfungsi ereksi, sehingga soal urusan kasur, aku payah. Mulanya itu aku dan istriku Putri , terus berusaha mencari jalan keluar. Orang tuaku juga ikut berusaha. Sampai empat tahun menikah, dengan berat hati, kami akhirnya berpisah. Sedih, sakit, karena untuk pertama kalinya , aku kehilangan sesuatu yang paling aku sayangi. Dan rupanya itu hanyalah permulaan.
Sebulan kemudian, aku mendapat kabar Putri menikah dengan sahabat karibku sendiri Putra, putra dari teman karib ayahku , dan sekarang sedang bekerja di perusahaan ayahku sebagai direktur operasional. Kami sejak kecil berteman dekat , namun aku tidak menyangka ia akan merebut istriku seperti ini. Berbeda denganku , Putra seorang yang sempurna. Pintar , kuat , disenangi semua orang, dan lebih parahnya lagi, ia seorang racer.
Namun petaka yang sebenarnya baru di mulai. Dua bulan sejak pernikahan mereka, ayahku jatuh sakit. Kondisi beliau tidak memungkinkan untuk memimpin perusahaan. Dan akhirnya dengan berat hati, karena memperoleh dukungan dari setiap orang di kantor, Putra mengambil alih perusahaan , setidaknya sampai Ayahku , dan disitulah aku makin kehilangan segalanya. Aku kehilangan rumahku , mobilku , semua yang aku miliki. . Putra menempatkan istri muda kesayangan ayahku ke rumah lamaku , sehingga aku dan ibuku diusir secara halus ke rumah nenekku. Sedangkan Putra, tinggal di apartemen mewah , bersama seorang wanita yang dahulunya adalah istriku . Aku resmi kehilangan segalanya , dan jujur , aku sempat depresi.
Jujur , malam itu , tujuanku sebenarnya adalah membunuh Putra, menanam sebuah peluru di kepalanya, lalu melarikan istriku , dan bunuh diri. Namun entah kenapa aku mencuri Bugatti Chiron itu, membawanya lari ke tol, lalu dikejar oleh beberapa mobil polisi di belakangku. Kupacu Hypercar itu sekencang-kencangnya, dan yang terakhir yang kuingat adalah aku terperosok keluar tol , terperangkap di mobil curian itu, lalu diseret keluar secara hina dan ditangkap oleh kepolisian.
Aku divonis seumur hidup. Aku seharusnya dihukum mati kerena melawan petugas dan membunuh dua polisi. Semua itu berkat pengacara ibuku. Di sidang itu, aku terakhir kalinya melihat ibuku , namun beliau seolah enggan melihat mataku. Tapi aku hanya menjalani hukumanku sekitar 5 tahun. Usiaku mungkin 22 atau 23 saat itu. Dan masa penjara , bisa dikatakan masa paling buruk sepanjang hidupku. Namun disanalah aku bertemu teman baruku, Imran. Ia lah yang melindungiku agar tidak ditusbol di penjara , dan aku pun sesekali menolongnya. Ia keluar dua tahun sebelumku. Dan kami berjanji akan bertemu saat keluar penjara nanti.
Namun “BOOM!” perang dunia ketiga meletus, dan aku dipaksa bertempur melawan australia selama dua tahun di papua.
Beberapa tahun kemudian di Papua. Aku tiarap sendirian. Front Papua menjadi Medan perang paling berbahaya bagi Indonesia. Semua rekanku gugur. Aku tiarap di sebuah perbukitan dengan senjata mp5 dan satu unit Rudal Manpads.
Suara jet itu terdengar. Jet F/A-18 Royal Australia Airforce ( AU Australia) jet ini adalah momok bagi TNI. Jet ini dapat menyapu bersih tank Harimau hitam andalan TNI atau menembak jatuh IF-X kebanggaan TNI.
Rudal ditembakkan. Rudal melesat mengejar Jet musuh lalu
“ Duar!”
Jet itu meledak diudara. Pilot musuh tidak sempat melepaskan diri. Bajingan itu tewas terpanggang di udara. Suara gemuruh kembali terdengar. Jet F/A-18 kedua terbang di perbukitan. Aku menyiapkan amunisi kedua. Aku bidik Jet itu dan
“ Duar”
Aku menembak jet kedua. Pilot berhasil melarikan diri. Aku menembak jatuh dua jet hari itu. Aku bergeriliya di hutan. Aku hampir membunuh pilot itu namun aku tidak melakukannya.
Aku bukan tentara yang baik. Aku biarkan musuhku hidup dan aku sendiri hampir mati dalam perang itu, namun disanalah aku belajar banyak hal. Contohnya, bergeriliya, menikam dan menyembelih orang lain . Aku membunuh kurang lebih 30 musuh, dua jet F/A-18 dan satu helicopter blackhawk lengkap dengan seluruh kru. Aku hanya ditugaskan dua tahun disana namun faktanya , aku terperangkap tiga tahun lebih di sana. Saat aku kembali ke Jakarta, sesuai janji , aku akan menemui Imran disana. Namun di pesan Michat itu, ia berjanji akan menjemputku di bandara . Dan disanalah , aku duduk di terminal kedatangan , menunggu kedatangannya